Anda di halaman 1dari 4

ASMA BRONKIAL

No. Dokumen : 445/ /7.2.1.3/PKM-BMS/2017

No. Revisi :0
SOP
Tanggal Terbit : 2017

Halaman : 1/4

UPT
Anwar Musadat, SKM, MSi
PUSKESMAS NIP 197505101997031003
BUNGAMAS
Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi yang mengakibatkan terjadinya
hiperreaktifitas bronkus dalam berbagai tingkat sehingga menimbulkan gejala.
Ada dua faktor yang menjadi pencetus asma:
a. Pemicu (trigger) mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan
mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan, tetapi tidak
1. Pengertian menyebabkan peradangan.
Trigger berupa perubahan cuaca, rangsangan sesuatu yang bersifat
alergen (asap rokok), infeksi saluran pernafasan, gangguan emosi, kerja
fisik dan olah raga yang berlebihan.
b. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronki yang melepaskan
bahan, seperti histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda
asing (alergen), contohnya debu.

Sebagai acuan bagi petugas dalam menentukan diagnosis dan tatalaksana


2. Tujuan
asma bronkial.

Surat Keputusan Kepala Puskesmas Bungamas


3. Kebijakan
No. 445/ /SK/PKM-BMS/2017 tentang Pelayanan Medis.

1. Kepmenkes RI No.HK.02.02 tahun 2015 tentang Panduan Praktis Klinis


Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2. Depertemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di
4. Referensi Puskesmas. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
Alat dan Bahan:
1. ATK dan buku register poli umum
2. Rekam medis
5. Prosedur
3. Stetoskop
4. Respirasi Rate Timer
5. Termometer
6. Langkah- 1. Petugas memanggil pasien masuk ke ruang pemeriksaan.
langkah 2. Pasien masuk, petugas memberi salam, dan pasien dipersilahkan duduk.
3. Untuk pasien usia 5-10 tahun dilakukan pemeriksaan BB dengan
menimbang pasien di poli umum.
4. Dokter menanyakan identitas pasien dan melakukan anamnesis yang
dicatat di rekam medis.
Anamnesis:
a. Gambaran batuk dan episodik lebih banyak pada malam hari atau
dini hari.
b. Gambaran sesaknya dan bunyi mengi.
c. Riwayat atopi pada penderita ataupun keluarga.
d. Riwayat pencetus sesak dari lingkungan.
5. Petugas mencuci tangan sebelum memeriksa pasien.
6. Dokter melakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan keluhan pasien. Bila
diperlukan, pasien dapat diperiksa dengan posisi berbaring di tempat tidur.
Pemeriksaan fisik:
a. Sesak napas.
b. Pada auskultasi ditemukan wheezing (+).
c. Adanya retraksi dada (pada serangan berat).
Pemeriksaan penunjang:
a. Arus Puncak Respirasi (APE) menggunakan Peak Flow Meter.
b. Pemeriksaan darah (eosinofil).
7. Dokter mencuci tangan setelah memeriksa pasien.
8. Hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, dan terapi pasien dicatat dalam rekam
medis secara lengkap.
Terapi yang dapat diberikan
a. Untuk tatalaksana awal, berikan pasien nebulisasi β-2 agonis kerja
singkat (salbutamol) sebanyak 3 kali dengan interval 20 menit.
b. Klasifikasikan nilai derajat serangan pasien
- Serangan ringan
Nebulisasi 1 kali, respon baik dan gejala hilang. Kemudian
observasi selama 1-2 jam. Jika efek bertahan, maka pasien boleh
pulang. Jika gejala timbul kembali, maka perlakukan seperti
serangan sedang.
- Serangan sedang
Nebulisasi 2-3 kali dan respon parsial. Tetap berikan oksigen dan
nilai kembali keadaan klinis, jika sesuai serangan sedang, maka
observasi di ruang rawat sehari dan pasang infus.
- Serangan berat
Nebulisasi 3 kali dan respon buruk. Berikan oksigen, pasang infus,
kemudian nilai keadaan klinis kembali, jika sesuai dengan
serangan berat, maka pasien dirawat inap dan lakukan foto
thoraks.
c. Pasien dengan serangan ringan dan keadaan klinis membaik setelah
dinebulisasi, boleh pulang dengan dibekali:
- Salbutamol (β-2 agonis oral) 3 x 4 mg (untuk dosis dewasa dan
untuk dosis anak 0,1 mg/kgBB/kali)
- Deksametason (steroid) 3 x 0,5 mg (untuk dosis dewasa dan untuk
dosis anak 0,05 mg/kgBB/hari)
9. Dokter menganalisis indikasi rujuk pada kasus Asma Bronkial
a. Bila sering terjadi eksaserbasi.
b. Pada serangan asma akut sedang dan berat.
c. Asma dengan komplikasi (pneumothoraks, pneumomediastinum,
gagal napas, dan asma resisten terhadap steroid).
d. Kondisi klinis asma
- Meminta advice lebih lanjut
- Pemeriksaan penunjang lebih lanjut (Flow meter, Spirometri, dan
Rontgen)
- Kasus bukan kewenangan dokter FKTP
e. Terbatasnya fasilitas pemeriksaan penunjang APE (misal: Flow
meter)
10. Kriteria tempat rujukan
a. Mempunyai dokter ahli spesialis paru, dokter ahli spesialis penyakit
dalam, dan dokter ahli radiologi.
b. Mempunyai fasilitas ICU, spirometri, flowmeter, dan rontgen.
11. Prinsip penatalaksanaan rujuk balik adalah setelah pasien dalam kondisi
stabil dan bisa ditangani di FKTP, maka pasien dikembalikan ke FKTP
disertai advice penanganannya.
12. Dokter memberikan edukasi atau konseling kepada pasien bahwa penyakit
asma bronkial timbul akibat adanya penyempitan saluran pernapasan
yang dipicu oleh alergen (misalnya asap rokok, debu, ataupun infeksi
saluran napas sebelumnya) dan keluhan asma dapat membaik dengan
pengobatan. Asma bronkial dapat timbul berulang kali jika terpapar
dengan alergen. Pencegahan asma dapat dilakukan dengan menghindari
pencetus terjadinya asma.
13. Jika pasien perlu dirujuk, maka jelaskan kepada pasien dan keluarga
bahwa pasien perlu penanganan lebih lanjut oleh dokter ahli spesialis
pulmonologi di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
14. Dokter memberikan resep obat yang diberikan kepada pasien untuk
diambil di apotek puskesmas. Petugas memberi salam sebelum pasien
keluar dari ruangan.
15. Petugas mengembalikan rekam medis ke loket pendaftaran.

Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala Klinis

7. Hal-hal
yang perlu
diperhatikan

1. Unit rawat jalan


8. Unit terkait 2. Unit rawat inap
3. UGD

Anda mungkin juga menyukai