Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN TB PARU

KATEGORI 1 DENGAN MASALAH DEFISIT NUTRISI DAN


DEFISIT PENGETAHUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PEKAN HERAN

KARYA TULIS ILMIAH STUDI KASUS

FITRIA ADE SERLINA

NIM. P031914472005

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN TB PARU
KATEGORI 1 DENGAN MASALAH DEFISIT NUTRISI DAN
DEFISIT PENGETAHUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PEKAN HERAN

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan Diluar Kampus Utama
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan

FITRIA ADE SERLINA

NIM. P031914472005

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
PRODI DIII KEPERWATAN DILUAR KAMPUS UTAMA
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dikenal juga

dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). TB paru biasanya ditandai dengan

batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Selain itu TB paru juga ditandai

dengan dahak bercampur darah, tanpa kegiatan fisik berkeringat di malam

hari, badan terasa lemas, sesak nafas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, lelah, dan demam meriang lebih dari 1 bulan (Kemenkes RI,

2018).

Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di

dunia. Hal tersebut menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang pertahun

dan penyebab utama kematian penyakit menular di dunia. Pada tahun 2020

jumlah kasus Tuberkulosis yang ditemukan sebanyak 351.936 kasus,

menurun bila dibandingkan semua kasus Tuberkulosis yang ditemukan pada

tahun 2019 yaitu sebesar 568.987 kasus. Indonesia berada pada peringkat

ke-2 dengan penderita TB tertinggi di dunia setelah India. Secara Global

diperkirakan 10 juta penderita TB pada tahun 2019. Jumlah kasus tertinggi

dilaporkan dari provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa

Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus Tuberkuklosis di ketiga

provinsi tersebut hampir mencapai setengah dari jumlah keseluruhan kasus


Tuberculosis di Indonesia 46%. Meskipun terjadi penurunan kasus TB,

tetapi tidak cukup cepat untuk mencapai target Strategi END TB tahun 2020

sebesar 20% antara tahun 2015-2020. Pada tahun 2015-2019 penurunan

kumulatif kasus TB hanya sebesar 9%. Begitu juga dengan kematian akibat

TB, jumlah kematian pada tahun 2019 sebesar 1,4 juta. Secara Global

kematian TB per tahun menurun, tetapi tidak mencapai target END TB

tahun 2020 sebesar 35% antara tahun 2015-2020. Jumlah kematiaan

kumulatif antara tahun 2015-2019 sebesar 14%, yaitu kurang dari setengah

target yang ditentukan (WHO, Global Tuberculosis Report, 2020).

Menurut laporan Global Tuberkulosis Report pada tahun 2021,

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai beban

Tuberkulosis yang tertinggi menduduki posisi ketiga di dunia, sementara

posisi pertama dan kedua saat ini adalah India dan Cina. Penemuan semua

kasus Tuberkulosis di Provinsi Riau menurun dari tahun sebelumnya yaitu

10.830 orang, tahun 2020 menjadi 8.239 orang dan penemuan yang paling

tertinggi di Kota Pekanbaru, berjumlah 2.150 orang. Sedangkan di

Kabupaten Indragiri Hulu ditemukan 379 kasus Tuberkulosis pada tahun

2020. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Riau tahun 2020 ditemukan

terduga Tuberkulosis yang mendapatan pelayanan kesehatan di Provinsi

Riau sebanyak 38.587 orang, dari jumlah penduduk Provinsi Riau sebanyak

7.128.305 jiwa. Dengan rincian yang mendapat Pelayanan Kesehatan sesuai

standar (pemeriksaan bakteriologis dan klinis) sebanyak 31.779 (82%) dari

38.587 orang. Tercatat terduga Tuberkulosis yang mendapat pelyanan sesuai

standar yang tertinggi ditemukan di Kota Pekanbaru 7.728 kasus dan Rokan
Hilir 4.540 kasus (98%), tetapi secara presentase penemuan terduga

Tuberkulosis yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar

tertinggi adalah Kabupaten Indragiri Hulu 3.868 dari 3.931 orang terduga

Tuberkulosis (DinKes, 2020)

Untuk kepentingan pengobatan, TB dikategorikan menjadi 2

kategori, yaitu kategori 1 yang termasuk dalam kelompok ini adalah pasien

baru TB paru BTA positif atau pasien Tb paru BTA negatif foto thoraks

positif, atau pasien TB ekstra paru dan kategori 2 yang termasuk dalam

kelompok ini adalah pasien TB kambuh atau pasien TB gagal terapi atau

pasien TB dengan pengobatan setelah default (terputus) (Bernadete, 2019).

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit

Tuberculosis Paru adalah status gizi. Status gizi yang buruk akan

meningkatkan risiko penyakit tuberkulosis paru. Sebaliknya, Tuberculosis

Paru berdistribusi menyebabkan status gizi buruk karena proses perjalanan

penyakit yang mempengaruhi daya tahan tubuh. Masalah gizi menjadi

penting karena perbaikan gizi merupakan salah satu upaya untuk memutus

lingkaran penularan dan pemberantasan Tuberculosis di Indonesia.

(Wartonah T., 2015).

