Anda di halaman 1dari 17

CONTOH KASUS BESAR DI INDONESIA YANG

DISEBABKAN OLEH KESALAH PAHAMAN


DALAM MENGARTIKAN KEMAJEMUKAN
AGAMA,RAS DAN ETNIK.

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2


1. ELIZA PUTRI TAMBUNAN (2101010180)
2. SONIMA SITUNGKIR (2101010169)
3. ESTER DAMAYANTI PANJAITAN (2101010220)
4. CINDY FATIKA SARI (2101010213)
5. RATU RAMA SIMANJUNTAK (2101010217)
6. LASTRI SHOPIANI BUTARBUTAR (2101010208)
7. PUTRI ARTHA ULINA (2101010202)
8. ROY SIMANJUNTAK (2101010185)
9. GUNAWAN EFENDI SIHOMBING (2101010177)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS HKBP NOMENSEN PEMATANG SIANTAR
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa Yang telah menciptakan alam semesta dan masih memberikan
kepada kita berkat dan kemurahannya sehingga pada saat ini saya dapat
menyelesaikan makalah kelompok kami ini dengan tepat waktu.

Berikut ini saya sebagai penulis mempersembahkan sebuah makalah


dengan judul Contoh kasus besar di Indonesia yang disebabkan oleh kesalah
pahaman dalam mengartikan kemajemukan agama,ras dan etnik, yang kami
terangkapkan dalam makalah ini untuk dapat memberikan contoh kepada teman
teman semua untuk lebih mengetahui dan kita sama sama mempelajari dan
memahami Contoh kasus besar di Indonesia yang disebabkan oleh kesalah
pahaman dalam mengartikan kemajemukan agama,ras dan etnik.

Kami disinimenyadari di dalam makalah kami ini, masih banyak


kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saya berharap kepada teman -
teman dan kepada Ibu dosen Kami untuk memberikan kritik dan saran
kepada Kepada kelompo 2 untuk lebih membangun dan lebih memahami
lebih lanjut.

Semoga Makalah ini memberikan informasi bagi kita dan bermanfaat


untuk mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.

Penyusun

Pematang Siantar, 18 Januari 2022


i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….… i

DAFTA ISI ……………………………………………….…………………. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG ….......………………………….……..……...1


1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN ….....…………………….…………….1
1.3 RUMUSAN MASALAH .……......………………………….………..1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................2

2.1 KASUS KEMAJEMUKAN RAS................................................................2-5

2.2 KASUS KEMAJEMUKAN BERAGAMA...................................................6-8

2.3 KASUS KEMAJEMUKAN ETNIS.............................................................9-12

BAB II PENUTUP……………………………………………………………….13

3.1 KESIMPULAN…...…………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tersebar dari sabang sampai


meraukeini,terdiri dari bermacam suku bangsa, budaya, ras,dan agama.
Disebutkanjugamasyarakat majemuk atau multikultur. Pengaruh kemajemukan
masyarakat yangperlu diperhatikan karena dapat menimbulkan konflik sosial
adalah munculnyasikap primordial (primordialisme) yang berlebihan dan stereotip
etnik. Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnitis
maupun budaya serta agama kepercayaannya. Kemajemukan masyarakat Indonesia
dapat berpontensi membantu bangsa Indonesia untuk lebih maju dan berkembang
bersama.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja contoh kasus besar di Indonesia yang disebabkan oleh kesalah
pahaman dalam mengartikan kemajemukan agama,ras dan etnik?
2. Apa saja kekerasan etnis di Indonesia ?
3. Apa saja hukuman yang pantas diberikan dari kasus tersebut?

1.3 TUJUAN
4. Mengetahui contoh kasus besar di Indonesia yang disebabkan oleh kesalah
pahaman dalam mengartikan kemajemukan agama,ras dan etnik
5. Mengetahui Apa saja kekerasan etnis di Indonesia
6. Mengetahaui Apa saja hukuman yang pantas diberikan dari kasus tersebut
1
BAB II

PEMBAHASAN

1. KASUS KEMAJEMUKAN RAS

Jumlah mahasiswi Papua yang tengah menempuh studi di luar negeri mengatakan
demonstrasi antirasisme, menyusul kematian George Floyd di Amerika Serikat, perlu
dijadikan momentum untuk membuka mata semua pihak bahwa rasisme masih terjadi dan
perlu ditangani.

