Anda di halaman 1dari 99

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN

TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA


MASOSO KECAMATAN BAMBANG KABUPATEN MAMASA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan

Program Pendidikan S1 Keperawatan

Disusun oleh :

HARPEN MADYA
P.17.005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI POLEWALI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN 2021

i
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI
Jl. Mr. Muh. Yamin No. 195 Manding – Polewali

LEMBAR PERMOHONAN UJIAN HASIL PENELITIAN


TAHUN AKADEMIK 2020/2021

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN


TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA
MASOSO KECAMATAN BAMBANG KABUPATEN MAMASA

Oleh
HARPEN MADYA
P.17.005

Diajukan Untuk Ujian Hasil Penelitian Dan Telah Disetujui


Oleh Tim Pembimbing
Polewali, 10 Oktober 2021

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

(DR. Suriany, M.Kes) Ns. M. Syikir, S.Kep.,M.Kep

Mengetahui
Ka. LPPM STIKES BINA GENERASI

Dr. Ayu Prasetia, M,MRS

ii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI
Jl. Mr. Muh. Yamin No. 195 Manding – Polewali

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN HASIL PENELITIAN


TAHUN AKADEMIK 2020/2021

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN


TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA
MASOSO KECAMATAN BAMBANG KABUPATEN MAMASA

Oleh
HARPEN MADYA
P.17.010

Diajukan Untuk Ujian Hasil Penelitian Dan Telah Disetujui


Oleh Tim Pembimbing
Polewali, 10 Oktober 2021

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

(DR. Suriany, M.Kes) Ns. M. Syikir, S.Kep.,M.Kep

Mengetahui
Ketua Prodi S1 Keperawatan

Ns. Nur Isriani Najamuddin, S.Kep.,M.Kep

iii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI

JL. Mr. Muh. Yamin No. 195 Manding – Polewali

LEMBAR PENGESAHAN
HASIL PENELITIAN

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN


TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA
MASOSO KECAMATAN BAMBANG KABUPATEN MAMASA

Yang di persiapkan dan disusun oleh :

HARPEN MADYA
P.17.010

Telah dipertahankan Di Depan Dewan Penguji


Pada tanggal 19 November 2021

Penguji I Penguji II Penguji III

Dr. Ayu Prasetia, M,MRS Ns. Nur Isriani Najamuddin, S.Kep.,M.Kep Wahyuni, Amd.Keb

Mengetahui
Ketua STIKes Bina Generasi

Lina Fitriani, S.ST., M.Keb

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,


karena Berkat Rahmat dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan judul “PENGARUH RELAKSASI
NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA MASOSO KECAMATAN
BAMBANG KABUPATEN MAMASA”. Penelitian ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan program Strata 1 Keperawatan STIKES Bina
Generasi Polewali Mandar.
Dalam penyusunan ini penulis banyak menemukan kesulitan dan
hambatan namun berkat bantuan, bimbingan dan arahan dari semua pihak
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bastian Djalil, S.Sos.,M.Si selaku Ketua Yayasan STIKES Bina Generasi
Polewali Mandar.
2. Lina Fitriani, SST.,M.Keb selaku Ketua STIKes Bina Generasi Polewali.
3. Ns. M.Syikir, S.Kep.,M.Kep selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik,
Kurikulum dan Kemahasiswaan STIKES Bina Generasi Polewali Mandar dan
selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan saran
sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
4. Ilham, SE.,M.Kes selaku Wakil Ketua II Bidang Keuangan dan Kepegawaian
STIKES Bina Generasi Polewali Mandar.
5. Ns. Nur Isriani Najamuddin, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1
Ilmu Keperawatan STIKES Bina Generasi Polewali Mandar
6. DR. Suriany, M.Kes selaku pembimbing 1 dalam penyusunan penelitian ini
yang telah banyak memberikan pengarahan kepada penulis.
7. Dosen dan staf STIKES Bina Generasi Polewali Mandar yang telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
8. Kepala Puskesmas Bambang Kabupaten Mamasa dan seluruh staf yang telah
memberikan izin dan informasi dalam penyusunan penelitian ini.

v
9. Seluruh responden yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam
mengikuti seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini.
10. Kedua orang tua saya tercinta serta keluarga dan semua pihak yang terus
mendukung dan yang tak henti-hentinya mendoakan serta memberikan
dorongan materil dan spiritual.
11. Rekan – rekan mahasiswa S1 ilmu Keperawatan STIKES Bina Generasi
Polewali Mandar dan seluruh pihak yang telah membantu kelancarkan
dan penyusunan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-


baiknya, namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran dari semua pihak untuk menyempurnaannya

Polewali, 31 September 2021

Penulis

vi
ABSTRAK
PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN
TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA
MASOSO KECAMATAN BAMBANG KABUPATEN MAMASA

HARPEN MADYA
P.17.005

Hipertensi merupakan kondisi seseorang mengalami peningkatan tekanan


darah di atas normal dan kronis. Hipertensi di Indonesia merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi tertinggi yaitu sebesar 25,8%, prevalensi Provinsi
Sumatera Barat sebesar 22,6%. Data dari kabupaten Mamasa, terdapat 19.559 kasus
hipertensi dengan rincian laki-laki sebanyak 6.891 dan perempuan sebanyak 6.891
(Dinkes Mamasa, 2019). Pengobatan hipertensi dilakukan dengan pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis. Salah satu pengobatan hipertensi dengan non
farmakologis adalah dengan teknik relaksasi nafas dalam. Penelitian ini bersifat adalah
Eksperiment Design dengan pendekatan Pre-Posttest. Penelitian dilaksanakan mulai 23-
29 Oktober 2021. Cara pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yang
berjumlah 20 orang. Data primer meliputi tekanan darah awal dan akhir responden,
sedangkan data sekunder meliputi data umum responden. Data dianalisis dengan
menggunakan uji statistic Uji Wlcoxon Test. Hasil ini menunjukkan rata-rata penurunan
tekanan darah awal sitolik 152 mmHg dan tekanan darah diastolic 97.50 mmHg, menurun
menjadi rata-rata tekanan darah sistolik 136 mmHg dan tekanan darah diastolik 86
mmHg. Hasil Uji Wilcoxon Test nilai p value yaitu 0,000 menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh terapi teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada
lansia di Desa Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa. Saran dari penelitian
ini adalah terapi teknik relaksasi nafas dalam dapat dijadikan sebagai alternative
pengobatan non-farmakologis untuk membantu menurunkan tekanan darah.

Kata Kunci : Terapi Relaksasi Nafas Dalam , Hipertensi, Tekanan Darah,


Lansia

vii
ABSTRAK
THE EFFECT OF BREATH RELAXATION ON REDUCING BLOOD PRESSURE
IN ELDERLY HYPERTENSION PATIENTS IN MASOSO VILLAGE, BAMBANG
DISTRICT, MAMASA REGENCY

HARPEN MADYA
P.17.005

Hypertension is a condition of a person experiencing increased blood pressure blood is


above normal and chronic. Hypertension in Indonesia is a problem health with the
highest prevalence of 25.8%, the prevalence of Province West Sumatra by 22.6%. Data
from Mamasa district, there are 19,559 cases of hypertension with details for men as
many as 6,891 and women as many as 6,891 (Mamasa Health Office, 2019). Treatment of
hypertension is done by pharmacological and non-pharmacological treatment. One of the
non-pharmacological treatments for hypertension is the deep breathing relaxation
technique. This research is an Experimental Design with a Pre-Posttest approach. The
study was carried out from 23-29 October 2021. The sampling method was carried out by
purposive sampling, totaling 20 people. Primary data includes initial and final blood
pressure of respondents, while secondary data includes general data of respondents. The
data were analyzed using the Wlcoxon Test statistical test. These results show an average
decrease in initial systolic blood pressure of 152 mmHg and diastolic blood pressure of
97.50 mmHg, decreasing to an average of 136 mmHg systolic blood pressure and 86
mmHg diastolic blood pressure. The results of the Wilcoxon Test with a p value of 0.000
indicate that there is an effect of deep breathing relaxation technique therapy on
reducing blood pressure in the elderly in Masoso Village, Bambang District, Mamasa
Regency. Suggestions from this study are deep breathing relaxation technique therapy
can be used as an alternative non-pharmacological treatment to help lower blood
pressure.

Keywords: Deep Breathing Relaxation Therapy, Hypertension, Blood Pressure,


seniors

viii
CURICULUM VITAE

1. Identitas
a. Nama : Harpen Madya
b. NIM : P.17.005
c. Tempat/Tanggal Lahir : Masoso, 2 Mei 1999
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Suku/Bangsa : Toraja Mamasa/Indonesia
f. Agama : Kristen Protestan
g. Alamat : Desa Masoso Kec. Bambang Kab.
Mamasa

2. Riwayat Pendidikan
a. Tamat SD di SDN 013 Leko Masoso pada tahun 2011.
b. Tamat SLTP di SMPN 7 Bambang pada tahun 2014.
c. Tamat SMA di SMAN 1 Bambang pada tahun 2017.
d. Terdaftar sebagai Mahasiswa di STIKes Bina Generasi Polewali
Mandar Sulawesi Barat, jurusan S1 Ilmu Keperawatan sejak tahun
2017 sampai sekarang.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERMOHONAN ......................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iv

KATA PENGANTAR.................................................................................... v

ABSTRAK....................................................................................................... vii

ABSTRAK (ENGLISH)................................................................................. viii

CURICULUM VITAE................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 5

A. Tujuan Umum............................................................................. 5

B. Tujuan Khusus............................................................................. 5

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................ 6

A. Mamfaat Teoritis......................................................................... 6

B. Mamfaat Praktis.......................................................................... 6

x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori....................................................................................... 7

A. Tinjauan Umum Lanjut Usia....................................................... 8

B. Tinjauan Umum Hipertensi pada Lansia..................................... 17

C. Tinjauan Umum Terapi Teknik Nafas Dalam............................. 26

D. Pengaruh Terapi Teknik Nafas Dalam terhadap Tekanan Darah

Lansia Penderita Hipertensi........................................................ 28

2.2 Kerangka Teori................................................................................. 30

2.3 Kerangka Konsep............................................................................. 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian.............................................................................. 33

3.2 Defenisi Operasional........................................................................ 34

3.3 Hipotesis............................................................................................ 35

3.4 Variabel Penelitia.............................................................................. 36

3.5 Populasi dan Sampel......................................................................... 36

3.6 Tempat dan Waktu............................................................................ 39

3.7Prosedur Pengumpulan Data.............................................................. 39

3.8 Metode Pengumpulan Data............................................................... 40

3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data................................................... 42

3.10 Etika Penelitian............................................................................... 43

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian..................................................................................... 45

4.2 Pembahasan.......................................................................................... 50

xi
4.3 Keterbatasan Penelitian........................................................................ 58

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan........................................................................................... 59

5.2 Saran..................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut American Society of

International Society of Hypertension 2013.....................................................10

Tabel 3.1 Definisi Oprasional........................................................................... 34

Tabel 3.2 Rencana Waktu Penelitian............................................................... 39

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Usia Pada Lansia Penderita


Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa…… 46
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Usia Pada Lansia Penderita
Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa…….. 46
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sebelum Terapi Relaksasi
Nafas Dalam Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan
Bambang Kabupaten Mamasa……………………………………………….. 47
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Setelah Terapi Relaksasi
Nafas Dalam Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa………………………………….. 48
Tabel 4.5 Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan
Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan
Bambang Kabupaten Mamasa……………………………………………….. 49

xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Daftar Singkatan

BPJS : Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial

Dinkes : Dinas Kesehatan

Ha : Hipotesis Alternatif

Ho : Hipotesis Nol

Kemenkes : Kementrian Kesehatan

Lansia : Lanjut Usia

mmHg : Milimeter Merkuri (Hydrargyrum)

PTM : Penyakit Tidak Menular

Prolanis : Program Pengelolahan Penyakit Kronis

RI : Republik Indonesia

RW : Rukun Warga

SOP : Standar Operasional Prosedur

SPSS : Statistical Product and Service Solutions

Sulbar : Sulawesi Barat

UUD : Undang-Undang Dasar

WHO : World Health Organization

xiv
Daftar Lambang

% : Persentase

< : Kurang Dari

> : Lebih Dari

α : Tingkat Kemaknaan

p : Tingkat Signiikan

& : Dan

- : Sampai Dengan

≤ : Kurang Dari Sama Dengan

≥ : Lebih Dari Sama Dengan

/ : Garis Miring (atau)

( : Buka Kurung

) : Balas Kurung

“ : Tanda Petik

m/s : Menit per Detik

mph : Mil per Jam

xv
DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................ 31

Gambar 2.3 Kerangka Konsep ......................................................................... 32