Peran keluarga dalam menambah pengetahuan tentang Tuberculosis

Paru sangatlah penting, karena salah satu tugas dari keluarga adalah

melakukan perawatan bagi anggota keluarga yang sakit dan mencegah

penularan pada anggota keluarga yang sehat. Disamping itu keluarga

dipandang sebagai sistem yang saling berinteraksi dan saling

ketergantungan antar anggota keluarga, kesehatan, dan lingkungannya


sehingga sangat beresiko lebih cepat dalam penularan penyakit

Tuberculosis. Dalam rangka menekan angka penularan Tuberculosi,

pendidikan kesehatan sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan yang

kemudian dapat memunculkan suatu perilaku pencegahan penularan

penyakit (Lailatul, 2015).

Penanganan malnutrisi pada pasien TB Paru melibatkan banyak unsur

termasuk didalamnya perawat yang berperan sebagai fasilitas perawatan

kesehatan, dalam mengoptimalkan pengelolaan nutrisi pada Tuberkulosis

Paru yang mengalami nafsu makan menurun, malabsorbsi nutrisi, dan

metabolisme yang berlebihan sehinga terjadi proses penurunan massa otot

dan lemak sebagai manifestasi malnutrisi. Oleh karena itu penulis akan

melakukan studi kasus tentang penerapan asuhan keperawatan pada

pasien Tuberculosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk dapat

membantu penderita Tuberculosis Paru untuk mencapai kesembuhan yang

optimal.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah Defisit

Pengetahuan dan Defisit Nutrisi pada keluarga penyakit Tuberculosis Paru

dalam keluarga adalah dengan memberikan asuhan keperawatan keluarga

secara komprehesif. Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI), tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan edukasi

kesehatan tentang penyakit TB Paru kepada keluarga menggunakan media.

Selain itu dengan mengidentifikasi risiko biologis, lingkungan, dan perilaku,

serta modifikasi lingkungan untuk menambah pengetahuan (Tim Pokja SIKI

DPP PPNI, 2018).


Intervensi keperawatan pada penderita Tuberculosis Paru yang

mengalami masalah defisit nutrisi dan defisit pengetahuan dapat dilakukan

tindakan edukasi kesehatan atau pendidikan kesehatan. Berdasarkan latar

belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus dengan judul

“Asuhan Keperawatan Keluarga pada pasien TB Paru kategori 1 dengan

Masalah Keperawatan Defisit Nutrisi dan Defisit Pengetahuan di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Pekan Heran”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Keluarga pada pasien TB Paru

Kategori 1 dengan masalah Defisit Nutrisi dan Defisit Pengetahuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga pada Pasien TB

Paru Kategori 1 dengan masalah Defisit Nutrisi dan Defisit Pengetahuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Melakukan Pengkajian Keperawatan Keluarga kasus Tuberculosis

paru kategori 1 dengan Defisit Nutrisi dan Defisit Pengetahuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran.


b. Merumuskan Diagnosa Keperawatan Keluarga kasus Tuberculosis

paru kategori 1 dengan Defisit Nutrisi dengan Defisit Pengetahuan

di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran.

c. Menyusun Intervensi Keperawatan Keluarga kasus Tuberculosis

paru kategori 1 dengan Defisit Nutrisi dan Defisit Pengetahuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran.

d. Melakukan Implementasi Keperawatan Keluarga kasus

Tuberculosis paru kategori 1 dengan Defisit Nutrisi dan Defisit

Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran.

e. Melakukan Evaluasi Keperawatan Keluarga kasus Tuberculosis

paru kategori 1 dengan Defisit Nutrisi dan Defisit Pengetahuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi ilmu

keperawatan dalam perkuliahan, khususnya dalam pembelajaran

Keperawatan Keluarga, Asuhan Keperawatan pada pasien Tuberculosis paru

dengan Defisit Nutrisi dan Defisit Pengetahuan di Wilayah kerja Puskesmas

Pekan Heran.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

mahasiswa yang akan mengadakan penelitian yang berhubungan dengan


asuhan keperawatan pada pasien Tuberculosis paru dengan Defisit Nutrisi

dan Defisit Pengetahuan di wilayah kerja puskesmas pecan heran.

1.4.3 Bagi pasien

Dengan adanya penelitian ini pasien dapat mengingkatkan ktifitas dan

mendapatkan motivasi serta dapat mengubah persepsi klien akan penyakit

yang di deritanya.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Tuberkulosis

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama

menyerang penyakit parenkin paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel

yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan

membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tuberkulosis paru ini

bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma

dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tuberkulosis paru dapat menular

melalui udara, waktu seseorang dengan tuberkulosis aktif pada paru batuk,

bersin atau bicara (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Tuberculosis atau TB adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri masuk dan terkumpul

di dalam paru-paru akan berkembang baik terutama pada orang dengan daya

tahan tubuh yang rendah dan menyebar melalui pembuluh darah atau

kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi TBC dapat menginfeksi

hampir seluruh organ tubuh seperti paru-paru, saluran pencernaan, tulang,

otak, ginjal, kelenjar getah bening, dan lain-lain, namun organ tubuh yang

paling sering terkena yaitu paru-paru (Sinta, 2015).

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan organ tubuh

lainnya. Bakteri tersebut masuk melalui saluran pernafasan dan saluran


pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Biasanya paling banyak melalui

inhalasi droplet yang berasal dari si penderita (Nurarif & Kusuma, 2015).

Penuluran dapat terjadi ketika pasien TB batuk atau bersin, kuman tersebar

ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Infeksi akan terjadi

ketika orang lain menghirup udara yang mengandung percikan dahak

infeksius

(Kemenkes RI, 2014).

