Makalah Istihsan - Mata Kuliah Hukum Islam - Irma Ariani - A1 - 2140501014
Makalah Istihsan - Mata Kuliah Hukum Islam - Irma Ariani - A1 - 2140501014
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Hukum
Islam Di Bawah Dosen Pengampu Bapak Zainal Abidin Muhja, B.IS., MIRKH
IRMA ARIANI
2140501014
FAKULTAS HUKUM
TA 2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Istihsan” tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak
dosen Zainal Abidin Muhja, B.IS., MIRKH pada bidang studi Hukum Islam. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Istihsan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen Zainal Abidin Muhja, B.IS.,
MIRKH selaku dosen mata kuliah Hukum Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya terima dengan baik demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis,
Irma Ariani
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Pengertian Istihsan.........................................................................................................
D. Pembagian Istihsan.........................................................................................................3
F. Contoh Istihsan...............................................................................................................6
A. Kesimpulan..................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teman-teman ku sekalian, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasannya
terdapat sumber ajaran Islam yang pertama yaitu al-Qur'an. Al-Qur'an ini adalah
wahyu yang diturunkan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, sedikit demi
sedikit dimulai di Mekah dan disudahi di Madinah. Atas dasar wahyu inilah nabi
menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat Islam pada saat
itu.
Dalam persoalan itu, nabi menyelesaikan dengan pemikiran dan pendapat beliau
dan terkadang pula melalui permusyawaratan dengan para sahabat. Inilah yang
kemudian dikenal dengan sunnah Rasul. Memang al-Qur'an hanya memuat prinsip-
prinsip dasar dan tidak menjelaskan segala sesuatunya secara terperinci. Sedangkan
dalam bidang muamalat, prinsip-prinsip dasar itu yang belum dijelaskan oleh
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam diserahkan kepada umatnya untuk
mengaturnya.
Dengan demikian, persoalan yang belum ada nashnya dalam al-Qur'an dan
Hadits, maka dari itu para ulama mencoba memberikan solusi atau di istimbatkan
hukumnya dengan berbagai metode, walaupun metode dalam berijtihad berbeda satu
sama lain karena ada yang memakai metode misalnya istihsan tetapi ulama lain
menolaknya.
Dalam pembahasan pada makalah ini cukup difokuskan pada persoalan berijtihad
dengan Istihsan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Istihsan?
2. Apa saja pembagian Istihsan?
3. Apa yang menjadi dasar hukum Istihsan?
4. Bagaimana contoh Istihsan?
5. Bagaimana hasil presentasi dengan materi Istihsan pada pemateri dan partisipan
dalam diskusi tanya-jawab?
1
C. Tujuan Pembahasan
1. Agar lebih bisa memahami pengertian Istihsan
2. Agar lebih bisa memahami pembagian Istihsan
3. Agar lebih bisa memahami dasar hukum Istihsan
4. Agar lebih bisa memahami contoh Istihsan
5. Agar lebih bisa memahami hasil diskusi di sesi tanya-jawab pada presentasi
materi Istihsan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istihsan
1. Istihsan adalah menurut bahasa berarti menganggap baik.
2. Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang nyata untuk
menjalankan qiyas yang tidak nyata (samar-samar) atau meninggalkan hukum
kulli (umum) untuk menjalankan hukum istina’i (pengecualian) disebabkan ada
dalil yang menurut logika membenarkannya.
3. Istihsan secara istilah menurut ulama Malikiyah adalah mengutamakan
meninggalkan pengertian suatu dalil dengan cara istina’ dan berdasarkan pada
keringanan agama karena adanya hukum yang bertentangan.
4. Pengertian Istihsan oleh seorang ulama Hanafiyah adalah beralih kepada
penetapan hukum suatu masalah dan meninggalkan yang lainnya karena adanya
dalil syara’ yang lebih khusus.
Jadi kesimpulannya, Istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada
hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara` yang mengharuskan untuk
meninggalkannya.
B. Pembagian Istihsan
Ulama Hanafiah membagi Istihsan kepada enam (6) macam. Sebagaimana di
jelaskan oleh al-Syatibi dalam kitabnya al-Muwaffaqat Fi Ushul al-Syariah, yaitu :
4
keadaan tertentu seseorang harus membuka bajunya untuk di diagnosa
penyakitnya. Maka, untuk kemaslahatan orang itu, maka menurut kaidah Istihsan
seorang dokter dibolehkan melihat aurat wanita yang berobat kepadanya.
5. Istihsan Bi Al-Urf (Istihsan Berdasarkan Adat Kebiasaan Yang Berlaku
Umum)
Yaitu penyimpangan hukum yang berlawanan dengan ketentuan qiyas,
karena adanya Urf yang sudah dipraktikkan dan sudah dikenal dalam kehidupan
masyarakat.
Contohnya seperti menyewa wanita untuk menyusukan bayi dengan
menjamin kebutuhan makan, minum dan pakaiannya.
6. Istihsan Bi Al-Dharurah (Istihsan Berdasarkan Dharurah)
Yaitu seorang mujtahid meninggalkan keharusan pemberlakuan qiyas atas
sesuatu masalah karena berhadapan dengan kondisi darurat, dan mujtahid
berpegang kepada ketentuan yang mengharuskan untuk memenuhi hajat atau
menolak terjadinya kemudharatan.
