Anda di halaman 1dari 33

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Hakikat Media Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

“tengah, perantara atau pengantara.” Dalam bahasa Arab media adalah (

‫)وسائل‬ atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2013:

3). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa media adalah sebuah

perantara untuk mengirimkan pesan dari pemberi pesan kepada penerima pesan

sehingga tujuan yang ingin diberitahukan dapat tersampaikan dengan baik.

Gerlach dan Ely dalam Asnawir (2012: 43), mengatakan bahwa media

apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang

membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,

keterampilan atau sikap. Berdasarkan pengertian media tersebut maka dapat

diketahui bahwa media merupakan sarana penyampaian pesan baik berupa

manusia materi atau sebuah kejadian yang ada dilingkungan hidup sehingga dapat

diketahui tujuan dari kejadian tersebut.

Menurut Criticos dalam Daryanto (2011: 4), mengungkapkan media

merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari

komunikator menuju komunikan. Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik

kesimpulannya bahwa pengertian media merupakan sesuatu yang bersifat

menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audio

(siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.

12
13

2.1.2 Kriteria Pemilihan Media

Media merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan proses

belajar mengajar. Dengan beraneka ragamnya media maka masing-masing media

mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu ada beberapa

pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran


yang telah ditetapkan. Masalah tujuan pembelajaran ini merupakan
komponen yang utama yang harus diperhatikan dalam memilih media.
Dalam penetapan media harus jelas dan operasional, spesifik, dan benar-
benar tergambar dalam bentuk perilaku.
2. Aspek materi menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam memilih
media. Sesuai atau tidaknya anatara materi dengan media yang digunakan
akan berdampak pada hasil pembelajaran siswa.
3. Kondisi siswa dari segi subjek belajar menjadi perhatian yang serius bagi
guru dalam memilih media yang sesuai dengan kondisi anak. Faktor umur,
intelegensi, latar belakang pendidikan, budaya, dan lingkungan anak
menjadi titik perhatian dan pertimbangan dalam memilih media pengajaran.
4. Karakteristik media di sekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain
sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi
pertimbangan seorang guru.
5. Media yang dipilih seharusnya dapat menjelaskan apa yang akan
disampaikan kepada siswa secara tepat dan berhasil guna, dengan kata lain
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal.
6. Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media harus seimbang
dengan hasil yang akan dicapai, (Asnawir, 2012: 15).
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam pemilihan

media, maka diperlukan beberapa pertimbangan yaitu media yang digunakan

selaras dengan tujuan pembelajaran, kemudian dilihat dari aspek materi yang

sesuai dengan media pembelajaran, selanjutnya memerhatikan kondisi siswa

ketika hendak memilih media pembelajaran, dan selain itu media pembelajaran

mampu menjelaskan materi yang tepat sasaram serta biaya yang dikerluarkan

seimbang dengan hasil yang dicapai.


14

Selain pertimbangan di atas untuk memilih media dapat menggunakan pola

seperti yang lain. Sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran

yang tepat dapat di rumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu akronim dari:

1. Access
Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media.
Misalnya di menggunakan media internet perlu dipertimbangkan terlebih
dahulu saluran untuk koneksi ke internet tersebut. Akses juga menyangkut
aspek kebijakan.
2. Cost
Biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media yang dapat menjadi
pilihan di. Media canggih biasanya mahal. Namun mahalnyaa biaya harus di
hitung asfek manfaatnya. Semakin banyak yang menggunakan maka unit
cost dari sebuah media akan semakin menurun.
3. Technology
Mungkin saja di tertaarik terhadaap suatu media tetapi di harus
mempertimbangkan tentang aspek pendukungnya.
4. Interactivity
Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau
intraktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang anda kembangkan tentu
saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.
5. Organization
Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi. apakah kepala
sekolah mendukung atau tidak.
6. Novelty
Kebaruan dari media yang anda pilih juga harus menjadi pertimbangan.
Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi siswa,
(Sanjaya, 2010: 225).
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat diketahui bahwa harus melihat

beberapa pertimbangan dalam memilih media yang tepat untuk diterapkan dalam

proses pembelajaran antara lain yaitu mudah digunakan, berbasis teknologi, dan

inovasi serta memberikan komunikasi dua arah atau interaktivitas dan disetujui

oleh pihak terkait seperti kepala sekolah, sehingga proses pembelajaran bisa

berlangsung dengan lebih menyenangkan.

2.1.3 Media dan Kegiatan Belajar Mengajar


15

Setiap kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari keberadaan guru dan

media pembelajaran yang ada di dalamnya, karena guru dan media pembelajaran

yang digunakan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan yang dicapai dalam

proses pembelajaran.

1. Guru dan Media Pembelajaran

Sistem pendidikan yang baru menuntut faktor dan kondisi yang baru pula

baik yang berkenaan dengan sarana fisik maupun non fisik. Untuk itu diperlukan

tenaga pengajar yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai,

diperlukan kinerja dan sikap yang baru, peralatan yang lebih lengkap dan

administrasi yang lebih teratur.

Guru hendaknya dapat menggunakan peralatan yang lebih ekonomis, efisien

dan mampu dimiliki oleh sekolah serta tidak menolak digunakannya peralatan

teknologi moderen yang relevan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan

zaman. Permasalahan pokok dan cukup mendasar adalah sejauh manakah

kesiapan guru-guru dalam menguasai penggunaan media pendidikan dan

pengajaran di sekolah untuk pembelajaran siswa secara optimal sesuai dengan

tujuan pendidikan dan pengajaran, (Sadirman, 2011: 84).

