Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik
modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi
seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen
proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung
jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk
usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara
tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
Al- Muzara’ah
Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan
imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah
AL- Musaqah
Secara etimologi kalimat musaqah itu berasal dari kata al-saqa yang artinya seseorang
bekerja pada pohon tamar, anggur (mengurusnya ) atau pohon-pohon yang lainnya
supaya mendatangkan kemashlahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang di
urus.
Secara terminologis al-musaqah didefinisikan oleh para ulama :
1. Abdurahman al-Jaziri, al-musaqah ialah : “aqad untuk pemeliharaan pohon kurma,
tanaman (pertanian ) dan yang lainya dengan syarat-syarat tertentu”.
2. Malikiyah, bahwa al-musaqah ialah : “sesuatu yang tumbuh”. Menurut Malikiyah,
tentang sesuatu yang tumbuh di tanah di bagi menjadi lima macam :
a) Pohon-pohon tersebut berakar kuat (tetap) dan pohon tersebut berbuah, buah itu
di petik serta pohon tersebut tetap ada dengan waktu yang lama, seperti pohon
anggur dan zaitun;
b) Pohon-pohon tersebut berakar tetap tetapi tidak berubah, seperti pohon kayu
keras, karet dan jati;
c) Pohon-pohon yang tidak berakar kuat tetapi berbuah dan dapat di petik, seperti
padi dan qatsha’ah;
d) Pohon yang tidak berakar kuat dan tidak ada buahnya yang dapat di petik, tetapi
memiliki kembang yang bermanfaat seperti bunga mawar;
e) Pohon-pohon yang diambil hijau dan basahnya sebagai suatu manfaat, bukan
buahnya, seperti tanaman hias yang ditanam dihalaman rumah dan di tempat
lainya;
3. Menurut Syafi’iyah yang di maksud dengan al-musaqah ialah :
“Memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar dan anggur kepada orang
lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara dan menjaganya
dan bagi pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang di hasilkan pohon-
pohon tersebut”.
4. Menurut Hanabilah bahwa al-musaqah itu mencakup dua masalah :
a) Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami, seperti pohon anggur, kurma
dan yang lainnya, baginya ada buahnya yang dimakan sebagian tertentu dari buah
pohon tersebut, sepertiganya atau setengahnya.
b) Seseorang menyerahkan tanah dan pohon, pohon tersebut belum ditanamkan,
maksudnya supaya pohon tersebut ditanamkan pada tanahnya, yang menanam akan
memperoleh bagian tertentu dari buah pohon yang ditanamnya, yang kedua ini
disebut dengan munashabah mugharasah, karena pemilik menyerahkan tanah dan
pohon-pohon untuk ditanamkanya;
5. Menurut Syaikh Shihab al-Din al-Qolyubi dan Syaikh Umairah, bahwa al- musaqah
ialah : “Memperkerjakan manusia untuk menguruspohon dengan menyiram
dan memeliharanya dan hasil yang dirizkikan allah dari pohon untuk mereka
berdua”.
6. Menurut Hasbi ash-Shiddiqie yang di maksud dengan al-musaqah :
“ Syarikat pertanian untuk memperoleh hasil dari pepohonan”7
Setelah diketahui semua definisi dari ahli fiqih, maka secara esensial al-musaqah itu
adalah sebuah bentuk kerja sama pemilik kebun dengan penggarap dengan tujuan
agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga dapat memberikan hasil yang baik
dan dari hasil itu akan di bagi menjadi dua sesuai denagn aqad yang telah disepakati.
Bai Al Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang di
sepakati. Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang di beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
BAI'AS-SALAM(MEMESAN)
Bai’salam berarti pembelian yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembanyaran
dilakukan di muka. As Salam terkadang dikenal juga dengan sebutan As Salaf atau
pendahuluan.As Salam bermakna proses jual beli atas sesuatu dengan kriteria tertentu,
yang barang tersebut belum ada saat ijab-qabul dilakukan dengan pembayaran
didahulukan/disegerakan.
Sabiq (1997) mengatakan bahwa para fuqaha menamainya dengan Al Mahawi’ij atau
barang-barang yang mendesak, karena ia adalah jenis jual beli sesuatu yang tidak ada di
tempat sementara dua pihak melakukan jual beli karena desakan keperluan. Pemilik uang
memerlukan barang dengan kriteria tertentu, sedangkan pedagang meminta uang
pembayaran disegerakan sehingga ia dapat membeli berbagai keperluan untuk membuat
barang dengan kriteria yang dipesan pembeli tersebut. Jika pembeli disebut dengan Al
Muslim atau pemilik As Salam, maka penjual disebut dengan Al Muslamu ilaihi (orang
yang diserahi) dan barang yang dijual disebut dengan Al Muslam Fiih (barang yang akan
diserahkan).
Bai Al-Istishna’
Berasal dari kata ( ﺻﻧﻊshana’a) yang artinya membuat kemudian ditambah huruf alif,
sin dan ta’ menjadi ( ﺍ ﺴﺗﺻﻧﻊistashna’a) yang berarti meminta dibuatkan sesuatu.
Istishna’ atau pemesanan secara bahasa artinya: meminta di buatkan. Menurut
terminologi ilmu fiqih artinya: perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam
kepemilikan penjual dengan syarat di buatkan oleh penjual, atau meminta di buatkan
secara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual.