Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN AKIBAT AIDS

Disusun oleh:

1. M. Taufiq Hidayat 202303101114


2. Dimas Anjar Kuncoro 202303101076
3. Deka Raudoh Indrata Siswey 202303101004
4. Felia Rifka Meilani 202303101033
5. Rehulina Israferli Ginting 202303101036
6. Nabilah Ahmadini Nartacipta 202303101051
7. Risma Wiyanda 202303101103
8. Luluk Mauliddiyah 202303101113
9. Dila Agustin 202303101002
10. Putri Ika Wahyuni 202303101082
11. M. Adi Kusuma Bimantara 202303101132
12. Mochammad Ansori 202303101084

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2022
Daftar Isi

1.1 Konsep Penyakit..............................................................................................................3

1.2 Mekanisme terjadinya gangguan aman nyaman akibat AIDS.........................................4

1.3 Temuan data pengkajian gangguan kebutuhan aman nyaman........................................4

1.4 Rumusan diagnosa keperawatan (berdasar SDKI) yang muncul hanya berkaitan dengan
kebutuhan aman nyaman!........................................................................................................10

1.5 Rencana tindakan perawatan dari diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan beserta
tujuan dan kriteria hasil (berdasar SLKI, dan SIKI) !..............................................................14

1.6 Implementasi keperawatan (berdasar SIKI dan SOP) intervensi keperawatan yang sudah
disusun serta tambahkan Implementasi keperawatan dari hasil telaah jurnal keperawatan baik
nasional maupun internasional.................................................................................................20

1.7 Evaluasi yang diharapkan (berdasar SLKI) dari diagnosa keperawatan yang sudah
dirumuskan !.............................................................................................................................34
1.1 Konsep Penyakit

A. Definisi
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar orang yang terkena HIV,
bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10
tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu yang dikelompokkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menjadi 4 tahapan
stadium klinis, dimana pada stadium penyakit HIV yang paling terakhir (stadium IV)
digunakan sebagai indikator AIDS.
AIDS (Aquared Immunodeficiency Syndrome) yang terjadi akibat efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Human Immunodeficiency
Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS dalam rentang waktu tertentu dapat
merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi oportunistik yang menyertai dapat
menjadi manifestasi klinis yang terlihat.Menurunnya imun tubuh terjadi karena
melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga dapat terjadi infeksi
oportunistik (Sudikno, Bona Simanungkalit 2011).
B. Etiologi
Melemahnya system imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS. HIV
tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat Acid
(RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki antigen
permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa
menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel dendrit pada
kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan sel serviks uteri. Lalu kemudian
virus HIV akan masuk kedalam limfosit T4 dan menggandakan dirinya selanjutnya akan
menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan tubuh yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menyerang maka virus ini akan menyebabkan seseorang
mengalami keganasan dan infeksi oportunistik (Suliso, 2006 dalam Fauzan 2015). 5 fase
transmisi infeksi HIV dan AIDS yaitu:
1) Window Periode/Periode Jendela Kondisi dimana seseorang sudah terinfeksi HIV
tapi tubuhnya belum memproduksi antibodi HIV, jika dites HIV akan
menunjukan non-reaktif/negative, tapi sebenarnya sudah terinfeksi, HIV ini tidak
langsung memperlihatkan gejala tertentu, sebagian menunjukan gejala – gejala
yang tidak khas seperti infeksi akut.Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus
HIV.Contoh : ruam, pusing, demam, nyeri tenggorokan, tidak enak badan seperti
orang flu biasa.
2) Stadium 1/Asimtomatik (Tanpa Gejala) Disini antibody HIV sudah terbentuk
artinya walaupun tidak ada gejala HIV tapi jika di tes HIV hasilnya sudah
positif/re-aktif atau kadang hanya sedikit pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Periode ini bisa bertahan berfariasi setiap orang ada yang 8-10 tahun, ada
yang jauh lebih cepat berprogresif ada yang sampai 15 tahun. Setelah di stadium 1
jika tidak ketahuan dan tidak dobati akan berlanjut ke HIV stadium 2.
3) Stadium 2: BB turun <10% + gejala penurunan system imun UNIVE
Pada stadium ini mulai menunjukan beberapa gejala-gejala, berat badan mulai
turun tapi kurang dari 10% berat badan normal, mulai muncul penyakit penyakit
seperti ada jamur di kuku, sariawan yang tidak sembuh sembuh dan berulang
ulang terjadi Gejala awal yang menunjukan system imun seseorang itu mulai
menurun tapi belum terlalu parah namun jika pada stadium ini belum juga
ketahuan dan belumdiobati maka akan lanjut ke stadium 3.
4) Stadium 3 BB turun >10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti demam
yang tidak berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun panas setelah efeknya
hilang dan muncul lagi, kandidiasis oral/jamur dimulut bahkan sampai muncul
gejala TB paru ini semua adalah penyakit disebabkan karena turunnya system
pertahannan tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan
menuju HIV stadium 4.
5) Stadium 4: HIV Wasting Syndrome-AIDS Tahap ini sudah masuk pada AIDS
gejala yang dialami sudah semakin parah, badan sudah sangat kurus, kulit
berjamur, mulut berjamur, kuku berjamur. Wasting syndrome artinya hanya
tinggal kulit dan tulang.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala AIDS dibagi 3 fase yaitu:
a. Fase pertama: infeksi HIV akut
Fase pertama umumnya muncul setelah 1-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada fase
awal ini, penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti:
 Sariawan
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Radang tenggorokan
 Hilang nafsu makan
 Nyeri otot
 Ruam
 Pembengkakan kelenjar getah bening
 Berkeringat
Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS tersebut dapat muncul karena sistem kekebalan
tubuh sedang berupaya melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu
atau bahkan lebih
b. Fase kedua: fase laten HIV
Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang khas,
bahkan dapat merasa sehat. Padahal secara diam-diam, virus HIV sedang berkembang
biak dan menyerang sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi.Pada fase
ini, tanda-tanda HIV/AIDS memang tidak terlihat, tapi penderita tetap bisa
menularkannya pada orang lain. Pada akhir fase kedua, sel darah putih berkurang
secara drastis sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul.
c. Fase ketiga: AIDS
AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir
kehilangan kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah
putih berada jauh di bawah normal.
Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun drastis, sering
demam, mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening.Karena pada
fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita HIV/AIDS akan
sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang biasanya terjadi pada
penderita AIDS antara lain:

 Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan


 Pneumonia
 Toksoplasmosis
 Meningitis
 Tuberkulosis (TB)
 Kanker, seperti limfoma dan sarkoma Kaposi

1.2 Mekanisme terjadinya gangguan aman nyaman akibat AIDS


Berkembangnya virus HIV menjadi AIDS membutuhkan waktu 2 -15 tahun
tergantung individu masing - masing, infeksi oportunistik merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas. HIV berkembang lebih lanjut menjadi AIDS menunjukan
lemahnya kekebalan tubuh yang sering berwujud infeksi ikutan (infeksi oportunistik).
Ketika pertama kali terinfeksi virus HIV (HIV primer) maka jumlah limfosit dan CD4+
dalam darah akan menurun dengan cepat, akhirnya individu akan mudah/rentan terinfeksi
opurtunistik seperti terjadinya sarkoma karposis dan lesi oral. Lesi oral atau candidiasis oral
pada umumnya merupakan salah satu pertanda utama terjadinya penurunan CD4+ hingga
mencapai < 500/4 Unordered List (UL). Candidiasis merupakan infeksi opurtunistik yang
sangat umum pada orang yang terinfeksi HIV, infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur
yang disebut candida albicans. Infeksi ini disebut thrush dan apabila menyebar dalam
tenggorokan disebut esophagitis, yang tampak gumpalan putih atau bercak putih pada
rongga mulut. Adanya lesi oral mengakibatkan Perubahan Membran Mukosa Oral
(Nursalam, 2013). Infeksi lain yang sering menyertai antara lain: pneumonia yang
disebabkan Pneumocytis carinii, tuberkulosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare
akibat kriptosporidiasis, infeksi virus sitomegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis esofagus,
kandidiasis trakea, kandidiasis bronkhus atau paru serta infeksi jamur jenis lain misalnya
histoplasmosis dan koksidiodomikosis. Kadang-kadang juga ditemukan kanker kelenjar
getah bening.

1.3 Temuan data pengkajian gangguan kebutuhan aman nyaman pada AIDS
A. Anamnesa
 Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
 Keluhan utama
Keluhan utama ditemui pada pasien infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh
jamur Candida Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh,
munculnya Harpeszoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
 Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan
narkotika suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita
HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
 Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian
lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di
tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
 Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami perubahan. Ada
beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan
mereka yang menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena
depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
 Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
 Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami gangguan karena
adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga
didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
 Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi, dan stres.
 Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.
 Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi
karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruksif
dan adaptif.
 Pola Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik integritas kulit/ jaringan
INSPEKSI
1. Lokasi : tempat di mana ada lesi
2. Efloresensi/ wujud kelainan kulit (UKK) :
- Primer (terjadi pada kulit yang semula normal/ kelainan yang pertama) :
- Makula : perubahan warna pada kulit tanpa perubahan bentuk.
- Papula : penonjolan padat di atas permukaan kulit, diameter < 0.5 cm
- Nodul : penonjolan padat di atas permukaan kulit, diameter > 0.5 cm
- Plakat : peninggian diatas permukaan kulit seperti dataran tinggi atau mendatar
(plateau-like) yang biasanya terbentuk dari bersatunya (konfluen) beberapa
papul, diameter lebih dari > 0.5 cm
- Urtika : penonjolan yang ditimbulkan akibat edema setempat yang timbul
mendadak dan hilang perlahan
- Vesikel : lepuh berisi cairan serum, diameter
- Bula : vesikel yang berukuran > 0,5 cm
- Pustula : vesikel berisi nanah
- Kista : ruangan/ kantong berdinding dan berisi cairan atau material semi solid (sel
atau sisa sel), biasanya pada lapisan dermis
- Purpura : warna merah dengan batas tegas yang tidak hilang jika ditekan, terjadi
karena adanya ekstravasasi dari pembuluh darah ke jaringan
- Sekunder (akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer) :
- Skuama : sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit
- Krusta : kerak atau keropeng yang menunjukkan adanya cairan serum atau darah
yang mongering
- Erosi : lecet kulit yang diakibatkan kehilangan lapisan kulit sebelum stratum
basalis, bisa ditandai dengan keluarnya serum
- Ekskoriasi : lecet kulit yang disebabkan kehilangan lapisan kulit melampaui
stratum basalis (sampai stratum papilare) ditandai adanya bintik perdarahan dan
bisa juga serum
- Ulkus : tukak atau borok, disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari
ekskoriasi, memiliki tepi, dinding, dasar dan isi
- Fisura, Atrofi, Skar, dll

3. Ukuran lesi : milier, numular rentikular dan plakat


4. bentuk lesi : teratur ( oval) dan tidak teratur
5. susunan lesi : linier, sirinar, arsinar, polisiklik, serpignosa
6. Distribusi lesi : unilateral, bilateral, simetris, soliter, multiple, dll
PALPASI