Para mahasiswi ini bercerita pengalaman mereka sendiri menghadapi cercaan dan
tindakan rasis, baik di Indonesia ataupun di tempat mereka menempuh studi.Video George
Floyd, pria kulit hitam yang ditindih lehernya dengan lutut petugas polisi kulit putih -
kondisi yang menyebabkannya meninggal - menyebar cepat dan memicu aksi unjuk rasa
besar di banyak kota Amerika Serikat dan sejumlah negara.

Demonstrasi yang mengangkat Black Lives Matters ini diangkat aktivis Papua,
termasuk Veronica Koman dengan tagar Papuan Lives Matters untuk yang disebutnya
"membangkitkan kesadaran untuk menghentikan rasisme terhadap orang kulit hitam,
termasuk pada masyarakat Papua".

Di Australia, demonstrasi mengangkat hak warga asli Aborigin.Rasisme, pengalaman dan


harapan mahasiswa Papua Kasus George Floyd 'dijadikan momentum menyuarakan kasus
Papua', pemerintah sebut 'tak tepat disamakan'Putra-putri Papua dari ‘gubuk dan kurang
makan’ sampai ke pendidikan bergengsi duniaGeorge Saa, pemuda Papua dengan prestasi
'sangat spesial'Pegiat HAM serukan pembebasan tahanan politik Papua, pemerintah sebut
harus berdasarkan hokum.Seorang mahasiswi asal Papua, Florida Nasategay, yang tengah
mengambil S2 di bidang teknik pertambangan di Universty of Nevada, Reno, sempat
menyaksikan protes antirasisme di kota Amerika Serikat tersebut, demonstrasi yang
mengingatkannya atas ucapan rasis yang pernah ia alami."Kok bisa sampai sini," salah satu
pertanyaan yang diajukan ke Florida oleh mahasiswa Indonesia di Amerika."Ada yang

2
pernah bilang "di Papua sudah ada mobil ya? Di sana sudah pakai baju? Di sana masih
makan manusia? Orang Papua kok bisa sampai di sini (Amerika)? Cantik ya untuk ukuran
orang Papua," tutur Florida yang mendapatkan beasiswa untuk studi di Amerika sejak
2012 setelah lulus dari SMA di Jayapura.

"Tindakan rasial bukan cuma datang dari sesama orang Indonesia tetapi juga dari
orang Amerika ... ada yang tidak mau duduk di samping saya di transportasi umum
walaupun kosong, ada yang langsung memegang dompet, saat saya berada di dekat mereka
dan lain sebagainya."

Namun ia menambahkan "banyak keluarga dan teman-teman dari Indonesia yang


memperlakukan saya dengan baik, sebagai sesama orang Indonesia"'Ih ada orang hitam ...
kotor, bodoh dan hinaan-hinaan lain'Theresia Wellung dalam acara mahasiswa Indonesia
di Amerika. Lewati Podcast dan lanjutkan membaca Podcast
Dunia Pagi Ini BBC Indonesia,BBC Indonesia mengudara pada Pukul 05.00 dan 06.00 WIB,
Senin sampai Jumat,Episode Akhir dari Podcast. Theresia Wellung, mahasiswi asal Mimika,
Papua yang tengah melanjutkan studi bidang computer science di Oregon, juga mengalami
hal serupa. "Saya dan teman-teman seperantauan sudah tidak asing lagi dengan rasisme.
Saya sendiri pernah ditanya waktu tinggal di Jawa, 'Di Papua ada TV nggak? Di Papua pakai
baju?', 'Kalau di Papua, presidennya sama atau nggak?', 'Orang Papua mukanya sama
semua ya'," cerita Theresia yang biasa disapa Desty tersebut."Jujur saya jengkel mendapat
pertanyaan-pertanyaan seperti ini, tapi di lain sisi saya juga sangat prihatin karena
ternyata di pulau semaju ini orang-orangnya tidak semaju yang saya pikirkan," katanya
kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.