Tuberculosis adalah penyakit menular yang paling sering mengenai

parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2-10 minggu setelah pajanan. Pasien

kemudian dapat membentuk penyakit aktif karena respon system imun

menurun atau tidak adekuat. Individu yang rentan menghirup droplet dan

menjadi terinfeksi, bakteri masuk ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi

inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia,

granuloma, dan jaringan fibrosa (Brunner dan Suddarth, 2013).

2.1.2 Etiologi

Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Penyebarannya melalui batuk atau bersin dan orang yang menghirup droplet

yang dikeluarkan oleh penderita. Meskipun TB menyebar dengan cara yang

sama dengan flu, tetapi penularannya tidak mudah. Infeksi TB biasanya

menyebar antar anggota keluarga yang tinggal serumah. Akan tetapi

seseorang bisa terinfeksi saat duduk disamping penderita di dalam bus atau
kereta api. Selain itu, tidak semua orang yang terkena TB bisa

menularkannya (Puspasari, 2019).

Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.

Kuman ini berbentuk batang, memiliki dinding lemak yang tebal, tumbuh

lambat, tahan terhadap asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil

tahan asam (BTA). Kuman ini memasuki tubuh manusia terutama melalui

paru-paru, namun dapat juga lewat kulit, saluran kemih, dan saluran

makanan (Sofro, dkk, 2018).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Djojodibroto (2014), sebagian besar orang yang mengalami

infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang berarti. Penderita infeksi

primer yang menjadi progresif dan sakit (3-4% dari yang terinfeksi),

gejalanya berupa gejala umum dan gejala respiratorik. Perjalanan penyakit

dan gejalanya bervariasi tergantung pada umur dan keadaan penderita saat

terinfeksi.

Tanda dan gejalanya meliputi :

a. Gejala Respiratorik, meliputi :

1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan

yang paling sering dikeluhkan oleh penderita TB Paru. Mula-mula,

batuk bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur

darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2) Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,

mungkin tampak berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah


atau berupa darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah

terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk

darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru

sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai, seperti efusi

pleura, pneumothorax, dan lain-lain.

4) Nyeri dada : Nyeri dada pada penderita TB Paru termasuk nyeri

pleuritik yang ringan, gejala ini timbul apabila system persyarafan di

pleura terkena (Wijaya, 2013).

b. Gejala Sistemik, meliputi :

1) Demam : Berupa gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada

sore dan malam hari mirip demam influenza, bersifat hilang timbul,

dan makin lama makin panjang serangannya, sedangkan masa bebas

serangannya makin pendek.

2) Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah berkeringat malam

hari, anoreksia, penurunan berat badan, serta malaise. Timbulnya

gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas,

walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

2.1.4 Klasifikasi TB Paru

Klasifikasi berdasarkan (Puspasari, 2019) :


a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

1) Tuberculosis paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim)

paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada

hilus.

2) Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh

selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing,

alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Klien baru TB, yakni klien yang belum pernah diobati dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28

dosis).

2) Klien yang pernah diobati TB, yakni klien yang sebelumnya pernah

menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (= dari 28 dosis).

3) Klien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan

TB terakhir :

a) Klien kambuh, yaitu klien TB yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis TB berdasarkan hasil

pemeriksaan bakteriologi atau klinis.

b) Klien yang diobati kembali setelah gagal, yaitu klien TB yang

pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.


c) Klien yang diobati kembali setelah putus obat, yakni klien

yang telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.

d) Lain-lain, yaitu klien TB yang pernah diobati namun hasil

akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

1) Monoresistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT ini

pertama saja.

2) Poli resistan (TB RR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT

ini pertama selain Insoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

3) Multidrug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.

4) Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga

resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan

minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan.

5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampis in

dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotype atau metode fenotipe.

2.1.5 Patofisiologi

Tuberkulosis adalah penyakit menular melalui udara yang

disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberculosis yang menyerang tubuh

terutama paru-paru. Ketika seorang pengidap TB Paru aktif batuk, bersin,


berteriak, atau meludah, orang tersebut dapat mengularkan droplet (titik air

liur terkecil) ke udara bebas. Sehingga di hirup oleh orang lain melalui

hidung atau rongga mulut lalu di bawa ke alveoli paru. Organisme

kemudian berkembang biak baik dalam waktu 2-12 minggu sampai jumlah

1.000-10.000. Jumlah tersebut akan cukup untuk mengeluarkan respon imun

yang mampu untuk dideteksi melalui reaksi.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.

Fagosit menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis

menghancurkan bakteri dan jaringan normal. Jika sistem kekebalan gagal

untuk menjaga basil tuberkulum dibawah kontrol, perbanyak cepat basil

terjadi kemudian yang mengarah ke perkembangan dari infeksi tuberkulosis

laten ke kasus tuberkulosis. Waktu untuk mengembangkan ke Tuberkulosis

mungkin segera setelah infeksi tuberkulosis laten atau lebih lama setelah

bertahun-tahun. Kasus tuberkulosis sangat menular dan dapat menyebarkan

basil ke orang lain (Agyemen, 2017).

Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui udara

pernafasan, bakteri, pernafasan, bakteri yang terhirup akan dipindahkan

melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai

untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat dipindahkan melalui

sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya.

Selain imun, tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.