Gambar 3.1 Desain Penelitian One Group pretest-postest............................... 33

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar permohonan menjadi responden

Lampiran 2 Peryataan Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 3 Lembar Observasi Karakteristik Responden

Lampiran 4 Lembar Observasi

Lampiran 5. SOP Terapi Relaksasi Nafas Dalam

Lampiran 6 Master Tabel Hasil Penelitian

Lampiran 7 Hasil Analisa Data SPSS

Lampiran 8 Dokumentasi

xvii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses penuaan merupakan proses yang mengakibatkan perubahan –
perubahan meliputi perubahan fisik, psikologis, dan psikososial. Salah satu
gangguan kesehatan yang paling banyak di alami oleh lansia adalah pada sistem
kardiovaskuler. Usia merupakan salah satu faktor resiko hipertensi, di mana
resiko terkena hipertensi pada usia 60 tahun ke atas 11,340 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan usia kurang dari 60 tahun. (Usia & Agung, 2016).
Hipertensi merupakan faktor resiko utama penyakit kardiovaskuler yang
merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya pola
konsumsi natrium, obesitas, merokok, kebiasaan olahraga/aktivitas fisik, Stress
dan alcohol(HS, Intan Eka Oktavia. Junaid, 2017)
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri.
Tekanan darah merupakan tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri
darah ketika darah di pompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh manusia.
Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot jantung
sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung tidak sedang
berkontraksi atau beristirahat (Wikipedia, 2014). Menurut Brunner & Sudarth
(2001) sebagaimana yang dikemukakan Aspiani (2014:103) bahwa hipertensi
dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan distolik
90 mmHg (Purwaningsih, 2010).
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia WHO tahun 2011 ada satu
milyar orang di dunia menderita hipertensi dan dua per-tiga diantaranya berada di
negara berkembang yang berpenghasilan rendah- sedang. Bila tidak dilakukan
2

upaya yang tepat jumlah ini akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025
sebanyak 29% atau 1,6 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi,
sedangkan di Indonesia angka kejadian hipertensi cukup tinggi.(HS, Intan Eka
Oktavia. Junaid, 2017)
Indonesia telah memasuki era pertambahan jumlah penduduk lansia. Pada
tahun 1971, penduduk lanjut usia (lansia) berjumlah 5,3 juta atau 4,48% dan pada
tahun 1990 meningkat menjadi 12,7 juta (6,56%). Sejak tahun 2002, proporsi
penduduk lansia di Indonesia telah mencapai di atas 7%. Pada 2010, jumlah lansia
diprediksi naik 9.58% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Pada tahun 2020,
angka tersebut menjadi 11,20% dengan usia harapan hidup rata-rata 70,1 tahun.
Jumlah ini berarti meningkat 3 kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah lansia
pada tahun 1990. Jumlah lansia saat ini, seperti diinformasikan oleh Badan Pusat
Statiska (BPS), adalah 14.439.967 orang atau 7,18% dengan usia harapan hidup
rata-rata 64,5 tahun. Sebagian diantara mereka terlantar, mengalami penyakit
menahun, tindak kekerasan, dan perlakuan salah (Agoes; dkk, 2011:1). Data
KESRA (2006) diketahui bahwa pada tahun 2006, jumlah penduduk lansia
diIndonesia mencapai 19 juta atau sekitar 8,90%, tahun 2010 diperkirakan
meningkat menjadi 23,9 juta atau sekitar 9,77%, dan bahkan pada tahun 2020
diperkirakan mencapai angka 28,8 juta atau sekitar 11,34% dari total penduduk di
Indonesia.(Purwaningsih, 2010).
Berdasarkan (RISKESDAS, 2018) jumlah penderita hipertensi di
Indonesia sebanyak 34, 11% dari jumlah penduduk dimana untuk provinsi
Sulawesi barat sebanyak 34,77%.
Di Kabupaten Mamasa pada tahun 2020 terdapat penyakit hipertensi yang
di derita penduduk umur ≥18, berdasarkan laporan puskesmas Mamasa,
Tawalian, Sespa, Balla, Malakbo, Sumarorong, Messawa, Nosu, Pana, Tabang,
Rantim, Mambi, Mehalaang, Bambang, Aralle, Bumal, selama tahun 2020
tercatat 5817 orang, dari data yang di ambil dari setiap Puskesmas yang ada di
3

Kab. Mamasa tersebut masih banyak kejadian penderita hipertensi yang di


temukan (SPMT Dinkes Mamasa 2020).
Berdasarkan data dari Bidan Desa Masoso, pada tahun 2020 jumlah
lansia yang menderita hipertensi sebanyak 97 dan pada tahun 2021 sebanyak 39
lansia yang menderita hipertensi yang dating memeriksaan kesehatannya
Lansia yang mengalami hipertensi secara terus menerus dan tidak
mendapatkan pengobatan serta pengontrolan secara tepat akan menyebabkan
jantung bekerja dengan keras yang kemudian berakibat terjadinya kerusakan
pada pembuluh darah jantung, Otak dan mata. Adanya kerusakan jantung
akan menimbulkan berbagai gejalah seperti sakit kepala, nyeri dada, serta
kesemutan pada bagian kaki dan tangan sehingga menyebabkan kualitas
hidup lansia menurun. Kualitas hidup lansia berhubungan dengan kesehatan,
dimana suatu kepuasan atau kebahagiaan individu sepanjang hidupnya
mempengaruhi dirinya atau dipengaruhi oleh kesehatannya dalam (Suardana,
Saraswati & Wiratni.2013)
Tingginya kejadian hipertensi pada lansia dan tidak terkontrol memicu
timbulnya penyakit degeneratif seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal dan
penyakit vaskuler misalnya stroke dan penyakit arteri perifer, beberapa studi
menunjukkan bahwa tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmhg menunjukkan
infak miokard pertama (MI). Hipertensi disebut “silent killer” karena sifatnya
asimptomik dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau
penyakit jantung (Lyrawati, 2015).
Hipertensi pada lansia dapat memperburuk kondisi kesehatan lansia itu
sendiri menurut Widyaningrum (2012) dalam penelitiannya mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia diatas Umur 60 tahun
menyarangkan agar dapat mencegah hipertensi dengan berbagai alternatif
pengobatan secara non farmakologi.
Untuk mencegah agar hipertensi tidak menyebabkan komplikasi lebih
lanjut maka diperlukan penanganan yang tepat dan efisien penanganan hipertensi
4

secara umum yaitu pengobatan nonfarmakologi (perubahan gaya hidup) dan


pengobatan farmakologi. Pengobatan nonfarmakologi ini dilakukan dengan cara
merubah pola makan, menghindari kegemukan, membatasi konsumsi lemak,
olahraga teratur, makan banyak buah dan sayuran segar, lakukan konsultasi
dengan benar, latihan relaksasi atau meditasi, tidak merokok dan minum alkohol.
Pengobatan farmakologi hipertensi terbagi menjadi beberapa golongan yaitu
diuretik, alfa-blocker,beta-blocker, penghambat ACE, vasodilator dan antagonis
kalsium. Interaksi farmakodinamik pada usia lanjut dapat menyebabkan respons
reseptor obat dan target organ berubah, sehingga sensitivitas terhadap efek obat
menjadi lain. Pengobatan hipertensi tidak hanya menggunakan obat-obatan,
karena obat-obatan menimbulkan efek samping yang sangat berat, selain itu
menimbulkan ketergantungan dan apabila penggunaan obat dihentikan dapat
menyebabkan peningkatan risiko terkena serangan jantung atau stroke. Penderita
hipertensi bisa menggunakan alternatif nonfarmakologis dengan menggunakan
metode yang lebih mudah dan murah yaitu dengan menggunakan terapi rendam
kaki air hangat yang bisa dilakukan di rumah.(Rottie, 2017).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2006 dalam Asmadi,
2008)
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 12 lansia penderita
hipertensi di Desa Masoso, didapatkan informasi bahwa selama ini usaha yang
mereka lakukan untuk mengatasi hipertensi selain dengan obat farmakologi,
mereka juga kadang menggunakan obat tradisional seperti mentimun, bawang
putih dan mereka sama sekali tidak tahu tentang relaksasi nafas dalam.
5

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan akan melakukan


penelitian tentang “Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan
Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas
Dalam Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa
Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa”.?

1.3 Tujuan Penelitian


A. Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan
Bambang Kabupaten Mamasa.
B. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui rata-rata tekanan darah sebelum di berikan tekhnik
relaksasi nafas dalam pada lansia penderita hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa.
2. Untuk mengetahui rata-rata tekanan darah setelah di berikan tekhnik
relaksasi nafas dalam pada lansia penderita hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa.
3. Untuk menganalisis pengaruh tekhnik relaksasi nafas dalam terhadap
tekanan darah pada lansia penderita hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa.
6

1.4 Manfaat
A. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan tentang pengaruh pemberian tekhnik relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Desa
Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa.
B. Manfaat Praktis
1. Bagi Profesi Keperawatan dan puskesmas
Sebagai data dasar untuk penanggulangan dan penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi dan sebagai masukan
dan acuan bagi bidang keperawatan dalam pengambilan kebijakan dalam
peanggulangan peningkatan penderita hipertensi.
2. Bagi penderita hipertensi
Sebagai penelitian alternative untuk memberikan pengetahuan dan
memberi langkah yang tepat dalam menurunkan tekanan darah
3. Bagi penelitian selanjutnya
Sebagai data dasar dan pembanding untuk penelitian selanjutnya
dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan terapi non
farmakologi dalam penatalaksanaan hipertensi.
4. Bagi STIKES Bina Generasi Polewali Mandar
Sebagai referensi bacaan dan bahan masukan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan langsung dalam skripsi ini untuk tenaga kesehatan
khususnya keperawatan.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


A. Definisi Hipertensi
Menurut Depkes (2007) dalam Sharif La Ode (2012) Hipertensi
merupakan salah satu faktor resiko utama gangguan jantung. Hipertensi dapat
berakibat gagal jantung maupun penyakit serebrovaskuler. Hipertensi adalah
suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (mortilitas) (Sharif La Ode, 2012).
Pravelansia hipertensi meningkat sesuai umur, dan 40% penderits
hipertensi berusia lebih dari 65 tahun. Laki-laki dan obesitas meningkat resiko
hipertensi. Beberapa faktor yang terkait proses menua dapat meningkat resiko
lansia mengalami hipertensi. Seperti contohnya kekakuan pada aorta, peningkatn
afterload (membutuhkan daya yang lebih banyak untuk memompa darah dari
ventrikel), dan peningkatan tahan vaskuler. Perubahan reflek baroreseptor di
indikasikan dengan fluktuasi tekanan darah selama melakukan aktivitas fisik atau
mengalakukan aktivitas fisik atau mngalami stress emosional (Sofia Rhosma
Dewi, 2014).
Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik≥ 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi pada seseorang klien
pada tiga kejadian terpisah (Wajan Juni, 2010). Menurut WHO, batasan tekanan
darah yang masih di anggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan
darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah di antara
normotensi dan hipertensi disebut borderline hypertension (garis batas
hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin.
Terdapat perbedaan tentang batasan hipertensi seperti diajukan oleh Kaplan
(1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila
8

tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90 mmHg,
sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah
diatas 145/95 mmHg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan
160/90 mmHg (Sharif La Ode, 2012)
Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena
alasan penyakit tertentu, sehingga sering di sebut sebagai “silent killer” (Depkes,
2007). Healthy People 2010 For Hypertension menganjurkan perlunya
pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan
tekana darah secara optimal. Maka untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
partisipasi aktif para sejawat Apoteker yang melaksanakan praktek profesinya
pada setiap tempat pelayanan kesehatan. Apoteker dapat bekerja sama dengan
dokter dalam memberikan edukasi ke pasien mengenai hipertensi, Adherance
terhadap terapi obat non-obat, mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek
samping, dan mencegah atau memecahkan masalalah yang berkaitan dengan
pemberian obat (Depkes, 2007).

