Disusun oleh:
1.4 Rumusan diagnosa keperawatan (berdasar SDKI) yang muncul hanya berkaitan dengan
kebutuhan aman nyaman!........................................................................................................10
1.5 Rencana tindakan perawatan dari diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan beserta
tujuan dan kriteria hasil (berdasar SLKI, dan SIKI) !..............................................................14
1.6 Implementasi keperawatan (berdasar SIKI dan SOP) intervensi keperawatan yang sudah
disusun serta tambahkan Implementasi keperawatan dari hasil telaah jurnal keperawatan baik
nasional maupun internasional.................................................................................................20
1.7 Evaluasi yang diharapkan (berdasar SLKI) dari diagnosa keperawatan yang sudah
dirumuskan !.............................................................................................................................34
1.1 Konsep Penyakit
A. Definisi
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar orang yang terkena HIV,
bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10
tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu yang dikelompokkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menjadi 4 tahapan
stadium klinis, dimana pada stadium penyakit HIV yang paling terakhir (stadium IV)
digunakan sebagai indikator AIDS.
AIDS (Aquared Immunodeficiency Syndrome) yang terjadi akibat efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Human Immunodeficiency
Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS dalam rentang waktu tertentu dapat
merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi oportunistik yang menyertai dapat
menjadi manifestasi klinis yang terlihat.Menurunnya imun tubuh terjadi karena
melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga dapat terjadi infeksi
oportunistik (Sudikno, Bona Simanungkalit 2011).
B. Etiologi
Melemahnya system imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS. HIV
tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat Acid
(RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki antigen
permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa
menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel dendrit pada
kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan sel serviks uteri. Lalu kemudian
virus HIV akan masuk kedalam limfosit T4 dan menggandakan dirinya selanjutnya akan
menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan tubuh yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menyerang maka virus ini akan menyebabkan seseorang
mengalami keganasan dan infeksi oportunistik (Suliso, 2006 dalam Fauzan 2015). 5 fase
transmisi infeksi HIV dan AIDS yaitu:
1) Window Periode/Periode Jendela Kondisi dimana seseorang sudah terinfeksi HIV
tapi tubuhnya belum memproduksi antibodi HIV, jika dites HIV akan
menunjukan non-reaktif/negative, tapi sebenarnya sudah terinfeksi, HIV ini tidak
langsung memperlihatkan gejala tertentu, sebagian menunjukan gejala – gejala
yang tidak khas seperti infeksi akut.Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus
HIV.Contoh : ruam, pusing, demam, nyeri tenggorokan, tidak enak badan seperti
orang flu biasa.
2) Stadium 1/Asimtomatik (Tanpa Gejala) Disini antibody HIV sudah terbentuk
artinya walaupun tidak ada gejala HIV tapi jika di tes HIV hasilnya sudah
positif/re-aktif atau kadang hanya sedikit pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Periode ini bisa bertahan berfariasi setiap orang ada yang 8-10 tahun, ada
yang jauh lebih cepat berprogresif ada yang sampai 15 tahun. Setelah di stadium 1
jika tidak ketahuan dan tidak dobati akan berlanjut ke HIV stadium 2.
3) Stadium 2: BB turun <10% + gejala penurunan system imun UNIVE
Pada stadium ini mulai menunjukan beberapa gejala-gejala, berat badan mulai
turun tapi kurang dari 10% berat badan normal, mulai muncul penyakit penyakit
seperti ada jamur di kuku, sariawan yang tidak sembuh sembuh dan berulang
ulang terjadi Gejala awal yang menunjukan system imun seseorang itu mulai
menurun tapi belum terlalu parah namun jika pada stadium ini belum juga
ketahuan dan belumdiobati maka akan lanjut ke stadium 3.
4) Stadium 3 BB turun >10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti demam
yang tidak berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun panas setelah efeknya
hilang dan muncul lagi, kandidiasis oral/jamur dimulut bahkan sampai muncul
gejala TB paru ini semua adalah penyakit disebabkan karena turunnya system
pertahannan tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan
menuju HIV stadium 4.