- Pasien bisa berada dalam posisi duduk atau berbaring


- Pemeriksa menggunakan jari telunjuk tangan kanan yang ditekankan pada lesi,
apakah ada perubahan warna dari eritematosa (kemerahan) menjadi kepucatan atau
ada peninggian kulit
- Dapat juga ditekan menggunakan kaca objek (diaskopi) untuk membedakan eritema
dan purpura
2. Pemeriksaan Fisik pada HIV/AIDS
Pemeriksaan fisik HIV dilakukan oleh dokter untuk mengetahui kondisi kesehatan
pasien saat ini. Pemeriksaan HIV meliputi antara lain:
a. Suhu
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak ada
gejala lain. Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis penyakit infeksi
tertentu atau kanker yang lebih umum pada orang yang mempunyai system
kekebalan tubuh lemah . Dokter akan memeriksa suhu Anda pada setiap
kunjungan.
b. Berat.
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan. Kehilangan
10% atau lebih dari berat badan Anda mungkin akibat dari sindrom wasting, yang
merupakan salah satu tanda-tanda AIDS , dan yang paling parah Tahap terakhir
infeksi HIV. Diperlukan bantuan tambahan gizi yang cukup jika Anda telah
kehilangan berat badan.
c. Mata.
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini
terjadi lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari 100 sel per
mikroliter (MCL). Termasuk gejala floaters, penglihatan kabur, atau kehilangan
penglihatan. Jika terdapat gejala retinitis CMV, diharuskan memeriksakan diri ke
dokter mata sesegera mungkin. Beberapa dokter menyarankan kunjungan dokter
mata setiap 3 sampai 6 bulan jika jumlah CD4 anda kurang dari 100 sel per
mikroliter (MCL)
d. Mulut
Infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang yang
terinfeksi HIV. Dokter akan akan melakukan pemeriksaan mulut pada setiap
kunjungan. pemeriksakan gigi setidaknya dua kali setahun. Jika Anda beresiko
terkena penyakit gusi (penyakit periodontal), Anda perlu ke dokter gigi Anda
lebih sering.
e. Kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) tidak selalu disebabkan
oleh HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang semakin membesar atau
jika ditemukan ukuran yang berbeda, Dokter akan memeriksa kelenjar getah
bening Anda pada setiap kunjungan.
f. Perut.
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar
(hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin menunjukkan kanker. Dokter akan
melakukan pemeriksaan perut pada kunjungan setiap atau jika Anda
mengalami gejala-gejala seperti nyeri di kanan atas atau bagian kiri atas perut
Anda.
g. Kulit.
Kulit merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV. Pemeriksaan
yang teratur dapat mengungkapkan kondisi yang dapat diobati mulai tingkat
keparahan dari dermatitis seboroik dapat sarkoma Kaposi . Dokter akan
melakukan pemeriksaan kulit setiap 6 bulan atau kapan gejala berkembang.
h. Ginekologi terinfeksi.
Perempuan yang HIV-memiliki lebih serviks kelainan sel daripada wanita
yang tidak memiliki HIV. Perubahan ini sel dapat dideteksi dengan tes Pap. Anda
harus memiliki dua tes Pap selama tahun pertama setelah anda telah didiagnosa
dengan HIV. Jika kedua pemeriksaan Pap Smear hasilnya normal, Anda harus
melakukan tes Pap sekali setahun. Anda mungkin harus memiliki tes Pap lebih
sering jika Anda pernah memiliki hasil tes abnormal. Pemeriksaan fisik secara
menyeluruh akan memberikan informasi tentang keadaan kesehatan Anda saat ini.
Pada Pemeriksaan selanjutnya dokter akan menggunakan informasi ini untuk
melihat apakah status kesehatan Anda berubah.

3. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis


- Lakukan pemeriksaan penunjang berdasarkan diagnosis banding untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
1. Mikrobiologi :
a. Mikologi :
- Pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10% atau 20%
- Kultur jamur
- Pemeriksaan dengan pengecatan khusus
b. Bakteriologi :
- Pengecatan Gram dari cairan tubuh
- Kultur bakteri
c. Virologi :
- Pengecatan dengan Tzanck
- Kultur virus
2. Histopatologi :
a. Pengecatan Hematoxyllin-Eosin
b. Pengecatan dengan cat khusus yang lain
c. Imunopatologi
d. Imunofluoresensi direk dan indirek
3. Molekuler
4. Penunjang yang lain :
- Lampu Wood
- Radiologis
- Pemeriksaan kandungan cairan dan pigmen pada kulit
- Foto digital secara serial

TANDA TANDA INFEKSI

Tanda – Ada
Tidak ada
Tanda Infeksi Ringan Sedang Berat
Kemerahan Ada eritema Hanya sekitar Meluas keluar Tidak ada
(Rubor) tetapi tidak jaringan yang daerah sekitar eritema
terlalu tampak artinya ada luka artinya ada
eritema, tetapi eritema dan
tidak lebih dari meluas lebih dari
0,5 cm dari luka 0,5 cm dari luka
Nyeri (Dolor) Hanya pada saat Nyeri yang Rasa nyeri selalu Tidak ada
penggantian dirasa selalu dirasakan nyeri
balutan kadangkadang pasien
muncul
Bengkak Ada edema tetapi Tampak ada Tampak sekali Tidak ada
(Tumor) tidak terlalu edema tetapi ada edema yang edema
tampak tidak disertai menonjol dan
kemerahan disertai
kemerahan
Panas (Color) rasa panas, pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa panas. Ini
terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area
yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibodi dalam
memerangi antigen atau penyebab infeksi.

TANDA – TANDA PENURUNAN KESADARAN

Penurunan kesadaran adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya kesadaran atau
berkurangnya kewaspadaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Gejalanya antara lain:

1. Keringat berlebih
2. Sulit berjalan
3. Hilang keseimbangan
4. Mudah terjatuh
5. Sulit mengontrol buang air kecil dan buang air besar
6. Lemah di tungkai dan dan wajah
7. Kepala berkunang-kunang
8. Jantung berdebar
9. Demam
10. Kejang
11. Pingsan

Jenis Penurunan Kesadaran

Berdasarkan tingkat keparahannya, penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi:


1. Kebingungan (confusion)
Kebingungan atau disorientasi adalah penurunan kesadaran yang membuat seseorang kesulitan
untuk berpikir jernih dan membuat keputusan. Seseorang yang sedang kebingungan dapat
menunjukkan tanda-tanda berupa:
1. Berbicara tidak jelas
2. Sering terdiam lama ketika berbicara
3. Kurang mengenali waktu dan tempat ia berada
4. Lupa mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan
2. Delirium
Delirium adalah penurunan kesadaran yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak yang terjadi
secara tiba-tiba. Penderita delirium dapat mengalami gangguan dalam berpikir, berperilaku,
dan memperhatikan kondisi di sekitarnya. Delirium juga dapat menyebabkan gangguan emosi,
seperti cemas, depresi, dan paranoid.
3. Letargi
Letargi adalah penurunan kesadaran yang menyebabkan penderitanya merasa lelah luar biasa,
baik secara fisik maupun mental. Seseorang yang terserang letargi dapat mengalami gejala
berikut ini:
1. Kantuk berat
2. Tingkat kewaspadaan menurun
3. Kesulitan mengingat, berpikir, atau berkonsentrasi
4. Gangguan emosi, seperti mudah sedih atau marah
4. Stupor
Stupor atau obtundasi adalah penurunan kesadaran yang menyebabkan seseorang sama sekali
tidak dapat merespons percakapan. Seseorang yang mengalami stupor hanya bisa merespons
rangsangan secara fisik, misalnya cubitan atau garukan yang menimbulkan rasa sakit.
5. Koma
Koma adalah kondisi ketika seseorang mengalami hilang kesadaran secara total.
Seseorang yang mengalami koma secara medis masih hidup, namun tidak dapat bergerak,
berpikir, dan tidak bisa memberi respons terhadap rangsangan apapun, termasuk nyeri. Koma
merupakan keadaan darurat yang harus mendapatkan penanganan medis dengan segera.

4. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan anti HIV. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap HIV 1 dan atau HIV 2
pada seseorang yang dicurigai terinfeksi virus ini. Sedangkan untuk pemantauan
terapi, dapat dilakukan pemeriksaan CD4 dan jumlah virus (viral load) pada penderita
HIV yang mendapatkan terapi ARV ( Iweala, 2004; Kishore, Cunningham, Menon,
2008)Beberapa metode pemeriksaan laboratorium anti HIV telah dikembangkan.
Metode pemeriksaan antiHIV meliputi metode cepat atau yang dikenal dengan Rapid
Diagnostic Test (RDT), metode ELISA dan Metode Westernblot. Pemeriksaan
laboratorium anti HIV bisa dilakukan untuk tujuan skrining, surveilans dan diagnosis.
1. Pemeriksaan skrining dilakukan pada skrining donor darah UTD PMI.
2. Pemeriksaan surveilans bertujuan untuk melihat dinamika epidemi HIV di
Indonesia, sedangkan
3. Pemeriksaan diagnosis dilakukan di rumah sakit maupun 1 2 puskesmas
(Anonim , 2006; Anonim , 2012).
Metode pemeriksaan cepat, saat ini sudah banyak digunakan. Pertimbangan
pemakaian metode ini adalah waktu yang dibutuhkan singkat, sarana dan prasarana
yang sederhana dan jumlah sampel dalam sekali pemeriksaan cukup banyak.
Penggunaan metoda rapid diagnostic test (RDT) ini bisa digunakan pada klinik VCT
untuk tujuan penegakan diagnosis infeksi 3 HIV (Anonim , 2012) .Terdapat beberapa
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya infeksi HIV. Salah satu cara
penentuan serologi HIV yang dianjurkan adalah ELISA. Pemeriksaan serologi HIV
sebaiknya dilakukan dengan 3 metode berbeda dan dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan yang lebih spesifik seperti Western Blot (WB). (Kementerian
Kesehatan, 2013)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan standar untuk anti HIV adalah dengan metode enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA) atau Western blot sebagai metode konfirmasi yang
membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari untuk mendapatkan hasil.
Hal ini menyebabkan proporsi cukup besar orang yang bersedia melakukan tes HIV,
tetapi tidak kembali untuk mengambil hasil pemeriksaan. Pemeriksaan HIV secara
POCT memberikan hasil preliminari dari pemeriksaan HIV terutama di tempat
dengan sumber daya terbatas dengan keterbatasan tenaga laboratorium terlatih,
infrastruktur terbatas, cuaca ekstrim dan terbatasnya daya listrik.4 kit-kit Rapid test
HIV dibuat untuk pemeriksaan antibodi HIV. Hasil pemeriksaan dapat diketahui
dalam waktu 20 menit sejak pengambilan sampel, sehingga hasil dapat disampaikan
kepada pasien dalam sekali kunjungan. Alat rapid tes dapat menggunakan bahan
pemeriksaan darah lengkap, plasma dan cairan oral/ saliva. Pemeriksaan
menggunakan saliva sangat menguntungkan pada pasien anak dan pengguna narkoba
suntik dengan pembuluh darah yang sudah kolaps. Rapid test HIV generasi ke 4 yang
dapat mendeteksi baik antigen maupun antibodi sedang dikembangkan,sehingga
mempersingkat masa jendela. Diperlukan evaluasi validasi dan performa alat ini di
berbagai kondisi. (ARCHITECT HIV Ag/Ab Combo Assay,Alere Determine HIV 1/2
Ag/Ab Combo assay).

1. Pemeriksaan ELLISA
a. Definisi
ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) adalah uji serologis yang
umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki
beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana,
ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi
b. Tujuan
Menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu
sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label)
c. Prinsip Dasar
Analisis interaksi antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif
pada permukaan fase padat dengan menggunakan konjugat antibody atau
antigen yang dilabel enzim. Enzim ini akan bereaksi dengan substrat dan
menghasilkan warna. Warna yang timbul dapat ditentukan secara kualitatif
dengan pandangan mata atau kuantitatif dengan pembacaan nilai
absorbansi (OD) pada ELISA plate reader
d. Prosedur
1. Mengeluarkan reagen yang akan dipakai dalam suhu kamar
2. Menyiapkan well yang akan digunakan ( dihitung standart dan sampel
yg dipakai)
3. Mengambil standard, sampel dan control dimasukkan ke masing-masing
well
4. Ditambahkan Conjugate ke semua well.
5. Inkubasi 60 menit suhu ruang
6. Cuci plate menggunakan wash buffer sebanyak 5x
7. Ditambahkan Substrat ke semua well
8. Inkubasi 30 menit di ruang gelap / terlindung dari cahaya
9. Ditambahkan stop solution ke semua well
10. Dibaca menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang
450 nm

Prosedur Umum ELLISA


Penempelan (Coating) Antigen - Blocking (Pengeblokan) Antigen-Antibodi -
Antibodi Terikat Enzim - Pencucian Plate + Substrate - Warna (Nilai Od) Terukur

2. Pemeriksaan kecemasan
Pemeriksaan tingkat kecemasan menggunakan kuesioner Zung Self-Rating Anxiety
Scale (ZSAS). Sedangkan, kualitas hidup yang terdiri 4 domain : domain fisik,
psikologis, sosial, dan lingkungan diukur menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF.
Uji hipotesis untuk hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas hidup pasien .
HIV/AIDS menggunakan uji chi-square dan uji alternatif Kruskal Wallis apabila
terdapat dua sel yang mempunyai nilai expected < 5. Nilai p dianggap bermakna
apabila <0,05. Analisis statistik ini dilakukan dengan menggunakan software
statistika komputer dengan program
SPSS.
Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS)

Skor:

