Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK

MANAJEMEN PENDAPATAN DAN ASET DAERAH

“Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Keuangan Sektor Publik”
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, S.E., M.Si.

Disusun Oleh :
Kelompok 1

1. I Gusti Ayu Nita Utamy (1907521030)


2. Dewa Ayu Putu Mas Wiadnyani (1907521091)
3. Nyoman Devi Novita Sri Jayati (1907521109)
4. Ni Md Chintya Pramudya Kusumarini (1907521125)
5. Gede Apriawan (1907521145)
6. Kadek Bagus Krishna Dwipayana (2007521186)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen
Pendapatan dan Aset Daerah” ini dengan baik tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada ibu Prof. Dr. Ni Luh Putu
Wiagustini, S.E., M.Si., yang telah memberikan banyak bimbingan rasa terima kasih juga
hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan kelompok satu yang telah memberikan
kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan
makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta
masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih lagi. Akhir kata, kami
berharap agar makalah ini bisa memberikan manfaat kepada pembaca.

Denpasar, 23 April 2022


Tim Penyusun

(Kelompok 1)

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 1

1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................................. 3

2.1 Pendapatan Daerah............................................................................................... 3

2.1.1 Siklus Manajemen.......................................................................................... 3

2.1.2 Mengenali Sumber-sumber Pendapatan Daerah.......................................... 4

2.1.3 Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah ........................................... 6

2.2 Manajemen Aset Daerah ...................................................................................... 7

2.3 Jenis-Jenis Aset Daerah ........................................................................................ 9

2.4 Kelembagaan Pengelolaan Aset Daerah............................................................. 10

2.5 Siklus Manajemen Aset Daerah ......................................................................... 13

2.6 Prinsip-Prinsip Manajemen Aset Daerah .......................................................... 16

2.7 Permasalahan Dalam Pengelolaan Aset Daerah ................................................ 17

2.8 Manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ..................................................... 18

2.9 Manajemen Dana Perimbangan ......................................................................... 18

BAB III .............................................................................................................................. 25

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas pendapatan
asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam
menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi.
Konsekuensi logis dari otonomi daerah, adalah daerah telah diberikan kewenangan
yang lebih besar untuk mengatur sumber dayanya termasuk bagaimana mengoptimalkan
dan memanfaatkan aset daerah yang dimilikinya dengan jalan menerapkan sistem
manajemen aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian
pemerintah daerah dituntut memiliki suatu kemandirian dalam membiayai sebagian besar
anggaran pembangunannya.
Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengarahkan dan memanfaatkan
sumberdaya yang ada secara berdayaguna dan berhasil guna serta mampu melakukan
optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah termasuk optimalisasi dan pemanfaatan
dari aset-aset yang ada. Aset merupakan sumberdaya penting yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Aset merupakan sumberdaya ekonomi yang dimiliki
dan/atau dikuasai oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber
daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan
sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka adapun rumusan masalah dalam penyusunan
paper ini sebagai berikut :
1. Apa itu Pendapatan Daerah?
2. Apa itu Manajemen Aset Daerah?
3. Apa saja Jenis-jenis Aset Daerah?

1
4. Apa saja Kelembagaan Pengelolaan Aset Daerah?
5. Bagaimana Siklus Manajemen Aset Daerah?
6. Bagaimana Prinsip-Prinsip Manajamen Aset Daerah?
7. Apa saja Permasalahan dalam Pengelolaan Aset Daerah?
8. Bagaimana Manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD)?
9. Apa itu Manajemen Dana Perimbangan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan paper ini sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu memahami mengenai konsep Pendapatan Daerah.
2. Mahasiswa mampu memahami mengenai konsep Manajemen Aset Daerah.
3. Mahasiswa mampu memahami mengenai Jenis-jenis Aset Daerah.
4. Mahasiswa mampu memahami mengenai Kelembagaan Pengelolaan Aset Daerah.
5. Mahasiswa mampu memahami mengenai Siklus Manajemen Aset Daerah.
6. Mahasiswa mampu memahami mengenai Prinsip-Prinsip Manajamen Aset Daerah.
7. Mahasiswa mampu memahami mengenai Permasalahan dalam Pengelolaan Aset
Daerah.
8. Mahasiswa mampu memahami mengenai Manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD).
9. Mahasiswa mampu memahami mengenai Manajemen Dana Perimbangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendapatan Daerah


Tahapan siklus manajemen pendapatan daerah adalah identifikasi sumber, administrasi,
koleksi, pencatatan/ akuntansi dan alokasi pendapatan.
2.1.1 Siklus Manajemen
a) Identifikasi Sumber Pendapatan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa pendataan sumber-sumber
pendapatan termasuk menghitung potensi pendapatan. Identifikasi pendapatan
pemerintah meliputi:
• Pendataan objek pajak, subjek pajak, dan wajib pajak;
• Pendataan objek retribusi, subjek retribusi, dan wajib retribusi;
• Pendataan sumber penerimaan bukan pajak;
• Pendataan lain-lain pendapatan yang sah;
• Pendataan potensi pendapatan untuk masing-masing jenis pendapatan
b) Administrasi Pendapatan
Administrasi pendapatan sangat penting dalam siklus mamnajemen pendapatan
karena pada ahap ini akan menjadi dasar untuk tahapan koleksi pendapatan. Kegiatan
yang akan dilakukan meliputi:
• Penetapan wajib pajak dan retribusi;
• Penentuan jumlah pajak dan retribusi;
• Penetapan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah dan Nomor Pokok Wajib Retribusi;
• Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah dan Surat Ketetapan Retribusi.
c) Koleksi Pendapatan
Koleksi pendapatan meliputi penarikan, pemungutan, penagihan dan pengumpulan
pendapatan baik yang berasal dari wajib pajak daerah dan retribusi daerah, dana
perimbangan dari pemerintah pusat ataupun sumber lainnya. Khusus untuk pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah dapat digunakan beberapa sistem, diantaranya :
1. Self assessment system : ialah sistem pemungutan pajak daerah yang dihitung,
dilaporkan dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak daerah. Dengan sistem ini wajib
pajak mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dan membayarkan

