DISUSUN OLEH
Rahma Adinda
Sariyati
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan khadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu dan sesuai dengan
rencana. Makalah yang berjudul ”KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT
BERAGAMA” ini diajukan untuk pemenuhan tugas dari dosen Mata Kuliah Tafsir
Tarbawi.
Pembuatan makalah ini banyak kendala yang di hadapi, namun berkat
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih kepada pihak yang telah berkonstribusi.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan,
tetapi masih memerlukan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi panutan bagi para
pembaca, khususnya bagi para penulis sehingga tujuan yang di harapkan dapat
tercapai. Aamiin.
Tembilahan, 2020.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan . .............................................................................................
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kaitan surah Al-mumtahanah ayat 8-9 dengan kerukunan hidup
antar umat beragama ?
2. Bagaimana kaitan surah ali Imran 118 dengan kerukunan hidup antar umat
beragama ?
3. Bagaimana kaitan surah aal-maidah 5 dengan kerukunan hidup antar umat
beragama ?
4. Bagaimana kaitan al-kafirun 1-6 dengan kerukunan hidup antar umat
beragama ?
BAB II
PEMBAHASAN
1) Pertama:
، أخبرنا أبو يعلى، أخبرنا أبو عمرو محمد بن أحمد الحيرى،أخبرنا أبو صالح منصور بن عبد الوهاب البزار
عن عامر بن عبد هللا بن، عن مصعب بن ثابت، أخبرنا عبد هللا بن المبارك،أخبرنا إبراهيم بن الحجاج
قدمت قتيلة بنت عبد العزى على ابنتها أسماء بنت أبي بكر بهوايا وضباب وسمن: عن أبيه قال،الزبير
(ال: فقال، فسألت لها عائشة النبي صلى هللا عليه وسلم عن ذلك، فلم تقبل هداياها ولم تدخلها منزلها،وأقط
رواه الحاكم أبو. فأدخلتها منزلها وقبلت منها هداياها.)ينهاكم هللا عن الذين لم يقاتلوكم في الدين – اآلية
. عن ابن المبارك، عن أبي سفيان، عن عبد هللا الغزال، عن أبى العباس السيارى،عبد هللا في صحيحه
Artinya: Dari Amir bin Abdullah bin Zubair memberitahu kami dari ayahnya, ia
bercerita: “Qutailah pernah datang menemui putrinya, Asma binti Abu Bakar
dengan membawa daging dhabb (biawak) dan minyak samin sebagai hadiah dan
ketika itu ia wanita musyrik. Maka Asma pun menolak pemberianya itu dan tidak
memasukan ibunya ke dalam rumahnya. Kemudian Aisyah bertanya kepada Nabi
Saw mengenai hal tersebut lalu Allah SWT menurunkan ayat ini kemudian beliau
menyuruh Asma menerima pemberian ibunya itu dan mempersilakannya masuk ke
dalam rumahnya”.
2) Kedua:
: أتتني أمي راغبة فسألت النبي صلى هللا عليه و سلم: وأخرج البخاري عن أسماء بنت أبي بكر قالت
) (ال ينهاكم هللا عن الذين لم يقاتلوكم في الدين: نعم فأنزل هللا فيها: أأصلها ؟ قال
Artinya: Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Asma binti Abu Bakar berlata :
saya dikunjungi oleh ibu kandungku (Siti Qutailah). Setelah itu Asma bertanya
kepada Rasulullah saw: bolehkah saya berbuat baik kepadanya? Rasululah
menjawab: ”ya” (boleh) Turunlah ayat ini yang berkenaan dengan peristiwa
tersebut yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang
yang tidak memusuhi agama Allah. (HR. Bukhari dari Asma binti Abu Bakar).[2]
3) Ketiga:
قدمت قتيلة على ابنته أسماء بنت أبي: وأخرج أحمد و البزار و الحاكم وصححه عن عبد هللا بن الزبير قال
بكر وكان أبي بكر طلقها ف ي الجاهلية فقدمت على ابنتها بهدايا فأبت أن تقبلها منه أو تدخلها منزلها حتى
فأمرها أن تقبل هداياها/ أرسلت إلى عائشة أن سلي عن هذا رسول هللا صلى هللا عليه و سلم فأخبرته
.وتدخلها منزلها فأنزل هللا (ال ينهاكم هللا عن الذين لم يقاتلوكم) اآلية
Artinya: Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Siti Qatilah (bekas istri Abu
Bakar) yang telah diceraikan pada masa zaman jahiliyyah datang kepada anaknya,
Asma binti Abu Bakar dengan membawa bingkisan. Asma menolak pemberian itu
bahkan tidak memperkenankan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu ia
mengutus seseorang kepada Aisyah (saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini
kepada Rasulullah saw. Maka Rasul pun memerintahkan untuk menerima
bingkisannya serta menerimanya dengan baik.