Fagosit menekan banyak bakteri, limposit spesifik tuberkulosis

menghancurkan bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini

mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli yang dapat


menyebabkan broncho pneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai

10 minggu setelah pemajaman.

Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan

basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag dan

membentuk dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa,

bagian sentral dari fibrosa ini disebut “TUBERKEL”, bakteri dan makrofag

menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.

Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami

penyakit aktif karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh.

Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri.

Tuberkel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi.

Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang

terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya

bronchopneumonia lebih lanjut (Santa Manurung, 2013).

2.1.6 Komplikasi

Menurut Wahid & Imam (2013), dampak masalah yang sering

terjadi

pada TB paru adalah:

a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.


c. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan : kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ

lain seperti otak, tulang persendian, ginjal dan sebagainya.

2.1.7 Penatalaksanaan

a. Pengobatan TBC Paru

Paduan obat jangka pendek 6-9 bulan yang selama ini dipakai di

Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah Obat Anti Tuberculosis

(OAT) yang tersedia terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid

(Z), Etambotul (E), dan Streptomisin (S). Pengobatan TB paru diberikan 2

tahap, yaitu tahan intensif dan tahap lanjutan. Pada pasien Tuberkulosis paru

kategori 1 diberikan obat 2(HRZE)/4(HR)3, sedangkan pada pasien

Tuberkulosis paru kategori 2 diberikan obat 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Pengobatan TB dewasa kategori I berlangsung selama 6 – 8 bulan terbagi

dalam 2 tahap yaitu tahap intensif (awal), obat diminum setiap hari selama 2

atau 4 bulan dan tahap lanjutan, obat diminum 3 kali seminggu selama 4

atau 5 bulan. Pengobatan TB dewasa kategori II berlangsung selama 8 bulan

juga terbagi dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (awal), obat diminum setiap

hari selama 3 bulan ditambah suntikan streptomisin setiap hari selama 2

bulan dan tahap lanjutan, obat diminum 3 kali seminggu selama 5 bulan

(DepKes RI, 2020).


Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :

1) Obat anti TB tingkat satu : Rifampisin (R), Isoniazid (I),

Pirazinamid (P), Etambutol (E), Streptomisin (S).

2) Obat anti TB tingkat dua : Kanamisin (K), Para-Amino-Salicylic

Acid (P), Tiasetazon (T), Etionamide, Sikloserin, Kapreomisin,

Viomisin, Amikasin, Ofloksasin, Siprofloksasin, Norfloksasin,

Klofazimin dan lain-lain.

b. Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni :

1) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4-5 macam obat anti

TB per hari dengan tujuan :

a) Mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidial)

b) Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih

lanjut

c) Mencegah timbulnya resistensi obat

2) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan

a) Dua macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan :

Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi).

b) Mencegah kekambuhan, Pemberian dosis diatur berdasarkan

Berat Badan yakni kurang dari 33 kg, 33–50 kg dan lebih dari

50 kg.

c. Evaluasi Pengobatan.

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis

(hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-

lain), berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi


negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan

ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA

diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada

permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan.

2.1.8 Pencegahan Penularan Tuberkulosis

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

a. Menutup mulut bila batuk

b. Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada

wadah tertutup yang diberi lisol.

c. Makan, makanan bergizi

d. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita

e. Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik

2.2 Konsep Dasar Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga

Beberapa definisi keluarga, antara lain sebagai berikut:

a. Keluarga merupakan orang yang mempunyai hubungan resmi,

seperti ikatan darah, adopsi, perkawinan, atau perwalian, hubungan

sosial (hidup bersama) dan adanya hubungan psikologis (ikatan

emosional) (Siti Nur Kholifah, 2016).

b. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,


mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,

mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Siti Nur

Kholifah, 2016).

c. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di

suatu tempat di bawah satu atap dan saling ketergantungan

(KemenKes, 2017).

d. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai

peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga

(Friedman, 1998) dalam Salvari Gusti (2013).

e. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami-istri, suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu

dan anaknya (UU No.10 tahun 1991) dalam Salvari Gusti (2013).

2.2.2 Karakteristik Keluarga

Menurut Nadirawati (2018), karakteristik keluarga adalah :

a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan

perkawinan atau adopsi.

b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah

mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-

masing mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak, atau

adik.
d. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial

anggota.

Menurut Salvari Gusti (2013), karakteristik keluarga adalah:

a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan

darah, perkawinan, atau adopsi.

b. Anggota keluarga hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap

memperhatikan satu sama lain.

c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-

masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak, adik.

d. Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan

budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan

sosial anggota.

2.2.3 Bentuk Keluarga

a. Tradisional

1) The Nuclear Family (Keluarga Inti)

Keluarga yang terbentuk karena adanya ikatan pernikahan,

peran sebagai orang tua atau kelahiran. Keluarga yang terdiri dari

suami, istri dan anak.

2) The Dyad Family (Keluarga tanpa anak)

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang

hidup bersama dalam satu rumah.

3) Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan

anak sudah memisahkan diri.

4) The Childless Family

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk

mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena

mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.

5) The Extended Family

Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama

dalam satu rumah seperti nuclear family disertai paman, tante, orang tua

(kakek nenek) dan keponakan.

6) Commuter Family

Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu

kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar

kota biasa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat akhir pekan

atau pada waktu- waktu tertentu.

7) The Single Parent Family

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan

anak.

8) Multigenerational Family

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang

tinggal bersama dalam satu rumah.