3
pajak terutangnya ke Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD)/ unit kerja yang
ditetapkan pemerintah daerah.
2. Official assessment system : ialah sistem pemungutan pajak yang nilai pajaknya
ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal ini ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota
melalui penerbitan Surat Ketetapan PajDaerah dan Surat Ketetapan retribusi yang
menunjukan jumlah pajak/ retribusi daerah terutang.
3. Joint collection : ialah sistem pemunguan pajak daerah yang dipungut oleh
pemungut pajak yang ditunjuk pemerintah daerah.
d) Pencatatan (Akuntansi) Pendapatan
Setiap penerimaan pendapatan harus segera disetor ke rekening kas umum daerah
pada hari itu juga/ paling lambat sehari setelah diterimanya pendapatan tersebut. Untuk
menampung seluruh sumber pendapatan perlu dibuat satu rekening tunggal (treasury
single account), dalam hal ini rekening kas umum daerah. Tujuan pembuatan satu pintu
untuk pemasukan pendapatan adalah untuk memudahkan pengendalian dan
pengawasan pendapatan. Penerimaan pendapatan tersebut dibukukan dalam buku
akuntansi, berupa jurnal kas, buku pembantu, buku besar penerimaan per rincian objek
pendapatan. Kemudian buku catatan akuntansi tersebut akan diringkas dan dilaporkan
dalam laporan keuangan pemerintah daerah, yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Neraca,
dan Laporan Arus Kas.
e) Alokasi Pendapatan
Alokasi Pendapatan merupakan tahapan terakhir dari siklus manajemen
pendapatan ini, yaitu pengambilan keputusan untuk menggunakan dana yang ada untuk
membiayai pengeluaran daerah yang dilakukan. Pengeluaran daerah meliputi
pengeluaran belanja, yaitu, belanja operasi dan belanja modal, maupun untuk
pembiayaan pengeluaran yang meliputi pembentukan dana cadangan, penyertaan
modal daerah, pembayaran utang dan pemberian pinjaman daerah.

2.1.2 Mengenali Sumber-sumber Pendapatan Daerah


Sumber pendapatan pemerintah daerah relative terprediksi dan lebih stabil sebab
pendapat tersebut diatur oleh undang- undang dan peraturan daerah yang bersifat
mengikat dan dapat dipaksakan. Pemerintah daerah dengan paying hokum peraturan
perundangan berhak memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah dapat
memaksa wajib pajak untuk membayar pajak dan memberikan sanksi apabila tidak

4
patuh pajak. Dengan demikian pendapatan di pemerintah daerah relative stabil. Sumber
pendapatan daerah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Sumber Pendapatan Daerah menurut Ketentuan Perundangan
Meskipun pemerintah daerah telah diberi otonomi secara luas dan desentralisasi
fiscal, namun pelaksanaan otonomi tersebut harus tetap berada dalam koridor
hokum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal sumber penerimaan yang
menjadi hak pemerintah daerah, Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah; dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan sumber-sumber
penerimaan daerah, sbb:
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
• Pajak Daerah
• Reribusi Daerah
• Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah yang dipisahkan
• Lain-lain PAD yang sah
2. TRANSFER PEMERINTAH PUSAT
• Bagi Hasil Pajak
• Bagi Hasil Sumbeer Daya Alam
• Dana Alokasi Umum
• Dana Alokasi Khusus
• Dana Otonami Khusus
• Dana Penyesuaian
3. TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
• Bagi Hasil Pajak
• Bagi Hasil Sumber Daya Alam
• Bagi Hasil Lainnya
4. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
b) Sumber pendapatan di masa datang yang masih potensial/ tersembunyi
Pemerintah juga perlu menciptakan sumber-sumber pendapatan baru, sumber
pendapatan baru ini bias diperoleh misalnya melalui inovasi program ekonomi
daerah, program kemitraan pemerintah daerah dengan pihak swasta dan sebagainya

5
2.1.3 Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah
Pada dasarnya terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan pemerintah
daerah dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah, yaitu :
1) Perluasan Basis Penerimaan
Perluasan Basis Penerimaan yaitu memperluas sumber penerimaan. Untuk
memperluas basis penerimaan, maka pemerintah daerah dapat melakukannya
dengan cara berikut.
a. Mengidentifikasi pembayar pajak/ retribusi dan menjaring wajib pajak/ retribusi
baru;
b. Mengevalusi tarif pajak/ retribusi;
c. Meningkatkan basis data objek pajak/ retribusi;
d. Melakukan penilaian kembali (appraisal) atas objek pajak/ retribusi.
2) Pengendalian atas Kebocoran Pendapatan
Kebocoran pendapatan bias disebabkan karena penghindaran pajak (tax
avoidance), Penggelapan pajak (tax evasion), pungutan liar/ korupsi petugas.
Untuk mengurangi kebocoran pendapatan ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan, diantaranya :
a. Melakukan audit, baik rutin maupun incidental;
b. Memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah;
c. Memberikan penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat pajak dan
hukuman (sanksi) yang berat bagi yang tidak mematuhinya;
d. Meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan
pendapatan.
3) Peningkatan Efisiensi Administrasi Pajak
Efisiensi administrasi pajak sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
penerimaan daerah. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah
daerah untuk meningkatkan efisiensi adminitrasi pajak, yaitu :
a. Memperbaiki prosedur administrasi pajak sehingga lebih mudah dan
sederhana.
b. Mengurangi biaya pemungutan pendapatan.
c. Menjalin kerjasama dengan berbagi pihak, seperti bank, kantor pos, koperasi
dan pihak ketiga lainnya untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan
dalam membayar pajak.
4) Transparasi dan Akuntabilitas
6
Dengan adanya transparasi dan akuntabilitas maka pengawasan dan
pengendalian manajemen pendapatan daerah akan semakin baik. Selain itu,
kebocoran pendapatan juga dapat lebih ditekan. Untuk melaksanakan prisip
transparasi dan akuntabilitas ini memang membutuhkan beberapa persyaratan.
Diantaranya :
a. Adanya dukungan Teknologi (TI) untuk membangun Sistem Informasi
Manajemen Pendapatan Daerah.
b. Adanya staf yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai.
c. Tidak adanya korupsi sistematik di lingkungan entitas pengelola pendapatan
daerah