5) Stadium 4: HIV Wasting Syndrome-AIDS Tahap ini sudah masuk pada AIDS
gejala yang dialami sudah semakin parah, badan sudah sangat kurus, kulit
berjamur, mulut berjamur, kuku berjamur. Wasting syndrome artinya hanya
tinggal kulit dan tulang.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala AIDS dibagi 3 fase yaitu:
a. Fase pertama: infeksi HIV akut
Fase pertama umumnya muncul setelah 1-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada fase
awal ini, penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti:
Sariawan
Sakit kepala
Kelelahan
Radang tenggorokan
Hilang nafsu makan
Nyeri otot
Ruam
Pembengkakan kelenjar getah bening
Berkeringat
Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS tersebut dapat muncul karena sistem kekebalan
tubuh sedang berupaya melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu
atau bahkan lebih
b. Fase kedua: fase laten HIV
Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang khas,
bahkan dapat merasa sehat. Padahal secara diam-diam, virus HIV sedang berkembang
biak dan menyerang sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi.Pada fase
ini, tanda-tanda HIV/AIDS memang tidak terlihat, tapi penderita tetap bisa
menularkannya pada orang lain. Pada akhir fase kedua, sel darah putih berkurang
secara drastis sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul.
c. Fase ketiga: AIDS
AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir
kehilangan kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah
putih berada jauh di bawah normal.
Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun drastis, sering
demam, mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening.Karena pada
fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita HIV/AIDS akan
sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang biasanya terjadi pada
penderita AIDS antara lain:
1.3 Temuan data pengkajian gangguan kebutuhan aman nyaman pada AIDS
A. Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
Keluhan utama
Keluhan utama ditemui pada pasien infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh
jamur Candida Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh,
munculnya Harpeszoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan
narkotika suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita
HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian
lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di
tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami perubahan. Ada
beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan
mereka yang menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena
depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami gangguan karena
adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga
didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi, dan stres.
Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.
Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi
karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruksif
dan adaptif.
Pola Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik integritas kulit/ jaringan
INSPEKSI
1. Lokasi : tempat di mana ada lesi
2. Efloresensi/ wujud kelainan kulit (UKK) :
- Primer (terjadi pada kulit yang semula normal/ kelainan yang pertama) :
- Makula : perubahan warna pada kulit tanpa perubahan bentuk.
- Papula : penonjolan padat di atas permukaan kulit, diameter < 0.5 cm
- Nodul : penonjolan padat di atas permukaan kulit, diameter > 0.5 cm
- Plakat : peninggian diatas permukaan kulit seperti dataran tinggi atau mendatar
(plateau-like) yang biasanya terbentuk dari bersatunya (konfluen) beberapa
papul, diameter lebih dari > 0.5 cm
- Urtika : penonjolan yang ditimbulkan akibat edema setempat yang timbul
mendadak dan hilang perlahan
- Vesikel : lepuh berisi cairan serum, diameter
- Bula : vesikel yang berukuran > 0,5 cm
- Pustula : vesikel berisi nanah
- Kista : ruangan/ kantong berdinding dan berisi cairan atau material semi solid (sel
atau sisa sel), biasanya pada lapisan dermis
- Purpura : warna merah dengan batas tegas yang tidak hilang jika ditekan, terjadi