9) Kin-network Family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau

saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan


pelayanan yang sama. Contoh: Dapur, kamar mandi, telepon dan lain-

lain.

10) Blended Family

Duda atau janda karena perceraian yang menikah kembali dan

membesarkan anak dari hasil perkawinan atau hasil perkawinan

sebelumnya.

11) The Single AdultFamily

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri

karena pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti: perceraian atau

ditinggal mati.

b. Non Tradisional

1) The Unmarried Teenage Mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak

dari hubungan tanpa menikah.

2) The Step-parent Family

Keluarga dengan orang tua tiri.

3) Commune Family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada

hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah. Sosialisasi

anak dengan aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.

4) The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family

Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa

melalui pernikahan.
5) Gay and Lesbian Family

Seseorang yang mempunyai persamaan orientasi seksual hidup

Bersama sebagaimana ‘marital partners’.

6) Cohabitating Family

Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan

karena beberapa alasan tertentu.

7) Group Network Family

Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan/nilai-nilai, hidup

berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang

rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab

membesarkan anaknya.

8) Foster Family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan

keluarga/saudara sementara waktu, pada saat orang tua anak tersebut

perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga

aslinya.

9) Homeless Family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan

yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan

keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

10) Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda

yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai


perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam

kehidupannya.

2.2.4 Struktur Keluarga

Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) menyatakan struktur

keluarga antara lain :

a. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik,

transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian

dalam keluarga. Komunikasi yang jelas dan fungsional dalam

keluarga merupakan sarana penting untuk mengembangkan makna

diri. Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan yang tidak,

hal ini bisa disebabkan oleh beberapa factor yang ada dalam

komponen komunikasi, seperti: sender, channel-media, massege,

environment, dan receiver.

b. Struktur Kekuatan dalam Keluarga

Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit bergantung

pada kemampuan keluarga tersebut untuk merespon stressor yang

ada dalam keluarga. Struktur di dalam keluarga yang sangat kaku

dan fleksibel dapat merusak fungsi didalam keluarga. Sifat struktur

di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

1) Struktur egalisasi; masing-masing keluarga mempunyai hak

yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi).

2) Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.


3) Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka; mendorong

kejujuran dan kebenaran (honesty dan authenticity).

4) Struktur yang kaku: suka melawan dan bergantung pada

peraturan.

5) Struktur yang bebas: tidak adanya peraturan yang memaksakan

(permissiveness).

6) Struktur yang kasar; abuse (menyiksa, kejam, dan kasar)

7) Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)

8) Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)

c. Struktur Peran dalam Keluarga

Peran menunjukkan pada beberapa set perilaku yang bersifat

homogen dalam situasi sosial tertentu. Peran lahir dari hasil interaksi

sosial, peran biasanya menyangkut posisi dan posisi

mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu system

sosial tertentu.

d. Struktur Nilai dalam Keluarga

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap, dan keyakinan yang

mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma

adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu.

Sistem nilai keluarga dianggap sangat memengaruhi nilai-nilai

masyarakat. Sebuah nilai keluarga akan membentuk pola tingkah

laku dalam menghadapi masalah yang dialami keluarga. Keyakinan

dan nilai in akan menentukan bagaimana keluarga mengatasi

masalah kesehatan dan stressor-stresor lain.


2.2.5 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018):

a. Afektif Dan Koping Keluarga memberikan kenyamanan emosional

anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan

mempertahankan saat terjadi stress.

b. Sosialisasi Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai,

sikap dan mekanisme koping; memberikan feedback dan memberikan

petunjuk dalam pemecahan masalah.

c. Reproduksi Keluarga melahirkan anaknya.

d. Ekonomi Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya

dan kepentingan di masyarakat.

e. Fungsi pemeliharaan kesehatan: keluarga memberikan keamanan dan

kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,

perkembangan, dan istirahat juga penyembuh dari sakit.

2.2.6 Tugas Perkembangan

a. Tahap Pertama Pasangan Baru (Beginning Family)

Tahap perkembangan keluarga dengan pasangan yang baru menikah

berawal dari perkawinan sepasang anak Adam menandai bermulanya sebuah

keluarga baru, keluarga yang menikah atau prokreasi dan perpindahan dari

keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim. Dua orang

yang membentuk keluarga perlu mempersiapkan kehidupan keluarga yang

baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi dalam

kehidupan sehari-hari. Masing-masing belajar hidup bersama serta


beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangan nya. Tugas

perkembangan pada tahap ini antara lain :

1) Membina hubungan intim yang memuaskan.

2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok

sosial.

3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.

b. Tahap Kedua Keluarga dengan Kelahiran Anak Pertama (Child-

Bearing)

Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama berlanjut

sampai anak pertama berusia 30 bulan. Kedatangan bayi dalam rumah

tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi anggota keluarga dan dan

setiap kumpulan hubungan. Kehamilan dan kelahiran bayi perlu

dipersiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas

perkembangan yang penting. Tugas perkembangan pada tahap ini antara

lain:

1) Persiapan menjadi orang tua.

2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga: peran, interaksi,

hubungan seksual dan kegiatan.

3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan pasangan.

c. Tahap Ketiga Keluarga dengan Anak Prasekolah

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 tahun dan

berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini, keluarga tumbuh dengan

baik dalam jumlah serta kompleksitas fungsi dan permasalahannya. Tugas

Perkembangan pada tahap ini antara lain:


1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat

tinggal, privasi dan rasa aman.