2.2 Manajemen Aset Daerah


Manajemen adalah rencana tingkat umum yang ditetapkan oleh manajemen sebagai
panduan bagaimana organisasi bermaksud untuk mencapai tujuan-tujuannya. Sedangkan
strategi manajemen aset adalah proses yang berkelanjutan untuk menentukan rentang dan
tingkat asset yang di butuhkan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Sedangkan strategi
pengelolaan aset daerah adalah proses yang berkelanjutan untuk menentukan rentang dan
tingkat aset yang di butuhkan untuk mencapai tujuan strategis (clarance valley council, 2007).
Review Manajemen Aset Daerah adalah awal dari sebuah proses peningkatan manajemen aset
yang berkelanjutan untuk memastikan manajemen yang mampu memberikan layanan yang
berkualitas. Hal ini dapat di bangun secara efektif dengan pengelolaan aset daerah yang
mengkombinasikan manajemen, keuangan, ekonomi, teknik dan praktek lainnya untuk aset
daerah tersebut.
Government of south Australia (1999) menyebutkan bahwa keputusan dan praktek
pengelolaan aset daerah harus di tentukan oleh fakta bahwa aset yang di peroleh untuk
mendukung penyediaan layanan kepada masyrakat. Menurut pass 55-1 (2008). Bahwa
organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan dan memelihara strategi
pengelolan aset daerah jangka panjang yang akan di sahkan oleh pemerintah daerah. Strategi
pengelolaan aset daerah harus melingkupi:
1. Berasal dari kebijakan pengelolaan aset dan rencana strategis organisasi.
2. Konsisten dengan kebijakan dan strategi pengelolaan.
3. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan persyaratan stakeholder yang relevan.
4. Mempertimbangkan persyaratan manajemen siklus hidup aset.

7
5. Memperhitungkan risiko aset-aset terkait dan criticalities sistem aset.
6. Mengidentifikasi fungsi, kinerja dan kondisi sistem existing asset dan important asset.
7. Menyatakan fungsi, kinerja dan kondisi sistem aset yang ada, dan aset penting yang di
inginkan pada masa depan, pada rentang waktu sejalan dengan sumberdaya manusia
dari rencana strategis organisasi .
8. Jelas menyatakan metode pendekatan dan prinsp dimana aset dan system aset yang akan
di kelola.
9. Memberikan informasi, arahan dan bimbingan yang cukup agar tujuan pengelolaan aset
daerah dan rencana pengelolaan aset daerah yang akan diproduksi.
10. Termasuk kriteria untuk mengoptimalkan dan memprioritaskan tujuan pengelolaan aset
daerah dan rencana.
11. Dikomunikasikan kepada semua pihak terkait, termasuk penyedia layanan kontak, di
mana ada persyaratan bahwa orang-orang ini di buat sadar manajemen aset kewajiban
strategi terkait.
Strategi pengelolaan aset daerah akan menentukan wewenang dan tanggung jawab
untuk tindakan sehubungan dengan kegiatan pengelolaan aset daerah. Strategi pengelolaan aset
daerah menyediakan pendekantan yang komprehensif untuk pengelolaan aset daerah sepert,
infrastruktur, jalan raya, pariwisata, kendaraan dinas dan rumah dinas.
Kerangka strategi pengelolaan aset daerah bertujuan untuk memastikan informasi
pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah yang berinvestasi dan mengelola aset daerah
yang membantu mencapai tujuan layanan dari sebuah instansi. Keputusan pemerintah daerah
harus di dasarkan pada evaluasi yang tepat yang memperhitungkan semua anggaran dan
manfaat selama umur aset, dan menggabungkan analisis eksplisit dan penentuan tingkat risiko
yang dapat di terima. Kerangka strategi pengelolaan aset termasuk beberapa perubahan
signifikan untuk kebijakan dan praktek yang saat ini, tanpa terlalu memperbaiki laporan unit
atau bagian yang di perlukan atau prosedur birokrasi. Perubahan-perubahan dari kebijakan dan
praktek tersebut adalah:
a. Strategic Asset Plan
Strategic asset plan akan di hubungkan dengan keberadaan yang di perlukan untuk unit
atau bagian yang memberikan capital investmen plans dan asset disposal plans dan
termasuk suatu pelaporan yang diperlukan untuk menjaga pengeluaran. Proses
pengelolaan aset daerah terdiri dari dua tahapan pokok yaitu. Perencanaan dan
pengimplementasian. Pada tahapan perencanaan hasilnya adalah formulation strategic
asset planning yang terbentuk karna adanya analisis kesenjangan (Gap Analysis) dari
8
review of existing asset dengan ideal asset mix. Kondisi kesenjangan muncul
ditunjukkan melalui demonstrasi dari aset pisik dalam proses perencanaan bisnis
dengan mempertimbangkan non asset solution.
b. Maintenance Plans
Perhatian yang besar diberikan pada isu pengeluaran pemeliharaan dalam
pengembangan anggaran tahunan, unit atau bagian akan memerlukan informasi
termasuk pada pengeluaran pemeliharaan dalam strategic property plan.
c. Asset Condition Assessment
Member unit atau bagian data-data yang diperlukan guna mengevaluasi kinerja aset dan
mengembangkan rencana pemeliharaan yang di teliti.
d. Project Definition Plans
Mekanisme untuk meningkatkan ketelitian dalam proses investasi modal.
e. Asset Disposal
Penghapusan properti yang nyata akan dikoordinasikan melalui administrasi clearing
house dengan departemen dari perencanaan infrastruktur

