Buku Saku Pengendalian Hama Dan Penyakit Ikan

Pengarah
Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan
Tim Penyusun
Ir. Taukhid, M.Sc
Dr. drh. Angela Mariana Lusiastu , M.Si
Ir. Muk Sri Hastu , M.Sc
Andi Rahman, S.Pi
Drh. Dyah Setyowa
Dr. Desy Sugiani, S.Pi., M.Si
Aniek Suryani Sukowa , S.Pi, M.Si
Editor
Trinita Debataraja Simamora, S.St.Pi
Anita Rahmawa , S.Pi
Putra Febriandy, S.Pi
Heri, SE
DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas
berkah rahmat dan hidayah Nya,
penyempurnaan “Buku Saku Pengen-
dalian Penyakit Ikan ” telah dapat kami
selesaikan sesuai dengan yang
diharapkan.
Berkembangnya penyakit ikan yang sangat dinamis
pada usaha budidaya perikanan menuntut penyediaan
informasi mengenai gejala klinis dan upaya pengendalian
agar kerugian fisik maupun ekonomi yang di mbulkan
dapat diminimalisir secara dini. Oleh karena itu, Direktorat
Kawasan dan Kesehatan Ikan menerbitkan buku saku
penyakit ikan yang telah disesuaikan dengan
perkembangan informasi penyakit ikan terbaru.
Buku saku ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
pedoman prak s bagi petugas pengendali hama dan
penyakit ikan, pembudidaya ikan maupun pemangku
kepen ngan dalam mengenal jenis-jenis penyakit ikan yang
seringkali dijumpai dan berpotensi menjadi kendala pada
usaha budidaya ikan, serta upaya pengendaliannya.
DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN i

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih
kepada Tim Penyusun dan berbagai pihak yang telah
berkontribusi di dalam penyusunan buku saku penyakit
ikan. Kami sangat mengharapkan, saran dan kri k yang
membangun untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa
datang.
Jakarta, Desember 2018

Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan
ii DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN iii
105
6.16. Penyakit EHP 117

(Enterocytozoon hepatopenaei)
122
122
iv DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

139
146
152
162
165
168
172
175
7.11. White Faces Syndrome (WFS) ....... 180
186
186
190
193
197
203
208
212
DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN v

216
220
223
225
8.12. Penyakit Megalocy virus .............. 228
8.13. Tilapia Lake Virus (TiLV) ................. 231
vi DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 1
2 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN
Gambar 38.

Gambar 39.

Gambar 41.

Gambar 42.

Gambar 43.

Gambar 45.

6.16 Penyakit Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP)
A. Penyebab : Microsporidia (Enterocytozoon
hepatopenaei)
B. Karateris k Patogen :
· Menginfeksi Penaeus monodon (black
ger prawn) dan Penaeus
vannamei (pacific white shrimp) pada
indukan dan post larva;
· Infeksi penyakit pada sel-sel epitel
tubulus dari jaringan hepatopancrea c
(HP) udang;
· Mampu merusak kemampuan organ
untuk mendapatkan nutrisi dari pakan;
· EHP pada udang sering dikaitkan dengan
keberadaan WFS atau penyakit lain
seper WSSV;
· Bakteri patogenik EHP mengkolonisasi
saluran cerna udang;
· Menghasilkan racun yang menyebabkan
kerusakan jaringan dan disfungsi organ
pencernaan udang (hepatopancrease);
· Transimisi penyakit secara langsung dari
udang ke udang melalui rute oral;

· Penyebarannya sangat cepat dan tahan
terhadap klorinasi;
· Spora EHP memiliki dinding yang tebal
dan dak mudah diin-ak vasi;
· Penularan EHP juga dapat
melalui polychaeta, kepi ng dan moluska;
· Sulit untuk diberantas apabila sudah
masuk ke dalam tambak namun dapat
dikurangi jumlah EHP dan levelnya di
tambak;
· Potensi risiko lebih besar dibandingkan
EMS karena sifatnya lebih tahan terhadap
fluktuasi parameter lingkungan;
· Tidak menyebabkan kema an pada
udang.
C. Gejala klinis:
· Udang yang terinfeksi EHP akan
menghitam;
· Restardasi pertumbuhan yang serius
akibat kelaparan;
· Nafsu makan berkurang;
· Ukuran udang bervariasi pada umur yang
sama;
· Perubahan warna pada daging akibat
spora.