2) Membantu anak bersosialisasi.

3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhaan

anak yang lain juga harus terpenuhi.

4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar

keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).

5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7) Kegiatan dan waktu untuk menstimulasi tumbuh kembang anak.

d. Tahap Keempat Keluarga dengan Anak Sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun dan

berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini, umumnya keluarga mencapai

jumlah anggota keluarga maksimal sehingga keluarga yang sangat sibuk.

Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktivitas dan

minat sendiri. Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Membantu sosialisasi anak: tetangga, sekolah, dan lingkungan

termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan

hubungan dengan teman sebaya yang sehat.

2) Mempertahankan keintiman dengan pasangan.

3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin

meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan

anggota keluarga.
e. Tahap Kelima Keluarga dengan Anak Remaja

Periode remaja dianggap penting karena terjadi perubahan fisik yang

diikuti dengan perkembangan mental yang cepat. Tak jarang, perkembangan

mental pada remaja yang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju

dewasa menimbulkan dampak negatif pada mental anak remaja sehingga

diperlukan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai, dan minat

baru. Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan berakhir

dengan 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah

orang tuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi

tanggung jawab pada tahap-tahap sebelumnya. Tugas perkembangan pada

tahap ini antara lain:

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab

mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkat

otonominya.

2) Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga.

3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,

menghindari perdebatan, permusuhan, dan kecurigaan.

4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang

keluarga.

f. Tahap Keenam Keluarga dengan Anak Dewasa (Pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat terakhir kali meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat anak terakhir kali meninggalkan rumah. Lamanya tahap

ini bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum
berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tugas perkembangan pada

saat ini antara lain:

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki

masa tua.

4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.

5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

g. Tahap ketujuh Keluarga Usia Pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat seorang anak terakhir kali meninggalkan

rumah dan berakhir pada saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.

Pada beberapa pasangan fase ini dirasakan sulit karena masalah lanjut usia,

perpisahan dengan anak, dan perasaan gagal sebagai orang tua. Tugas

perkembangan pada saat ini antara lain:

1) Mempertahankan kesehatan

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya

dan anak-anak

3) Meningkatkan keakraban pasangan.

h. Tahap Kedelapan Keluarga Usia Lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu

pasangan pension, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai

keduanya meninggal. Proses lanjut usia dan pension merupakan realitas

yang tidak dapat dihindari karena berbagai stressor dan kehilangan yang

harus dialami keluarga. Stressor tersebut adalah berkurangnya pendapatan,


kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan, serta perasaan

menurunnya produktivitas dan fungsi kesehatan. Tugas perkembangan pada

tahap ini antara lain:

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan

fisik, dan pendapatan

3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat

4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan masyarakat sosial

5) Melakukan life revie.

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga

2.3.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga

a. Pengkajian

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:

1) Nama kepala keluarga (KK) identifikasi siapa nama KK sebagai

penanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan keluarga.

2) Alamat dan telepon

Identifikasi alamat dan nomor telepon yang bias dihubungi

sehingga mempermudah dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

3) Pekerjaan dan pendidikan KK

Identifikasi pekerjaan dan latar belakang pendidikan kepala

keluarga dan anggota keluarga yang lainnya sebagai dasar dalam

menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.


4) Komposisi keluarga

Komposisi keluarga menyatakan anggota keluarga yang di

identifikasi sebagai bagian dari keluarga mereka.

5) Genogram

Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang

menggambarkan konstelasi keluarga atau pohon keluarga dan

genogram merupakan alat pengkajian informatif yang digunakan

untuk mengetahui keluarga, dann riwayat, serta sumber-sumber

keluarga.

6) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala atau

permasalahan.

7) Suku bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan

kesehatan.

8) Agama

Mengkaji agama yang dianut keluarga serta kepercayaan yang

dapat mempengaruhi kesehatan.

9) Status Sosial Ekonomi Keluara

Status sosial keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala

keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status

sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-


kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang

yang dimiliki keluarga.

10) Rekreasi Keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya di lihat kapan saja keluarga pergi

bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu,

namun dengan menonton Tv dan mendengarkan radio juga

merupakan aktivitas rekreasi.

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari

keluarga inti

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh

keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan keluarga

tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti,

dijelaskan mulai lahir hingga saat ini yang meliputi riwayat

penyakit turunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota

keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit, sumber

pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta

pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan, termasuk

juga dalam hal ini riwayat perkembangan dan kejadian-kejadian

dan pengalaman kesehatan yang unik yang berkaitan dengan


kesehatan (perceraian, kematian, hilang, dll) yang terjadi dalam

kehidupan keluarga.

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak

suami dan istri/keluarga asal kedua orang tua seperti apa

kehidupan keluarga asalnya, hubungan masa silam dan dengan

orang tua dari kedua orang tua.

c. Data Lingkungan

Meliputi seluruh alam kehidupan keluarga mulai dari pertimbangan

bidang-bidang yang paling sederhana seperti aspek dalam rumah hingga

komunitas yang lebih luas dan kompleks dimana keluarga tersebut

berada.

d. Struktur Keluarga

1) Pola komunitas keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota

keluarga.

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi

orang lain untuk mengubah prilaku.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik

secara formal maupun informal.


4) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga

yang berhubungan dengan kesehatan.