1. Klasifikasi Hipertensi
Dalam sebuah kajian di University of North Carolina yang melibatkan
sekitar Sembilan ribu pria dan wanita selama jangka waktu lebih dari 11,6
tahun, angka penyakit kardiovaskuler meningkat secara signifikan dengan
tekanan darah optimal, risiko berkembangnya penyakit kardiovaskuler,
terutam stroke, pada penderita tekanan darah tinggi lebih besar dua setengah
kali lipat, statistic itu juga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
berkaitan dengan penyakit itu. Risiko terbesar adalah stroke, dan kelompok
yang paling beresiko adalah ras Afrika-Amerika, penderita diabetes, orang
gemuk dan obesitas, serta orang dengan kadar LDL tinggi (Robert E.
Kowalski, 2010).
9

Para peneliti menyimpulkan bahwa “Populasi prehipertensi cukup


besar”, dan bahwa usaha untuk menurunkan tekanan darah hingga tingkat
optimal “memberikan dampak yang signifikan” (Robert E. Kowalski, 2010).
Di Negara Barat, juga di Negara-negara yang berkembang
denganpesat, persentase wanita dan pria usia lanjut pun meningkat dengan
pesat, sejalan dengan bertambahnya usia, tekanan darah meningkat. Data
hasil penelitian Framingham yang tersohor di seluruh dunia menunjukan
bahwa 27% orang di bawah usia 60 tahun bertekanan darah lebih tinggi dari
140/90, dan 20%dari mereka menderita hipertensi dengan angka 160/100,
sangat buruk. Di antar manula berusia lebih dari 80 tahun, 75% menderita
hipertensi (lebih tinggi dari 140/90) dan 60%-nya 160/100, atau lebih tinggi.
Hanya 7% dari orang yang berusia lebih dari 80 tahun bertekanan darah
normal (Robert E. Kowalski, 2010).
Sayangnya, persentase penderita hipertensi yang menjalani terapi
penyembuhan lebih rendah dari pada yang di ketahui dokter. Dan pada
sebagian orang berusia lanjut menjalani terapi, hasil yang mereka capai
masih jauh dari yang di harapkan (Robert E. Kowalski, 2010).
Hampir semua pedoman utama baik dari dalam maupun dari luar negri,
menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan
pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.
Adapun pembagian derajat penentual tatalaksana hipertensi (Soenarta et al.,
2015).

Tabel 2.1
10

Klasifikasi Hipertensi Menurut American Society of International


Society of Hypertension 2013.
Klasifikasi Sistolik Diastolik
Optimal ¿ 120 Dan ¿ 80
Normal 120 – 129 Dan/ atau 80 – 84
Normal tinggi 130 – 139 Dan/ atau 84 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 Dan/ atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 160 – 179 Dan/ atau 100 –
109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 Dan/ atau ≥ 110
Hipertensi sistolik ≥ 140 Dan ¿ 90
terisolasi
Sumber : (Soenarta et al., 2015).
Pengukuran tekanan darah merupakan hal penting dalam
pemeriksaan fisik. Berikut panduan untuk menentukan tekanan darah
akurat pada lansia (Sofia Rhosma Dewi, 2014) :
a) Minta lansia untuk duduk tenang selama 3-5 menit sebelum di lakukan
pengukuran tekanan darah. Lansia yang mengalami deconditioning
membutuhkan waktu rehat supaya tubuh dapat kembali ke kondisi
normalnya meskipun setelah mengalami stress minor, contohnya
berjalan masuk ke ruang pemeriksaan.
b) Pilih ukur cuff yang tepat. Cuff regular untuk dewasa bisa jadi terlalu
besar atau terlalu kecil bagi lansia. Gunakan cuff pediatric untuk
lansia dengan lengan kecil dan cuff dewasa untuk lansia yang
berlangganan besar atau obesitas, hal ini penting untuk menentukan
akurasi. Ukuran cuff harus ebih besar 20% dari diameter lengan klien
lansia.
11

c) Gap auskultasi sering ditemukan pada pengukuran tekanan darah


lansia. Untuk menghindari pembacaan sistolik yang inakurat, lakukan
palpasi pada Arteri Radialis dan kembangkan cuff pada tekanan 10
mmHg ketika mempalpasi. Ketika nadi tidak teraba, kembangkan lagi
cuff hingga 20 mmHg – 30 mmHg, kemudian dengarkan bunyi
krotkoff ketika cuff di deflasikan. Bunyi selanjutnya terdengar.
d) Jika pengukuran ini di lakukan pertama kalinya pada lansia, maka
pengukuran tekanan darah di lakukan pada kedua lengan. Hasil
pengukuran bisa jadi menunjukan perbedaan tekanan sebesar 10
mmHg. Misalnya saja pada lansia, teradapat plak alerosklerosis pada
Arteri Subkutan dekstra, maka tekanan darah pada lengan kanan akan
lebih rendah di bandingkan lengan kiri. Pembacaan yang tepat
selanjutnya di lakukan pada lengan kiri.
e) Kaji adanya kondisi hipotensi orthostatic, terutama jika lansia
mengkonsumsi obat-obtan antihipertensi.
f) Jika anda mengalami kesulitan mendengarkan bunyi korotkoff terakhir
untuk menentukan diastolik, bunyi diastolik di tentukan dari bunyi
muffled terakhir yang di dengar. Berdasarkan catatan pada
dokumentasi anda salah satu tehnik untuk memudahkan mendengar
bunyi diastolic adalah dengan mengelevasikan legan di atas tinggi
jantung.
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi, (Kemenkes.RI, 2014) :
a) Berdasarkan penyebabnya
(1) Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang
bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90%
penderita hipertensi.
12

(2) Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial


Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya dalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
(a) Berdasarkan bentuk hipertensi
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), hipertensi
campuran (sistol dan diastol yang meninggi), hipertensi sistolik
(isolated systolic hypertension).
(b) Hipertensi pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah pada pembulu darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat
melakukan aktivitas. Berdasarkan penyebabnya hipertensi
pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia
pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan dengan
perbandingan 2:1 angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus
per 1 juta penduduk, dengan mean survival sampai timbulnya
gejala penyakit sekitar 2-3 tahun.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk
pada National institute of Health, bila tekanan sistolik arteri
pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau “mean’ tekanan arteri
pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih
30 mmHg pada aktifitas dan tidak di dapatkan adanya kelainan
katup pada jantung kiri, penyakit myocardium, penyakit
jantung kongenitl dan tidak adanya kelainan paru.
13

2. Etiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu penyakit kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak di ketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat di
sembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan
persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banayak penyebab hipertensi sekunder, endogen
maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat di identifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini data di sembuhkan secara potensial
(Depkes, 2007). (Kusuma Hardi dan Nurarif Huda Armin, 2015)
mengemukakan terdapat etiologi dari hipertensi :
a) Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan :
(1) Hipertensi Primer (esensial)
Di sebut juga hipertensi idiopotik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengruihi yaitu: genetik,
lingkungan, hiperaktifitas, saraf simpatis sistem rennin.
Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor
yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alkhol dan
polisitemia.
(2) Hipertensi Sekuder
Penyebabnya pengguna estrogen, penyakit ginjal, sindrom
cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
b) Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
(1) Elastisitas dinding aorta menurun.
(2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
(3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunny kontraksi dan volumennya.
14

(4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjai karena


kurangnnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
c) Hiperetnsi pada usia lanjut di bedakan atas :
(1) Hipertensi di mana sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih besar
dari 90 mmHg.
(2) Hipertensi sistolik terisolasi di mana tekanan sistolik
lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih
rendah dari 90 mmHg.
d) Ada beberapa faktor dapat menimbulkan hipertensi, di antaranya
faktor yang tidak dapat di ubah dan yang dapat di ubah (Kemenkes.RI,
2014) :
(1) Faktor yang tidak dapat di ubah :
(a) Usia
Insidens hipertensi semakin meningkat dengan
meningkatnya usia. Hipertensi pada yang berusi kurang dari 35
tahun dengan jelas menaikan insidens penyakit arteri koroner
dan kematian premature.
(b) Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi dari pada
wanita, namun pada usia per-tengahan dan lebih tua, insidens
pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65
tahun, insidenspada wanita lebih tinggi.
(c) Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paing sedikit dua
kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya
lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien
pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi
dari pada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih.
15

(d) Pola hidup


Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola
hidup lain telah di teliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan
rendh, tingkat pendidikan, dan kehidupan atau pekerjaan yang
penuh stress agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi
yang lebih tinggi. Obesitas di pandang sebagai faktor resiko
utama. Bila berat badannya turun, tekanan darahnya sering
turun menjadi normal.
Merokok di pandang sebagai faktor risiko tinggi bagi
hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia
dan hiperglikemia adalah faktor-faktor utama untuk
perkembangan aterosklerosis, yang berhubungan erat dengan
hipertensi.
(2) Faktor dapat di ubah :
(a) Obesitas
Kelebihan berat badan meningkat resiko seseorang terserang
hipertensi. Semakin besar massa tubuh, semakin banyak darah
yang di butuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke
jaringan tubuh. Berarti volume darah yang eredar melalui
pembuluh darah meningkat sehingga akan memberi tekanan
lebih besar ke dinding arteri. Selain itu, obesitas dapat
meningkat frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam
darah.
(b) Sindrom resistensi insulin (Sindrom Metabolik)
(c) Kurang gerak
Kurang melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko
seseorang terserang hipertensi.
16

(d) Merokok
Zat kimia dalam tembakau dapat merusak lapisan dalam
dinding arteri sehingga arteri lebih rentan terhadap
penumpukan plak. Nikotin dalam tembakau dapat membuat
jantung bekerja lebih keras karena terjadi penyempitan
pembuluh darah sementara. Selain itu, juga dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan tekana darah.
Keadaan ini terjadi Karen adanya peningkatan produksi
hormone selama kita menggunakan tembakau, termasuk
hormone epinerfin (adrenalin). Karbon monoksida dalam asap
rokok akan menggantikan oksigen dalam darah. Akibatnya,
tekana darah akan meningkat karena jantung di paksa bekerja
lebih keras untuk memasok oksigen ke seluruh organ dan
jaringn tubuh.
(e) Sensitivitas natrium
Tubuh membutuhkan sejumlah mineral natrium umuntuk
mempertahankan kima sel secara baik. Sumber utama natrium
adalah garam meja yang terdiri dari 40% natrium dan 60%
klorida. Orang yang lebih sensitiv terhadap natrium akan lebih
muda menahan natrium dalam tubuhnya sehinga terjadi retensi
air dan peningkatan tekanan darah. Jika kita termasuk dalam
golongan ini, kelebihan natrium dalam makanan akan
meningkatakan resiko terkena hipertensi. Semakin tua umur
seseorang, sensitivitas terhadap natrium semakin tinggi.
(f) Kadar kalium rendah
Kalium berfungsi sebagai penyeimbang jumlah natrium dalam
ciran sel. Kelebihan natrium dalam sel dapat dibebaskan filtrasi
lewat ginjaldan di keluarkan bersama urine. Jika makanan yang
di konsumsi kurang mengandung kalium atau tubuh tidak
17

memepertahankannya dalam jumlah cukup, jumlah natrium


akan menumpuk dan keadaan ini meningkat risiko terjadinya
hipertensi.
(g) Minum minuman beralkohol secara berlebihan
(h) Stress
Stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
semakin sangat tinggi untuk sementara waktu. Jika sering
mengalami stres, akan terjadi kerusakan pembuluh darah,
jantung dan ginjal seperti hipertensi permanen.
3. Patofisiologi hipertensi
Tekana darah di pengaruhi volume sekuncup dan total peripheral
resistance. Apabila tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat
menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang
berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secarah akut yang di
sebabkan oleh gangguan sirkulai dan memperhatankan stabilitas tekanan
darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekana darah sangat
kompleks (Nuraini, 2015).
Pengendalian di mulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex
kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflex kemoreseptor, respon iskemia,
susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot
polos, sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan
cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh
hormone angiotensin dan vasopresi Kemudian di lanjutkan sistem dan
berlangsung dalam jangka panjang yang di pertahankan oleh sistem
pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ (Nuraini,
2015)
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui Terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
18

darah. Darah mengandung angiotensinogen oleh hormone, rennin (di


produksi oleh ginjal) akan di ubah menjadi angiotensin I. oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi agiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peran kunci dalam menaikan tekanan
darah melalui dua aksi utama (Nuraini, 2015).
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar piuitari)
dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urine yang di sekresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah (Nuraini, 2015).
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormone steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara
mereobsorpsinya dari tubul ginjal. Naiknya konsentrasi NaCL akan di
encerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah
(Nuraini, 2015).
4. Manifestasi klinis
Pada sebagian kasus, hipertensi tidak menunjukan gejala apapun
sehingga kita tidak punya cukup petunjuk bahwa di dalam tubuh sedang
terjadi penyimpangan. Pengecualian : seseorang yang mengalami skit
kepala ringan, terutama di bagian belakang kepala dan muncul di pagi
hari. Namun, kita perlu ingat bahwa sakit kepala jenis in sama sekali
bukan kondisi yang umum terjadi (Robert E. Kowalski, 2010).
19