Semakin maju perkembangan masyarakat dan perkembangan teknologi

moderen, maka semakin besar dan berat tantangan yang dihadapi guru sebagai

pendidikan dan pengajar di sekolah. Agar seorang guru dalam menggunakan

media pendidikan yang efektif, setiap guru harus memiliki pengetahuan dan

pemahaman yang cukup tentang media pendidikan/pengajaran. Oleh sebab itu


16

guru harus mempunyai keterampilan dalam memilih dan menggunakan media

pengajaran.

2. Media sebagai Alat Bantu

Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu

kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Karena gurulah yang menghendakinya

untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan

pelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak didik.  Guru sadar bahwa tanpa

bantuan media maka bahan pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh

setiap anak didik terutama bahan pelajaran yang rumit atau kompleks, (Asnawir,

2012: 17).

Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi.

Pada satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain

pihak ada bahan pelajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media

pengajaran. Bahan pelajaran dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar

diproses oleh anak didik. Apalagi bagi anak didik yang kurang menyukai bahan

pelajaran yang disampaikan itu.

Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi untuk melicinkan jalan menuju

tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses

belajar mengajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak didik

dalam tenggang waktu yang cukup lama.Walaupun begitu penggunaan media

sebagai alat bantu tidak bisa sembarang menurut sekehendak hati guru. Tetapi

harus memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan. Akhirnya dapat dipahami

bahwa media adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar dan gurulah yang
17

mempergunakannya untuk membelajarkan anak didik demi tercapainya tujuan

pengajaran.

3. Media sebagai Sumber Belajar

Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk

dikosumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya,

tetapi terampil dari berbagai sumber. Karena itu, sumber belajar adalah segala

sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran

terdapat atau asal untuk belajar sekarang, (Djamarah, 2016: 121).

Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu guru

memperkaya wawasan anak didik. Aneka macam bentuk dan jenis media

pendidikan yang digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi

anak didik. Media sebagai sumber belajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual,

dan audiovisual. Penggunaan ketiga jenis sumber belajar ini tidak sembarangan,

tetapi harus disesuaikan dengan perumusan tujuan internasional dan tentu saja

dengan kompetensi guru itu sendiri dan sebagainya. Maka guru yang pandai

menggunakan media adalah guru yang bisa manipulasi media sebagai sumber

belajar dan sebagai penyalur informasi dari bahan yang disampaikan kepada anak

didik dalam proses belajar mengajar.

4. Prinsip Pemanfaatan Media Pembelajaran

Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pada setiap

kegiatan belajar mengajar adalah bahwa media digunakan dan diarahkan untuk

mempermudah siswa belajar dalam upaya memahami materi pelajaran. Dengan

demikian penggunaan media harus dipandang dari sudut kebutuhan siswa . Hal ini
18

perlu ditekankan sebab sering media dipersiapkan hanya dilihat dari sudut

kebutuhan siswa.

Agar media pembelajaran benar-benar digunakan untuk membelajarkan

siswa maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, di antaranya:

a. Media yang digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Media yang digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.
c. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kondisi
siswa.
d. Media yang digunakan harus memerlukan efektivitas dan efisien.
e. Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam
mengoperasikannya, (Sudjana, 2019: 2).

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa prinsip dalam penggunaan media antara lain yaitu sesuai dengan tujuan

pembelajaran, materi pembelajaran, mampu meningkakan minat siswa, yang

efektif dan efisien serta tidak melampau dari kemampuan guru dalam

menerapkannya.

2.1.4 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki fungsi dan manfaat yang sama yaitu

untuk memudahkan siswa dalam memahami setiap materi ajar, begitu halnya

fungsi dan manfaat media pembelajaran antara lain yaitu:

1. Menangkap Suatu Objek atau Peristiwa-Peristiwa Tertentu

Peristiwa-peristiwa penting atau objek yang lengkap dapat diabadikan

dengan foto, film atau direkam melalui video atau audio, kemudian peristiwa

tersebut disimpan dan dapat digunakan manakala diperlukan, (Djamarah, 2016:

126).
19

Guru dapat menjelaskan proses terjadinya gerhana matahari yang langka

melalui hasil rekaman video. Atau bagaimana proses perkembangan ulat menjadi

kupu-kupu, perkembangan bayi dalam rahim dari mulai sel telur dibuahi sampai

menjadi embrio dan berkembang menjadi bayi. Demikian juga dalam pelajaran

IPS, guru dapat menjelaskan bagaimana terjadinya peristiwa proklamasi melalui

tayangan film dan lain sebagainya.

2. Memanipulasi Keadaan, Peristiwa, atau Objek Tertentu

Melalui media pembelajaran, guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang

bersifat abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami dan dapat

menghilangkan verbalisme. Misalkan untuk menyampaikan bahan pelajaran

tentang sistem peredaran darah pada manusia, dapat disajikan melalui film,

(Djamarah, 2016: 126).