20-44 = normal range

45-59 = tingkat kecemasan sedang

60-74 = tingkat kecemasan berat

≥75 = tingkat kecemasan ekstrim

No. Pernyataan Sangat Kadang- Sering Selalu


jarang kadang
1. Saya merasa lebih gelisah atau
gugup dan cemas dari biasanya
2. Saya merasa takut tanpa alasan
yang jelas
3. Saya merasa seakan tubuh saya
berantakan atau hancur
4. Saya mudah marah, tersinggung
atau panik
5. Saya selalu merasa kesulitan
mengerjakan segala sesuatu atau
merasa sesuatu yang jelek akan
terjadi
6. Keduan tangan dan kaki saya
sering gemetar
7. Saya sering terganggu oleh sakit
kepala, nyeri leher atau nyeri otot
8. Saya merasa badan saya lemah
dan mudah lelah
9. Saya tidak dapat istirahat atau
duduk dengan tenang
10. Saya merasa jantung saya
berdebar-debar dengan keras dan
cepat
11. Saya sering mengalami pusing
12. Saya sering pingsan atau merasa
seperti pingsan
13. Saya mudah sesak napas
tersengal-sengal
14. Saya merasa kaku atau mati rasa
dan kesemutan pada jari-jari saya
15. Saya merasa sakit perut atau
gangguan pencernaan
16. Saya sering kencing daripada
biasanya
17. Saya merasa tangan saya dingin
dan basah oleh keringat
18. Wajah saya terasa panas dan
kemerahan
19. Saya sulit tidur dan tidak dapat
istirahat malam
20. Saya mengalami mimpi- mimpi
buruk
Keterangan:

Tidak pernah sama sekali/ sangat jarang = 1


Kadang-kadang saja mengalami demikian = 2
Sering = 3
Selalu = 4

1.4 Rumusan diagnosa keperawatan (berdasar SDKI) yang muncul hanya berkaitan
dengan kebutuhan aman nyaman!
DIAGNOSA UTAMA: GANGGUAN RASA NYAMAN
GANGGUAN RASA NYAMAN

- DEFINISI
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi Fisik, psikospiritual,
lingkungan dan social
- PENYEBAB
a. Gejala penyakit
b. Kurang pengendalian situasional/lingkungan
c. Ketidakadekuatan sumber daya (mis. Dukungan finansial, sosial, dan pengetahuan)
d. Kurangnya privasi
e. Gangguan stimulus lingkungan
f. Efek samping terapi (mis. Medikasi, radiasi, kemoterapi)
g. Gangguan adaptasi kehamilan
- GEJALA & TANDA MAYOR
Subjektif
a. Mengeluh tidak nyaman

Objektif

a. Gelisah
- GEJALA & TANDA MINOR
Subjektif
a. Mengeluh sulit tidur
b. Tidak mampu rileks
c. Mengeluh kedinginan/kepanasan
d. Merasa gatal
e. Mengeluh mual
f. Mengeluh lelah

Objektif
a. Menunjukan gejala distres
b. Tampak merintih/menangis
c. Pola eliminasi berubah
d. Postur tubuh berubah
e. Irritabilitas

- KONDISI KLINIS TERKAIT


a. Penyakit kronis
b. Keganasan
c. Distres psikologis
d. Kehamilan

DIAGNOSA TAMBAHAN : NYERI KRONIS (D.0078)

NYERI KRONIS

DEFINISI

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

PENYEBAB

1. Kondisi muskuloskeletal kronis


2. Kerusakan sistem saraf
3. Penekanan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor
6. Gangguan imunitas (mis. neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
7. Gangguan fungsi metabolik
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan indeks massa tubuh
10. Kondisi pasca trauma.
11. Tekanan emosional
12. Riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis, seksual)
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat

GEJALA DAN TANDA MAYOR

Subjektif

1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi (tertekan)

Objektif

1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

GEJALA DAN TANDA MINOR

Subjektif

1. Merasa takut mengalami cendera berulang


Objektif

1. Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)


2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada diri sendiri
KONDISI KLINIS TERKAIT

1. Kondisi kronis (mis. Arthritis reumatoid)


2. Infeksi
3. Cedera medula spinalis
4. Kondisi pasca trauma
5. Tumor

1.5 Rencana tindakan perawatan dari diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan
beserta tujuan dan kriteria hasil (berdasar SLKI, dan SIKI) !

TERAPI RELAKSASI (1.09326)

 DEFINISI
Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan
seperti nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan.
TINDAKAN
 Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
 Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguar dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain,
jika sesuai
 Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. musik, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif) yang dipilih
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksas
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam, peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

STATUS KENYAMANAN (L.08064)

Definisi : Keseluruhan rasa nyaman dan aman secara fisik, psikologis, spiritual, sosial, budaya
dan lingkungan.

Ekspetasi : meningkat

Kriteria Hasil

Menuru Cukup Sedan Cukup Meningka


n menuru g meningka t
n t

Kesejahteraa 1 2 3 4 5
n fisik

Kesejahteraa 1 2 3 4 5
n psikologis

Dukungan 1 2 3 4 5
sosial dari
keluarga

Dukungan 1 2 3 4 5
sosial dari
teman

Perawatan 1 2 3 4 5
sesuai
kebutuhan

Kebebasan 1 2 3 4 5
melakukan
ibadah

Meningka Cukup Sedang Cukup Menurun


t meningkat menurun

Keluhan 1 2 3 4 5
tidak nyaman

Gelisah 1 2 3 4 5

Kebisingan 1 2 3 4 5

Keluhan sulit 1 2 3 4 5
tidur

Keluhan 1 2 3 4 5
kedinginan

Keluhan 1 2 3 4 5
kepanasan

Gatal 1 2 3 4 5

Mual 1 2 3 4 5

Lelah 1 2 3 4 5

Merintih 1 2 3 4 5

Menangis 1 2 3 4 5

Iritabillitas 1 2 3 4 5

Menyalahkan 1 2 3 4 5
diri sendiri

Konfusi 1 2 3 4 5

Konsumsi 1 2 3 4 5
alkohol
Penggunaan 1 2 3 4 5
zat

Percobaan 1 2 3 4 5
bunuh diri

Memburuk Cukup Sedan Cukup Membaik


memburuk g membaik

Memori masa 1 2 3 4 5
lalu

Suhu ruangan 1 2 3 4 5

Pola 1 2 3 4 5
eliminasi

Postur tubuh 1 2 3 4 5

Kewaspadaa 1 2 3 4 5
n

Pola hidup 1 2 3 4 5

Pa tidur 1 2 3 4 5

MANAJEMEN NYERI (1.08238)

DEFINISI

Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan.