2.3 Jenis-Jenis Aset Daerah


Aset daerah adalah semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai
pemerintah daerah, yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah, misalnya sumbangan, hadiah, donasi, wakaf, hibah, swadaya, kewajiban
pihak ketiga, dan sebagainya. Secara umum aset daerah dapat dikategorikan menjadi dua
bentuk, yaitu aset keuangan dan asset nonkeuangan. Aset keuangan meliputi kas dan setara
kas, piutang, serta surat berharga baik berupa investasi jangka pendek maupun jangka panjang.
Aset nonkeuangan meliputi aset tetap, aset lainnya, dan persediaan.
Sementara itu jika dilihat dan penggunaannya, aset daerah dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu:
1. aset daerah yang digunakan untuk operasi pemerintah daerah (local government
used assets)
2. aset daerah yang digunakan masyarakat dalam rangka pelayanan publik (social used
assets)
3. aset daerah yang tidak digunakan untuk pemerintah maupun publik (surplus
property). Aset daerah jenis ketiga tersebut pada dasarnya merupakan aset yang
menganggur dan perlu dioptimalkan pemanfaatannya.

9
Jika dilihat dari sifat mobilitas barangnya, aset daerah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1. Benda tidak bergerak (real property), meliputi tanah, bangunan gedung, bangunan air,
jalan dan jembatan serta instalasi, jaringan, monumen/bangunan bersejarah (heritage),
2. Benda bergerak (personal property), antara lain: mesin; kendaraan; peralatan, meliputi:
alat berat, alat angkutan, alat bengkel, alat pertanian, alat kantor dan rumah tangga, alat
studio, alat kedokteran, alat laboratorium, dan alat keamanan; buku/perpustakaan;
barang bercorak kesenian & kebudayaan; hewan/ternak dan tanaman; persediaan
(barang habis pakai, suku cadang, bahan baku, bahan penolong, dsb.); serta surat-surat
berharga.
Kelembagaan Pengelolaan Aset Daerah – Efektiviitas dan efisiensi manajemen aset
daerah juga dipengaruhi oleh struktur kelembagaan pengelolaan aset di pemerintah daerah.
Pengelolaan aset daerah membutuhkan perencanaan, pengendalian, pengawasan, dan
koordinasi yang baik antar bagian terkait, misalnya antara bagian perlengkapan, satuan kerja,
dan bagian keuangan/BPKD.

2.4 Kelembagaan Pengelolaan Aset Daerah


Pejabat yang terkait dengan pengelolaan aset daerah yang disebut SKPD antara lain adalah:
a. Kepala Daerah selaku pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah/ Aset
Daerah;
b. Sekertaris Daerah selaku Pengelola Barang Milik Daerah/ Aset Daerah;
c. Kepala SKPD selaku Pengguna Barang;
d. Kepala SKPKD selaku Bendahara Umum Daerah;
e. Kuasa BUD;
f. Kuasa Pengguna Barang;
g. Bendahara Barang;
h. Biro/Bagian Perlengkapan Sekda.
Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
Barang Milik Daerah/aset daerah berwenang dan bertanggungjawab atas pembinaan dan
pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah/aset daerah; Sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah/aset daerah;
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c. menetapkan kebijakan pemgamanan barang milik daerah/aset daerah;

10
d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah/aset daerah yang memerlukan
usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah/aset daerah
sesuai dengan batas kewenangannya; dan
f. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah/aset daerah selain tanah dan/atau
bangunan.
Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Daerah dibantu salah satunya oleh, Sekertaris
Daerah (Sekda) selaku pengelola, berwenang dan bertanggungjawab :
a. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah/asset daerah;
b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/ perawatan barang milik
daerah/aset daerah;
c. meneliti dan meyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah/aset daerah;
d. mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan barang milik
daerah/aset daerah yang telah disetujui oleh Kepala Daerah atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
e. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah/asset
daerah;
f. melakukan pengawasan dan pengendalianinventarisasi barang milik daerah/aset
daerah;
Selanjutnya,Kepala Daerah dibantu oleh Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
selaku Pengguna Barang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab:26
a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah/aset daerah bagi satuan kerja
perangkatdaerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
b. mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan barang
milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada
Kepala Daerah melalui pengelola;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaanya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi datuann kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah/aset daerah yang berada dalam
penguasannya;

11
f. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah/aset daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dan barang milik daerah/aset daerah selain tanah dan/atau bangunan
kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
g. menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
h. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang
ada dalam penguasaannya; dan
i. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan
Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam pengguasannya kepada
pengelola.
Adapun, tugas dan wewenang dari Kepala SKPKD selaku Bendahara Umum Daerah dalam
kaitannya dengan pengelolaan aset daerah memiliki tugas dan wewenang :
a. melaksanakan kebijakan dan pedomana serta penghapusan barang milik daerah
b. melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah sesai
dengan kebijakan yang ditetapkan
Kuasa BUD memiliki wewenang dang tanggung jawab:
a. menyimpan seluruh bukti kepemilikan barang milik daerah;
b. melaksanakan tugas yang diberikan oleh
Kepala SKPKD selaku BUD Dalam suatu Satuan Perangkat Kerja Daerah diperlukan,
Bendahara barang/Penyimpan barang yang bertugas dan bertanggungjawab untuk :
a. Menerima, menyimpan dan menyalurkan barang milik daerah/aset daeah;
b. meneliti dan menghimpun dokumen pengadaan barang yang diterima;
c. meneliti jumlah dan kualitas barang yang diterima sesuai dengan dokumen pengadaan;
d. mencatat barang milik daerah/aset daerah yang diterima ke dalam buku/kartu barang;
e. mengamankan barang milik daerah/aset daerah yang ada dalam persediaan; dan
f. membuat laporan penerimaan, penyaluran, dan stok/persediaan barang milik daerah
kepada SKPD.
Bagian terakhir dalam suatu Satuan Perangkat Kerja Daerah yang baik terdapat suatu
Biro/Bagian perlelengkapan yang sering disebut juga Pengurus Barang mempunyai tugas dan
wewenang sebagai berikut :29
a. mencatat seluruh barang milik daerah/aset daerah yang berada di masing-masing SKPD
yang berasal dari APBD maupum perolehan lain yang sah ke dalam Kartu Inventaris
12
Barang (KIB), Kartu Inventaris Ruangan (KIR), Buku Inventaris (BI) dan Buku Induk
Inventaris (BII), sesuai kodefikasi dan penggolongan barang milik daerah;
b. melakukan pencatatan barang milik daerah/aset daerah yang dipelihara/diperbaiki ke
dalam kartu pemeliharaan;
c. menyiapkan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang
Pengguna Tahunan (LBPT) serta Laporan Inventarisasi 5 (lima) tahunan yang berada
di SKPD kepada pengelola; dan
d. menyiapkan usulan pengahapusan barang milik daerah yang rusak atau tidak
dipergunakan lagi.