Selain itu, media pembelajaran juga dapat membantu menampilkan objek

yang terlalu besar yang tidak mungkin dapat ditampilakan didalam kelas, atau

menampilkan objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat dengan menggunakan

mata telanjang. Untuk memanipulasikan keadaan, juga media pembelajaran dapat

menampilkan suatu proses atau gerakan yang terlalu cepat yang sulit diikuti,

seperti gerakan mobil, gerakan kapal terbang, gerakan-gerakan pelari dan lain

sebagainya.

3. Menambah Gairah dan Motivasi Belajar Siswa

Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga

perhatian siswa terhap materi pembelajaran dapat lebih meningkat. Sebagi contoh,

sebelum menjelaskan materi pelajaran tentang polusi, untuk dapat menarik


20

perhatian siswa terhadap topik tersebut, maka guru memutar filim terlebih dahulu

tentang banjir atau tentang kotoran limbah industri dan lain sebagainya, (Hamalik,

2018: 23).

Media motivasi yang sesuai dengan materi pembelajaran sangat diharapkan

oleh siswa dalam proses pembelajaran, karena proses pembelajaran terasa berbeda

dengan biasanya, terlebih lagi media pembelajaran yang mengikut sertakan siswa

dalam setiap kegiatan, sehingga siswa lebih aktif di dalam kelas bukan bersifat

pasif.

4. Media Pembelajaran Memiliki Nilai Praktis

Pertama, media dapat mengatasin keterbatasan pengalaman yang dimiliki

siswa. Kedua, media dapat mengatasi batas ruang kelas. Hal ini terutama untuk

menyajikan bahan belajar yang sulit dipahami secara langsung oleh peserta.

Dalam kondisi ini media  dapat berfungsi untuk: a) Menampilkan objek yang

terlalu besar untuk dibawa ke dalam kelas, b) Memperbesar serta memperjelas

objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat oleh mata telanjang, seperti sel-sel butir

darah/molekul bakteri, dan sebagainya, c) Mempercepat gerakan suatu proses

gerakan yang terlalu lambat sehingga dapat dilihat dalam waktu cepat, d)

Memperlambat proses gerakan yang terlalu cepat, e) Menyederhanakan suatu

objek yang terlalu kompleks, f) Memperjelas bunyi-bunyian yang sangat lemah

sehingga dapat ditangkap oleh telinga, (Djamarah, 2016: 129). Ketiga, media

dapat memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara perserta dengan

lingkungan. Keempat, media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan,

Kelima, media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, nyata, dan tepat.
21

Keenam, media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang peserta untuk

belajar dengan baik. Ketujuh, media dapat membangkitkan keinginan dan minat

baru. Kedelapan, media dapat mengontrol kecepatan belajar siswa. Kesembilan,

media dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal-hal yang konkret

sampai yang abstrak, (Djamarah, 2016: 131).

Salah satu dari bentuk media pembelajaran yang biasa digunakan oleh

guru adalah modul, karena media modul memberikan kemudahan bagi peserta

didik dalam belajar sesuai dengan indikator yang dicapai.

2.2 Media Pembelajaran Strip Story

2.2.1 Pengertian Media Pembelajaran Strip Story

Media pembelajaran strip story adalah potongan-potongan yang sering

digunakan dalam pengajaran bahasa asing. Di samping murah dan mudah untuk

dibuat, teknik strip story sederhana dan tidak memerlukan keterampilan khusus

untuk menggunakannya, (Arsyad, 2013: 122). Berdasarkan pengertian tersebut

maka dapat diketahui bahwa media pembelajaran strip story merupakan media

yang dibentuk dari beberapa potongan kertas dan sering digunakan untuk

mempelajari bahasa asing.

Media pembelajaran strip story adalah kepingan-kepingan kertas yang bisa

menampilkan pesan yang mudah dibaca dan dipahami oleh peserta didik.

Penggunaan strip story berdasarkan pada pemikiran bahwa tujuan utama

komunikasi di dalam kelas adalah agar peserta didik dapat dengan mudah

mengemukakan pikiran dengan bahasa asing, tidak sungkan, atau malu,

(Hermawan, 2013: 238). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui


22

bahwa media pembelajaran strip story merupakan salah satu media dalam bentuk

kepingan kertas, dimana setiap kepingan memberikan pesan yang ingin

disampaikan, jijka dalam pembelajaran bahasa asing maka akan lebih mudah

dipahami, begitu juga dengan pembelajaran yang lainnya.

Media pembelajaran strip strory dengan memakai media kepingan kertas

mula-mula dicetuskan oleh Prof.R.E Gibson dalam majalah TESL Querterly yang

kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Mary ann dan John Boyd dalam

TESOL Newsletter dan dijelaskan dengan pengalaman langsung di lapangan oleh

Carol Lamelin di majalah yang sama, (Arsyad, 2010: 80). Berdasarkan uraian di

atas media strip story sangatlah praktis bila digunakan dalam proses belajar

mengajar karena dapat digunakan beberapa kali, mudah disimpan dan dibawa

kemana saja, sehingga peserta didik bisa mengulas hafalannya dengan mudah

tanpa membawa buku dan media strip story bisa menampilkan pesan yang mudah

dibaca dan dipahami oleh peserta didik.