إ ِ ْن ك ُ ن ْ ت ُ ْم ت ا ع ْ ق ِ ل ُ و ان
Kaitan penghubung yang penting dari ayat diatas adalah bagaimana kita tidak
ambil untuk menjadi kepercayaan orang-orang yang diluar dari kalangan kita,
karena mereka akan tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagikita.
Atas dihalalkannya makanan dari hasil sembelihan ahli kitab dan juga
perempuan-perempuan terhormat juga halal dinikahi oleh lelaki Muslim
tentulah mengandung hikmah yang sangat dalam. Makanan dan pernikahan
adalah dua hal yang amat pribadi dan seperti yang dituturkan oleh Sayyid
Qutub bahwa Islam tidak cukup hanya memberikan kebebasan beragama
kepada mereka, kemudian mengucilkan mereka, sehingga mereka eksklusif
atau bahkan tertindas di dalam masyarakat yang mayoritas Islam, tetapi juga
memberikan suasana partisipasi sosial, perlakuan baik dan pergaulan
mereka. Maka makanan mereka menjadi halal bagi bagi kaum Muslimin
juga halal bgai mereka. Hal ini dimaksudkan agar terjadi saling
mengunjungi, bertemu, menjamu makanan, dan minuman dan agar semua
anggota masyarakat berada di bawah naungan kasih sayang dan toleransi.
Demikian juga dengan dihalalkan bagi kaum Muslim untuk
menikahi perempuan-perempuan ahli kitab yang menjaga kehormatannya
merupakan sebuah tanda bahwa Islam sangat menghormati keyakinan
mereka. Doktrin ini bias jadi tidak ada dalam agama lain. Bahkan
penyebutannya yang digandengkan dengan perempuan-perempuan
mukminat yang terhormat semakin menampakkan bahwa Islam sangat
toleran terhadap agama lain.
Sebab turun ayat ini menurut sebagian ulama adalah berkaitan dengan peristiwa
ketika beberapa tokoh musyrikin di Mekah, seperti al-Walid bin al-Mugirah, Aswad
bin ‘Abdul Mutalib, Umayyah bin Khalaf menwarkan kompromi kepada Rasul
untuk tuntutan agama. Usul mereka adalah agar Rasul Bersama umatnya mengikuti
kepercayaan mereka, dan mereka pun akan mengikuti ajaran Islam. Kemudian
turunlah surah di atas yang mengukuhkan sikap Nabi Muhammad Saw.
Usul kaum musyrikin ditolak oleh Rasul karena tidak mungkin dan tidak logis
pula terjadi penyatuab agama-agama. Setiap agama memiliki ajaran pokok dan
perincian yang berbeda. Oleh karena itu, tidak mungkin perbedaan tersebut
digabungkan dalam jiwa seseorang yang tulus terhadap agama dan keyakinannya.
Kerukunan hidup antar-pemeluk agama yang berbeda dalam masyarakat yang
plural harus diperjuangkan tanpa mengorbankan akidah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk
mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita
ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya
masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
beragam agama.
Kerukunan dalam beragama walaupun berbeda tetapi mampu untuk
saling menghargai agama satu sama lain, hanya saja hendak lebih berhati-
hati dalam bergaul untuk menetapkan kerukunan hidup beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Al makin, keragaman dan perbedaan: budaya dan agama dan lintas budaya,
Yogyakarta: suka press,2016