2.5 Siklus Manajemen Aset Daerah


Siklus manajemen aset daerah secara umum meliputi tahap-tahap berikut:
• Perencanaan
• Pengadaan
• Penggunaan/Pemanfaatan
• Pengamanan, Pemeliharaan, dan Rehabilitasi
• Penghapusan/Pemindahtanganan
1. Perencanaan
Pengadaan aset tetap harus dianggarkan dalam rencana anggaran belanja modal
yang terdokumentasi dalam Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD).
Perencanaan kebutuhan aset daerah sebagaimana dilaporkan di RKBMD tersebut
selanjutnya dianggarkan dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran SKPD.
Perencanaan kebutuhan aset daerah harus berpedoman pada standar barang, standar
kebutuhan, dan standar harga yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
2. Pengadaan
Pengadaan aset daerah harus didasarkan pada prinsip ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas (Value for Money), transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif
dan akuntabel. Pengadaan barang daerah juga harus mengikuti ketentuan peraturan
perundangan tentang pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah. Pada saat pembelian
harus ada dokumen transaksi yang jelas mengenai tanggal transaksi, jenis aset dan
spesifikasinya, dan nilai transaksi.
3. Penggunaan/Pemanfaatan

13
Pada saat digunakan harus dilakukan pencatatan mengenai maksud dan tujuan
penggunaan aset (status penggunaan aset), unit kerja mana yang menggunakan, lokasi, dan
informasi terkait lainnya. Mutasi dan disposisi aset tetap harus dicatat. Biaya pemeliharaan
dan depresiasi jika ada juga harus dicatat dengan tertib. Untuk optimalisasi aset yang ada,
pemerintah daerah dapat memanfaatkan aset yang berlebih atau menganggur dengan cara:
a) Disewakan dengan jangka waktu maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang,
b) Dipinjampakaikan dengan jangka waktu maksimal 2 tahun dan dapat diperpanjang,
c) Kerjasama pemanfaatan dengan jangka waktu maksimal 30 tahun dan dapat
diperpanjang,
d) Bangun-guna-serah (Build-Operate-Transfer) dan bangun-serah-guna (Build-
Transfer-Operate) dengan jangka waktu maksimal 30 tahun.
Pemanfaatan aset pemerintah daerah tersebut di samping bertujuan untuk
mendayagunakan aset juga dapat dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan daerah
dan mengurangi beban anggaran pemeliharaan aset.
4. Pengamanan dan Pemeliharaan
Aset-aset pemerintah daerah perlu mendapat pengamanan yang memadai.
Pengamanan aset daerah yang diperlukan meliputi pengamanan administrasi dan catatan,
pengamanan secara hukum, dan pengamanan fisik.
a) Pengamanan Administrasi dan Catatan
Pengamanan administrasi clan catatan dilakukah dengan cara melengkapi aset
daerah dengan dokumen administrasi, catatan, dan laporan barang. Dokumen
administrasi dan catatan tersebut antara lain:
• Kartu Inventaris Barang;
• Daftar lnventaris Barang;
• Catatan Akuntansi Aset;
• Laporan Mutasi Barang;
• Laporan Tahunan.
b) Pengamanan Hukum
Pengamanan hukum atas aset daerah dilakukan dengan cara melengkapi aset
tersebut dengan bukti kepemilikan yang berkekuatan hukum, antara lain:
• Bukti Kepemilikan Barang;
• Sertifikat Tanah:
• BPKB atau STNK;

14
• Kuitansi atau Faktur Pembelian;
• Berita acara serah terima barang;
• Surat pernyataan hibah, wakaf, sumbangan, atau donasi.
c) Pengamanan Fisik
Pengamanan fisik atas aset daerah dilakukan dengan cara memberi perlindungan
fisik agar keberadaan aset tersebut aman dari pencurian atau kehilangan dan kondisinya
terpelihara tidak mengalami kerusakan. Pengamanan fisik aset daerah dapat dilakukan
antara lain dengan cara:
• Penyimpanan di gudang barang daerah;
• Pemagaran;
• Pintu berlapis;
• Pemberian kunci;
• Pemasangan alarm;
• Pemasangan kamera cctv di tempat-tempat vital dan rawan;
• Penjagaan oleh satpam.
5. Penghapusan dan Pemindahtanganan
Penghapusan aset daerah dari daftar aset pemerintah daerah dapat dilakukan jika
aset tersebut sudah tidak memiliki nilai ekonomis, rusak berat, atau hilang. Penghapusan
aset daerah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemusnahan dan pemindahtanganan.
Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, ditanam ke tanah, atau ditenggelamkan ke
laut. Pemusnahan dilakukan karena tidak laku dijual, rusak, kadaluwarsa, membahayakan
kepentingan umum, atau karena ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengharuskan untuk dimusnahkan. Pemindahtanganan dapat dilakukan dengan cara:
a) Penjualan;
b) Tukar-menukar;
c) Hibah;
d) Penyertaan modal pemerintah daerah.
Demi menjaga tertib administrasi, tata cara dan ketentuan penghapusan aset daerah
perlu diatur dengan peraturan kepala daerah. Selain itu juga perlu dilengkapi dengan berita
acara penghapusan aset untuk dasar pencatatan akuntansinya.