Desty mengatakan demonstrasi antirasisme yang terjadi menyusul kematian


George Floyd perlu dijadikan momentum untuk menghilangkan perlakuan rasis."Kalau di
Amerika sebutan untuk grup ini adalah white supremacists. Sayangnya banyak orang di
Indonesia juga menyerupai white supremacists terhadap orang kulit hitam di negara
sendiri, orang Papua atau daerah timur lainnya."Mereka menilai kulit hitam berarti jelek,
kotor, bodoh, tinggal di pohon dan hinaan-hinaan lainnya. Nah, pemikiran-pemikiran

3
seperti ini yang harus dibasmi cukup sampai generasi ini saja," kata Desty yang mendapat
beasiswa sejak SMA dan sudah ikut dalam Olimpiade Sains Nasional.Mahasiswi lain yang
tengah melanjutkan studi untuk gelar sarjana di Aachen, Jerman, Erlince Magai, juga
pernah mengalami tindakan rasis di Jakarta dan kota tempat dia menempuh studi.

Protes antirasisme setelah kematian George Floyd, semoga dapat membuka mata
bahwa rasisme masih terjadi di Indonesia, kata Erlince."Waktu saya ke Jakarta liburan
bersama sepupu lagi menunggu jemputan pada sore hari di depan pintu keluar Monas, ada
seorang anak kecil sekitar lima tahun melihat saya dan berkata 'ih ada orang hitam"."Saya
cuma senyum tetapi yang bikin saya marah adalah si ibunya tidak melakukan apa-apa
cuma ketawa. Di sni saya bisa menyimpulkan bahwa tidak ada pendidikan dini yang baik
dari si ibu," kata Erlince, mahasiswi yang berasal dari Timika. Sementara di Aachen,
Jerman, ia bercerita saat pembagian grup ketika seminar di kampus, ada sejumlah
mahasiwa "yang tidak mau berkelompok dengannya"."Itu juga merupakan tindakan rasis
secara tidak langsung."Indonesia 'masih dalam proses'Unjuk rasa menentang tindakan
rasis juga melanda sejumlah kota di Papua, termasuk Manokwari pada Agustus tahun lalu.

Dua orang prajurit TNI yang saat itu dituding mengucapkan kata-kata rasis di
depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, dikenakan sanksi indisipliner karena
disebutkan tidak ada bukti mereka mengucap rasis. Sandrayati Moniaga, wakil ketua
Komnas HAM mengatakan Indonesia masih dalam proses menerima keragaman. Ribuan
mahasiswa Papua eksodus: 'Kami pulang bukan untuk kembali'Meskipun kadang bergolak,
Papua dan Papua Barat 'memiliki kebebasan sipil tertinggi'Investigasi BBC: Ini cara kerja
jaringan bot penyebar informasi palsu tentang Papua"Indonesia secara formal mengakui
adanya keragaman, ini sudah jelas bahkan Indonesia juga telah menetapkan undang-
undang penghapusan diskiriminasi ras dan etnis. Artinya Indonesia mengakui adanya
diskrimnasi ras dan etnis. Tapi bagaimana ini dilaksanakan ini yang masih berjalan, masih
pelan-pelan berjalan," kata Sandrayati. Namun kata Sandrayati, hal ini "tidak mudah,
karena memang ada banyak perspektif masing-masing orang masih sangat kuat pada
keseragaman. Untuk jadi suatu bangsa di mana seluruh warganya dapat mentolerir

4
keragaman yang ada, kita masih dalam proses". BBC News Indonesia menghubungi
sejumlah staf khusus presiden, termasuk Lenis Kogoya, terkait isu rasisme namun dia
menyatakan belum mau berkomentar. Tetapi Hilmar Farid, Direktur Jendral Kebudayaan,
mengatakan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pihaknya
menyelenggarakan sejumlah acara melibatkan anak-anak muda dari seluruh provinsi,
seperti Kemah Budaya, untuk menekan rasisme. "Itu salah satu tujuannya [menekan
rasisme]. Kami melihat bahwa saling pengertian timbul bukan hanya dengan
memperkenalkan perbedaan tapi mendorong kolaborasi di antara berbagai elemen yang
berbeda," kata Hilmar.