2.2.2 Teknik Penggunaan Media Pembelajaran Strip Story

Teknik media pembelajaran strip story mempermahir peserta didik

menyusun kalimat menjadi satu untaian paragraf. Untuk mempermahir menyusun

kata-kata ke dalam satu kalimat dapat pula digunakan teknik yang serupa dengan

menggunakan kartu-kartu yang berisi kata-kata. Kartu-kartu kata itu disusun

secara acak (tidak beraturan), dan peserta didik ditugaskan untuk membaca cepat

kata-kata pada kartu-kartu itu dengan urutan yang benar, (Arsyad, 2010: 80).

Teknik ini dipilih untuk untuk membantu peserta didik dalam di

mengeksplorasi ide-ide mereka dalam menyusun cerita dengan menggunakan


23

media pembelajaran strip story. Dengan menggunakan strip story, peserta didik

memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif.

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan dari Media Pembelajaran Strip Story

dalam Pembelajaran IPS

Berikut adalah beberapa kelebihan menggunakan media pembelajaran

strip story dalam pembelajaran IPS yaitu:

1. Peran guru sebagai salah satu fasilitator pembelajaran, dan peserta


didik dapat saling belajar.
2. Para peserta didik memiliki pengaruh langsung pada komunikasi aktif.
3. Kegiatan pada pembelajaran menggunakan strip story akan
menyenangkan.
4. Strip story memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
berbicara bebas/mengembangkan ide-ide untuk menceritakan kembali.
5. Dalam aktivitas pembelajaran dengan menggunakan media strip story
dapat meningkatkan proses belaar bukan hanya individu tetapi juga
dalam kelompok.
Selain kelebihan terdapat juga kekurangan, antara lain sebagai berikut:
1. Butuh waktu lama untuk mengatur dan memahami peserta didik.
2. Penulis harus memiliki kemauan untuk menghabiskan waktu luang
sendiri di rumah untuk mencari bahan yang cocok, (Siti, 2018: 54).

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat diketahui media pembelajaran

strip story dalam pembelajaran IPS memiliki beberapa kelebihan antara lain yaitu

adanya hubungan dalam pembelajaran antara guru sebagai fasilitator dengan

peserta didik, menimbulkan komunikasi yang aktif, pembelajaran yang dilakukan

sangat menyenangkan, bahkan peserta didik diberikan kesempatan untuk bebas

mengemukakan pendapat baik secara individual maupun secara kelompok.

Namun dibalik kelebihannya terdapat kekuarangan yang dimiliki media strip story

dalam pembelajaran IPS antara lain membutuhkan waktu lama dalam penerapan

media tersebut serta tidak semua materi cocok digunakan media strip story, maka
24

perlu waktu luang bagi guru sebelum proses pembelajaran untuk mencari materi

yang cocok.

2.2.4 Langkah-Langkah Penggunaan Media Pembelajaran Strip Story

Media pembelajaran strip story adalah potongan-potongan kertas yang

sering digunakan dalam pengajaran bahasa asing. Berikut ini adalah salah satu

contoh pembuatan dan penggunaan media pembelajaran strip story untuk

membuat peserta didik menghafal sejarah tanpa terkesan membosankan dan

terpaksa.

1. Guru mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran


peserta didik dalam kondisi siap melaksanakan kegiatan pembelajaran.
2. Guru memilih cerita yang bersambung rapi, yang kira-kira dapat dibagi
rata ceritanya kepada peserta didik.
3. Lembaran cerita itu dipotong-potong menjadi satu kepingan kertas/karton
untuk satu paragrap (atau sebagian dari paragraf).
4. Potongan-potongan kertas/karton yang berisi cerita itu dibagikan secara
acak kepada peserta didik.
5. Guru meminta peserta didik agar menghafal masing-masing cerita yang
sudah guru bagikan dalam sekejap (1-2 menit). Peserta didik dilarang
menulis apa-apa atau memperlihatkan kepada peserta didik lainnya.
6. Guru meminta peserta didik agar kertas/karton mereka dikumpulkan
kembali agar setiap peserta didik dapat berpartisipasi aktif untuk
menghasilkan suatu sambungan cerita yang teratur dan benar sesuai
dengan cerita yang ada di buku.
7. Setelah menentukan cara atau dasar pengelompokan, peserta didik akan
berusaha mencari peserta didik yang akan bergabung dalam kelompoknya
8. Guru menyuruh peserta didik untuk mulai menyusun cerita itu secara
berurutan.
9. Guru bersama dengan peserta didik menemukan urutan cerita yang benar.
10. Setelah tugas-tugas itu dilakukan oleh peserta didik, guru sebaiknya
memperlihatkan cerita yang utuh melalui karton yang agak besar,
(Qorihatul Fikriyah, 2019: 36).

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

sepuluh tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan media pembelajaran strip

story sehingga pembelajaran bisa berjalan sesuai dengan harapan penelitian.


25

2.3 Hakikat Hasil Belajar

2.3.1. Pengertian Hasil Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengamatannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Dimyati dan

Mudjiono, 2013: 2). Maka berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa

belajar adalah sebuah usaha yang dilakukan secara sengaja untuk dapat merubah

perilaku yang baru secara keseluruhan baik dari hasil pengamatan maupun

lingkungan hidup yang dimilikinya.

Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan

dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap (Purwanto, 2013: 32). Berdasarkan

pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa sejak lahir manusia telah

memulai kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan

dirinya. Oleh karena itu, belajar sebagai suatu kegiatan telah dikenal dan bahkan

disadari atau telah dilakukan oleh manusia.