Sakit kepala biasa, pening, dan mimisan bukan gejala, setidaknya


di beberapa tahap awal peningkatan tekanan darah. Namun, kondisis
tersebut akan muncul menyertai hipertensi yang sudah parah. Meski
demikian, orang dengan tekanan darah sangat tinggi biasanya tidak
merasakan gejala apa pun (Robert E. Kowalski, 2010).
Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat dari hipertensi
menurut Elizabeth j. Corwn ialah bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi
klinisyang timbul dpat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-
kadang di sertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan drah
intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina ayunan langkah
tdak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler
(Nuraini, 2015).
Gejala lain yang sering di temukan adalah epistaksis, mudah
marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, suka tidur, dan mata
berkunang-kunang (Nuraini, 2015).
Tanda dan gejala pada hipertensi di bedakan menjadi (Kusuma
Hardi & Nurarif Huda Armin, 2015) :
a) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat di hubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b) Gejala yang lazim
Sering di katakana bahwa gejala terlazim yang mnyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan
20

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari


pertolongan medis. Beberapa pasien.
5. Komplikasi hipertensi
Tekanan darah yang menetap pada kisaran angka tinggi membawa
resiko berbahaya. Biasanya, muncul berbagai komplikasi. Aterosklerosis
merupakan salah satu komplikasi yang kerap menyertai hipertensi. Saat
darah di alirkan dengan tekana tinggi dapat merusak dinding pembulu
darah dan menyebabkan penumpukan platelet yang kemudian membentuk
mikrotrombi (Julianti, Nurjanah, dan Seotrisno, 2007).
Terbentuk mikrotrombi ini menyebabkan lemak dan kolestrol
tertahan dan menumpuk sehingga terbentuk plak. Terbentuknya plak pada
dinding pembuluh darah otomatis menurunkan fleksibilitas pembulu
menghambat laju aliran darah dan tekanan darah semakin meningkat.
Konsekuensinya timbul kerusakan dan gangguan pada organ-organ tubuh
(Julianti et al., 2007).
Berikut ini beberapa komplikasi hipertensi yang dapat terjadi (Julianti et
al., 2007) :
a) Kerusakan dan gangguan pada otak
Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan
pembuluh sulit meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan
oksigen. Pembuluh darah di otak juga sangat sensitif sehingga ketika
semakin melemah maka menimbulkan pendarahan akibat pecahnya
pembuluh darah.
b) Gangguan dan kerusakan mata
Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di
belakang mata. Gejalanya, yaitu pandangan kabur dan berbayang.
c) Gangguan dan kerusakan jantung
Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah
dengan tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan lemah
21

sehingga kehabisan energy untuk memompa lagi. Parahnya lagi jika


terjadi penyumbatan pembuluh akibat aterosklorosis.
d) Gangguan dan kerusakan ginjal
Ginjal berfungsi untuk menyerangdarah serta mengeluarkan air dan zat
sisa yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi,
pembulu dara kecil akan rusak. Ginjal juga tidak mampu lagi
menyaring dan mengeluarkan sisa. Umumnya, gejala kerusakan ginjal
tidak segera tampak. Namun jika di biarkan, komplikasinya
menimbulkan masalah serius.
6. Diagnosa hipertensi
Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosis hipertensi ditegakkan
berdasarkan data anamnese, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan
laboratorium maupun pemeriksaan penunjang. Pada 70-80 % kasus
hipertensi esensial, didapat riwayat hipertensi didalam keluarga, walaupun
hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi esensial Apabila
riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan
hipertensi esensial lebih besar (Kemenkes.RI, 2014).
Pemeriksaan yang teliti perlu di lakukan pada organ target untuk
menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda
payah jantung, pemeriksaan fundus kopi, tanda gangguan neurologi, dapat
membantu menegakkan diagnosis komplikasi akibat hipertensi.
Pemeriksaan fisik lain secara rutinperlu di lakukan untuk mendapatkan
tanda kelainan lain yang mungkin ada hubungan dengan hipertensi
(Kemenkes.RI, 2014).
Pengukuran di tempat praktik biasanya mendapatkan hasil yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengukuran di rumah. Hasil
pengukuran yang lebih tinggi di tempat praktik disebut office
hypertension. Mengingat hal di atas, untuk keperluan follow up
pengobatan sebaiknya digunakan pegangan (pedoman) hasil pengukuran
22

di rumah. Pengukuran yang pertama kali belum dapat mengtasikan adanya


hipertensi, tetapi dapat merupakan petunjuk demi observasi selanjutnya .
7. Penatalaksanaan hipertensi
Terdapat 2 cara penanggulanagan hipertensi menurut FKUI
(1990:214-219) yaitu dengan nonfarmakologis dan dengan farmakologis.
Cara nonfarmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita
yang gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan
hidup, olah raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara terartur.
Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-
obatan anti hipertensi seperti diuretic seperti HCT, Higroten, Lasix. Beta
bloker seperti propanol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine,
nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine.
Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat) (Sharif La Ode, 2012).
Pengobatan hipertensi harus di landasi oleh beberapa prinsip
menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih
mendahulukan pengobatan kasual, pengobatan hipertensi esensial
ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya
menurunkan tekanan darah di capai dengan menggunakan obat anti
hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangak panjang
bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan
standard triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi (Sharif
La Ode, 2012).
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurnkan angka
morbiditas sehingga upaya dalam menemuakn obat anti hipertensi yang
memenuhi harapan terus dikembnagkan (Sharif La Ode, 2012).
23

B. Defenisi Tekhnik Relaksasi


Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah (Smeltzer dan Bare, 2010).
1. Tujuan dan Manfaat Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Menurut National Safety Council (2011), bahwa teknik relaksasi
nafas dalam saat ini masih menjadi metode relaksasi yang termudah.
Metode ini mudah dilakukan karena pernafasan itu sendiri merupakan
tindakan yang dapat dilakukan secara normal tanpa perlu berfikir atau
merasa ragu.
Sementara Smeltzer dan Bare (2010) menyatakan bahwa tujuan dari
teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan
efisiensi batuk mengurangi stress baik stress fisik maupun
emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan. Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan oleh klien
setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah dapat
menghilangkan nyeri, ketenteraman hati, dan berkurangnya rasa cemas.
(Miriyam, 2012)
2. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah
pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah
diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen
bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi
24

Lebih lanjut Priharjo (2008) menyatakan bahwa adapun


langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut :
a) Usahakan rileks dan tenang.
b) Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3,
kemudian tahan sekitar 5-10 detik.
c) Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.
d) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi
melalui mulut secara perlahan-lahan.
e) Anjurkan untuk mengulangi prosedur
f) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
(Priharjo, 2008 dalam Hartini, 2015)
3. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Teknik Relaksasi Nafas Dalam
terhadap Penurunan Nyeri.
Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan
tekanan darah melalui mekanisme yaitu (Smeltzer dan Bare, 2010) :
a) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme
yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke
daerah yang mengalami spasme dan iskemik.
b) Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh
untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin
Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan tekanan darah
oleh teknik relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang
melakukan relaksasi nafas dalam maka tubuh akan meningkatkan
komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini
menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan
adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat klien
merasa tenang untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur. Hal
25

ini akan mendorong terjadinya peningkatan kadar PaCO2 dan


akan menurunkan kadar pH sehingga terjadi peningkatan kadar
oksigen (O2) dalam darah (Panggabean, 2014).
C. Defenisi Lansia
Undang-undang No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun ke atas. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada
tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek
ekonomi dan aspek sosial (BKKBN, 2014).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ (Muhith Abdul, 2016).
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada
yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali
dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat
(Sofia Rhosma Dewi, 2014).
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata
sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka
terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan
keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan
tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang
26

tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Sofia Rhosma Dewi,
2014).
1. Proses menua
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar
cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap
berbagai penyakit dan kematian (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2010).
Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan
proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada
masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun,
terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya.
Sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil penyakit, kesalahan dan
penyalahgunaan faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindari dan
berada dalam kontrol seseorang. Banyak perubahan yang dikaitkan
dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan yang
bersifat bertahap (gradual loss). Lansia mengalami perubahan-
perubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem
pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem
pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem
genitourinari, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga
dengan perubahan-perubahan mental menyangkut perubahan ingatan
(memori). Berdasarkan perbandingan yang diamati secara potong
lintang antar kelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ
tampaknya mengalami kehilangan fungsi sekitar 1 persen per tahun,
dimulai pada usia sekitar 30 tahun (Setiati, Harimurti & Roosheroe,
2010).
2. Perubahan pada lansia
27

Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan fisik,


perubahan mental dan perubahan psikososial. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a) Perubahan fisik
Menurut (Sofia Rhosma Dewi, 2014)perubahan kondisi fisik
pada lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan
atau kelainan fungsi fisik, psikologis maupun sosial, yang selanjutnya
dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Menurut (Sofia Rhosma Dewi, 2014), perubahan fisik yang di
alami lansia adalah :
(1) Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh
menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit.
(2) Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan menurunnya
jumlah energi yang dikeluarkan tubuh.
(3) Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya sel-
sel yang mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.
(4) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal,
kemampuan mencerna makanan serta penyerapan mulai lamban
dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga
sering konstipasi.
(5) Perubahan pada sistem metabolik yang mengakibatkan gangguan
metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi
menurun juga karena timbunan lemak.
28

(6) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat,


kepekaan bau dan rasa berkurang, pendengaran berkurang, reaksi
lambat, fungsi mental menurun, dan ingatan visual berkurang.
(7) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya
elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat
mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah
meningkat.
b) Perubahan mental
Perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang
semakin egosentrik, mudah curiga, dan bertambah pelit atau tamak
bila memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan
dalam masyarakat. Sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap
lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang. Jika meninggal pun,
mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor
yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan
(Muhith Abdul, 2016).
c) Perubahan psikososial
Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang
akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan finansial, kehilangan
status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Sofia Rhosma
Dewi, 2014).
d) Perubahan kardiovaskuler.
Perubahan krdiovaskuler yang terjadi pada lansia yaitu : (Sofia
Rhosma Dewi, 2014).
(1) Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama
atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi
29

dari 90 mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri


pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat memicu
terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah, serangan/gagal
jantung dan gagal ginjal.
(2) Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah
menuju jantung terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri
dada, sesak napas, pingsan, hingga kebingungan.
(3) Disritmia
Insidensi distrimia atrial dan ventrikuler meningkat pada lansia
karena perubahan struktural dan fungsional pada penuaan. Masalah
dipicu oleh disritmia dan tidak terkordinasinya jantung sering di
manifestasikan sebagai perubahan perilaku, palpitasi, sesak nafas,
keletihan dan jatuh.
(4) Penyakit Vaskular Perifer
Gejala yang paling sering adalah rasa terbakar, kram, atau nyeri
sangat yang terjadi pada saat aktivitas fisik dan menghilang pada
saat istirahat. Ketika penyakit semakin berkembang, nyeri tidak
lagi dapat hilang dengan istirahat
(5) Penyakit Katup Jantung
Manifestasi klinis dari penyakit katup jantung bervariasi dari fase
kompensasi sampai pada fase pascakompensasi. Selama fase
kompensasi tubuh menyesuaikan perubahan pada struktur dan
fungsi katup.
30

2.2 Kerangka Teori


Teori merupakan seperangkat konsep yang saling berhubungan dan
mencerminkan suatu pandangan sistematik mengenai fenomena dengan
menerangkan hubungan antara variabel dengan tujuan untuk menjelaskan
fenomena tesebut. Dalam penelitian kuantitatif kerangka teori memiliki
peranan penting karena dengan dikemukakannya suatu terori dalam kerangka
terori tersebut akan sangat membantu seorang peneliti dan orang lain untuk
lebih memperjelas sasaran dan tujuan penelitian yang dilakukan(Pamungkas,
2017)
Kerangka teori merupakan rangkaian teori yang mendasari topik
penelitian. Rumusan kerangka teori paling mudah mengikuti kaedah input,
proses dan output. Apabila dalam sebuah penelitian, sudah terdapat kerangka
teori yang baku, maka kita bias mengadopsi kerangka teori tersebut dengan
mencantumkan sumbernya. Kerangka teori juga dapat dibuat dari pohon
masalah (pathway) penyakit tertentu sesuai dengan area penelitian. Hubungan
variabel dalam kerangka teori harus jelas tergambar, dengan berbagai variabel
yang mempengaruhinya (Setiawan, Ari, 2011)
31

Lansia

kardiovaskuler

Otot relaksasi Relaksasi Nafas Dalam Tubuh melepas


opioid
endogen(endorph
Prostaglandin Komponen saraf in dan enkafalin)
parasimpatik
Vasolidatasi Stress
pembuluh darah Kortisol dan adrenalin

Aliran pembuluh
darah ke daerah Komponen saraf
yg spasme parasimpatik

PaCO2 dan pH

O2 dalam darah

Penurunan Tekanan Darah

Gambar 2.1 Kerangka


Teori
32

2.3 Kerangka Konsep


Kerangkap konsep adalah kelanjutan dari kerangka teori atau landasan
teori yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai,
yakni sesuai dengan apa yang telah ditulis dalam rumusan masalah. Artinya
lebih difokuskan untuk memudahkan dalam menyusun hipotesis yang harus
dijawab, bukan hipotesis yang mungkin akan dijawab. Apakah jawaban
hipotesis nantinya terbukti atau tidak, keduanya adalah hasil penelitian yang
menjadi tujuan penelitian tersebut. Jadi, kerangka konsep menggambarkan
hubungan – hubungan yang lebih terbatas dan spesifik antara variabel –
variabel yang akan diteliti saja. Kerangka teori seluruh variabel yang ada
digambarkan semuanya, berdasarkan simpulan dari kajian teori. (Machfoedz,
2017)
Output
Input Proses
Ada
Relaksasi Nafas Tekanan darah pengaruh
Dalam
Tidak ada pengaruh

Farmakologi
Aroma therapy
dll

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


33

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Metode penelitian/desain penelitian berisi tentang kerangka kerja, populasi,

sampel dan sampling, identifikasi variabel, definisi operasional, cara pengukuran,

pengumpulan data, analisis data, keterbatasan dan masalah etika. (arikunto.