"Selama ini terbukti ketika orang dipersatukan oleh tujuan bersama maka perbedaan
lebih mudah dikomunikasikan atau dinegosiasikan. Jadi tanpa harus secara eksplisit
menyebut keragaman sebagai titik tolak sekaligus tujuan, kegiatan-kegiatan dibentuk
dalam kerangka tersebut," tambahnya. Mahasiswi Papua yang pernah menghadapi ucapan
rasis ini menyatakan harapan agar semakin banyak orang yang mau belajar topik rasisme
agar masalah ini tak terjadi lagi.'Susah maju, kalau rasisme masih ada'Theresia Wellung
yang biasa dipanggil Desty meraih beasiswa sejak SMA dan ingin kembali dan mengabdi di
Papua."Saya rasa Indonesia akan susah maju kalau rasisme masih ada. Kami tidak akan
pernah merasa punya persaudaraan dengan orang Indonesia non-Papua kalau kami tidak
diperlakukan setara," kata Desty. Sementara Erlince mengatakan kematian George Floyd
dan demosntrasi yang terjadi membuka peluang bagi orang-orang Papua ikut berbicara.
"Dan semoga teman-teman di Indonesia terbuka matanya bahwa rasisme masih terjadi dan
kita perlu berbuat sesuatu," katanya.

5
2. KASUS KEMAJEMUKAN BERAGAMA

Indonesia merupakan negara yang beragama. Indonesia memiliki suku bangsa, adat
istiadat, budaya dan ras yang berbeda-beda tersebar di wilayah Indonesia. Namun keberagaman
tersebut terus dilakukan diuji dengan munculnya berbagai konflik yang terjadi diberbagai daerah.
Konflik-konflik menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan harus mengungsi.

Diberitakan Kompas.com (23/12/2012), Yayasan Denny JA mencatat selama 14 tahun


setelah masa reformasi setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di
Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 persen berlatar belakang agama. Sementara
sisanya kekerasan etnik sekitar 20 persen, kekerasan gender sebanyak 15 persen, kekerasan
seksual ada 5 persen pemerintah Pastikan Tuntaskan Kasus HAM di Indonesia . Dari banyak
kasus yang terjadi tercatat ada beberapa konflik besar yang banyak memakan jatuh
korban.Berikut sejumlah beberapa konflik di Indonesia tersebut.

Konflik Ambon

Menurut Yayasan Denny JA, konflik Ambon, Maluku merupakan konflik terburuk yang terjadi
di Indonesia setelah reformasi. Di mana telah menghilangkan nyawa sekitar 10.000 orang.konflik
Ambon berlangsung pada 1999 hingga 2003. Dalam konflik tersebut tercatat ribuan warga
meninggal, ribuan rumah dan fasilitas umum termasuk tempat ibadah terbakar. Bahkan ratusan
ribu warga harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi dan meninggalkan Maluku atas
konflik tersebut. Konfik Ambon berlangsung selama empat tahun.

Konflik Sampit,

Kalimantan Tengah terjadi pada 2001. Konflik antar etnis tersebut berawal dari bentrokan antara
warga Suku Dayak dan Suku Madura pada 18 Februari 2001. Diberitakan Kompas.com
(13/6/2018), konflik tersebut meluas ke seluruh Provinsi Kalimantan Tengah, termasuk di ibu
kota Palangkaraya. Diduga, konflik tersebut terjadi karena persaingan di bidang ekonomi. Pada
konflik tersebut Komnas HAM membentu Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Sampit.
Menurut, Yayasan Denny JA, tercatat ada sekitar 469 orang meninggal dalam konflik tersebut.
Sebanyak 108.000 orang harus mengungsi. kerusuhan yang berlangsung di Jakarta tersebut
setidaknya banyak korban yang meninggal, pemerkosaan dan 70.000 orang harus mengungsi. 6
Kerusuhan tersebut terjadi pada 13-15 Mei 1998.