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam

kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan

pengetahuan, akan tetapi belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri

seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku (Sanjaya, 2012:

112). Maka berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa mental

seseorang yang sangat penting dalam proses pembelajaran, karena mental yang

kuat dan sesuai dengan perubahan dapat memicu perubahan perilaku seseorang.
26

Belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia

dengan makhluk lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu

maupun masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus-

menerus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya.

Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam

mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi (Baharuddin,

2008: 12). Dengan demikian dapat diketahui bahwa belajar memberikan

keuntungan baik secara individu maupun secara masyarakat yaitu secara individu

dapat memperbaiki kualitas hidup, sedangkan masyarakat mentransmisikan

budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki

arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki

pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau

ilmu (Baharuddin, 2008: 13). Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diketahui

bahwa belajar adalah suatu proses yang berhubungan dengan aktivitas seseorang

atau perubahan melalui pemberian reaksi tingkah laku potensial terhadap situasi

yang ada, yang perubahan karakteristiknya tidak dapat dijelaskan atas dasar

kecenderungan tanggapan kematangan atau keadaan sesaat seseorang, (misalnya

kelelahan, obat, dan sebagainya)

Sedangkan menurut Anni (2007: 5) hasil belajar merupakan perubahan

perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan

aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari.

Maka dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah akibat dari suatu proses yag
27

dilakukan oleh siswa dan guru di dalam kelas, siswa berusaha memperoleh

pembelajaran dan guru memberikan pelajaran dalam bentuk berbagai aktivitas..

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013: 90) mengartikan hasil belajar yaitu

upaya yang ditempuh untuk mengetahui kemampuan yang telah dimiliki oleh

seserang setelah ia belajar. Kemudian mereka menegaskan bahwa hasil belajar

mempunyai arti diperolehnya informasi tentang seberapakah perolehan siswa

dalam mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan. Hasil belajar merupakan

perubahan prilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar

(Anni, 2008: 232). Dari pengertian hasil belajar, dapat diketahui bahwa hasil

belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang serta

perubahan perilaku setelah mengalami aktivitas belajar.

Menurut Suryabrata (2011: 42) mengucapkan bahwa ada tiga definisi

belajar. Adapun ketiga definisi tersebut yaitu:

a) Belajar pada dasarnya belajar membawa perubahan

b) Perubahan tersebut merupakan pengetahuan baru yang didapatkannya

c) Perubahan sebagai arti belajar di dapat dari berbagai macam usaha.

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat diketahui bahwa belajar terdapat

tiga pengertian yaitu belajar pada dasarnya belajar membawa perubahan,

kemudian perubahan tersebyt merupakan pengetahuan baru yang di dapatkan

selanjutnya perubahan juga arti dari belaja di dapatkan dari berbagai usaha.

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang sedang belajar manusia lahir

tanpa memiliki pengetahuan, sikap, dan pengetahuan apapun kemudian tumbuh

dan berkembang menjadi mengetahui atau berilmu. Proses dari tidak tahu menjadi
28

tahu tersebutlah yang dinamakan dengan belajar, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang didapat oleh setiap peserta

didik setelah mengalami kegiatan belajar dari tidak tahu menjadi tahu.

Seperti yang telah disinggung secara tidak langsung di atas bahwa setiap

kegiatan yang dilangsungkan dalam proses belajar akan memberikan hasil bagi

yang belajar. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa merupakan hasil usaha yang

dilakukan. Hasil belajar sebagai hasil dari sebuah kegiatan mempunyai jenis yang

beragam.

2.3.2 Ranah Hasil Belajar

Menurut Bloom dalam Etin (2012:5), membagi hasil belajar dalam 3 ranah,

yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk lebih jelas akan penulis uraikan

dibawah ini:

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yakni, pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek

berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi, (Sudjana, 2014: 32).

a. Pengetahuan

Menurut Usman (2001: 24) bahwa pengetahuan sebagai ingatan materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Ada beberapa cara yang mungkin saja bisa diterapkan

dalam hal menguasai dan menghafal suatu materi pelajaran, misalnya dengan

terus di ulang-ulang, menggunakan teknik mengingat. Hal ini dapat dilakukan

dengan pembuatan ringkasan atau resume dan lain-lain sebagainya.


29

b. Pemahaman

Hasil belajar pemahaman akan tampak pada kemampuan siswa dalam

menanggapi makna dan arti suatu konsep. Aspek satu tingkat di atas pengetahuan

dan merupakan tingkat berpikir paling rendah (Sudjana, 2014: 24). Ranah hasil

belajar kognitif pada aspek pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari bentuk

prestasi belajar pengetahuan hafalan dikarenakan pemahaman memerlukan

kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep, untuk itu maka

diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang

ada dalam konsep yang dipelajari.

c. Aplikasi

Abtraksi tersebut dapat berupa ide, teori atau petunjuk teknis. Menerapkan

abtraksi ke dalam situasi baru, mengulang-ngulang menerapkannya pada situasi

lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan dan keterampilan.

d. Analisis

Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi sesuatu

konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya memecahkan

persoalan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau

hukum dalam suatu persoalan dan sebagainya.

e. Sintesis

Bentuk hasil belajar sintesis merupakan penyatuan unsur-unsur atau bagian-

bagian kedalam bentuk menyeluruh. Berpikir sintesis merupakan salah satu

landasan untuk menjadikan siswa lebih kreatif.