D. Diagnosa:
· Histopatologi;
· Loop-mediated isothermal amplifica on
(LAMP);
· Polymerase Chain Reac on (PCR).
Gambar 77. Hepatopancreas yang terkena spora EHP

Gambar 78. Udang yang terinfeksi EHP
E. Pengendalian:
· Manajemen kualitas air;
· Melakukan pengolahan lahan tambak
terutama pada tambak yang pernah
terinfeksi EHP;
· Cara persiapan tambak yang pernah
terkena spora, adalah: Mendisinfeksi
kolam tanah menggunakan CaO pada 6
Ton/Ha. Bajak CaO ke dalam sedimen
tambak kering (10-12 cm) dan kemudian
lembabkan sedimen untuk mengak an
kapur. Selanjutnya, biarkan selama 1

minggu untuk dikeringkan sebelum
dilakukan pengisian air. Setelah aplikasi
CaO, maka pH tanah akan meningkat
menjadi 12 atau lebih selama beberapa
hari dan kemudian jatuh kembali ke
kisaran normal karena menyerap karbon
dioksida dan CaCO3;
· Menerapkan biosekuri ;
· Menghindari penggunaan pakan hidup dan
segar berupa polychaeta dan kerang;
· Pakan hidup dapat diberikan asalkan
dibekukan terlebih dahulu dengan
meradiasi dengan sinar gamma;
· Melakukan pengontrolan bahan organik
pada kolam budidaya termasuk feses
udang;
· Menggunakan benih bebas (SPF) terhadap EHP.

Gambar 79.

Gambar 81.

Gambar 82.

Gambar 83.

Gambar 84.

Gambar 85.
Gambar 86.

Gambar 87.

Gambar 88.
Gambar 89.

Gambar 90.

Gambar 91.
Gambar 92.

Gambar 93.

Gambar 94.
Gambar 95.

Gambar 96.

Gambar 97.

Gambar 98.
Gambar 99.

Gambar 100.

Gambar 101.

Gambar 102.
Gambar 103.

Gambar 104.

Gambar 105.

Gambar 106.
Gambar 107.

Gambar 108.

Gambar 109.
Gambar 110.

Gambar 111.
Gambar 112.

Gambar 113.
Gambar 114

Gambar 115.
Gambar 116.

Gambar 117.

Gambar 118.

Gambar 119.
Gambar 120.

Gambar 122.
Gambar 123.

Gambar 124.

Gambar 125.
Gambar 126.

Gambar 127.
Gambar 128.

Gambar 129.
Gambar 130.

Gambar 131.
Gambar 132.

7.11 White Feces Syndrome (WFS)
F. Penyebab : Vibrio spp, microsporidia
(kelompok Enterocytozoon) dan parasit
Gregarin (genus Nematopsis) pada organ
pencernaan (lambung, hepatopankreas dan
usus).
A. Karateris k Patogen :
· Menyerang pada udang pada umur
sekitar 2 bulan;
· Co-infec on dari penyakit Enterocytozoon
hepatopenaei dan Vibrio spp diduga
sebagai penyebab terjadinya WFS;
· Indikator umum yang dapat digunakan
sebagai faktor pemicu munculnya kasus
WFS, antara lain:
ü Warna air cenderung hijau tua
ü Kecerahan cenderung pekat
(transparansi sekitar 20 cm)
ü Alkalinitas nggi (lebih besar dari 200
mg/l)
ü pH air > 8
ü TVC (Total Vibrio Count) dalam air
>102 CFU/ml.

ü Bahan Organik nggi (>100)
ü TAN (Total Amoniak Nitrogen) nggi.
· Menyebabkan penurunan kemampuan
enzima k (daya cerna) terhadap pakan
dan diiku oleh penurunan kemampuan
serapan nutrisi (konversi pakan (FCR)
diatas 2).
B. Gejala klinis:
· Tinja berwarna pu h, lengket, bau, dan
mengambang di air dalam jumlah besar;
· Karapas udang menjadi lembek,
mengkerut dan keropos;
· Terlihat feses udang berwarna pu h
disebabkan karena kerusakan
hepatopakreas dan materi pakan yang
dak dicerna;
· Penurunan kelangsungan hidup udang
sekitar 20-30% dibandingkan kondisi
normal;
· Terjadi penurunan nafsu makan atau
bahkan sampai udang dak mau makan;
· Pertumbuhan udang menjadi lambat;
· Tingkat variasi ukuran udang meningkat;

· Pencernaan kosong dan isi usus pis atau
cair (warna coklat keemasan);
· Penurunan rata-rata bobot tubuh harian;
· Perubahan patologi pada usus hiperplasia
sel submukosa dan epitel.
C. Diagnosa:
· Histopatologi;
· PCR
Gambar 133. Hepatopankreas pada udang normal

Gambar 134. Hepatopankreas pada udang yang terkena WFS
D. Pengendalian:
· Peningkatan kualitas air dengan cara
mengendalikan bahan organik terutama
kandungan bahan organik (TOM); total
bakteri dan vibrio;
· Pemberian immunos mulan: Vitamin C,
β-glucan, LPS/PG, levamisol, ekstrak
herbal;
· Penggan an air sebanyak 5 – 10% total
volume se ap hari;