2010). Metode penelitian ini menggunakan metode pre – eksperimental

Desain penelitian adalah jenis penelitian yang akan digunakan untuk

mencapai tujuan penelitian. (Saryono. 2011)

Penelitian ini didesain menggunakan one-group Pretest-Posttest design

dimana sampel dilakukan pre test dan post test setelah dilakukan perlakuan.

Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat karena dapat

dibandingkan dengan keadaan sebelum perlakuan.(Sugiyono, 2017)

R 01 X1 02

Gambar 3.1. Desain Penelitian


Keterangan :
R = Responden penelitian
01 = Pre test
O2 = post-test
X1 =Ujicoba/intervensi
34

3.2 Definisi Operasional


Definisi operasional variable adalah definisi agar variable tersebut
berdasarkan konsep teori namun bersifat operasional, agar variable tersebut dapat
di ukur atau bahkan dapat di uji baik oleh peneliti maupun peneliti lainnya
(Swarjana, 2015).
Adapun definisi operasional dalam penelitian pengaruh relaksasi nafas
dalam terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa sebagai berikut :
Tabel 3.1 Definisi Oprasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala
Oprasional Ukur
1 Independen Merupakan suatu Standar
: bentuk asuhan operasional - SOP - -
relaksasi keperawatan, yang prosedur - Lembar Observasi
nafas dalam dalam hal ini (SOP)
perawat
mengajarkan
kepada klien
bagaimana cara
melakukan nafas
dalam, nafas
lambat (menahan
inspirasi secara
maksimal) dan
bagaimana
menghembuskan
nafas secara
perlahan.
2 Dependen: Tekanan yang Tensimeter Sigmomanometer tersusun atas manset Rasio Data
Tekanan dihasilkan oleh dan yang dapat dikembangkan dan alat Numerik
darah pompa jantung Stetoskop pengukuran tekanan yang berhubungan
untuk dengan rongga dalam manset . manset
menggerakkan dibalutkan dengan kencang dan lembut
darah keseluruh pada lengan atas dan dikembangkan
tubuh. dengan di pompa tekanan dalam manset
dinaikan sampai denyutan radikal atau
brakial menghilang. Hilangnya
denyutan menunjukkan bahwa tekanan
sistolik darah telah dilampaui danarteri
brakialis telah tertutup. manset
dikembangkan lagi sebesar 20 sampai
30 mmHg diatas titik hilannya
35

denyutan radikal. Manset kemudian di


kempiskan perlahan, dan dilakukan
pembacaan secara auskultasi maupun
palpasi. Auskultasi kita dapat
mengukur tekanan sistolik dan diastolik
dengan lebih akurat
3.3 Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis, hupo artinya sementara
kebenarannya dan thesis pernyataan atau teori. Jadi hipotesis merupakan
pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran
hipotesis digunakan pengujian hipotesis. Hipotesis didalam penelitian berarti
jawaban sementara penelitian yang kebebnarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
berdasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta atau data. Setelah melalui
pembuktian dari hasil penelitian makan hipotesis dapat disimpulkan benar atau
salah, diterima atau ditolak. (Saryono, 2011)
Hipotesis dalam penelitian keperawatan terdiri atas hipotesis nol dan
hipotesis alternatif. Hipotesis dalam penelitian pengaruh rebusan daun seledri
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Wilyah
Kerja Puskesmas Mambi Kabupaten Mamasa adalah sebagai berikut:
Ha = Ada pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Tekanan Darah pada
Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa.
Ho = Tidak ada pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Tekanan
Darah pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan
Bambang Kabupaten Mamasa.

3.4 Variabel penelitian


36

A. Variabel bebas (Independen)


Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel
lain, artinya apabila variabel independen berubah maka akan mengakibatkan
perubahan variabel lain. Nama lain variabel independen adalah variabel bebas,
resiko, prediktor, kausa (Agus Riyanto, 2011). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah relaksasi nafas dalam
B. Variabel terikat (dependen)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
lain, artinya variabel dependen berubah akibat perubahan pada variabel bebas.
Nama lain variabel dependen adalah variabel terikat, efek, hasil, outcame,
respon, atau event (Agus Riyanto, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah tekanan darah pada lansia.

3.5 Populasi, Sampel dan Sampling


A. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian.
(Saryono, 2011)
Populasi sering juga disebut universe merupakan sebagai keseluruhan
atau totalitas objek yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir
(eximated). Karena itu, populasi sering pula diartikan sebagai kumpulan objek
penelitian dari mana data akan dijaring atau dikumpulkan. (Saryono, 2011)
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien lansia penderita
hipertensi di Desa Masoso yang berjumlah 39 orang

B. Sampel
37

Sebagian dari populasi yang mewakili populasi disebut sebagai sampel


agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan, maka penentuan sampel yang
dikehendaki harus sesuai dengan criteria tertentu yang ditetapkan. Criteria ini
berupa kriteria inklusi (batasan ciri/karakter umum pada subyek penelitian,
dikurangi karakter yang termasuk kriteria ekslusi) dan kriteria ekslusi
(sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan dari
penelitian karena berbagai sebab yang dapat mempengaruhi hasil penelitian
sehingga terjadi bias.
Menurut Sugiyono (2008) yang dikutip dalam jurnal (Ilmiah,
Batanghari, & Vol, 2017), ukuran minimum sampel yang dapat diterima
berdasarkan pada metode eksperimental, antara 10-20 responden .
Jadi, besar sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang yang dianggap
mewakili seluruh populasi dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut.
1) Kriteria sampel
a) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian
dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai
sampel.
Kriteria inklusi pada penelitian ini :
(1) Penderita yang bersedia menjadi responden dan mengikuti
prosedur penelitian sampai tahap akhir.
(2) Penderita adalah lansia laki-laki dan perempuan yang terkena
hipertensi.
(3) Memiliki tekanan darah sistolik >140/>80 mmHg
b) Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian
tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai
sampel penelitian (Swarjana, 2015).
Kriteria ekslusi pada penelitian ini :
38

(1) Responden yang mengundurkan diri atau menolak


(2) Memiliki tekanan darah sistolik <140/80 mmHg
C. Menentukan tekhnik sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi (Arikunto, 2006). Teknik sampling adalah
teknik pengambilan sampel populasi dalam penelitian, ada dua jenis teknik
sampling yaitu teknik random sampling (sampel acak) yang merupakan
pengambilan sampel secara acak sederhana dan tidak non random sampling
(sampel tidak acak) yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi dimana
setiap anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk
diambil sebagai sampel (Agus Riyanto, 2011).
Teknik pengambilan sampel dalam penenlitian ini menggunakan
consecutive sampling adalah adalah suatu metode pemilihan sampel yang
dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi
kriteria pemilihan sampai jumlah sampel yang diingikan terpenuhi. (Dharma,
2017)

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian


39

Penelitian telah di lakukan di Desa Masoso Kecamatan Bambang


Kabupaten Mamasa pada bulan Oktober 2021.
Tabel 3.2 Rencana Waktu Penelitian
Bulan
No. Uraian Kegiatan
4 5 6 7 8 9 10 11

1. Persiapan
2. Pengumpulan data
3. Pengolahan data
4. Penyusunan laporan
5. Presentasi seminar hasil

3.7 Prosedur Pengumpulan Data


A. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data, langsung pada
subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Kelebihan data primer
adalah akurasi yang akurat, sedangkan kelemahannya adalah
ketidakefisienan , untuk memperolehnya memerlukan sumber daya yang
lebih besar. (Saryono, 2011). Data primer dalam penelitian ini diperoleh
langsung dari lansia penderita hipertensi yang bersedia menjadi
responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya
berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia.
Keuntungan data sekunder adalah efisiensi tinggi dengan kelemahan
kurang akurat. (Saryono, 2011).
40

B. Teknik Pengumpulan Data


1) Setelah mendapatkan surat izin penelitian dari pihak yang terkait, maka
data diambil langsung ke lokasi penelitian.
2) Memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada responden serta
keluarganya tentang hipertensi dan cara relaksasi hygiene
3) Memberikan informed counsent pada responden.
4) Mengukur tekanan darah pre untuk pada semua sampel
5) Menganjurkan menganjurkan sampel untuk melakukan relaksasi nafas
dalam sebanyak 2 kali dalam sehari selama 7 hari (1 minggu) dengan
pengawasan peneliti.
6) Mengukur tekanan darah post semua sampel sebelum dan setelah
melakukan terapi relaksasi nafas dalam.
3.8 Metode Pengolahan dan Analisa Data
A. Metode pengolahan data
Data yang telah terkumpul diolah dengan langkah-langkah sebagai
berikut (Budiarto, 2009) :
1. Editing data
Tahap editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data penelitian
atau data statistic. Editing merupakan proses memeriksa data yang
dikumpulkan melalui alat pengumpulan data (instrument penelitian).
Tujuan pada tahap editing ini yaitu melengkapi data yang kurang dan
memperbaiki atau mengoreksi data yang sebelumnya belum jelas.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Data yang sudah
didapat diklasifikasikan dan diberikan kode berupa angka untuk
mempermudah proses pengolahan selanjutnya.
3. Entry Data
41

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan


ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel
kontigensi.
4. Cleaning Data
Pengecekan terakhir terhadap data yang sudah dientery untuk
memastikan adanya kesalahan data (Cholid Narbuko, 2009).
5. Tabulasi
Pengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang
dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik.

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan coding dan


perhitungan. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan
perangkat SPSS For windows (Pamungkas, 2017).
1. Analisa univariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap variabel - variabel yang
ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan
proporsinya (Pamungkas 2016). Analisa univariat dilakukan untuk
mendeskriptif usia, dan jenis kelamin lansia serta masing - masing
variabel dependen yaitu tekanan darah lansia penderita hipertensi
sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan (intervensi terapi
teknik relaksasi nafas dalam)
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk
melihat hubungan dua variabel yang berhubungan atau berkolerasi
dimaksudkan untuk mengetahui hubungan masing - masing variabel
independen dan variabel dependen (Pamungkas 2017).
Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
T independen (uji paired t test). Uji T independen adalah uji statistik
42

parametrik untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean 2 kelompok


yang saling berhubungan. Peneliti akan membandingkan data sebelum
dan sesudah perlakuan (Pamungkas 2016).
Syarat uji T independen adalah variabel dependen berdistribusi
normal, varian antara kelompok sama (homogen), tipe data numerik.
Untuk mengetahui data berkontribusi normal atau tidak, data homogen
atau tidak dilakukan Pamungkas (2016):
a) Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan
untuk menilai sebaran data pada kelompok data atau variabel,
apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.
Karena jumlah sampel yang digunakan hanya 40 responden
sehingga jumlah sampel digolongkan kecil, sehingga untuk
memutuskan tentang normal distribusi tersebut digunakan uji
shapiro-wilk menggunakan SPSS. Penentuan normaltas data
berdasarkan:
(1) Jika nilai signifikansi p = > 0,05, maka data penelitian
berdistribusi normal.
(2) Jika nilai signifikansi p = < 0,05, maka data penelitian tidak
berkonstribusi normal.
b) Uji Homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya
variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Untuk uji
homogenitas dalam penelitian ini digunakan uji levene’s test. Uji
levene’s test adalah metode pengujian homogenitas varians dengan
tidak harus berdistribusi normal, namun harus kontinu,
menggunakan SPSS. Penentuan homogenitas data berdasarkan:
(1) Jika nilai signifikansi (p) ≥ 0,05, menunjukkan kelompok data
berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama
(homogen)
43

(2) Jika nilai signifikansi (p) < 0,05, menunjukkan masing-masing


kelompok data berasal dari populasi dengan varians yang
berbeda (tidak homogen).
Jika dari hasil dari kedua uji (normalitas dan homogenitas),
didapatkan Pamungkas (2016) :
a) Uji parametrik. Syarat menggunakan pengujian parametrik adalah
ketika data tersebut normal, maka uji yang digunakan adalah uji T
independent (uji paired T test), menggunakan program komputer
SPSS.
b) Uji nonparametrik. Jika data tidak berkonstribusi normal maka
dibutuhkan metode transformasi data untuk menormalkan
distribusinya. Jika transformasi tersebut tidak dapat menormalkan
distribusinya maka uji yang digunakan adalah uji wilcoxon
menggunakan program komputer SPSS.