15
2.6 Prinsip-Prinsip Manajemen Aset Daerah
Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam manajemen aset daerah adalah
pemerintah daerah harus melakukan manajemen aset tersebut sejak tahap perencanaan
(penentuan anggaran modal), pada saat pembelian, pemanfaatan, rehabilitasi, sampai pada
tahap penghapusan aset. Semua tahap tersebut harus terdokumentasi dengan baik.
Prinsip-prinsip manajemen aset yang harus dipenuhi pemerintah daerah meliputi:
1) Pengadaan aset tetap harus dianggarkan.
2) Pada saat pembelian harus dilengkapi dokumen transaksi.
3) Pada saat digunakan harus dilakukan pencatatan/administrasi secara baik.
4) Pada saat penghentian harus dicatat dan diotorisasi.
Pembelian aktiva tetap harus dianggarkan, sehingga dokumen anggaran tersebut
menjadi dasar pertama dilakukannya pengadaan aktiva tetap. Hal ini berarti manajemen aset
daerah harus sudah dilakukan sejak penentuan anggaran modal.
Pada saat pembelian harus ada dokumen transaksi yang jelas yang berisi jenis aktiva
tetap yang dibeli, berapa kuantitasnya, berapa harganya, serta kapan transaksi dilakukan.
Dokumen ini sangat penting untuk pencatatan alcuntansi, terutama untuk mengetahui nilai
historis dari aktiva tetap, menghitung nilai depresiasi, serta memudahkan pengauditan.
Pada saat aktiva tersebut digunakan harus dilakukan pencatatan mengenai maksud dan
tujuan pemanfaatan aset. Apabila terjadi mutasi atau disposisi aktiva tetap juga harus dicatat.
Selain itu juga harus dicatat biaya pemeliharaan dan depresiasi aktiva yang digunakan.
Pada tahap penghentian aktiva tetap harus dicatat dan mendapat otorisasi. Di beberapa
pemerintah daerah, penghapusan aset daerah menjadi masalah karena terdapat banyak sekali
aset yang tidak bernilai ekonomis yang dimiliki pemda. Penghapusan kekayaan daerah bisa
dilakukan dengan cara penjualan, pelelangan, tukar-menukar, hibah, dan pemusnahan.
Pembinaan Terhadap Aset Daerah
Pembinaan terhadap aset milik daerah meliputi seluruh kegiatan yang dimulai dari
inventarisasi aset milik daerah, pengamanan aset daerah, pemanfaatan aset daerah,
penghapusan, dan revaluasi nilai aset daerah. Saat ini yang bertugas mengkoordinasikan
dinventarisasi aset daerah di Pemda adalah Biro Keuangan/Bagian Keuangan/BPKD/BPKKD.
BPKD harus melakukan inventarisasi aset-aset milik pemda yang tersebar dalam semua unit
kerja pemerintah yang masuk kategori aset yang digunakan pemerintah daerah (local
government used assets). Selain itu juga harus melakukan inventarisasi kekayaan pemda yang
digunakan untuk sosial (social use assets), misalnya jalan, jembatan, saluran irigasi,
bendungan, rumah sakit milik pemda, dsb. BPKD juga harus melakukan inventarisasi

16
kekayaan milik pemda yang masuk kategori surplus property, yaitu kekayaan yang tidak
sedang digunakan untuk pemerintah maupun sosial, seperti aset sewa beli (leasing property)
untuk menghasilkan pendapatan daerah, misalnya area parkir yang bisa disewa-belikan
(leasing) atau ruko milik pemda yang dijual/disewakan, dan juga termasuk aset yang akan
diprivatisasi dalam rangka menghasilkan pendapatan.
Pemanfaatan aset milik pemda dilakukan dengan cara digunakan untuk kepentigan
kepemerintahan atau pelayanan publik serta dimanfaatkan oleh pihak lain dalam bentuk
peminjaman, penyewaan, bangun-guna-serah (built operate and transfer/BOT), kerjasama
operasional atau kontrak manajemen.
Pemanfaatan aset milik daerah dimaksudkan untuk mengoptimalkan aset yang belum
termanfaatkan supaya lebih berdaya guna dan berhasil guna sehingga dapat mengurangi biaya
pemeliharaan dan membantu meningkatkan penerimaan bagi pemerintah daerah.

2.7 Permasalahan Dalam Pengelolaan Aset Daerah


Aset daerah yang bernilai ekonomis besar dan secara fisik terdiri atas berbagai jenis
dan tersebar lokasinya menimbulkan kompleksitas dan berpotensi memunculkan permasalahan
baik dalam pengelolaan, pemanfaatan, maupun pencatatannya. Kompleksitas dan
permasalahan manajemen aset pemda tersebut bisa disebabkan karena:
a) Belum dilakukan inventarisasi seluruh aset daerah;
b) Belum dilakukan penilaian (appraisal) atas seluruh aset daerah;
c) Terdapat beragam jenis hak penguasaan atas aset daerah yang dipegang (secara tidak
langsung) oleh berbagai pihak;
d) Ketidakjelasan status kepemilikan atas beberapa jenis aset, seperti tanah, jalan,
jembatan, dan sebagainya;
e) Aset daerah tersebut terkait dengan kepentingan yang berasal dari berbagai institusi
pemerintah dan non-pemerintah; dan
f) Lemahnya koordinasi dan pengawasan atas pengelolaan aset daerah.
Beberapa pemerintah daerah menghadapi kesulitan dalam menilai aset yang
dimilikinya, termasuk kesulitan dalam melakukan revaluasi aset lama. Untuk aset lancar,
seperti: kas, piutang, persediaan, dan investasi surat berharga relatif lebih mudah
menghitungnya, namun untuk aktiva tetap berupa tanah, bangunan, mesin, kendaraan, dan
peralatan cukup sulit menentukan nilainya. Kesulitan dalam menghitung nilai aset tetap
tersebut salah satunya disebabkan sulitnya melacak harga perolehan karena sebelumnya pemda
masih menggunakan sistem akuntansi kas dan tata buku tunggal (single entry). Selain itu
17
kondisi objektif aktiva tetap dan pencatatan yang tidak tertib juga menjadi masalah tersendiri.
Permasalahan yang terkait dengan pencatatan aset tetap antara lain adanya beberapa aset yang
tidak tercatat atau terdata; ada catatannya tetapi tidak ada barangnya; adanya data inventaris
aset yang berbeda beda antara yang terdapat di satuan kerja dengan data yang terdapat di
biro/bagian perlengkapan, dan di bagian keuangan JBPKD; tidak dilakukan pencatatan
mengenai mutasi barang; dan tidak adanya pengamanan yang memadai.