karena adanya ekstravasasi dari pembuluh darah ke jaringan
- Sekunder (akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer) :
- Skuama : sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit
- Krusta : kerak atau keropeng yang menunjukkan adanya cairan serum atau darah
yang mongering
- Erosi : lecet kulit yang diakibatkan kehilangan lapisan kulit sebelum stratum
basalis, bisa ditandai dengan keluarnya serum
- Ekskoriasi : lecet kulit yang disebabkan kehilangan lapisan kulit melampaui
stratum basalis (sampai stratum papilare) ditandai adanya bintik perdarahan dan
bisa juga serum
- Ulkus : tukak atau borok, disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari
ekskoriasi, memiliki tepi, dinding, dasar dan isi
- Fisura, Atrofi, Skar, dll
Tanda – Ada
Tidak ada
Tanda Infeksi Ringan Sedang Berat
Kemerahan Ada eritema Hanya sekitar Meluas keluar Tidak ada
(Rubor) tetapi tidak jaringan yang daerah sekitar eritema
terlalu tampak artinya ada luka artinya ada
eritema, tetapi eritema dan
tidak lebih dari meluas lebih dari
0,5 cm dari luka 0,5 cm dari luka
Nyeri (Dolor) Hanya pada saat Nyeri yang Rasa nyeri selalu Tidak ada
penggantian dirasa selalu dirasakan nyeri
balutan kadangkadang pasien
muncul
Bengkak Ada edema tetapi Tampak ada Tampak sekali Tidak ada
(Tumor) tidak terlalu edema tetapi ada edema yang edema
tampak tidak disertai menonjol dan
kemerahan disertai
kemerahan
Panas (Color) rasa panas, pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa panas. Ini
terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area
yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibodi dalam
memerangi antigen atau penyebab infeksi.
Penurunan kesadaran adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya kesadaran atau
berkurangnya kewaspadaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Gejalanya antara lain:
1. Keringat berlebih
2. Sulit berjalan
3. Hilang keseimbangan
4. Mudah terjatuh
5. Sulit mengontrol buang air kecil dan buang air besar
6. Lemah di tungkai dan dan wajah
7. Kepala berkunang-kunang
8. Jantung berdebar
9. Demam
10. Kejang
11. Pingsan
Jenis Penurunan Kesadaran
4. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan anti HIV. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap HIV 1 dan atau HIV 2
pada seseorang yang dicurigai terinfeksi virus ini. Sedangkan untuk pemantauan
terapi, dapat dilakukan pemeriksaan CD4 dan jumlah virus (viral load) pada penderita
HIV yang mendapatkan terapi ARV ( Iweala, 2004; Kishore, Cunningham, Menon,
2008)Beberapa metode pemeriksaan laboratorium anti HIV telah dikembangkan.
Metode pemeriksaan antiHIV meliputi metode cepat atau yang dikenal dengan Rapid
Diagnostic Test (RDT), metode ELISA dan Metode Westernblot. Pemeriksaan
laboratorium anti HIV bisa dilakukan untuk tujuan skrining, surveilans dan diagnosis.
1. Pemeriksaan skrining dilakukan pada skrining donor darah UTD PMI.
2. Pemeriksaan surveilans bertujuan untuk melihat dinamika epidemi HIV di
Indonesia, sedangkan
3. Pemeriksaan diagnosis dilakukan di rumah sakit maupun 1 2 puskesmas
(Anonim , 2006; Anonim , 2012).
Metode pemeriksaan cepat, saat ini sudah banyak digunakan. Pertimbangan
pemakaian metode ini adalah waktu yang dibutuhkan singkat, sarana dan prasarana
yang sederhana dan jumlah sampel dalam sekali pemeriksaan cukup banyak.
Penggunaan metoda rapid diagnostic test (RDT) ini bisa digunakan pada klinik VCT
untuk tujuan penegakan diagnosis infeksi 3 HIV (Anonim , 2012) .Terdapat beberapa
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya infeksi HIV. Salah satu cara
penentuan serologi HIV yang dianjurkan adalah ELISA. Pemeriksaan serologi HIV
sebaiknya dilakukan dengan 3 metode berbeda dan dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan yang lebih spesifik seperti Western Blot (WB). (Kementerian
Kesehatan, 2013)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan standar untuk anti HIV adalah dengan metode enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA) atau Western blot sebagai metode konfirmasi yang
membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari untuk mendapatkan hasil.