· Penggunaan desinfeksi Trichlorois-
ocyanuric acid (TCCA) 20 ppm sebagai
penggan kaporit untuk mensterilkan air
pada masa persiapan, sedangkan pada
masa pemeliharaan, dosisnya di ngkat-
kan menjadi 50 ppm;
· Menjaga stabilitas plankton;
· Melakukan pembersihan lumpur di dasar
kolam;
· Aplikasi probio k untuk menyeimbangkan
rasio C, N, P;
· Menggunakan benur bebas (SPF)
terhadap WSF;
· Teknik puasa dan aplikasi adi f pakan
an bio k alami dari ekstrak bawang pu h
(alicyn) dan vitamin untuk meningkatkan
efek vitas bahan untuk pencernaan
udang;
· Melakukan manajemen budidaya udang
dengan pengecekan sehari 3 kali pada
tambak, melipu : kondisi pakan, ak vitas
dan kotoran udang;
· Melindungi ha dan usus udang dengan
penambahan vitamin dan mineral;
· Mensterilkan dasar kolam secara teratur;

· Membatasi padat tebar udang pada
tambak;
· Lakukan monitoring harian (pagi dan
sore) pada suhu air tambak. Data tersebut
dapat dijadikan dasar penentuan
feedingrate yang akan diberikan. Jika
fluktuasi pagi-sore dari suhu air tambak
melebihi 2 derajat, sangat disarankan
untuk mengurangi pemberian pakan,
meskipun ke ka anco pakan terlihat
habis.
· Jika udang telah mengalami WFS, maka
dilakukan pengurangan pemberian pakan
sebesar 50%, pembersihan dasar tambak
dari lumpur dan sisa plankton yang ma ,
aplikasikan probio k, dan menjaga
kualitas air serta kestabilan plankton;
· Jika WFS tetap sulit dikendalikan yang
diindikasikan dengan dak diperolehnya
peningkatan pertumbuhan udang pada 2
(dua) kali sampling maka segera
melakukan panen udang.

Gambar 135.

Gambar 136.
Gambar 137.

Gambar 138.

Gambar 139.

Gambar 140.
Gambar 141.

Gambar 142.

Gambar 143.
Gambar 144.

146.

147.

148.

149.
150.

151.
152.

153.

154.
155.

156.
157.

158.

159.

160.
161.

8.12 Penyakit Megalocy virus
A. Penyebab : Genus Megalocy virus
B. Karateris k patogen:
· Geno pe I (Infec ous spleen and kidney
necrosis virus, Dwarf gourami iridovirus,
African lampeye iridovirus, dan Murray
cod iridovirus) melipu isolat dari
berbagai spesies ikan laut di Jepang,
Korea, Cina, dan Thailand;
· Geno pe II (Red Sea bream iridovirus,
Grouper sleppy disease iridovirus dan
Rock bream iridovirus) terdiri atas isolat
dari spesies ikan air tawar di negara-
negara Asia Tenggara termasuk China,
Indonesia, dan Malaysia, dan ikan laut
yang ditangkap di Laut Cina Selatan;
· Geno pe III (Turbot reddish body
iridovirus dan Korean flounder iridovirus)
terutama terdiri dari isolat dari spesies
fla ish di Korea dan Cina;
· Infeksi Megalocy virus dicirikan dengan
formasi sel-sel membesar dan sel-sel
nekro k;

· Sel-sel membesar pertama ditemukan di
jaringan limpa dan ginjal, yang
selanjutnya sel-sel tersebut menyebar ke
beberapa organ dalam seper ha ,
jantung, lambung, usus dan ginjal bagian
belakang melalui peredaran darah;
· Virus anggota Iridovirus dapat
menginfeksi invertebrata dan vertebrata
poikilothermal, termasuk hewan yang
dapat terinfeksi adalah insekta, ikan,
amfibia dan rep le;
· Wabah Megalocy virus bersifat epizoo c
yang dapat menyebabkan kema an
massal ikan budidaya dalam waktu yang
rela f singkat (1-2 minggu dari awal
kejadian);
· Infeksi Megalocytvirus pada ikan hias
menyebabkan kema an antara 30%
sampai 100%.;
· Menyebabkan penyakit pada suhu air
20oC – 32oC.
· Kasus Megalocy virus pada budidaya ikan
gurame yang pernah dilaporkan, diduga

kuat akibat fluktuasi parameter air
terutama suhu dan pH yang cukup nggi
dalam periode yang singkat (24 jam) dan
berlangsung beberapa hari atau minggu.
C. Gejala klinis:
· Kelesuan, anoreksia, hiperpigmentasi,
eksoptalmus, lesi kulit, perilaku berenang
yang dak biasa, anemia berat, dan feses
berwarna pu h;
· Anemia, radang dan pembengkakan pada
limpa dan ginjal, pada sel-sel yang diserang
terbentuk inclusion bodybearing cell (IBC)
serta mengalami nekrosis jaringan
D. Diagnosa:
· Histopatologi;
· Polymerase Chain Reac on (PCR) dan
analisis urutan DNA.
E. Pengendalian:
· Manajemen kualitas air;
· Vaksinasi ru n;
· Penerapan biosekuri