30

f. Evaluasi

Bentuk hasil belajar evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai

sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja dan cara

penyelesaiannya. Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi

pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasi.

Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling

rendah, namun tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar ranah

kognitif selanjuntya. Atau dapat peneliti sebutkan pengetahuan tersebut

merupakan akar dari bentuk kognitif lainnya.

2. Ranah Afektif

Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan “perasaan”, ”emosi”,

“sistem nilai” dan “ sikap hati” yang menunjukan penerimaan atau penolakan

terhadap sesuatu.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah

afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.

Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan

perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi,

(Sudjono, 2018:5).

Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam

berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan

agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah,

motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam
31

yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan

agama Islam dan sebagainya.

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena

dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan),

Merespon,  Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.

Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif  seseorang terhadap

kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap,

yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya

adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap,

yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan

seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan

dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan

kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap   selalu

bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.

Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam

skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif

maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya

pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.

3. Ranah Psikomotorik

Hasil belajar ranah psikomotorik berorientasi kepada kertampilan motorik

yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang

memerlukan koordinasi antara saraf dan otot.


32

Hasil belajar motorik berhubungan dengan melakukan gerakan tubuh

dengan lancar dan tepat, sedangkan hasil belajar sikap merupakan suatu kondisi

mental yang mempengaruhi pemilihan perilakunya, (Wardani, 2014:45).

Hasil belajar itu diperoleh dari interaksi siswa dengan lingkungan yang

sengaja direncanakan guru dalam perbuatan mengajarnya. Mengajar tidak hanya

sekedar menyampaikan materi pelajaran dari guru kepada siswa. Dalam hal ini

sasaran akhirnya adalah siswa belajar. Untuk itu guru dapat memfasilitasi

terjadinya proses belajar, melakukan kegiatan didalam dan diluar kelas. Oleh

karena itu interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar bervariasi.

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan

(skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar

tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik,

misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil

belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson yang menyatakan bahwa

hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan

kemampuan bertindak individu.

Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil

belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru

tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar

kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila

peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan

makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif


33

Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi  

atau pengamatan. Observasi  sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk

mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang

dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.

Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar

atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan

diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan

alins ketika belajar.

Ketiga hasil belajar dalam perilaku siswa tidak berdiri sendiri atau lepas satu

sama lain, tetapi merupakan satu kesatuan. Pengelompokan ketiga ranah bertujuan

membantu usaha untuk menguraikan secara jelas dan spesifik hasil belajar yang

diharapkan

2.3.2 Ciri-Ciri Hasil Belajar

Menurut Djamarah (2010: 35) yang termasuk ke dalam ciri-ciri belajar

adalah sebagai berikut:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar


Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-
kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam
dirinya.
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu
berlansung terus-menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi
akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan atau proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan selalu bertambah dan tertuju untuk
memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Makin banyak usaha
belajar dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang
diperoleh.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
34

Perubahan bersifat sementara yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja
seperti keringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya. Perubahan
terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
5. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku, jika seseorang belajar
sesuatu sebagai hasil ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh baik dalam sikap, kebiasaan, keterampilan dan pengetahuan.

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

diperoleh berdasarkan tingkat dari pengetahuan peserta didik dalam menguasai

seua materi yang diberikan oleh guru ketika belajar mengejar berlangsung

sehingga hasil itu diiperoleh disaat guru melakukan pengujian terhadap peserta

didik sehingga guru mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik dalam

penguasaan materi.

2.3.3 Indikator Hasil Belajar

Hasil belajar ialah nilai yang bekerja dalam diri individu mempunyai tingkat

yang berbeda-beda. Ada motif yang begitu kuat sehingga mempunyai motif-motif

lainnya. Motif yang paling kuat adalah motif yang menjadi sebab utama tingkah

laku individu pada saat tertentu. Motif yang lemah hampir tidak mempunyai

pengaruh pada tingkah laku individu. Motif yang kuat pada suatu saat akan

menjadi sangat lemah karena ada motif lain yang lebih kuat pada saat itu. Agar

dapat mengetahui kekuatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari beberapa

indikator yaitu:

1. Kekuatan dalam belajar (rajin pergi sekolah, mengikuti PBM di kelas,


belajar dirumah)
2. Ulet dalam menghadapi kesulitan (berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
mengatasi kesulitan dalam belajar)
3. Senang mencari dan memerahkan soal-soal (semangat dalam mengikuti
PBM)
35

4. Berprestasin dalam belajar (keinginan untuk berprestasi tidak cepat puas)


5. Mandiri dalam belajar (menyelesaikan tugas/PR tanpa bantuan orang lain,
mencari sumber belajar untuk mengingkatkan penegtahuan.
6. Dapat mempertahuankan pendapatnya (berusaha mempertahankan
pendapatb sendiri bila dianggap benar), (Handoko, 2006: 72).

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat diketahui bawa indikator hasil

belajar koginitif siswa meliputi kekuatan dalam belajar, ulet, senang mencari yang

baru, berprestasi, mandiri dalam belajar serta dapat mempertahankan pendapat.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar kognitif ada dua yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Slameto (2010: 54) menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal meliputi jasmaniah,

psikologis dan kelelahan serta faktor eksternal meliputi keluarga, sekolah dan

masyarakat.