3.9 Etika Penelitan


Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut
(Pamungkas 2017):
A. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka
44

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia


maka peneliti harus menghormati hak pasien.

B. Anonimity (Nama Inisial)


Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian
yang akan disajikan.
C. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi atau masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti
hanya kelompok atau data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
45

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Masoso, Kecamatan Bambang,
Kabupaten Mamasa, Pada tanggal 23-29 Oktober 2021 dengan sasaran lansia usia
>60 tahun. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang responden yang
akan melakukan relaksasi nafas dalam. Sebelum melakukan relaksasi nafas
dalam, peneliti mengukur tekanan darah responden dan setelah melakukan
relaksasi nafas dalam, peneliti kembali mengukur tekanan darah responden.
Data hasil penelitian tersebut kemudian diolah secara Univariat dan Bivariat
dengan menggunakan program komputer.

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Desa Masoso yang merupakan sebuah desa yang ada di kecamatan
bambang, kabupaten mamasa, sulawesi barat, indonesia dengan luas wilayah
kurang lebih 7 Km/Segi dengan jumlah penduduk 459 jiwa. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa campuran. Masoso merupakan satu bagian dari “pitu
ulunna salu”. Pusat kegiatan yang ada di desa masoso seperti pendidikan,
pemerintahan, dan lain-lain. Mayoritas berpenduduk kristen. Secara umun
dapat digambarkan bahwa mata pencaharian masyarakat desa Masoso secara
umum 92% terdiri dari pertani dan sebagian sebagai pegawai negri sipil dan
pegawai swasta. Desa masoso dikenal sebagai penghasil buah coklat, kopi dan
beras.

B. Gambaran Khusus Hasil Penelitian


1. Karakteristik Responden
a) Distribusi Responden Menurut Usia
46

Tabel 4.1
Distribusi Responden Menurut Usia Pada Lansia Penderita Hipertensi
Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa

Usia F %
61 Tahun 3 15
62 Tahun 6 30
63 Tahun 4 20
64 Tahun 5 25
65 Tahun 2 10
Total 20 100
Sumber : Data Primer 2021
Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 20 responden, jumlah
responden yang berusia 61 tahun sebanyak 3 (15%), pada usia 62
tahun sebanyak 6 (30%), pada usia 63 tahun sebanyak 4 (25%),
pada usia 64 tahun sebanyak 5 (25%), dan usia 65 tahun sebanyak
2 (10%).

b) Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin


Tabel 4.2
Distribusi Responden Menurut Usia Pada Lansia Penderita Hipertensi
Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa

Jenis Kelamin F %
Laki-laki 8 40
Perempuan 12 60
Total 20 100
Sumber : Data Primer 2021
Pada tabel 4.2 menunjukkan responden jenis kelamin
perempuan sebanyak 12 orang (60%) dan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 8 orang (40%).

2. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sebelum Terapi Relaksasi Nafas


Dalam
47

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sebelum Terapi Relaksasi Nafas
Dalam Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa

Tekanan Darah (mmHg)


median
Median
Sistole F % (min- mean Diastole F % Mean
(min-max)
max)
140 2 10 90 8 40
150 13 65 100 9 45
150 100
160 4 20 152 110 3 15 97.50
(140-170) (90-110)
170 1 5
Total 20 100
Total 20 100
Sumber : Data Primer 2021

Pada tabel 4.3 menunjukkan nilai tekanan darah responden


sebelum terapi relaksasi nafas dalam, tekanan darah sistole nilai 140
mmHg terdapat 2 responden (10%), nilai 150 mmHg terdapat 13
responden (65%), nilai 160 mmHg terdapat 4 responden (20%), dan nilai
170 mmHg terdapat 1 responden (5%). Nilai median 150 mmHg dengan
nilai minimum 140 mmHg dan nilai maksimal 170 mmHg. Nilai mean
adalah 152 mmHg.
Sedangkan nilai tekanan darah diastole nilai 90 mmHg terdapat 8
responden (40%), nilai 100 mmHg terdapat 9 responden (45%), dan nilai
110 mmHg terdapat 3 responden (15%). Nilai median 100 mmHg dengan
nilai minimum 90 mmHg dan nilai maksimal 110 mmHg. Nilai mean
adalah 97.50 mmHg.

3. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Setelah Terapi Relaksasi Nafas


Dalam
48

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Setelah Terapi Relaksasi Nafas Dalam
Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa

Tekanan Darah (mmHg)


median
Median
Sistole F % (min- mean Diastole F % Mean
(min-max)
max)
120 1 5 80 9 45
130 8 40 90 10 50
135 90
140 9 45 136 100 1 5 86
(120-150) (80-100)
150 2 10
Total 20 100
Total 20 100
Sumber : Data Primer 2021

Pada tabel 4.4 menunjukkan nilai tekanan darah responden setelah


terapi relaksasi nafas dalam, tekanan darah sistole nilai 120 mmHg
terdapat 1 responden (5%), nilai 130 mmHg terdapat 8 responden (40%),
nilai 140 mmHg terdapat 9 responden (45%), dan nilai 150 mmHg
terdapat 2 responden (10%). Nilai median 135 mmHg dengan nilai
minimum 120 mmHg dan nilai maksimal 150 mmHg. Nilai mean adalah
136 mmHg.

Sedangkan nilai tekanan darah diastole nilai 80 mmHg terdapat 9


responden (45%), nilai 90 mmHg terdapat 10 responden (10%), dan nilai
100 mmHg terdapat 1 responden (5%). Nilai median 90 mmHg dengan
nilai minimum 80 mmHg dan nilai maksimal 100 mmHg. Nilai mean
adalah 86 mmHg.

4. Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan


Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan
Bambang Kabupaten Mamasa
Setelah data diolah dengan analisis univariat, data selanjutnya diolah
dengan analisa bivariat menggunakan komputerisasi. Sebelum analisa
49

bivariat dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk


menentukan uji yang akan dilakukan.
Hasil uji normalitas pada tabel Shapiro-wilk adalah pada kelompok
didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05) untuk tekanan darah sistolik pretest dan
nilai p=0,004 (p<0,004) untuk tekanan darah sistolik post test, dapat
disimpulkan data tidak berdistribusi normal. Sedangkan tekanan darah
diastole pretest didapatkan p=0,001 (p<0,05) dan untuk nilai tekanan
darah diastolik post test p=0,000 (p<0,05), dapat disimpulkan data tidak
berdistribusi normal. Maka uji yang digunakan yaitu Wilcoxon Test.
Kemudian untuk mengetahui adanya pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam, dilakukan uji statistik dengan uji Wilcoxon Test., hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan Darah Pada
Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa

Mean
Tekanan Darah Mean (SD) Differenc P Value
e
Pre Sistole
152 (6.959) 16 0.000
Post Sistole
136 (7.609)
Pre Diastol 97.50 (7.164)
11.5 0.000
Post Diastole 86 (5.982)
Sumber : Data Primer Wilcoxon Test 2021

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada nilai tekanan darah pre sistole
nilai Mean (Std Deviation) 152 (6.959) dan nilai tekanan darah post sistole
nilai Mean (Std Deviation) 136 (7.609). Nilai mean difference tekananan
darah sistole adalah mmHg 16 dengan nilai P Value 0.000. sedangkan
pada nilai tekanan darah pre diastole nilai Mean (Std Deviation)
97.50(7.164) dan nilai tekanan darah post sistole nilai Mean (Std
50

Deviation) 86 (5.980) . Nilai mean difference tekanan darah diastole


adalah 11.5 mmHg dengan nilai P Value 0.000.
Hasil uji Wilcoxon Test terdapat hubungan yang bermakna atau
terdapat pengaruh teknik relaksasi nafas terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia penderita hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan
Bambang Kabupaten Mamasa dengan nilai signifikansi 0,000 (<0,05).

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data dan disesuaikan dengan tujuan penelitian
serta kerangka konsep penelitian, maka pembahasan dikemukan sebagai berikut :
A. Analisis Tekanan Darah Sebelum di Berikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa
Penelitian yang dilakukan selama selama satu minggu menunjukkan
untuk tekanan darah sistol sebelum diberikan terapi teknik relaksasi nafas
dalam dari 20 responden, responden sebanyak 15 responden masuk dalam
kategori hipertensi tahap 1 (140-159 mmHg), dan 5 responden masuk
dalam kategori hipertensi tahap 2 (160-179 mmHg). Sedangkan rata-rata
tekanan darah diastole sebelum diberikan terapi teknik relaksasi nafas dalam
dari 20 responden, responden sebanyak 3 responden masuk dalam kategori
hipertensi tahap 3 (>110 mmHg), 9 responden masuk dalam kategori
hipertensi tahap 2 (>100-109mmHg), 8 responden masuk dalam kategori
hipertensi tahap 1 (90-99 mmHg).
Nilai tekanan darah responden sebelum terapi relaksasi nafas dalam,
tekanan darah sistole nilai 140 mmHg terdapat 2 responden (10%), nilai 150
mmHg terdapat 13 responden (65%), nilai 160 mmHg terdapat 4 responden
(20%), dan nilai 170 mmHg terdapat 1 responden (5%). Nilai median 150
51

mmHg dengan nilai minimum 140 mmHg dan nilai maksimal 170 mmHg.
Nilai mean adalah 152 mmHg.
Sedangkan nilai tekanan darah sistole nilai 90 mmHg terdapat 8
responden (40%), nilai 100 mmHg terdapat 9 responden (45%), dan nilai 110
mmHg terdapat 3 responden (15%). Nilai median 100 mmHg dengan nilai
minimum 90 mmHg dan nilai maksimal 110 mmHg. Nilai mean adalah 97.50

mmHg.
Secara umum hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang
bersifat abnormal dan seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila
tekanan darahnya melebihi140/90 mmHg ( Ardiansyah, 2012 ). Mekanisme
yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor di hantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah


melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya
norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Purwaningsih et al,
2010).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak di ketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Ardiansyah, 2012 ).
Patofisiologi hipertensi terjadi pada saat bersamaan dimana sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagi respon rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
52

vasokontriksi. Medula adrenal memsekresi epineprin, yang menyebabkan


vasokontriksi. Konteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriktor
merangsang pembentukkan angiostensin I yang kemudian di ubah menjadi
angiostensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, meyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi
(Purwaningsih et al, 2010).
Dalam konsep keperawatan, penurunan tekanan darah pada
hipertensi dapat menggunakan penatalaksanaan dengan penerapan non
farmakologi, salah satunya teknik nafas dalam. Menurut Audah (2017)
bernafas dengan cara dan pengendalian yang baik mampu memberikan
relaksasi serta mengurangi stress.