Misalnya dalam kasus sumur yang kemasukan najis. Menurut kaidah umum
sumur tersebut sulit dibersihkan dengan mengeluarkan seluruh air dari sumur
tersebut, karena sumur yang sumbernya dari mata air sulit dikeringkan. Akan
tetapi ulama Hanafiah mengatakan bahwa dalam keadaan seperti ini untuk
menghilangkan najis tersebut cukup dengan memasukan beberapa galon air
kedalam sumur itu, karena keadaan dharurat menghendaki agar orang tidak
mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan air untuk ibadah.
Artinya :
5
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah Swt petunjuk dan mereka Itulah
orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Az-Zumar: 18).
Ayat ini menurut mereka, menegaskan bahwa pujian Allah Swt bagi hamba-Nya
yang memilih dan mengikuti perkataan yang terbaik, dan pujian tentu tidak ditujukan
kecuali untuk sesuatu yang disyariatkan oleh Allah Swt.
Artinya :
“Dan turutlah (pimpinan) yang sebaik-baiknya yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu”….(Q.S. Az-Zumar: 55).
Menurut mereka, dalam ayat ini Allah Swt memerintahkan kita untuk mengikuti
yang terbaik, dan perintah menunjukkan bahwa ia adalah wajib. Dan di sini tidak ada
hal lain yang memalingkan perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan
bahwa Istihsan adalah hujjah.
D. Contoh Istihsan
Berikut ini adalah contoh Istihsan dalam bentuk umum.
Menurut Madzhab Hanafi, sisa minuman burung buas, seperti elang, burung
gagak dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan
Istihsan. Padahal seharusnya kalau menurut qiyas (jali), sisa minuman binatang buas,
seperti anjing dan burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman
yang telah bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya.
Binatang buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke
tempat minumnya.
Sedangkan menurut qiyas khafi, burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut
binatang buas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang
mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan
tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena itu sisa minum burung buas itu
tidak bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab di antara oleh paruhnya,
demikian pula air liurnya.
6
Dalam hal ini keadaan yang tertentu yang ada pada burung buas yang
membedakannya dengan binatang buas. Berdasarkan keadaan inilah ditetapkan
perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut Istihsan.
هّٰللا هّٰللا ۤ
ِ َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّمنَ ِ ۗ َو ُ ع
َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم ُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
اغ َّواَل عَا ٍد فَٓاَل ِا ْث َم َعلَ ْي ِه ۗ ِا َّن هّٰللا َ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم
ٍ َفَ َم ِن اضْ طُ َّر َغ ْي َر ب
8
Idealnya atau seharusnya yang diambil adalah qiyas jali yaitu qiyas yang illat
nya itu jelas dan meninggalkan qiyas khafi, tetapi karena di dalam qiyas khafi itu
ada kebaikan maka kemudian mujtahid itu mengambil qiyas khafi karena di
dalam dalil yang lemah itu ada kebaikan maka mujtahid itu meninggalkan dalil
yang kuat. Maka hal ini di sebut sebagai Istihsan.
Istihsan ini di tumbuh kembangkan oleh Imam Hanafi dan disetujui oleh
Madzhab Maliki. Istihsan diperbolehkan oleh mereka karena dalam rangka jalbul
masholih (yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan) dan roful haraj
(meninggalkan/menghilangkan kesulitan).
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis tarik, berdasarkan permasalahan yang
telah dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Istihsan adalah sebuah konsep penalaran yang mana menggali dan menemukan
hukum suatu kejadian yang tidak pernah ditetapkan hukumnya secara jelas oleh
nash, dimana posisi daripada Istihsan ini disamakan dengan Qiyas namun dengan
sandaran yang lebih kuat.
2. Berdasarkan bentuk pembagian daripada Istihsan ini ialah di bagian ke dalam
enam (6) pembagian, yaitu diantaranya :
a) Istihsan Bil An-Nash (Istihsan Berdasarkan Ayat Atau Hadits)
b) Istihsan Bi Al-Ijma (Istihsan Yang Didasarkan Kepada Ijma)
c) Istihsan Bi Al-Qiyas Al-Khafi (Istihsan Berdasarkan Qiyas Yang
Tersembunyi)
d) Istihsan Bi Al-Maslahah (Istihsan Berdasarkan Kemaslahatan)
e) Istihsan Bi Al-Urf (Istihsan Berdasarkan Adat Kebiasaan Yang Berlaku
Umum)
f) Istihsan Bi Al-Dharurah (Istihsan Berdasarkan Dharurah)
3. Dasar hukum Istihsan sebagaimana dalam firman Allah Swt melalui suatu surah
yaitu pada Q.S. Az-Zumar ayat 18 dan Q.S. Az-Zumar ayat 55.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memperoleh saran, yakni
sebagai masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam di Indoneisa hendaknya dapat
memahami ataupun mengetahui Istihsan dengan baik, karena pada hakekatnya
Istihsan digunakan untuk mendapatkan kemashlatan dan menolak kemadharatan atau
dengan kata lain digunakan untuk menemukan kemaslahatan yang lebih kuat atau
kemadlaratan yang lebih sedikit, sehingga Istihsan bisa dikatakan untuk digunakan
sebagai sumber dan metode hukum Islam.
10
DAFTAR PUSTAKA
Madani, B. (2017, 05 31). Pengertian Istihsan, Dasar Hukum, Pembagian dan Contoh
Istihsan. Ushul Fiqih. Retrieved from
https://www.bacaanmadani.com/2017/05/pengertian-istihsan-dasar-hukum.html
11