8.13 Tilapia Lake Virus (TiLV)
A. Penyebab : Tilapia lake virus (TiLV).
B. Karateris k Patogen :
· Dapat menyebabkan kema an ikan nila
hingga 90% dalam waktu sebulan;
· Organ utama yang banyak diserang TiLV
adalah : mata, otak dan ha ;
· Virus ini bereplikasi di in sel ikan, dapat
hidup di perairan tawar dan payau dan
menyebar melalui media air atau melalui
kontak antar ikan;
· TiLV menginfeksi tahap perkembangan
nila mulai dari telur yang dibuahi dan
benih;
· Pola kema an ikan nila berlangsung
secara sub akut hingga akut dengan masa
inkubasi 1-14 hari;
· Individu yang bertahan hidup akan
mengalami penyembuhan, bertahan
hidup dan terbentuk kekebalan terhadap
penyakit tersebut sedangkan status
selanjutnya tidak diketahui secara pas ;

· Ikan yang terserang penyakit ini hanya
mampu bertahan 4-7 hari setelah
terinfeksi;
· Faktor pemicu munculnya TiLV yaitu
flutuasi suhu air dalam peride 24 jam
dengan kisaran fluktuasi suhu air rela f
aman adalah ≤2oC, kurang aman 2-4 oC
dan dak aman ≥ 4 oC.
C. Gejala klinis:
· Ikan terlihat lemah, nafsu makan
menurun, berenang di permukaan air dan
penurunan kesadaran;
· Warna tubuh lebih gelap, perut
membengkak (dropsy), katarak dan/atau
endophthalmus/exophthalmus, erosi pada
sirip/kulit,;
· Hilangnya lingkaran emas (golden ring) di
sekeliling mata, nekrosis pada operculum,
ulcer di permukaan tubuh dan
pembengkakan organ internal (ha ,
limpa, dan ginjal).
D. Diagnosa:
· Histopatologi;
· Koch’s Postulates
· Polymerase Chain Reac on (PCR).

Gambar 162. Kerusakan organ dalam pada Ika Nila yang
terinfeksi TiLV
Gambar 163. Ikan Nila yang terifeksi TiLV menunjukkan
katarak dan /atau endhophthalmus, ulcer di

permukaan tubuh

E. Pengendalian:
· Tidak melakukan mobilisasi ikan nila dari
wilayah/negara wabah;
· Penerapan CPIB dan CBIB;
· Persiapan petak kolam/tambak secara
sempurna seper pengeringan dasar
kolam/tambak;
· Menggunakan benih yang berser fikat;
· Melakukan vaksinasi ru n;
· Penerapan biosecurity serta sanitasi unit
pembenihan dan budidaya;
· Pemuliaan jenis ikan nila tahan TiLV;
· Pengembangan stok nila bebas pathogen
(SPF);
· Lakukan screening benih dengan
melakukan pengujian TiLV dengan PCR
sebelum benih ditebar;
· Menghindari stress dengan cara menjaga
padat tebar dan menjaga kualitas air agar
op mal.

Buku Saku Pengendalian Hama Dan Penyakit Ikan

Diunggah oleh

Informasi Dokumen

Hak Cipta

Format Tersedia

Bagikan dokumen Ini

Bagikan atau Tanam Dokumen

Opsi Berbagi

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?

Apakah konten ini tidak pantas?

Hak Cipta:

Format Tersedia

Buku Saku Pengendalian Hama Dan Penyakit Ikan

Diunggah oleh

Hak Cipta:

Format Tersedia

Pengarah

Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN i

Jakarta, Desember 2018

ii DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

6.16. Penyakit EHP 117

iv DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN v

vi DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

66 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 67

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 69

72 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 73

76 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 117

118 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

Gambar 77. Hepatopancreas yang terkena spora EHP

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 119

120 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 121

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 123

124 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 125

126 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 127

128 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 129

130 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 131

132 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 133

134 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 135

136 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 137

138 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 139

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 141

142 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

144 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 145

146 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 149

150 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

154 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 155

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 157

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 159

160 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

164 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 167

170 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 171

174 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

178 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

180 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 181

Gambar 133. Hepatopankreas pada udang normal

182 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 183

184 DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN

DIREKTORAT KAWASAN DAN KESEHATAN IKAN 185