Hal ini menyebabkan proporsi cukup besar orang yang bersedia melakukan tes HIV,
tetapi tidak kembali untuk mengambil hasil pemeriksaan. Pemeriksaan HIV secara
POCT memberikan hasil preliminari dari pemeriksaan HIV terutama di tempat
dengan sumber daya terbatas dengan keterbatasan tenaga laboratorium terlatih,
infrastruktur terbatas, cuaca ekstrim dan terbatasnya daya listrik.4 kit-kit Rapid test
HIV dibuat untuk pemeriksaan antibodi HIV. Hasil pemeriksaan dapat diketahui
dalam waktu 20 menit sejak pengambilan sampel, sehingga hasil dapat disampaikan
kepada pasien dalam sekali kunjungan. Alat rapid tes dapat menggunakan bahan
pemeriksaan darah lengkap, plasma dan cairan oral/ saliva. Pemeriksaan
menggunakan saliva sangat menguntungkan pada pasien anak dan pengguna narkoba
suntik dengan pembuluh darah yang sudah kolaps. Rapid test HIV generasi ke 4 yang
dapat mendeteksi baik antigen maupun antibodi sedang dikembangkan,sehingga
mempersingkat masa jendela. Diperlukan evaluasi validasi dan performa alat ini di
berbagai kondisi. (ARCHITECT HIV Ag/Ab Combo Assay,Alere Determine HIV 1/2
Ag/Ab Combo assay).
1. Pemeriksaan ELLISA
a. Definisi
ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) adalah uji serologis yang
umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki
beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana,
ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi
b. Tujuan
Menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu
sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label)
c. Prinsip Dasar
Analisis interaksi antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif
pada permukaan fase padat dengan menggunakan konjugat antibody atau
antigen yang dilabel enzim. Enzim ini akan bereaksi dengan substrat dan
menghasilkan warna. Warna yang timbul dapat ditentukan secara kualitatif
dengan pandangan mata atau kuantitatif dengan pembacaan nilai
absorbansi (OD) pada ELISA plate reader
d. Prosedur
1. Mengeluarkan reagen yang akan dipakai dalam suhu kamar
2. Menyiapkan well yang akan digunakan ( dihitung standart dan sampel
yg dipakai)
3. Mengambil standard, sampel dan control dimasukkan ke masing-masing
well
4. Ditambahkan Conjugate ke semua well.
5. Inkubasi 60 menit suhu ruang
6. Cuci plate menggunakan wash buffer sebanyak 5x
7. Ditambahkan Substrat ke semua well
8. Inkubasi 30 menit di ruang gelap / terlindung dari cahaya
9. Ditambahkan stop solution ke semua well
10. Dibaca menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang
450 nm
2. Pemeriksaan kecemasan
Pemeriksaan tingkat kecemasan menggunakan kuesioner Zung Self-Rating Anxiety
Scale (ZSAS). Sedangkan, kualitas hidup yang terdiri 4 domain : domain fisik,
psikologis, sosial, dan lingkungan diukur menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF.
Uji hipotesis untuk hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas hidup pasien .
HIV/AIDS menggunakan uji chi-square dan uji alternatif Kruskal Wallis apabila
terdapat dua sel yang mempunyai nilai expected < 5. Nilai p dianggap bermakna
apabila <0,05. Analisis statistik ini dilakukan dengan menggunakan software
statistika komputer dengan program
SPSS.
Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS)
Skor:
1.4 Rumusan diagnosa keperawatan (berdasar SDKI) yang muncul hanya berkaitan
dengan kebutuhan aman nyaman!