Dikutip Kompas.com (13/5/2019), kerusuhan tersebut dilatarbelakangi terpilihnya kembali


Soeharto sebagi presiden pada 11 Maret 1998. Mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan dan
terjadi kericuhan dengan aparat. Dampaknya ada mahasiswa yang terluka dan meninggal.

Keberagaman bangsa Indonesia menimbulkan potensi masalah. Sebab masyarakatnya


terdiri dari berbagai suku, ras, agama, budaya dan kebiasaan yang berbeda.Tahukah kamu
masalah apa yang bisa timbul dalam keberagaman masyarakat?

Masalah dalam keberagaman masyarakat

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, masalah yang
timbul dalam keberagaman masyarakat antara lain:

 Timbulnya pertentangan antar budaya


 Kecemburuan sosial
 Sentimen kedaerahan
 Perubahan nilai-nilai budaya akibat globalisasi

Berikut ini penjelasannya:

1. Timbulnya pertentangan antar budaya

Pertentangan antarbudaya akan timbul jika tidak benar-benar ditangani secara tepat.
Kehidupan bangsa Indonesia yang beragam suku bangsa dan budaya, kadang-kadang diwarnai
konflik antarbudaya.Hal itu terbukti dari timbulnya berbagai kerusakan sosial. Seperti di Jakarta,
Bandung, Tasikmalaya, Situbondo, Ambon, Poso, Sambas, Aceh, Papua (Irian Jaya) dan daerah
lain.

2. Kecemburuan sosial

Berikut ini beberapa contoh konflik di Indonesia akibat kecemburuan sosial: Peristiwa
Tasikmalaya adalah contoh konflik yang disebabkan oleh kecemburuan sosial penduduk antara
penduduk pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Peristiwa Poso adalah contoh konflik yang

7
disebabkan oleh perbedaan agama antarumat Islam dengan umat Kristen. Peristiwa Sambas
adalah konflik yang disebabkan perbedaan etnis (suku bangsa) antara suku Dayak (penduduk
asli) dengan suku Madura (penduduk pendatang). Peristiwa Aceh dan Papua (Irian Jaya) adalah
contoh konflik sosial yang disebabkan perbedaan kepentingan politik antara pemerintah pusat
dengan masyarakat daerah setempat.

3. Sentimen kedaerahan

Sentimen kedaerahan misalnya kerusakan sosial yang terjadi di ibukota Jakarta antara
suku bangsa Betawi (penduduk asli) dengan suku bangsa Madura (penduduk pendatang).

4. Perubahan nilai-nilai budaya akibat globalisasi

Perubahan nilai-nilai budaya akibat pengaruh globalisasi ternyata telah memicu


timbulnya konflik sosial budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jakarta sebagai ibu kota
negara seringkali diwarnai oleh peristiwa kerusuhan sosial seperti peristiwa Tanjung Priuk.

8
3. KASUS KEMAJEMUKAN ETNIS

Kekerasan Etnis di Indonesia: Pelajaran dari Kalimantan

Ketegangan yang telah lama memanas antara orang Dayak dan para pendatang asal
Madura tiba-tiba meletus di kota Sampit, Kalimantan Tengah, dipertengahan bulan Februari
2001. Dalam beberapa hari saja, pembunuhan-pembunuhan disana-sini yang dilakukan kedua
belah pihak berkembang menjadi pembantaian sepihak terhadap orang Madura oleh orang
Dayak. Di minggu-minggu berikutnya pembunuhan menyebar ke daerah-daerah lain dalam
propinsi itu dan hingga awal April hampir seluruh penduduk asal Madura telah meninggalkan
propinsi. Pembantaian terhadap 500 orang Madura – dan mungkin lebih banyak lagi – oleh orang
Dayak serta larinya hampir seluruh masyarakat asal Madura sangat mirip dengan dua peristiwa
yang terjadi di kabupaten Sambas di bagian utara Kalimantan Tengah di tahun 1996-7 dan di
tahun 1999, serta menitik-beratkan bahaya menyebarnya kekerasan ke Kalimantan Barat dan
Timur.