TINDAKAN

Observasi

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS. Hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi Istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat, jika perlu

TINGKAT NYERI (L.08066)


Definisi :Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat dan konstan
Ekspetasi : menurun
Kriteria hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
menuntaska
n aktivitas

Meningka Cukup Sedang Cukup Menurun


t meningkat menurun
Keluhan 1 2 3 4 5
nyeri
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap 1 2 3 4 5
protektif
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan 1 2 3 4 5
tidur
Menarik 1 2 3 4 5
diri
Berfokus 1 2 3 4 5
pada diri
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan 1 2 3 4 5
depresi
(tertekan)
Perasaan 1 2 3 4 5
takut
mengalami
cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum 1 2 3 4 5
terasa
tertekan
Uterus 1 2 3 4 5
teraba
membulat
Ketegangan 1 2 3 4 5
otot
Pupil 1 2 3 4 5
dilaktasi
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5

Memburu Cukup Sedan Cukup Membaik


k memburuk g membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berfikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5

1.6 Implementasi keperawatan (berdasar SIKI dan SOP) intervensi keperawatan yang
sudah disusun serta tambahkan Implementasi keperawatan dari hasil telaah jurnal
keperawatan baik nasional maupun internasional
a. Implementasi sesuai SIKI
1. Teknik Relaksasi Deep Slow Breathing atau nafas dalam
Definisi:
Deep Slow Breathing atau relaksasi napas dalam merupakan teknik bernapas,
berhubungan dengan perubahan fisiologis dapat membantu meberikan respon relaksasi
atau rileks. Relaksasi napas dalam juga diartikan sebagai suatu teknik relaksasi yang
sederhana, dimana paru-paru menghirup oksigen sebanyak mungkin, merupakan gaya
pernapasan yang dilakukan dengan lambat, dalam dan rileks sehingga membuat
seseorang merasa lebih tenang (NIPA, 2017).
Smeltzer & Bare (2013) menyebutkan bahwa relaksasi napas digunakan sebagai
salah satu bentuk asuhan keperawatan dimana perawat mengajarkan pasien cara
melakukan relaksasi napas dalam dan lambat. Deep Slow Breathing merupakan teknik
pernapasan yang berfungsi meningkatkan relaksasi, yang 8 dapat menurunkan tingkat
kecemasan (Nusantoro & Listyningsih, 2018).Terapi relaksasi Deep Slow
Breathingadalah suatu bentuk asuhan keperawatan berupa teknik bernapas secara dalam,
lambat, dan rileks, yang dapat memberikan respon relaksasi.

Tujuan :
Menurut Bruner & Suddarth (2013) tujuan relaksasi napas dalam adalah
mengontrol pertukaran gas agar menjadi efisien, mengurangi kinerja bernapas,
meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan
ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap
serta mengurangi kerja bernapas.Menurut Smeltzer & Bare (2013) mengatakan bahwa
tujuan napas dalam atau teknik relaksasi adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
mencegah atelektasi paru, memelihara pertukaran gas, meningkatkan efisiensi batuk,
mengurangi stres baik fisik maupun emosional.

Manfaat :
Menurut Wardani (2015) Manfaat teknik relaksasi Deep Slow Breathing (relaksasi napas
dalam) adalah sebagai berikut:
1) Ketentraman hati
2) Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
3) Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah
4) Detak jantung lebih rendah
5) Mengurangi tekanan darah

Prosedur Pelaksanaan:

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Terapi Relaksasi Deep Slow Breathing / Nafas Dalam
1. Definisi Suatu bentuk asuhan keperawatan berupa teknik
bernapas secara lambat, rileks, dan dalam yang
dapat memberikan respon relaksasi.
2. Tujuan Mengontrol dan meningkatkan pertukaran gas,
untuk mengurangi kinerja bernapas, meningkatkan
inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi
otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola
aktifitas otototot pernapasan yang tidak berguna,
tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi
pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap
serta mengurangi kerja bernapas.
3. Persiapan Pasien 1. Bantu klien duduk dengan posisi yang nyaman
2. Diskusikan prosedur dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Persiapan Alat 1. Media yang dibutuhkan jika perlu
5. Cara Kerja 1. Memberi kesempatan kepada klien untuk
bertanya bila ada sesuatu yang kurang
dipahami/jelas
2. Atur posisi klien agar rileks
3. Instruksikan klien untuk melakukan tarik nafas
dalam secara perlahan melalui rongga hidung
4. Instruksikan klien untuk menahan nafas
sampai hitungan ke-3
5. Intruksikan klien dengan cara perlahan &
menghembuskan udara membiarkanya ke luar
dari setiap bagian anggota tubuh melalui
rongga mulut. Pada saat bersamaan minta
pasien untuk memusatkan perhatiannya pada
sesuatu hal yang indah dan merasakan betapa
nikmatnya rasanya
6. Instruksikan klien untuk bernafas dengan
irama normal beberapa saat ( 1-2 menit )
7. Instruksikan klien untuk kembali menarik
nafas dalam, kemudian menghembuskan
dengan cara perlahan & merasakan saat ini
udara mulai mengalir dari tangan, kaki,
menuju ke paru-paru seterusnya udara &
rasakan udara mengalir keseluruh bagian
anggota tubuh
8. Instruksikan klien untuk mengulangi teknik
relaksasi nafas dalam yang telah diajarkan
secara mandiri
6. Hasil 1. Subyektif
a. Klien merasa nyaman pada kedua kaki
b. Klien bersedia melakukan teknik relaksasi
nafas dalam dala kesehariannya
2. Obyektif
a. Klien tampak rileks
b. Klien tidak menunjukkan ekspresi cemas

2. Teknik Relaksasi Hipnosis 5 Jari (berdasarkan telaah jurnal)


Terapi hipnotis 5 jari merupakan suatu terapi dengan menggunakan 5 jari tangan,
klien dibantu untuk mengubah persepsi ansietas, stres, tegang dan takut dengan menerima
saran-saran diambang bawah sadar atau dalam keadaan rileks dengan menggerakan jari-
jarinya sesuai perintah. Hipnosis lima jari merupakan salah satu teknik self-hypnosis
yang termasuk authohypnosis yang artinya upaya terprogram yang dilakukan sendiri
dengan memasukkan program-program posistif untuk meningkatkan faktor positif diri
sendiri dan menetralisir ketegangan yang dapat dilakukan kapan saja, dimana saja dan
oleh siapa saja (Hartono, 2016). Keuntungan lain menggunakan jari tangan yaitu
dikarenakan berguna untuk menyugestikan pikiran seseorang supaya terfokus pada
kecemasaan ataupun kondisi yang dialami (Kelliat, 1998 dalam Hartono, 2016). Hasil
penelitian dari Hartono dkk., 2019 menyatakan terdapat pengaruh pemberian hipnosis
lima jari terhadap kejadian insomnia pada lansia dari kategori ringan dan berat menjadi
kategori tidak ada keluhan dan ringan (Hartono dkk., 2019).