B. Analisis Tekanan Darah Setelah di Berikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam


pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa
Penelitian yang dilakukan selama selama satu minggu menunjukkan
untuk tekanan darah sistol setelah diberikan terapi teknik relaksasi nafas
dalam dari 20 responden, responden sebanyak 11 responden masuk dalam
kategori hipertensi tahap 1 (140-159 mmHg), 8 responden masuk dalam
kategori hipertensi tahap 1(130-139 mmHg) dan 1 responden masuk dalam
kategori normal (<130 mmHg) . Sedangkan rata-rata tekanan darah diastole
setelah diberikan terapi teknik relaksasi nafas dalam dari 20 responden,
sebanyak 1 responden masuk dalam kategori hipertensi tahap 2 (>100-
109mmHg), 10 responden masuk dalam kategori hipertensi tahap 1 (90-99
mmHg), dan 9 responden masuk dalam kategori norma (<85 mmHg).
53

Nilai tekanan darah responden setelah terapi relaksasi nafas dalam,


nilai tekanan darah sistole nilai 120 mmHg terdapat 1 responden (5%), nilai
130 mmHg terdapat 8 responden (40%), nilai 140 mmHg terdapat 9
responden (45%), dan nilai 150 mmHg terdapat 2 responden (10%). Nilai
median 135 mmHg dengan nilai minimum 120 mmHg dan nilai maksimal 150
mmHg. Nilai mean adalah 136 mmHg.
Sedangkan nilai tekanan darah diastole nilai 80 mmHg terdapat 9
responden (45%), nilai 90 mmHg terdapat 10 responden (10%), dan nilai 100
mmHg terdapat 1 responden (5%). Nilai median 90 mmHg dengan nilai
minimum 80 mmHg dan nilai maksimal 100 mmHg. Nilai mean adalah 86
mmHg.
Hasil penelitian terapi relaksasi nafas dalam dapat menurunkan
tekanan darah baik itu tekanan sistolik maupun diastolik. Kerja dari terapi ini
dapat memberikan pereganggan kardiopulmonari. Stimulasi peregangan di
arkus aorta dan sinus karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke
medula oblongata (pusat regulasi kardiovaskuler), dan selanjutnya terjadinya
peningkatan refleks baroreseptor. Impuls aferen dari baroreseptor mencapai
pusat jantung yang akan merangsang saraf parasimpatis dan menghambat
pusat simpatis, sehingga menjadi vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan
kontraksi jantung. Perangsangan saraf parasimpatis ke bagian – bagian
miokardium lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume
sekuncup menghasilkan suatu efek inotropik negatif. Keadaan tersebut
mengakibatkan penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Pada otot
rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan akibatnya membuat tekanan darah

menurun (Rita et.al, 2016).


54

Menurut Damayanti, (2013) salah satu obat yang biasa dipakai dalam
pengontrolan hipertensi adalah melalui proses latihan releksasi, karena dengan
relaksasi dapat memperlebar pembuluh darah.
Menurut Medical Shocker, (2012) dalam kondisi rileks metabolisme
tubuh berjalan lambat sehingga siklus pernafasan menjadi lebih rendah sekitar
tiga sampai empat kali per menit serta dapat menurunkan tekanan darah dan
kontraksi jantung. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya mekanisme
kontrol system saraf pernafasan yang mempengaruhi kecepatan detak jantung
dan perubahan tekanan darah yang menyesuaikan agar sebanding dengan
kecepatan pernafasan yang terjadi pada kelompok eksperimen, sedangkan
pada kelompok kontrol tidak ditemukan hal itu karena pada kelompok kontrol
tidak mendapatkan terapi nafas dalam.

C. Analisis Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas terhadap Tekanan Darah pada


Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa
Bertambahnya usia maka tekanan darah juga cenderung akan
meningkat. Semakin tua seseorang, maka pengaturan metabolisme zat
kapur (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya zat kapur beredar
bersama darah akibatnya darah menjadi padat dan tekanan darah
meningkat. Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosklerosis)
menyebabkan penyempitan pembuluh darah, aliran darah pun terganggu dan
memacu peningkatan tekanan darah (Sofia, 2016).
Berbagai pengobatan hipertensi yang dapat digunakan yaitu
mengonsumsi obat farmakologi, penurun tekanan darah. Pengobatan
hipertensi menggunakan farmakologi membutuhkan biaya yang tidak
sedikit karena penggunaannya untuk terapi jangka panjang, bahkan seumur
hidup sehingga berpotensi memunculkan efek samping oleh obat. Efek
samping pengobatan farmakologi yang telah teridentifikasi antara lain batuk
55

kering, gagal ginjal, edema angioneurotik dan hipotensi (Nugroho, 2014).


Efek samping yang beragam karena penggunaan obat dan lamanya
pengobatan. Oleh sebab itu banyak penelitian yang mencari alternatif untuk
mengobati hipertensi, misalnya dari obat bahan alam dan aktifitas fisik yang
memiliki efek samping rendah bahkan aman untuk pengobatan jangka
panjang karena alami Terutama pada lanjut usia, karena fungsi organ tubuh
yang mulai menurun (Irawati, 2018).
Salah satu alternatif pengobatan hipertensi adalah teknik relaksasi
nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Dian
Eka, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan tekanan darah sistol dan
diastole sebelum dan sesudah dilakukannya terapi teknik relaksasi nafas
dalam pada lansia, mengalami perubahan.
Perubahan tekanan darah sistole yaitu rata-rata tekanan darah sistole
sebelum terapi teknik relaksasi nafas dalam 152 mmHg, setelah terapi teknik
relaksasi nafas dalam mengalami perubahan atau penurunan yaitu dengan nilai
rata-rata 136 mmHg dengan signifikansi 0,000 sedangkan untuk tekanan
darah diastole sebelum terapi teknik relaksasi nafas dalam nilai rata-rata
tekanan darah 97.50 mmHg, setelah terapi teknik relaksasi nafas dalam
mengalami perubahan atau penurunan yaitu dengan nilai rata-rata 86 mmHg
dengan signifikansi 0,000.
Dari hasil penelitian, pengaruh teknik relaksasi nafas terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa, didapattkan hasil uji statistik
56

dengan menggunakan Uji Wilcoxon Test dengan bantuan SPSS 20.0


didapatkan hasil nilai p value 0,000 (<0,05), artinya Ho ditolak dan Ha
diterima, artinya terdapat pengaruh atau perbedaan yang signifikan antara
tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukannya terapi relaksasi nafas
dalam. Jadi, dapat disimpulkan ada pengaruh teknik relaksasi nafas terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi Di Desa Masoso
Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa.
Hasil diatas menunjukkan bahwa praktek tehnik relaksasi napas dalam
memberikan efek penurunan tekanan darah dan menunjukkan penurunan
yang signifikan, hal ini disebabkan kerja teknik relaksasi tersebut
langsung dirasakan pada menit ke 15 setelah perlakuan. Tehnik relaksasi
napas dalam membantu mengontrol tekanan darah dan dapat mengurangi
reaksi stress simpatis, penurunan rangsang emosional dan penurunan
rangsang pada area hipotalamus bagian anterior (Guyton, 2016).
Dengan tehnik relaksai pernafasan diafragma didapatkan keadaan
darah yang penuh oksigen dipompakan oleh jantung menuju aorta, arteri,
artehola memasuki mikrosirkulasi dari artehola menuju thoroughfare
chanels lalu ke cabang kapiler yang dikendalikan oleh precapillary
sphincter. Hampir semua darah dari sistem arteri menuju ke vena cava
melalui mikrosirkulasi, namun pada keadaan tertentu darah dapat langsung
dari arteriola menuju ke venula melalui hubungan pintas (shunt) arteriola-
venula. Kapiler sebagai tempat pertukaran zat gizi dan hasil akhir
metabolisme di antara cairan intravaskuler dengan ekstravaskuler dan
selanjutnya dengan intra sel (Masud, 2015).
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2015) dengan judul penelitian
pengaruh relaksasi napas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi di Puskesmas Dasan Agung Mataram menunjukkan
bahwa ada perbedaan tekanan darah sistole dan diastole antara kelompok
57

eksperimen dan kelompok kontrol dimana teknik relaksasi yang diberikan


kepada pasien hipertensi, dapat menurukan tekanan darah baik sistole dan
diastole dengan nilai p < 0,05 yaitu p = 0,001 dibandingkan dengan
kelompok kontrol dengan nilai p > 0,05 yaitu p = 0,358 untuk sistole dan
dengan p > 0,05 yaitu p = 0,44375 untuk diastole.
Hasil ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tawang, et.al (2013) dengan judul Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Sedang-Berat Di
Ruang Irina C BLU PROF. DR. R. D Kandou Manado diperoleh hasil yaitu
terjadi penurunan nilai tekanan darah sistolik dengan nilai p value= 0,000 hal
ini menunjukkan ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi sedang-berat di ruang
Irina C BLU PROF. DR. R. D Kandou Manado.
Kemudian penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Fitriani,
et.al (2017) dengan judul penelitian Pengaruh Relaksasi Latihan Nafas Dalam
terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien di Desa Plosorejo UPTD
Puskesmas Tawangharjo Kabupaten Grobogan, dengan hasil penelitian
sebelum relaksasi rata – rata tekanan darah 28 responden adalah 162,86/92,86
mmHg, dan setelah relaksasi nilai tekanan darah menjadi 144,64/83,93. Ini
berarti terjadi penurunan tekanan darah rata-rata 18,21/8,93.
Penelitian ini sama juga pernah dilakukan oleh Rita (2016) untuk
mengetahui pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekenan darah
pada penderita hipertensi mendapatkan hasil p value 0,000 dengan demikian
dari penelitian ini diketahui ada pengaruh Pemberian Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Tekanan Darah terhadap pederita hipertensi.
Menurut pengamatan peneliti, terapi teknik relaksasi nafas dalam
dapat digunakan penderita hipertensi khususnya lansia, sebagai alternatif
untuk menurunkan tekanan darah, yang aman untuk jangka panjang. Terapi
ini tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal dan tidak memiliki efek
58

samping yang berbahaya (Kowalski, 2018). Tekanan darah mengalami


perubahan setelah melakukan terapi teknik relaksasi nafas dalam jika
dilakukan dengan tepat, sesuai prosedur dan dilakukan dengan rutin dan
teratur setiap responden akan memiliki daya tahan tubuh yang prima sehingga
dapat berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah. Selain itu, perlu juga
untuk memperbaiki pola hidup yang sehat agar tetap bisa mengontrol tekanan
darah.
Lama waktu pemberian juga memiliki pengaruh dalam penurunan
tekanan darah. Pada ini penelitian, penelitian dilakukan salama seminggu,
Menurut pengamatan peneliti, jika terapi teknik relaksasi nafas dalam dapat
dilaksanakan selama 1 bulan secara teratur, atau dapat dilaksanakan setiap
hari secara teratur, mungkin hasilnya akan jauh lebih baik lagi atau
penurunannya akan jauh lebih tinggi dari penelitian ini.

4.3 Keterbatasan
Berdasarkan pada pengalaman langsung peneliti dalam proses penelitian
ini, ada beberapa keterbatasan yang dialami. Namun dimasa yang akan datang
keterbatasan dalam penelitian ini perlu terus diperbaiki antara lain tidak
dilakukan pengambilan data, informasi mengenai terapi hipertensi dan kontrol
diet pada pasien lansia.
59

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Pengaruh
Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten
Mamasa pada tahun 2021, dapat disimpulkan bahwa dari hasil hasil analisis
data nilai p value 0,000 (<0,05), ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi Di Desa
Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa.

5.2 Saran
Dari kesimpulan di atas maka peneliti menyarankan :
A. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini merupakan suatu masukan bagi profesi perawat untuk
menjadikan sebagai salah satu acuan dan referensi ilmiah untuk
dikembangkan lebih lanjut dan menjadi bahan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai penatalaksanaan penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi dengan cara non farmakologi yaitu
dengan terapi teknik relaksasi nafas dalam
B. Bagi Pelayanan Keperawatan dan Puskesmas Bambang
60

Sebagai masukan bagi manajemen keperawatan dalam memberikan terapi


non farmakologi yang bermamfaat dalam menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi.