Kekerasan di Kalimantan Tengah terjadi setelah beberapa dasawarsa dimana orang


Dayak – yang merupakan lebih dari setengah jumlah penduduk propinsi tersebut - mengalami
dislokasi. Susunan demografi propinsi telah mengalami perubahan, terutama dalam dua
dasawarsa terakhir, disebabkan program transmigrasi yang dilakukan pemerintahan Soeharto
serta masuknya apa yang disebut sebagai pendatang ‘spontan’ dari propinsi lain yang mencari
peluang ekonomis. Masyarakat Dayak juga terganggu oleh tindakan resim Soeharto yang
memberikan konsesis luas di hutan-hutan kepada perusahaan penebangan kayu, banyak yang ada
hubungannya dengan anggota keluarga Soeharto, kroninya atau pihak militer, sehingga banyak
orang Dayak penghuni hutan terusir dari kediaman tradisionalnya. Undang-undang yang
dikeluarkan di tahun 1979 yang menetapkan struktur pemerintahan daerah yang seragam
diseluruh Indonesia mengakibatkan terkikisnya kewenangan pemimpin desa tradisional serta
kohesi masyarakat Dayak. Dislokasi tersebut dirundung oleh anggapan meluas di kalangan orang
Dayak bahwa mereka sering diremehkan oleh masyarakat lain sebagai masyarakat yang
‘terbelakang’ dan ‘tidak berbudaya’.

9
Namun demikian, dislokasi yang dialami orang Dayak tidak sepenuhnya
menjelaskan kekerasan yang terjadi di bulan Februari dan Maret. Kalaupun pembantaian
merupakan reaksi terhadap perubahan demografis yang pesat maupun perusakan hutan, maka
kemarahan orang Dayak tentunya dituju kepada semua masyarakat pendatang. Akan tetapi
kekerasan yang terjadi dipusatkan seluruhnya terhadap orang Madura dan akhirnya dijadikan
suatu kampanye untuk mengusir mereka dari propinsi tersebut. Jumlah masyarakat Madura tidak
hanya lebih sedikit dibanding masyarakat Dayak, tetapi juga dibanding masyarakat pendatang
lainnya seperti orang Jawa dan orang Banjar. Mengapa orang Madura di Kalimantan Tengah –
sebagaimana juga di Kalimantan Barat beberapa tahun yang lalu – merupakan sasaran satu-
satunya? Apa kiranya manfaat ‘pembersihan etnis’ tersebut bagi masyarakat Dayak? Kenapa
masyarakat pendatang lainnya tidak diusik? Tidak terdapat jawaban yang gamblang. Penjelasan-
penjelasan yang paling umum diutarakan dalam ungkapan stereotipe. Orang Dayak seringkali
memandang orang Madura sebagai orang yang sombong, eksklusif, cenderung menggunakan
kekerasan, serta tidak dapat dipercaya. Dilain pihak, orang Dayak – terutama oleh pers
internasional - digambarkan sebagai pemerang barbar yang hendak menghidupkan kembali
tradisi kuno pemenggalan kepala musuh. Sebagaimana biasa terjadi dalam konflik etnis, tidak
jelas bagaimana kekerasan bermula. Menurut versi orang Dayak, kemarahan mereka terhadap
orang Madura sudah memuncak bertahun-tahun sampai serangan orang Madura terhadap orang
Dayak di Sampit di Februari 18-19 memicu pembantaian spontan terhadap ratusan orang
Madura. Dilain pihak, menurut orang Madura beberapa kelompok Dayak memprovokasi
benturan-benturan kecil sebagai alasan untuk menjalankan pembantaian yang menysusul
kemudian. Akan tetapi hingga saat ini tidak ada penjelasan yang memuaskan mengenai apa yang
menjadi motivasi kelompok Dayak tersebut.