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Terapi Relaksasi Hipnosis 5 Jari
1. Definisi Relaksasi adalah suatu kegiatan yang ditujukan
untuk menghilangkan ketengangan otot-otot tubuh
maupun pikiran sehingga memberikan rasa
nyaman, mengurangi nyeri. Sedangkan relaksasi
lima jari adalah salah satu teknik relaksasi dengan
metode pembayangan atau imajinasi yang
menggunakan 5 jari sebagai alat bantu.
2. Tujuan 1. Mengurangi kecemasan
2. Mengurangi nyeri
3. Mengatur vital sign
4. Melancarkan sirkulasi darah
5. Merelaksasikan otot – otot tubuh

3. Indikasi Terapi hypnosis lima jari dapat diberikan pada


pasien post – op fraktur, pasien dengan cemas,
nyeri, ataupun ketegangan yang membutuhkan
kondisi rileks

4. Kontraindikasi Pasien tidak kooperatif seperti depresi berat dan


gangguan jiwa

5. Persiapan 1. Kontrak waktu dengan pasien


2. Jelaskan prosedur dan manfaat terapi yang
akan diberikan
3. Anjurkan klien unuk releks
4. Posisikan posisi klien senyaman mungkin

6. Persiapan alat 1. kursi atau tempat tidur.


2. Persiapan klien: kontrak topic, waktu, tempat
dan tujuan Prosedure Pelaksanaan
dilaksanakan hipnosis 5 jari, pasien di beri
penjelasan tentang hal – hal yang akan
dilakukan, posisi pasien di atur sesui
kebutuhan
3. Persiapan lingkungan: Jaga privacy pasien
Modifikasi lingkungan senyaman mungkin
bagi klien termasuk pengontrolan suasana
ruangan agar jauh terhindar dari kebisingan
saat mempraktekkan teknik relaksasi lima jari.

7. Fase kerja Fase orientasi

1. Ucapkan Salam Terapeutik


2. Buka pembicaraan dengan topik umum
3. Evaluasi/validasi pertemuan sebelumnya
4. Jelaskan tujuan interaksi
5. Tetapkan kontrak topik/ waktu dan tempat

Fase Kerja

1. Ciptakan lingkungan yang nyaman


2. Meminta klien untuk tarik nafas dalam terlebih
dahulu sampai klien benar-benar nyaman
3. Bantu klien untuk mendapatkan posisi istirahat
yang nyaman duduk atau berbaring
4. Latih klien untuk menyentuh keempat jari
dengan ibu jari tangan
5. Minta klien untuk tarik nafas dalam sebanyak
2-3 kali
6. Minta klien untuk menutup mata agar rileks
Dengan diiringi musik (jika klien mau)/ pandu
klien untuk menghipnosisi dirinya sendiri
dengan arahan berikut ini:
7. Meminta klien menyatukan ibu jari dengan jari
telunjuk, bayangkan kondisi saat sehat
8. Meminta klien menyatukan ibu jari dengan jari
tengah, bayangkan bahwa klien berada di
tengah-tengah orang yang sayangi sehingga
klien benar-benar merasa bahagia
9. Selanjutnya meminta klien menyatukan ibu jari
dengan jari manis, bayangkan prestasi yang
pernah klien capai sehingga klien merasa
berharga bagi keluarga dan orang lain
10. Meminta klien menyatukan ibu jari dengan jari
kelingking, bayangkan tempat terindah yang
pernah klien kunjungi sehingga klien
merasakan kembali situasi yang bahagia itu
11. Meminta klien sekarang untuk tarik nafas,
hembuskan pelanpelan melalui mulut sebanyak
2 kali, sambil meminta klien untuk membuka
matanya pelan-pelan

Fase Terminasi

Evaluasi yang harus dilakukan setelah melakukan


hipnotis lima jari adalah sebagai berikut (Astuti,
A. D., 2017) :

1. Evaluasi perasaan klien setelah dilakukan


tindakan
2. Evaluasi objektif
3. Meminta klien untuk menyebutkan langkah-
langkah hipnosis lima jari
4. Memberikan reinforcement positif kepada
klien
5. Motivasi klien untuk mempraktikan cara dari
hipnotis lima jari yang sudah diajarkan untuk
mengurangi kecemasan, merilekskan badan
dan memicu tidur
6. Rencana tindak lanjut (kontrak waktu, tempat,
tanggal)
7. Membaca tahmid dan berpamitan dengan klien

Mengisi dalam lembar observasi kegiatan klien

8. Hal yang perlu 1. Gunakan komunikasi yang terapeutik


diperhatikan
2. Lakukan terapi dengan santai dan tenang
3. Tidak ragu dan tergesa – gesa
Melakukan Spyritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
1. Definisi Spyritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Terapi Spyritual Emotional Freedom Tehnique (SEFT) merupakan teknik