5) Fungsi keluarga

a) Fungsi Afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan

keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana

kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana

keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

b) Fungsi Sosialisasi

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan

dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai.

c) Fungsi Perawatan Kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang

sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat

sakit. Kesanggupan keluarga di dalam melaksanakan

perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga

melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga

mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan

untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap

anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang


dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terhadap

dilakukan setempat.

d) Fungsi Reproduksi

1. Berapa jumlah anak

2. Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak

3. Metode apa yang digunakan keluarga dalam

mengendalikan jumlah anak

e) Fungsi Perawat Keluarga

Fungsi ini penting untuk mempertahankan keadaan kesehatan

anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

f) Stress dan Koping Keluarga

Stressor jangka panjang dan jangka pendek

(1) Sebutkan stressor jangka pendek (<6 bulan) dan stressor

jangka panjang (> 6 bulan) yang saat ini terjadi pada

keluarga. Apakah keluarga dapat mengetahui stressor

biasa dan ketegangan sehari-hari?

(2) Bagaimana keluarga mengatasi masalah tersebut?

Strategi koping apa yang digunakan oleh keluarga untuk

menghadapi masalah-masalah? (koping apa yang dibuat).

g) Pemeriksaan Fisik (head to toe)

Data selanjutnya yang harus dikumpulkan oleh perawat

adalah data tentang kesehatan fisik anggota keluarga. Tidak

hanya kondisi pasien, melainkan kondisi kesehatan seluruh

anggota keluarga.
h) Harapan Keluarga

(1) Terhadap masalah kesehatan keluarga

(2) Terhadap petugas kesehatan yang ada

2.3.2 Diagnosa Keperawatan Keluarga

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon

individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang aktual dan potensial (Allen, 1998) dalam Salvari Gusti

(2013).

Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang

didapatkan pada pengkajian, komponen diagnosa keperawatan meliputi :

a. Problem atau masalah

b. Etiologi atau penyebab masalah

c. Tanda Sign dan Gejala (symptom)

Secara umum faktor-faktor penyebab / etiologi yaitu : ketidaktahuan,

ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang mengacu pada 5 tugas keluarga,

antara lain :

a. Mengenal Masalah

b. Mengambil keputusan yang tepat

c. Merawat anggota keluarga

d. Memelihara / Memodifikasi lingkungan

e. Memanfaatkan fasilitas kesehatan

Setelah data dianalisa dan dtetapkan masalah keperawatan

keluarga, selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada perlu


diprioritaskan bersama keluarga dengan memperhatikan sumber daya dan

sumber dana yang dimiliki keluarga. Prioritas masalah asuhan keperawatan

keluarga dibuat dengan menggunakan proses skoring.

Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh

(Bailon dan Maglaya, 1978) dalam Suprajitno (2012) yaitu dengan cara :

a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat

b. Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan

bobot

c. Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan

jumlah bobot, yaitu 5)

Table 2.3.2 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga

No Kriteria Skor Bobot

1 Sifat masalah:

Tidak/ kurang sehat/ Aktual 3

Ancaman kesehatan/ Resiko 2 1

Krisis atau keadaan sejahtera/ potensial 1

2 Kemungkinan masalah dapat dirubah:

Dengan mudah 2

Hanya sebagian 1 2

Tidak dapat 0

3 Potensi masalah untuk dicegah:

Tinggi 3

Cukup 2 1

Rendah 1
4 Menonjolnya masalah:

Masalah berat harus segera ditangani 2

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani 1 1

Masalah tidak dirasakan 0

Skor yang diperoleh X Bobot


Skor Tertinggi

Beberapa diagnosa keperawatan keluarga yang dapat dirumuskan

pada anggota keluarga dengan TB Paru adalah :

a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan

b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

2.3.3 Intervensi Keperawatan Keluarga

Intervensi / Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan

tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan

masalah kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi dari masalah

keperawatan yang sering muncul (Salvari Gusti, 2013).

Perencanaan keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan

tujuan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan

kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya

merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan

standar.
Langkah-langkah dalam rencana keperawatan keluarga adalah :

a. Menentukan sasaran atau goal

b. Menentukan tujuan atau objektif

c. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang dilakukan

d. Menentukan kriteria dan standar kriteria

Standar mengacu kepada lima tugas keluarga sedangkan kriteria mengacu

pada 3 hal yaitu :

a. Pengetahuan (kognitif), intervensi ini ditujukan untuk memberikan

informasi, gagasan, motivasi, dan saran kepada keluarga sebagai

target asuhan keperawatan keluarga.

b. Sikap (Afektif), intervensi ini ditujukan untuk membantu keluarga

dalam berespon emosional, sehingga dalam keluarga terdapat

perubahan sikap terhadap masalah yang dihadapi.

c. Tindakan (Psikomotor), intervensi ini ditujukan untuk membantu

keluarga dalam perubahan perilaku yang merugikan ke perilaku

yang menguntungkan.