2.8 Manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk
kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat.
Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam
mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi kemampuan daerah dalam
menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD
tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah. Peningkatan
PAD tidak hanya menjadi perhatian pihak eksekutif, namun legislative pun berkepentingan
sebab besar kecilnya PAD akan mempengaruhi struktur gaji anggota dewan.
Walaupun pelaksanaan otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak 1 Januari 2001,
namun hingga tahun 2009 baru sedikit pemerintah daerah yang mengalami peningkatan
kemandirian keuangan daerah secara signifikan. Memang berdasarkan data yang dikeluarkan
Departemen Keuangan, secara umum penerimaan PAD pada era otonomi daerah mengalami
penigkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan era sebelumnya. Penting bagi
pemerintah daerah untuk menaruh perhatian yang lebih besar terhadap manajemen Pendapatan
Asli Daerah. Manajemen PAD tidak berarti eksploitasi PAD, tetapi bagaimana pemerintah
daerah mampu mengoptimalkan penerimaan PAD sesuai dengan potensi yang dimiliki. Bahkan
lebih dari itu bagaimana pemerintah daerah mampu meningkatkan potensi PAD di masa
datang.

2.9 Manajemen Dana Perimbangan


Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari dana
APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan
pemberian otonomi kepala daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002). Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan
pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:

18
1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue nasional", baik
vertikal maupun horizontal.
2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan
sebagian kewenangan di bidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang
dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
Secara umum Dana Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari
APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah
dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan
pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Dana Perimbangan juga adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan
ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan
Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan
fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah
menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah
pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta.
Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk
rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli
daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah.
Pembagian Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil (yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan meliputi Pajak
Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara itu,
sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas alam,
pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah dari PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal
25/29 orang pribadi, ditetapkan masing-masing sebesar 20 persen dari penerimaannya.
19
Dua puluh persen bagian daerah tersebut terdiri dari 8 persen bagian Propinsi dan 12
persen bagian Kabupaten/Kota. Pengalokasian bagian penerimaan pemerintah daerah
kepada masing-masing daerah Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan gubernur
dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta
faktor lainnya yang relevan dalam rangka pemerataan. Sementara itu, sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000, bagian daerah dari PBB ditetapkan 90
persen, sedangkan sisanya sebesar 10 persen yang merupakan bagian pemerintah pusat,
juga seluruhnya sudah dikembalikan kepada daerah. Dari bagian daerah sebesar 90 persen
tersebut, 10 persennya merupakan upah pungut, yang sebagian merupakan bagian
pemerintah pusat.
Sementara itu, bagian daerah dari penerimaan BPHTB berdasarkan UU No. 33 Tahun
2004 ditetapkan sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan bagian
pemerintah pusat. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian daerah dari
penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-masing ditetapkan 15
persen dan 30 persen. Sementara itu, penerimaan SDA pertambangan umum, kehutanan,
dan perikanan, ditetapkan masing-masing sebesar 80 persen.

2. Dana Alokasi Umum (DAU)


Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana yang berasal dari
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pada Pasal 7 UU No. 33 Tahun 2004, besarnya DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25
persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah
Propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90
persen dari DAU. Dana Alokasi Umum (DAU) bersifat “Block Grant” yang berarti
penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah
untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah. Dana Alokasi Umum terdiri dari:
a. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi
b. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota
Penerapan Pengalokasian Besarnya Dana Alokasi Umum diterapkan sekurang -
kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang dterapkan dalam APBN. DAU ini
merupakan seluruh alokasi umum Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
20
Kenaikan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan
kewenangan Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Provinsi dan Jumlah
dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Kabupaten/Kota masing-masing ditetapkan
setiap tahun dalam APBN. Dana Alokasi Umum untuk suatu Daerah Provinsi tertentu
ditetapkan berdasarkan jumlah Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah provinsi yang
ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah provinsi yang
bersangkutan, terhadap jumlah bobot seluruh provinsi. Porsi Daerah Provinsi ini
merupakan persentase bobot daerah provinsi yang bersangkutan terhadap jumlah bobot
semua daerah provinsi di seluruh Indonesia. Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah
Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi
Umum untuk seluruh daerah Kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan
porsi daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan tentang dana
perimbangan, maka kebutuhan wilayah otonomi daerah merupakan perkalian dari total
pengeluaran daerah rata-rata dengan penjumlahan dari indeks: penduduk, luas daerah,
kemiskinan relatif dan kenaikan harga setelah dikalikan dengan bobot masing-masing
indeks.
• Indeks Penduduk
• Indeks Luas Wilayah
• Indeks Kemiskinan Relatif
• Indeks Harga.
Potensi ekonomi daerah dihitung berdasarkan perkiraan penjumlahan penerimaan
daerah yang berasal dari PAD, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, yang
dituliskan sebagai berikut: PAD + PBB + BPHTB + BHSDA + PPH Bobot daerah
adalah proporsi kebutuhan dana alokasi umum suatu daerah dengan total kebutuhan
dana alokasi umum suatu daerah. Hasil Perhitungan Dana Alokasi Umum untuk
masing-masing Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Tata Cara Penyaluran DAU Hasil perhitungan
Dana Alokasi Umum untuk masing-masing daerah ditetapkan dengan keputusan
Presiden berdasarkan usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Usulan Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah setelah mempertimbangkan faktor penyeimbang.
Faktor Penyeimbang adalah suatu mekanisme untuk memperhitungkan dari