Namun demikian ada satu hal yang cukup disepakati kedua belah
pihak.Hampir semua pihak mencatat kegagalan pasukan keamanan untuk mencegah konflik
tersebut. Polisi secara luas disalahkan atas kegagalan jaringan intelijen mereka dalam
mengantisipasi kekerasan serta ketidak mampuan mereka untuk bertindak dini guna mencegah
penyebaran kekerasan. Hingga saat pembantaian berkobar polisi dibuat tidak berdaya dan lebih
sering berdiam diri menyaksikan orang Dayak membakar rumah orang Madura dan berpawai
keliling kota Sampit sembari membawa kepala manusia. 10
Pada saat ditugaskan menjaga para pengungsi setelah gagal mencegah pembantaian, banyak
polisi yang lebih mengarahkan perhatiannya untuk meraup kesempatan memeras orang Madura
yang sudah putus asa. Kerjasama dengan militer samasekali tidak berjalan lancar, bahkan dalam
suatu kejadian yang mencengangkan polisi dan pasukan tentara saling berbaku tembak di
pelabuhan Sampit. Namun meskipun prestasinya yang kurang baik di Sampit, paling tidak
mereka dapat meminimalkan – tetapi tidak sama sekali mencegah – penyebaran kekerasan ke
pusat-pusat utama lainnya termasuk Palangkaraya, Kualakapuas, dan Pangkalanbun. Tentunya
tugas mereka dipermudah oleh kenyataan bahwa kebanyakan orang Madura telah melarikan diri
lebih dahulu ketimbang menguji kehandalan polisi dan militer. Akan tetapi pasukan keamanan
berhasil melindungi nyawa 100.000 orang pengungsi yang tengah melarikan diri.

Pemerintah serta pengadilan Indonesia kini menghadapi dilema klasik yang kerap
timbul setelah terjadi konflik etnis: bagaimana menuntut akuntabilitas tanpa memperburuk
ketegangan yang ada? Pada prinsipnya, penegakan hukum perlu dijunjung, serta yang
bertanggung jawab atas tindakan pembunuhan, penyerangan dan pembakaran dibawa kemuka
pengadilan. Kegagalan menghukum mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan etnis
menciptakan perasaan bebas hukum yang dapat mendorong terjadinya kekerasan baru di
kemudian hari dan di tempat lain. Hal tersebut juga dapat merintangi terjadinya rekonsiliasi
jangka-panjang. Akan tetapi selain kesulitan melekat dalam menemukan bukti yang cukup,
penyelesaian hukum terhadap kasus kekerasan massa tidak hanya mengabaikan sebab-sebab
mendasar dari konflik yang terjadi bahkan dapat menimbulkan persoalan baru. Para pelaku
pembantaian massa pada umumnya berkeyakinan bahwa tindakan mereka beralasan dan mereka
sering dianggap sebagai pahlawan dalam masyarakatnya sendiri. Sehingga penahanan mereka
kemudian bukan saja menjadi rintangan bagi tercapainya rekonsiliasi akan tetapi dapat juga
memicu kekerasan baru. Tujuan harus tetap diarahkan untuk menjunjung penegakan hukum,
namun bukan tanpa melihat keadaan. Dalam beberapa kasus, pertanyaan telak yang tidak dapat
dihindari adalah: berapa banyak jiwa yang perlu dikorbankan oleh si penegak hukum agar
penegakan hukum dijunjung? Hukum memang perlu ditegakkan, namun bukan tanpa
pertimbangan lain. Pada akhirnya yang berwenang perlu membuat keputusan yang peka
berdasarkan kondisi setempat. Karenanya langkah-langkah hukum perlu diterapkan sejalan

11
dengan upaya untuk memberi perhatian pada keluhan orang Dayak – yang kesemuanya secara
lebih luas bertujuan untuk memperbaiki keamanan, mendorong rekonsiliasi antara masyarakat
Dayak dan masyarakat Madura, serta menciptakan keadaan yang kondusif bagi kembalinya para
pengungsi.Banyak dari rekomendasi yang diberikan berikut ini secara khusus berhubungan
dengan kekerasan massa di Kalimantan Tengah. Akan tetapi meskipun kasus Kalimantan Tengah
mempunyai kekhasan tersendiri, beberapa aspek pengalaman propinsi tersebut menawarkan
pelajaran yang relevan bagi daerah lain di Indonesia.