Hasil belajar mempunyai peran yang sangat penting dalam proses

pembelajaran karena dapat memberikan pengetahuan kepada guru tentang

kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui

proses kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya setelah mendapat informasi

tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan peserta didik lebih

lanjut baik untuk individu maupun kelompok belajar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar yang dikutip oleh Rusman (2012: 124), antara lain

adalah faktor interenal dan faktor eksternal. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar peserta didik tersebut dapat penulis jelaskan sebagai

berikut:
36

1. Faktor Internal

Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang

yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Di antara faktor-faktor intern yang

dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang antara lain:

a. Faktor Fisiologis.

Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak

dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan

sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam

menerima materi pelajaran. Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor

yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini

dibedakan menjadi dua macam:

1) Keadaan Jasmani.

Keadaan jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas

belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan

memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.

Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat

tercapainya hasil belajar yang maksimal, (Rusman, 2012: 126). Oleh

karena itu keadaan jasmani sangat memengaruhi proses belajar ,

maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk

menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah: menjaga pola makan

yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh,

karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat

lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar.
37

Rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat serta Istirahat

yang cukup dan sehat.

2) Keadaan Fungsi Jasmani/Fisiologis.

Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada

tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca

indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah

aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, merupakan

pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh

manusia. Sehingga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca

indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata

dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga

panca indra dengan baik. Dengan menyediakan sarana belajar yang

memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan

telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan

lain sebagainya.

b. Faktor Psikologis.

Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki

kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut

mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi

intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, hasil, kognitif, dan daya

nalar peserta didik. Hasil belajar seorang siswa sangat dipengaruhi oleh

keadaan psikologis atau kejiwaan. Menurut Thoha (2013: 34), kondisi

psikologis yang tenang akan mengahasilkan pikiran yang rasional bagi


38

siswa ketika belajar berlangsung, sehingga hasil yang di dapat pula baik,

Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarn keadaan psikologis

sangat penting untuk diperhatikan agar dapat mengetahui hal apa yang

bisa dilakukan.

2. Faktor Eksternal

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang

termasuk faktor-faktor eksternal antara lain:

a. Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan
ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam
misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di
ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan
akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya
masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
b. Faktor Instrumental.
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor
instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru. Selain dua faktor
eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa juga terdapat faktor
eksternal lainnya yaitu faktor pendekatan belajar (approach to learning),
yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi model dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan  pembelajaran  materi-materi
pelajaran (Suryabrata, 2018: 23).
Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa sangat jelas dapat dilihat, hasil

belajar dangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu baik faktor dari luar maupun

faktor dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor tersebut sebagian besar

memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar, namun sebagian yang lain

memberi dampak yang buruk. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran harus
39

disesuaikan dari mulai materi dengan model bahkan sampai media yang

digunakan.

2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial

2.4.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang

ilmu sosial dan humaniora, yaitu; sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,

hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan

fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan

cabang-cabang ilmu sosial di atas, (Sutanto, 2014: 2). Maka berdasarkan

pengertian tersebut dapat dipahami baha ilmu pengetahuan sosial merupakan salah

satu cabang ilmu pengetahuan yang membahas sosiologi, sejarah, geografi,

ekonomi, politik, hukum, dan budaya sehingga setiap manusia dapat mengetahui

keadaan manusia yang ada di negara yang lainnya dengan tingkat sosial yang

berbeda.

Pembelajaran IPS ditingkat MI dalam aplikasinya lebih menekankan pada

aspek kognitif, dan hafalan, sedangkan tujuannya adalah membentuk siswa

memiliki kepribadian sosial yang baik. pembelajaran IPS MI belum secara

optimal mengantarkan peserta didik pada pemahaman, sikap dan tingkah laku

sosial yang baik, (Lisnawati, 2018: 21). Berdasarkan uraian di atas, IPS adalah

bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala, dan masalah sosial

di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan.


40

2.4.2 Materi Keragaman Suku Dan Budaya Di Indonesia

1. Keragaman Suku

Suku bangsa Indonesia sejumlah lebih dari 100 suku bangsa. Wilayah

indonesia yang luas memengaruhi tingginya keanekaragaman bangsa indonesia.

Bangsa indonesia. Kamu tentu tahu. Bangsa indonesia terdiri dari berbagai macam

suku bangsa. Meskipun budaya bangsa di sangat beraneka ragam, tetapi tetap satu

bangsa, yaitu bangsa indonesia."Bhinneka tunggal Ika". Walaupun berbeda-beda

tetapi tetap satu bhinneka tunggal ika mengandung makna meskipun berbeda

suku, agama, dan bahasa daerah, tetapi tetap satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.