21
kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran
yang akan menjadi tanggung jawab daerah. Usulan Dewan Alokasi Umum untuk
masing-masing daerah disampaikan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
Penyaluran Dana Alokasi Umum kepada masing-masing kas daerah dilaksanakan
oleh Menteri Keuangan secara berkala. Pelaporan Penggunaan DAU Gubernur
melaporkan penggunaan DAU untuk Provinsi setiap triwulan kepada Menteri
Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, paling lambat satu bulan setelah berakhirnya
triwulan yang bersangkutan. Ketentuan ini juga berlaku kepada Bupati/Walikota
dengan tambahan berupa tembusan pada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di
daerah.
Tata Cara Penyaluran DAU Hasil perhitungan Dana Alokasi Umum untuk masing-
masing daerah ditetapkan dengan keputusan Presiden berdasarkan usulan Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah. Usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
setelah mempertimbangkan faktor penyeimbang. Faktor Penyeimbang adalah suatu
mekanisme untuk memperhitungkan dari kemungkinan penurunan kemampuan
daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab
daerah. Usulan Dewan Alokasi Umum untuk masing-masing daerah disampaikan oleh
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Penyaluran Dana Alokasi Umum kepada
masing-masing kas daerah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan secara berkala.
Pelaporan Penggunaan DAU Gubernur melaporkan penggunaan DAU untuk Provinsi
setiap triwulan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, paling lambat
satu bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. Ketentuan ini juga berlaku
kepada Bupati/Walikota dengan tambahan berupa tembusan pada Gubernur selaku
Wakil Pemerintah Pusat di daerah.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)


Pengertian dana alokasi khusus menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus,
termasuklah yang berasal dari dana reboisasi. Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu:
1).Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum,
dan/atau 2).Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Penerimaan negara
yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40 persen disediakan kepada daerah penghasil sebagai
DAK. Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan atau
peningkatan prasarana dan sarana fisik secara ekonomis untuk jangka panjang. Dalam keadaan
22
tertentu, Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan
prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Bentuk
Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan
usulan daerah yang berisi usulan-usulan kegiatan dan sumber-sumber pembiayaannya yang
diajukan kepada Menteri Teknis oleh daerah tersebut. Bentuknya dapat berupa rencana suatu
proyek atau kegiatan tertentu atau dapat berbentuk dokumen program rencana pengeluaran
tahunan dan multi tahunan untuk sektor-sektor serta sumber-sumber pembiayaannya. Bentuk
usulan daerah tersebut berpedoman pada kebijakan instansi teknik terkait. Kecuali usulan
tentang proyek/kegiatan reboisasi yang dibiayai dari bagian dana reboisasi.
Dalam sektor/kegiatan yang disusulkan oleh daerah termasuk dalam kebutuhan yang tidak
dapat diperhitungkan (tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus
alokasi umum) maka daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai
seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah
dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bagian Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, Bagian Daerah dari Penerimaan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum,
Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah, yang penggunaannya dapat ditentukan
sepenuhnya oleh Daerah. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus kepada Daerah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan Setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah, Menteri Teknis terkait dan Instansi yang membidangi perencanaan pembangunan
nasional. Penggunaan Dana Alokasi Khusus Pengalaman praktis penggunaan DAK sebagai
instrumen kebijakan misalnya:
1) Pertama, dipakai dalam kebijakan trasfer fiscal untuk mendorong suatu kegiatan agar
sungguh-sungguh dilaksanakan oleh daerah.
2) Kedua, penyediaan biaya pelayanan dasar (basic services) oleh daerah cenderung minimal
atau dibawah standar. Dalam alokasi DAK tersebut Pusat menghendaki adanya benefit
spillover effect sehingga meningkatkan standar umum.
3) Ketiga, alokasi dana melalui DAK biasanya memerlukan kontribusi dana dari daerah yang
bersangkutan, semacam matching grant. Penyaluran Dana Alokasi Khusus Ketentuan
tentang penyaluran Dana Alokasi Khusus kepada Daerah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Ketentuan pelaksanaan penyaluran Dana Alokasi Khusus ini diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri Keuangan, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor
553/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor
655/KMK.02/2000 tanggal 27 Desember 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
23
Keuangan Nomor 553/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus.
Prinsip Dana Perimbangan
a. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencakup
pembagian keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah secara proporsional,
demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan
Daerah.
b. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan
subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
c. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada
Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
d. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu
sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi,
Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tahapan siklus manajemen pendapatan daerah adalah identifikasi sumber, administrasi,
koleksi, pencatatan atau akuntansi, dan alokasi pendapatan. Sumber pendapatan daerah pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi dua: pertama, sumber pendapatan yang saat ini ada dan
sudah ditetapkan dengan peraturan perundangan, kedua, sumber pendapatan di masa datang
yang masih potensial atau tersembunyi dan baru akan diperoleh apabila sudah dilakukan upaya
upaya tertentu. Manajemen aset daerah dalam Keputusan Mendagri Nomor 49/2001
dinyatakan sebagai rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi:
perencanaan, penentuan kebutuhan, penganggaran, standarisasi barang danharga, pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian pemeliharaan, pengamanan,
pemanfaatan, perubahan status hukum serta penata usahaannya. Aset daerah adalah semua
kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai pemerintah daerah, yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, misalnya sumbangan,
hadiah, donasi, wakaf, hibah, swadaya, kewajiban pihak ketiga, dan sebagainya. Efektivitas
dan efisiensi manajemen aset daerah juga dipengaruhi oleh struktur kelembagaan pengelolaan
aset di pemerintah daerah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Mahmudi (2009) “Manajemen Keuangan Daerah” Buku Seri Membudayakan Akuntabilitas


Publik, Yogyakarta: Erlangga.

26

Anda mungkin juga menyukai