DIAGNOSA UTAMA: GANGGUAN RASA NYAMAN
GANGGUAN RASA NYAMAN
- DEFINISI
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi Fisik, psikospiritual,
lingkungan dan social
- PENYEBAB
a. Gejala penyakit
b. Kurang pengendalian situasional/lingkungan
c. Ketidakadekuatan sumber daya (mis. Dukungan finansial, sosial, dan pengetahuan)
d. Kurangnya privasi
e. Gangguan stimulus lingkungan
f. Efek samping terapi (mis. Medikasi, radiasi, kemoterapi)
g. Gangguan adaptasi kehamilan
- GEJALA & TANDA MAYOR
Subjektif
a. Mengeluh tidak nyaman
Objektif
a. Gelisah
- GEJALA & TANDA MINOR
Subjektif
a. Mengeluh sulit tidur
b. Tidak mampu rileks
c. Mengeluh kedinginan/kepanasan
d. Merasa gatal
e. Mengeluh mual
f. Mengeluh lelah
Objektif
a. Menunjukan gejala distres
b. Tampak merintih/menangis
c. Pola eliminasi berubah
d. Postur tubuh berubah
e. Irritabilitas
NYERI KRONIS
DEFINISI
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
PENYEBAB
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi (tertekan)
Objektif
1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Subjektif
1.5 Rencana tindakan perawatan dari diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan
beserta tujuan dan kriteria hasil (berdasar SLKI, dan SIKI) !
DEFINISI
Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan
seperti nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan.
TINDAKAN
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguar dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain,
jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. musik, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif) yang dipilih
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksas
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam, peregangan, atau imajinasi
terbimbing)
Definisi : Keseluruhan rasa nyaman dan aman secara fisik, psikologis, spiritual, sosial, budaya
dan lingkungan.
Ekspetasi : meningkat
Kriteria Hasil
Kesejahteraa 1 2 3 4 5
n fisik
Kesejahteraa 1 2 3 4 5
n psikologis
Dukungan 1 2 3 4 5
sosial dari
keluarga
Dukungan 1 2 3 4 5
sosial dari
teman
Perawatan 1 2 3 4 5
sesuai
kebutuhan
Kebebasan 1 2 3 4 5
melakukan
ibadah
Keluhan 1 2 3 4 5
tidak nyaman
Gelisah 1 2 3 4 5
Kebisingan 1 2 3 4 5
Keluhan sulit 1 2 3 4 5
tidur
Keluhan 1 2 3 4 5
kedinginan
Keluhan 1 2 3 4 5
kepanasan
Gatal 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Lelah 1 2 3 4 5
Merintih 1 2 3 4 5
Menangis 1 2 3 4 5
Iritabillitas 1 2 3 4 5
Menyalahkan 1 2 3 4 5
diri sendiri
Konfusi 1 2 3 4 5
Konsumsi 1 2 3 4 5
alkohol
Penggunaan 1 2 3 4 5
zat
Percobaan 1 2 3 4 5
bunuh diri
Memori masa 1 2 3 4 5
lalu
Suhu ruangan 1 2 3 4 5
Pola 1 2 3 4 5
eliminasi
Postur tubuh 1 2 3 4 5
Kewaspadaa 1 2 3 4 5
n
Pola hidup 1 2 3 4 5
Pa tidur 1 2 3 4 5
DEFINISI
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan.
TINDAKAN
Observasi
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS. Hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi Istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
1.6 Implementasi keperawatan (berdasar SIKI dan SOP) intervensi keperawatan yang
sudah disusun serta tambahkan Implementasi keperawatan dari hasil telaah jurnal
keperawatan baik nasional maupun internasional
a. Implementasi sesuai SIKI
1. Teknik Relaksasi Deep Slow Breathing atau nafas dalam
Definisi:
Deep Slow Breathing atau relaksasi napas dalam merupakan teknik bernapas,
berhubungan dengan perubahan fisiologis dapat membantu meberikan respon relaksasi
atau rileks. Relaksasi napas dalam juga diartikan sebagai suatu teknik relaksasi yang
sederhana, dimana paru-paru menghirup oksigen sebanyak mungkin, merupakan gaya
pernapasan yang dilakukan dengan lambat, dalam dan rileks sehingga membuat
seseorang merasa lebih tenang (NIPA, 2017).