Tabel 2.3.3 Intervensi Keperawatan Keluarga dengan TB Paru

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (SIKI)

(SDKI) (SLKI)

1 Defisit Nutrisi berhubungan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi


dengan ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan (I.03119)
mencerna makanan keperawatan keadekuatan Observasi
(D.0019) asupan nutrisi untuk 1. Identifikasi alergi
memenuhi kebutuhan makanan dan intoleransi
metabolisme membaik makanan
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi makanan
1. Porsi makanan yang yang disukai
dihabiskan meningkat 3. Monitor asupan makanan
2. Nafsu makan membaik 4. Monitor berat badan
3. Frekuensi makan
membaik Edukasi Diet (I.12369)
4. Berat badan membaik 1. Ajarkan cara
merencanakan makanan
yang sesuai program
Terapeutik
1. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
2. Berikan suplemen
makan, jika perlu

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2 Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Pengetahuan
berhubungan dengan kurang (L.12111) (I.12383)
terpapar informasi Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan kecukupan 1. Identifikasi kesiapan dan
informasi meningkat dengan kemampuan menerima
kriteria hasil: informasi
1. Kemampuan 2. Identifikasi faktor-faktor
menjelaskan yang dapat
pengetahuan tentang meningkatkan dan
suatu topik meningkat menurunkan motivasi
2. Perilaku sesuai dengan perilaku hidup bersih
pengetahuan meningkat dan sehat
3. Persepsi yang keliru
terhadap masalah Terapeutik
menurun 1. Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan
untuk bertanya

Edukasi
1. Jelaskan faktor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat

2.3.4 Implementasi Keperawatan Keluarga

Implementasi / pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses

keperawatan keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk

membangkitkan minat keluarga untuk mendapatkan perbaikan kearah

perilaku hidup sehat. Pelaksanaan tindakan keperawatan keluarga

didasarkan kepada asuhan keperawatan yang telah disusun (Salvari Gusti,

2013).

Pelaksanaan tindakan keperawatan keluarga dilakukan sesuai dengan

rencana keperawatan keluarga yang telah dibuat dengan didahului perawat


menghubungi keluarga bahwa akan dilakukan implementasi sesuai dengan

kontrak sebelumnya (saat mensosialisaasikan diagnosa keperawatan).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil,

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk

melihat keberhasilan bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian perlu

disusun rencana keperawatan yang baru. Metode evaluasi keperawatan,

yaitu :

a. Evaluasi formatif (proses)

Adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan

bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan

kegiatan yang dilakukan, sistem penulisan evaluasi formatif ini biasanya

ditulis dalam catatan kemajuan atau menggunakan sistem SOAP.

b. Evaluasi Sumatif (hasil)

Adalah evaluasi akhir yang bertujuan untuk menilai secara keseluruhan,

sistem penulisan sumatif ini dalam bentuk catatan naratif atau laporan

singkat (Salvari Gusti, 2013).


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penulisan ini merupakan

deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk mengekplorasi masalah asuhan

keperawatan pada klien Tuberkulosis kategori 1 dengan masalah defisit

nutrisi dan defisit pengetahuan di wilayah kerja Puskesmas Pekan Heran.

Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan asuhan keperawatan

yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi.

3.2 Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian,

maka peneliti sangat perlu memberikan batasan istilah yang digunakan

dalam penelitian ini sebagai berikut :

3.2.1 Asuhan Keperawatan Keluarga adalah rangkaian interaksi perawat

dengan klien dan keluarga serta lingkungannya untuk mencapai

tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian.

3.2.2 Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus Mycrobakterium tuberculosis melalui inhalasi droplet.

3.2.3 Defisit Nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme.
3.2.4 Defisit Pengetahuan adalah ketiadan atau kurangnya informasi

kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Studi kasus ini dilakukan pada individu dalam kelurga yang

menderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Heran.

b. Waktu Penelitian

Studi kasus ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2022. Lama

waktu bias menyesuikan sesuai dengan target keberhasilan dari tindakan,

bisa satu minggu dengan 4-6 kali kunjungan.

3.4 Pengumpulan Data

Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan:

a. Melakukan studi pendahuluan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan

Heran untuk mengambil data pasien penderita Tuberkulosis Paru.

b. Penderita Tuberkulosis Paru di dalam keluarga di Wilayah Kerja

Puskesmas Pekan Heran.

c. Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan

Heran dengan gejala klinis utama: nafsu makan menurun, berat badan

menurun minimal 10% dibawah rentan ideal, menanyakan masalah

yang dihadapi.
d. Menjelaskan tujuan, manfaat dan tindakan studi kasus yang akan

dilakukan kepada calon responden.

e. Meminta calon responden untuk menandatangani lembar informed

consent sebagai bukti persetujuan penulisan.

f. Melakukan pengukuran tekanan darah kepada klien dan seluruh

anggota keluarga.

g. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dan lain-lain yang

bersumber dari klien, keluarga).

h. Observasi dan pemeriksaan fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan

Auskultasi) pada sistem tubuh klien dan seluruh anggota keluarga.

i. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Tuberkulosis Paru.

j. Menetapkan intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa

keperawatan.

k. Melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan diagnosa

keperawatan.

l. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan.

3.5 Uji Keabsahan

Keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi

yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan

validitas tinggi. Uji keabsahan data dilakukan dengan :


a. Memperpanjang waktu pengamatan/tindakan

b. Sumber informasi tambahan menggunakan tri angulasi dari tiga

sumber data utama yaitu pasien, perawat dan keluarga klien yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.6 Etika Penelitian

Pada penelitian ini penulis memperhatikan kode etik penelitian

dengan cara menggunakan informed consent untuk medapatkan persetujuan

dari klien menggunakan nama inisial pada keluarga atau klien dan menjaga

kerahasiaan data yang sudah diberikan oleh responden.

Anda mungkin juga menyukai