Jakarta/Brussels, 27 Juni 2001

Bentrok Antar-Etnis Terjadi di Sumbawa

Bentrok antara etnis Bali dan etnis Samawa atau Sumbawa terjadi Selasa (22/1/2013)
siang di kabupaten Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Sejumlah rumah dan mobil milik
etnis Bali pun dibakar warga Sumbawa. Hingga petang ini kerusuhan yang terjadi di dalam kota
Sumbawa Besar, di sekitar Jalan Tambora dan Jalan Baru, Kabupaten Sumbawa, masih
berlangsung. Ribuan warga etnis Samawa atau Sumbawa melakukan sweeping terhadap rumah-
rumah dan mobil-mobil etnis Bali yang berada di sepanjang jalan kota Sumbawa Besar.
Kerusuhan itu berawal dari adanya informasi meninggalnya seorang gadis etnis Sumbawa
dengan tubuh penuh luka lebam dan pakaian dalam robek.

Namun saat keluarga korban melaporkan hal tersebut ke Mapolres Sumbawa, pihak
kepolisian justru menyatakan gadis tersebut tewas akibat kecelakaan, sementara keluarga korban
mengaku anak gadisnya ini berpacaran dengan seorang anggota polisi dari etnis Bali. Akibatnya,
siang tadi warga melakukan aksi unjuk rasa di depan Mapolres Sumbawa Besar, namun karena
jawaban dari pihak kepolisian tetap sama, warga akhirnya melakukan pengrusakan dan
pembakaran di sepanjang Jalan Baru dan Jalan Tambora yang letaknya tak jauh dari Mapolres
Sumbawa Besar. (Mut)

12
KESIMPULAN

Dari penjelasan, dapatlah diketahui bahwa di Indonesia sendiri


keberagaman etnis dapat di contohkan dengan adanya garis keturunan yang dianut
suku tertentu, misal garis keturunan ayah yang terkenal dengan istilah Patrialineal
yang dianut suku batak, garis keturunan ibu atau Matrialineal yang dianut suku
sunda, serta adanya etnis atau suku bangsa campuran yang merupakan perpaduan
dari dua ras yang berbeda yang kemudian memunculkan percampuran suku
bangsa. Untuk memahami secara mendalam mengenai Etnis,

Suatu kelompok etnis atau suku bangsa diklasifikasikan berdasarkan ikatan


hubungan darah. Sehingga seseorang yang tergabung ke dalam kelompok etnis
tertentu, mempunyai ikatan hubungan darah dengan kelompok etnis tersebut,
begitu pula sebaliknya seseorang yang bukan termasuk dalam kelompok etnis jika
tidak memiliki hubungan darah meskipun telah mengimplementasikan nilai-nilai
kebudayaan dalam kelompok etnis tersebut.

Hal ini dapat diambil contoh dalam kehidupan, ketika orang Batak tidak
berubah menjadi orang Jawa meskipun dirinya dalam keseharian berbaur dan
berinteraksi secara terus menerus dengan orang Jawa. Tidak jarang, Etnis
seringkali dikaitkan dengan agama, namun agama bukanlah indikasi yang merujuk
pada identitas etnis tertentu.

Berdasarkan teori-teori di telah dijelaskan atas dapat diambil suatu


kesimpulan bahwa etnis atau suku bangsa merupakan suatu kesatuan sosial yang
dapat membedakan kesatuan berdasarkan kesamaan asal-usul seseorang sehingga
dapat diklasifikasikan dalam status kelompok mana ia termasuk di dalamnya.

13
Daftar Pustaka

Anonim.2013.KemajemukanAgamadiIndonesiadanKonflik.Di

aksesdarihttp://stoents11.blogspot.compadatanggal19

Oktober2014pukul16:10Wib.

Iskandar.2011.EtnisdanSukuBangsa.Diaksesdari

http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.compadatanggal20

Oktober2014pukul08:37Wib.

Maula,ShintaSoviatul.2013.KeanekaragamanAgama,Rasdan

Etnik.Diaksesdarihttp://nta-valensweety.blogspot.compada

tanggal18Oktober2014pukul11:19Wib.

14

Anda mungkin juga menyukai