Smeltzer & Bare (2013) menyebutkan bahwa relaksasi napas digunakan sebagai
salah satu bentuk asuhan keperawatan dimana perawat mengajarkan pasien cara
melakukan relaksasi napas dalam dan lambat. Deep Slow Breathing merupakan teknik
pernapasan yang berfungsi meningkatkan relaksasi, yang 8 dapat menurunkan tingkat
kecemasan (Nusantoro & Listyningsih, 2018).Terapi relaksasi Deep Slow
Breathingadalah suatu bentuk asuhan keperawatan berupa teknik bernapas secara dalam,
lambat, dan rileks, yang dapat memberikan respon relaksasi.
Tujuan :
Menurut Bruner & Suddarth (2013) tujuan relaksasi napas dalam adalah
mengontrol pertukaran gas agar menjadi efisien, mengurangi kinerja bernapas,
meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan
ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap
serta mengurangi kerja bernapas.Menurut Smeltzer & Bare (2013) mengatakan bahwa
tujuan napas dalam atau teknik relaksasi adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
mencegah atelektasi paru, memelihara pertukaran gas, meningkatkan efisiensi batuk,
mengurangi stres baik fisik maupun emosional.
Manfaat :
Menurut Wardani (2015) Manfaat teknik relaksasi Deep Slow Breathing (relaksasi napas
dalam) adalah sebagai berikut:
1) Ketentraman hati
2) Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
3) Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah
4) Detak jantung lebih rendah
5) Mengurangi tekanan darah
Prosedur Pelaksanaan:
Fase Kerja
Fase Terminasi
1. Pembukaan/pendahuluan (5 Menit)
a. Menyampaikan salam pembukaan
b. Menjelaskan tujuan prosedur
2. Pelaksanaan/pengembangan (20 menit)
a. Mengkaji ansietas
LANGKAH-LANGKAH SEFT
1) The Set-UP
Pada saat Set Up yang strukturnya: Akui-
Terima-Pasrahkan
Seperti:”Ya Allah, meskipun saya merasa
cemas/gelisah/khawatir, sebutkan
masalah/sakit yang diderita atau yang
dirasakan), tetapi saya ikhlas menerima
penyakit/masalah saya ini, dan saya pasrahkan
kesembuhanku Padamu
2) The Tune-In
Kita melakukan “Tune-In dengan cara
memikirkan
sesuatu atau peristiwa yang spesifik tertentu
yang dapat membangkitkan emosi negative
yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi
negatif (marah,sedih, takut dan sebagainya)
hati dan mulut kita berdoa bersamaan dengan
Tune-in ini kita melakukan langkah ketiga
3) The Tapping
Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua
ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh kita
sambil terus Tune-In, titik-titik ini adalah titik-
titik kunci dari
1.7 Evaluasi yang diharapkan (berdasar SLKI) dari diagnosa keperawatan yang sudah
dirumuskan !
Setelah dilakukan intervensi keperawatan gangguan rasa nyaman Keluhan tidak nyaman
menurun,gelisah menurun, Keluhan sulit tidur menurun,kebisingan menurun.
nyeri akut keluhan nyeri menurun, meringis menurun, gelisah menuruh, kesulitan tidur menurun,
diaphoresis menurun perasaan depresi (tertekan) menurun.
Daftar Pustaka
Arny Munika Manafe, M. F. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. G.B DAN
Tn.M.B.A HIV/AIDS DENGAN MASALAH PERUBAHAN MEMBRAN MUKOSA
ORAL DI RUANG MELATI DAN FLAMBOYAN RSUD Mgr. GABRIEL MANEK,
SVD ATAMBUA. Jurnal Sahabat Keperawatan, 18-19.
Dr. Bahrudin, M. (2019). MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN HIV-AIDS. Jombang: @ 2019 Icme
Press.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019). _Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan_ , Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). _Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan_ , Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
http://repository.poltekkes denpasar.ac.id/5206/3/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
Pujiati, E. & Febiati, I (2019). Pengaruh Spyritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Terhadap Penurunan Tingkat Insomnia pada Penderita HIV/IDS (ODHA. Jurna: Profesi
Keperawatan 6(1)
PASIEN HIV/AIDS DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG. Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 :
1623-1633