penggabungan dari sistem energi tubuh (Energy Medicine) dan terapi spiritual dengan
menggunakan tapping pada titik-titik kunci sepanjang 12 jalur energy (energy medicine)
tubuh. SEFT berfokus pada kata atau kalimat yang diucapkan berulang kali dengan ritme
yang teratur disertai sikap pasrah kepada Allah SWT. Beberapa penelitian telah
mengungkapkan bahwa SEFT sangat baik dilakukan untuk mengatasi masalah psikologis
pasien. Penelitian Bach et al., (2019). menjelaskan bahwa tindakan EFT menyebabkan
penurunan kecemasan, depresi, gangguan stress pasca trauma.
Penelitian Ardan (2020) didapatkan hasil bahwa terapi SEFT untuk dapat mengontrol
tingkat depresi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA) secara non farmakologis .
Tindakan SEFT merupakan salah satu terapi dalam konseling yang memberikan banyak
manfaat (Nurlatifah, 2016) Newberg dalam (Yusuf, 2016) menjelaskan bukti bahwa
pendampingan spiritual yang disengaja dan terus menerus menunjukkan perubahan
neuropsikologis aktivitas prefrontal corteki dan dan anterior cingulate cortex
2. Tujuan Spyritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
untuk mengembangkan kemampuan individu dalam penyembuhan dirinya. Teknik ini
dapat digunakan untuk melatih individu memahami bahwa energi psikis mereka
berupa perasaan, pikiran, dan emosi berperan dalam setiap pengalaman.
3. Indikasi Spyritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Penelitian Dewi & Fitri (2020) menyimpulkan bahwa SEFT dapat mngurangi kecemasan
dan depresi pada saat rehabilitasi pecandu napza. Penelitian Nurbani & Yuniar (2020)
dapat diketahui bahwa SEFT dapat mengurang depresi pada pasien Diabetes Mellitus.
Penelitian Aminuddin et al., (2019) menunjukkan bahwa SEFT dapat menurunkan
intensitas kebiasaan merokok masyarakat.
4. Prosedur Pelaksanaan Spyritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Responden bisa melakukan tindakan SEFT 2 kali sehari yaitu pada saat selesai
magrib dan setelah shalat subuh. Metode SEFT meliputi tiga langkah (Zainudin,
2012). Langkah pertama disebut dengan set up bertujuan menetralisir “Psychological
Reversal” atau perlawanan psikologis (biasanya berupa pikiran negative spontan atau
keyakinan bawah sadar negatif). Sasaran diminta mengucapkan kalimat seperti: saya
iklas, saya pasrah menerima keadaan dan sebagainya dengan penuh rasa khusyu,
ikhlas dan pasrah sebanyak 3 kali.
Langkah ke dua disebut tune-in dilakukan dengan cara memikirkan sesuatu atau
peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangkitkan emosi negatif yang ingin
dihilangkan. Ketika terjadi reaksi negatif misalnya marah, sedih, takut, sasaran
diminta mengatakan, “Yaa Allah saya ikhlas, saya pasrah.”
Langkah ketiga disebut tapping yaitu mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada
titik-titik tertentu di tubuh kita sambil terus melakukan tunein. Titik-titik ini adalah
titik-titik kunci dari“The Major Energy Meridians”, yang jika diketuk beberapa kali
akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang dirasakan.

SOP SPRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)


PENGERTIAN Spiritual Emotional Freedom Technique
(SEFT) merupakan suatu terapi Psikologi yang
pertama kali ditujukan untuk melengkapi alat
psikoterapi yang sudah ada dan merupakan
salah satu varian dari cabang ilmu baru yang
dinamai Energy Psychology. Selain itu, SEFT
adalah gabungan antara Spiritual Power dan
Energy Psychology

1. Dapat melakukan pengkajian Ansietas


TUJUAN sebelum dan sesudah diberikan teknik spiritual
emotional freedom technique (SEFT)
2. Melakukan teknik spiritual emotional
freedom technique (SEFT) terhadap ODHA
yang mengalami ansietas
3. Mampu mengurangi ansietas pada ODHA

1. Pembukaan/pendahuluan (5 Menit)
a. Menyampaikan salam pembukaan
b. Menjelaskan tujuan prosedur
2. Pelaksanaan/pengembangan (20 menit)
a. Mengkaji ansietas

PROSEDUR b. Memperagakan masing-masing gerakan

LANGKAH-LANGKAH SEFT
1) The Set-UP
Pada saat Set Up yang strukturnya: Akui-
Terima-Pasrahkan
Seperti:”Ya Allah, meskipun saya merasa
cemas/gelisah/khawatir, sebutkan
masalah/sakit yang diderita atau yang
dirasakan), tetapi saya ikhlas menerima
penyakit/masalah saya ini, dan saya pasrahkan
kesembuhanku Padamu
2) The Tune-In
Kita melakukan “Tune-In dengan cara
memikirkan
sesuatu atau peristiwa yang spesifik tertentu
yang dapat membangkitkan emosi negative
yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi
negatif (marah,sedih, takut dan sebagainya)
hati dan mulut kita berdoa bersamaan dengan
Tune-in ini kita melakukan langkah ketiga
3) The Tapping
Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua
ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh kita
sambil terus Tune-In, titik-titik ini adalah titik-
titik kunci dari

1.7 Evaluasi yang diharapkan (berdasar SLKI) dari diagnosa keperawatan yang sudah
dirumuskan !
Setelah dilakukan intervensi keperawatan gangguan rasa nyaman Keluhan tidak nyaman
menurun,gelisah menurun, Keluhan sulit tidur menurun,kebisingan menurun.
nyeri akut keluhan nyeri menurun, meringis menurun, gelisah menuruh, kesulitan tidur menurun,
diaphoresis menurun perasaan depresi (tertekan) menurun.
Daftar Pustaka

Arny Munika Manafe, M. F. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. G.B DAN
Tn.M.B.A HIV/AIDS DENGAN MASALAH PERUBAHAN MEMBRAN MUKOSA
ORAL DI RUANG MELATI DAN FLAMBOYAN RSUD Mgr. GABRIEL MANEK,
SVD ATAMBUA. Jurnal Sahabat Keperawatan, 18-19.
Dr. Bahrudin, M. (2019). MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN HIV-AIDS. Jombang: @ 2019 Icme
Press.

Gina Khairinisa , P. (2018). Panduan Analisis Laboratorium Imunoserologi untuk D3 Teknologi


Laboratorium Medis. Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi: Stikes Achmad Yani.
RATIH, W. (2012). STRATEGI PEMERIKSAAN LABORATORIUM ANTIHIV. JURNAL
FARMASI SAINS DAN KOMUNITAS, 9(2), 98-103.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). _Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik_ , Edisi 1.Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019). _Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan_ , Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). _Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan_ , Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

http://repository.poltekkes denpasar.ac.id/5206/3/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

Pujiati, E. & Febiati, I (2019). Pengaruh Spyritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Terhadap Penurunan Tingkat Insomnia pada Penderita HIV/IDS (ODHA. Jurna: Profesi
Keperawatan 6(1)

Roza,D. (dkk). (2020) SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP


KUALITAS HIDUP PASIEN HIV/AIDS. Jurnal:Keperawatan Silampari 4(1)

Cahyanto, B. E. (2020). SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TO


REDUCE DEPRESSION IN HIV/AIDS SUFFERERS. Jurnal:Pengabdian Masyarakat 5(1)

Ethel R, et all. 2016 HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS HIDUP

PASIEN HIV/AIDS DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG. Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 :
1623-1633

Anda mungkin juga menyukai