Kalimat bhinneka tunggal ika diambil dari dib Sutasoma yang tertulis oleh

empu tantular seorang pujangga dari kerajaan Majapahit. Kalimat selengkapnya

berbunyi " Bhinneka tunggal Ika Tan Hana Sharma Manfgrwa."( Edukasi, buku

terpadu 2016 : 48). Di Indonesia banyak terdapat suku bangsa yang tersebar di

pulau- pulau yang ada. Suku- suku bangsa tersebut di antaranya sebagai berikut :

a. Pulau Sumatera. : Aceh, Batak, Karo, Mandailing,

Melayu langsung, Komering Dan

Minangkabau.

b. Pulau Jawa. : Banten, Betawi, Badul, Jawa,

Karimun, Madura, dan Tengger.

c. Pulau Bali. : Bali

d. Kepulauan Nusantara Tenggara : Alor, Antoni,Adonara, Beli, Bima,

Bodha, Damar, Dompu, Ende,


41

Flores, Helong, Kupang, Larantuka,

Lombok, dang Riung.

e. Pulau Kalimantan. : Abai, Adang, Banjar, Berisi,

Bulungan, Busang, Dayak, Dusun,

Melanau. Murik, Punan, dan

Tabuyan.

f. Perpu Sulawesi. : Ampana, Bada, Bajo Binongko,

Bugis, Gilmpu, Kulawi, Lampu,

Makassar. Parigi, Selayar Toll- Toli

Toraja.

g. Kepulauan Melayu. : Arus, Buru,Gelela, Mei Loda,

Moa,seram,Tanimbar, dan Toraja

h. Pulau Papua. : Asmat. Anggl, Arguni Black,

Bintuni, Dani, Jukul, Mapia,

Mimika, Moni, Muyu, senggi,

Sentani, dan Waigeo, (Edukasi buku

paduan 2016 : 48).

Suku bangsa yang disebut tersebut merupakan sebahagian kecil dari suku

bangsa yang ada di Indonesia. Lengkapi lah pengetahuan mu dengan membaca

dari sumber lain atau mencari di perpustakaan sekolah. Perbedaan suku bangsa

wajib di hargai dan hormati. Walaupun berbeda, jangan sampai menimbulkan

perpecahan di antara di. Dengan adanya perbedaan di tetap dapat menjalin rasa

persatuan dan kesatuan. Perbedaan menjadi kekuatan karena bangsa di adalah


42

bangsa yang besar. Sikap menghormati dan menghargai harus dicapai ikan dalam

kehidupan sehari-hari, baik di rumah, di sekolah, maupun dalam masyarakat.

Persatuan dalam keagamaan sangat penting untuk menciptakan perdamaian.

2. Budaya Indonesia

Keragaman budaya bangsa Indonesia ada yang berbentuk religi/

keagamaan, kesini, bahasa, daerah, rumah adat, mata pencarian, sistem

kemasyarakatan, dan peralatan hidup. Budaya daerah yang beraneka ragam

merupakan akar budaya nasional yang perlu dikembangkan dan dilestarikan.

a. Religi/ keagamaan

Upacara adat setiap suku bangsa negara yang berbeda, termasuk

upacara perkawinan, kematian, dan kelahiran yang memilikinya. Di

Bali ada upacara pembakar mayat. Di daerah Toraja, Sulawesi Selatan

ada juga upacara bagi orang yang telah meninggal, di arak ke tempat

pemakaman nya yang terletak gua-gua dilelang gunung, Di daerah lain

juga terdapat upacara menurut adat istiadat dan corak kebudayaan

setempat. Upacara-upacara adat sering digunakan simbol-simbol adat

tari-tarian, dan bahasa daerah setempat sehingga menarik perhatian

wisatawan demokratis dan memencet negara. Umpamanya, suku

Tengger di Jawa Timur terbiasa melakukan upacara kesadhal, dan lain-

lain nya.
43

b. Kesenian daerah

Beberapa kesenian daerah misalnya dalam bentuk pertunjukan rakyat,

lagu daerah, tarian daerah, dan alat musik tradisional merupakan bagian

dari kesenian daerah yang dapat memperkaya budaya Indonesia.

c. Pertunjukan Rakyat.

d. Lagu Daerah.

e. Tarian musik Daerah.

f. Alat Daerah.

Semboyan '' Bhinneka tunggal Ika" yang berarti berbeda-beda tetapi tetap

satu sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Penduduk Indonesia terdiri

dari banyak suku bangsa, budaya, dan terpencar dalam lokasi yang luas. Budaya

daerah di Indonesia merupakan ciri khas masing-masing daerah. Kamu harus

menghargai kebudayaan daerah lainnya berbeda dengan kebudayaan kamu

sendiri, (Edukasi buku paduan 2016 : 48).

Kebudayaan daerah yang beraneka aneka ragam memperkarya kebudayaan

nasional. Kebudayaan adalah salah satu ciri khas suatu bangsa. Jangan mudah

meniru kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa.

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoretis dan kerangka berpikir di atas, maka

diajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho : μ1 = μ2

Ha : μ1 ≠ μ2

Keterangan:
44

Ho : Hipotesis nol, yang berarti tidak terdapat pengaruh media strip story

terhadap hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPS di MIN 25

Aceh Utara.

Ha : hipotesis alternatif, yang berarti terdapat pengaruh media strip story

terhadap hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPS di MIN 25

Aceh Utara.

μ1 : rata-rata hasil belajar peserta didik kelas eksperimen

μ2 : rata-rata hasil belajar peserta didik kelas kontrol

Jika hipotesis nol diterima, maka hipotesis alternatif ditolak. Hal tersebut

menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai rata-rata hasil belajar peserta didik

pada kedua sampel yang diteliti. Sedangkan jika hipotesis nol ditolak, maka

hipotesis alternatif diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

antara kedua sampel yang diteliti

Anda mungkin juga menyukai