C. Bagi Penderita Lansia yang Hipertensi


Teknik relaksasi nafas dalam dapat dijadikan alternatif dalam menurunkan
dan menjaga kesehatan tekanan darah bagi penderita hipertensi. Namun
penderita hipertensi juga harus menjaga pola makan dan gaya hidup serta
menghindari faktor resiko hipertensi agar tidak terjadi komplikasi yang
lebih berat.
D. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini, dapat digunakan peneliti lain dapat membandingkan
terapi dalam penelitian ini dengan terapi yang lain atau dengan
memadukan dengan terapi lain terhadap responden yang sama sehingga
kemungkinan hasilnya akan lebih baik lagi.
61

DAFTAR PUSTAKA

Ali-akbari.et al . 2014. graveolens Apium terhadap Tekanan Darah. Jouranal Ners,


1(1), 48–59.
Audah. 2011.Terapi Relaksasi Nafas Dalam dengan Penurunan Tekanan Darah pada
Penderita Hipertensi di RSUD Bekasi. Journal Kesehatan 14-17
Ardiansyah. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta ; Buku Kedokteran
Arisandi et.al. 2016. Seledri ( Apium graveolens L ) sebagai Agen Kemopreventif
bagi Kanker Celery ( Apium graveolens L ) as Chemopreventive Agent for
Cancer, 5(April), 95–100.
Damayanti. 2013. Pengatasi Hipetensi dengan Cara Non Farmakologi. Jakarta.
Depkes. 2007. Pharmaceutical care. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi,
1–50.
Dharma, K. K. 2017. Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman malaksanakan
dan menerapkan hasil penelitian). Jakarta: TIM.
Dian Eka. 2010. Terapi Teknik Relaksasi Nafas Dalam. Jakarta : Erlangga
Dwi.2015. penelitian pengaruh relaksasi napas dalam terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Dasan Agung Mataram. (e-Kp)
6(1): 1–6. http://ejournaleKp.ac.id
Fitriani, et.al (2017). Pengaruh Relaksasi Latihan Nafas Dalam terhadap Penurunan
Tekanan Darah pada Pasien di Desa Plosorejo UPTD Puskesmas Tawangharjo
Kabupaten Grobogan16(1): 47–57. https://doi.org/http://ejournal.undip.ac.id
.Guyton. 2016. Teknik Relaksasi Nafas Dalam. Yogyakarta Buku Kedokteran
62

Irawati. 2018. Perbandingan Pemberian Seledri (Apium Graveolens) dan Catopril


terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Primer di Wilayah
Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone Journal 3(1): 58–67.
http://doi.org.ejournal.poltek.kessmg.ac.id/ojs/index.php/jnj.
Julianti, E. D., Nurjanah, N., & Seotrisno, U. S. S. (2007). Bebas Hipertensi dengan
Terapi Jus. Jakarta.
Kemenkes.RI. (2014). Pusdatin Hipertensi. Infodatin, (Hipertensi), 1–7.
https://doi.org/10.1177/109019817400200403
Kemenkes RI. 2018. Pedoman Teknis Penemuan Dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta
Komplementer, A., Di, B., Banyumas, K., & Soedirman, U. J. (2010). Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2,
Juli 2010, 5(2), 95–104. https://doi.org/10.1111/hsc.12196
Kusuma Hardi, & Nurarif Huda Armin. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. (Yudha, Ed.) (Ed, 2).
Jogjakarta: Penerbit Mediaction.
Machfoedz, I. (2017). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Fitramaya.
Masud. 2015. Terapi Nafas Dalam dan Mamfaatnya. Jakarta Pustaka Belajar
Muhith Abdul. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. (Andi, Ed.) (Ed. 1).
Yogyakarta.
Nugroho, A. E., 2014, Farmakologi Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran
Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Jakarta : Pustaka Belajar
Nuraini, B. (2015). Risk factors of hypertension, 4, 10–19.
Pamungkas, rian adi. (2017). metodologi riset keperawatan. (T.ismail, Ed.)
(pertama). jakarta: trans info media (TM).
Purwaningsih et al (2010). Asuhan Keperawatan Gerontik, 35.
https://doi.org/10.1016/j.scico.2014.05.006
Rita et.al. (2016). Pengaruh Metode Relaksasi Nafas Dalam pada Lansia di desa
Pringan. 67. http://doi.org.ejournal.poltek.kessmg.ac.id/ojs/index.php/jnj.
Reni Yuli Aspiani. 2017. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. ed.
Wuri Pratiani. Jakarta: Buku Kedokteran.
Robert E. Kowalski. (2010). Terapi hipertensi. (Astuti Rahmani, Ed.) (Ed.1).
63

Bandung: Qanita.
Sakinah, S., & Azhari, H. K. (2018). Pangkajene Kabupaten Sidrap, 12, 261–266.
Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. (A. Setiawan, Ed.). Yogyakarta:
Mitra Cendekia.
Sharif La Ode. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik. (N. ArTeam, Ed.) (Ed. 1).
Yogyakarta.
Soenarta, et.al, 2015. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular.
Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskuler, 1, 1–2.
Sofia Rhosma Dewi. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. (H. Rahmadhani,
Ed.) (Ed.1). Yogyakarta: Deepublish.
Swarjana, I. K. (2015). METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN. (Andi, Ed.)
(Ed, II). Yogyakarta.
Tawang, et.al (2013). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Sedang-Berat Di Ruang Irina C BLU
PROF. DR. R. D Kandou Manado Jendela Nursing Journal 3(1): 58–67.
http://doi.org.ejournal.poltek.kessmg.ac.id/ojs/index.php/jnj.
Tinggi, S., Kesehatan, I., Tuah, H., & Riau, K. (2015). Jurnal keperawatan •, 4.
Wajan Juni, U. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. (Carolina Sally, Ed.) (Ed. 3).
Jakarta.
Widyaningrum, S. (2012). Hubungan Antara Konsumsimakanan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia. Hubungan Antara Konsumsi Makanan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia, 53(9), 1–146.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
64
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar permohonan menjadi responden

SURAT PERMOHONAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Harpen Madya
NIM : P.17.005
Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

Bermaksud akan mengadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tekhnik


Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita
Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa”. Adapaun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruhterapi teknik
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa . Penelitian ini
tidak akan membahayakan dan tidak akan menimbulkan kerugian bagi responden.
Responden pada penelitian ini hanya akan mengikuti kegiatan penelitian yaitu terapi
teknik nafas dalam selama 2 minggu minggu. Peneliti akan menjaga kerahasiaan data
dari responden yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti tidak akan melakukan
pemaksaan dan tidak mengancam bagi seseorang dan keluarganya yang tidak
bersedia menjadi responden. Bagi pihak yang bersedia menjadi responden maka
peneliti mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan
mengikuti kegitan penelitian.

Saya ucapkan terima kasih atas kerja samanya.

Polewali, Oktober 2021

Harpen Madya
Lampiran 2. Lembar Informed Consent
PERNYATAAN PERSETUJUAN
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Responden :
Usia :
Alamat :
Setelah membaca dengan seksama, mengerti dan memahami penjelasan dan
informasi yang diberikan, saya bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam
penelitian dari:
Nama : Harpen Madya
NIM : P.17.005
Judul : Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Masoso Kecamatan
Bambang Kabupaten Mamasa.
Saya bersedia memberikan informasi dan mengikuti kegiatan yang dibutuhkan
dalam penelitian sesuai kondisi yang sesungguhnya. Saya mengetahui bahwa tidak
ada resiko yang membahayakan dalam penelitian ini dan kerahasiaan data saya akan
terjaga.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
sedang dalam paksaan siapapun dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Polewali, Oktober 2021


Peneliti, Responden,

(Harpen Madya)
Lampiran 3. Lembar Observasi Karakteristik Responden
LEMBAR OBSERVASI

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Tanggal : Kode Responden

LEMBAR KARAKTERISTIK RESPONDEN

Petunjuk Pengisian :

1. Tulislah jawaban pada lembar yang sudah disediakan


2. Berilah tanda chek list (√) pada kotak ( ) sesuai dengan jawaban anda
Lembar Observasi (Diisi oleh peneliti) :
1. Nama (Inisial) : ………………………….
2. Umur klien : …………………………..tahun
3. Alamat : ………………………….
4. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Lampiran 4 Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI
PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN
TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA
MASOSO KECAMATAN BAMBANG
KABUPATEN MAMASA

No. Nama TD Pre-Test TD Post-Test Keterangan

10

11

12

13

14
15

16

17

18

19

20
Lampiran 5 Standar Operasional Prosedur (SOP)

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
penderita Hipertensi di Desa Masoso Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa

1. Atur klien dengan posisi duduk


2. Letakkan kedua tangan klien di atas perut
3. Usahakan rileks dan tenang.
4. Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3, kemudian
tahan sekitar 5-10 detik.dan rasakan abdomen mengembang saat menarik nafas
5. Tahan nafas selama 3 detik
6. Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan dan rasakan abdomen
bergerak kebawah
7. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi melalui mulut
secara perlahan-lahan.
8. Anjurkan untuk mengulangi prosedur
9. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
10. Dilakukan 3 kali dalam sehari
(Priharjo, 2008 dalam Hartini, 2015)
Lampiran 6 Hasil Analisi Data
A. Distribusi Responden

Frequency Table

usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 61 3 15.0 15.0 15.0

62 6 30.0 30.0 45.0

63 4 20.0 20.0 65.0

64 5 25.0 25.0 90.0

65 2 10.0 10.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki laki 8 40.0 40.0 40.0

perempuan 12 60.0 60.0 100.0

Total 20 100.0 100.0


Frequencies

Statistics

Pre Sistole Post Sistole Pre Diastole Post Diastole

N Valid 20 20 20 20

Missing 0 0 0 0
Mean 152.00 136.00 97.50 86.00
Std. Error of Mean 1.556 1.686 1.602 1.338
Median 151.76 a
135.88 a
97.06 a
85.79a
Mode 150 140 100 90
Std. Deviation 6.959 7.539 7.164 5.982
Variance 48.421 56.842 51.316 35.789
Skewness .750 .033 .418 .393
Std. Error of Skewness .512 .512 .512 .512
Kurtosis 1.484 -.073 -.826 -.570
Std. Error of Kurtosis .992 .992 .992 .992
Range 30 30 20 20
Minimum 140 120 90 80
Maximum 170 150 110 100
Sum 3040 2720 1950 1720

a. Calculated from grouped data.

Frequency Table

Pre Sistole

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 140 2 10.0 10.0 10.0

150 13 65.0 65.0 75.0

160 4 20.0 20.0 95.0

170 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0


Post Sistole

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 120 1 5.0 5.0 5.0

130 8 40.0 40.0 45.0

140 9 45.0 45.0 90.0

150 2 10.0 10.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Pre Diastole

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 90 8 40.0 40.0 40.0

100 9 45.0 45.0 85.0

110 3 15.0 15.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Post Diastole

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 80 9 45.0 45.0 45.0

90 10 50.0 50.0 95.0

100 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0


B. Uji Normalitas Data
GET
FILE='C:\Users\ACER\Documents\Untitled1 harpeeen.sav'.
DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.
EXAMINE VARIABLES=Presis Postsis PreDis PostDis
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT
/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
[DataSet1] C:\Users\ACER\Documents\Untitled1 harpeeen.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pre Sistole 20 100.0% 0 0.0% 20 100.0%


Post Sistole 20 100.0% 0 0.0% 20 100.0%
Pre Diastole 20 100.0% 0 0.0% 20 100.0%
Post Diastole 20 100.0% 0 0.0% 20 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Pre Sistole Mean 152.00 1.556

95% Confidence Interval for Lower Bound 148.74


Mean Upper Bound 155.26

5% Trimmed Mean 151.67

Median 150.00

Variance 48.421

Std. Deviation 6.959

Minimum 140
Maximum 170

Range 30

Interquartile Range 8

Skewness .750 .512

Kurtosis 1.484 .992


Post Sistole Mean 135.00 1.701
95% Confidence Interval for Lower Bound 131.44
Mean Upper Bound 138.56
5% Trimmed Mean 135.00
Median 140.00
Variance 57.895
Std. Deviation 7.609
Minimum 120
Maximum 150
Range 30
Interquartile Range 10
Skewness -.398 .512
Kurtosis -.037 .992
Pre Diastole Mean 97.50 1.602
95% Confidence Interval for Lower Bound 94.15
Mean Upper Bound 100.85
5% Trimmed Mean 97.22
Median 100.00
Variance 51.316
Std. Deviation 7.164
Minimum 90
Maximum 110
Range 20
Interquartile Range 10
Skewness .418 .512
Kurtosis -.826 .992
Post Diastole Mean 86.00 1.338

95% Confidence Interval for Lower Bound 83.20


Mean Upper Bound 88.80
5% Trimmed Mean 85.56

Median 90.00

Variance 35.789

Std. Deviation 5.982

Minimum 80

Maximum 100

Range 20

Interquartile Range 10

Skewness .393 .512

Kurtosis -.570 .992

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre Sistole .363 20 .000 .790 20 .001


Post Sistole .294 20 .000 .843 20 .004
Pre Diastole .252 20 .002 .795 20 .001
Post Diastole .298 20 .000 .744 20 .000

a. Lilliefors Significance Correction


C. Uji Wilcoxon Test

NPAR TESTS
/WILCOXON=Presis PreDis WITH Postsis PostDis (PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post Sistole - Pre Sistole Negative Ranks 20a 10.50 210.00

Positive Ranks 0b
.00 .00

Ties 0c

Total 20
Post Diastole - Pre Diastole Negative Ranks 17d 9.00 153.00

Positive Ranks 0e .00 .00

Ties 3f

Total 20

a. Post Sistole < Pre Sistole


b. Post Sistole > Pre Sistole
c. Post Sistole = Pre Sistole
d. Post Diastole < Pre Diastole
e. Post Diastole > Pre Diastole
f. Post Diastole = Pre Diastole

Test Statisticsa

Post Sistole - Post Diastole -


Pre Sistole Pre Diastole

Z -4.008b -3.758b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

DOKUMENTASI

Kegiatan Pengukuran Tekanan darah Sebelum Terapi Relaksasi Nafas Dalam


Kegiatan Terapi Relaksasi Nafas Dalam
Kegiatan Pengukuran Tekanan Darah Setelah Terapi Relaksasi Nafas Dalam

Anda mungkin juga menyukai