SEMARANG
Entrepreneur Campus
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
1. Anis syafaatun 1904217
2. Dwi Pratiwi 1904219
3. Endang Werdiningsih 1904220
4. Evi Rochmawati 1904240
5. Min Dianafsien 1904224
6. Naning yulistin 19042127
KELAS JEPARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alatalat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama
6 minggu. Hal yang seringkali dialami oleh ibu nifas dan menyebabkan rasa nyeri pada
masa nifas adalah luka pada daerah perineum yang terjadi pada waktu proses persalinan
(Wulandari dan Handayani, 2011).
Menurut WHO (2012) hampir 90% proses persalinan normal mengalami luka
robekan pada perineum. Luka robekan perineum di Asia juga merupakan masalah yang
cukup banyak terjadi dalam masyarakat, 50% dari kejadian ruptur perineum di dunia
terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin yang mengalami luka perineum di Indonesia pada
golongan umur 25-30 tahun yaitu 24% sedangkan pada ibu bersalin dengan usia 31-39
tahun sebesar 62%.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Imamah (2012), masalah utama yang
sering dialami oleh ibu dengan luka jahitan perineum adalah nyeri. Hasil yang diperoleh
pada responden ibu post partum dengan jahitan perineum di Rumah Sakit
Muhammadiyah Lamongan sebanyak 50% mengalami nyeri berat, 30% nyeri sedang dan
20% mengalami nyeri ringan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Utami (2009) di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul pada tahun 2014, didapatkan
hasil bahwa ibu post partum yang mengalami nyeri berat sebesar 46,9% dan nyeri sedang
sebesar 53,1%.
Nyeri yang dirasakan oleh ibu post partum pada bagian perineum disebabkan oleh
luka jahitan pada waktu melahirkan karena adanya jaringan yang terputus. Respon nyeri
pada setiap individu adalah unik dan relatif berbeda. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh
pengalaman, persepsi, maupun sosial kultural individu. Setiap ibu nifas memiliki persepsi
dan dugaan yang unik tentang nyeri pada masa nifas, yaitu tentang nyeri dan bagaimana
kemampuan mengatasi nyeri.
Nyeri yang dirasakan oleh ibu nifas akan berpengaruh terhadap mobilisasi yang
dilakukan oleh ibu, pola istirahat, pola makan, pola tidur, suasana hati ibu, kemampuan
untuk buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK), aktivitas sehari-hari, antara lain
dalam hal mengurus bayi, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sosialisasi dengan
lingkungan dan masyarakat, dan menghambat ketika ibu akan mulai bekerja (Judha,
2012). Mengingat permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat robekan perineum pada
saat melahirkan, maka penanganan setiap kejadian robekan perineum harus segera
dilakukan secara berkualitas, guna meminimalkan kemungkinan penyulit yang bisa
menyertai robekan perineum tersebut. Bidan sebagai salah satu praktisi kesehatan harus
mengetahui anatomi otot panggul sehingga dapat memastikan dengan benar
kesejahteraan jaringan tersebut. Hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi
penyatuan jaringan.
Ada beberapa cara penanggulangan nyeri pada luka robekan perineum, tetapi
yang paling populer adalah dengan teknik kompres dingin (Mohamed, 2012). Nyeri dapat
dikendalikan dengan 2 metode yaitu farmakologis dan nonfarmakologis. Metode
penghilang rasa nyeri secara farmakologis adalah metode penghilang rasa nyeri dengan
menggunakan obat-obatan kimiawi, antara lain dengan pemberian analgesi inhalasi,
analgesi apioid, dan anestesi regional, sedangkan metode nonfarmakologis adalah metode
penghilang rasa nyeri secara alami tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi.
Manajemen nyeri dengan tindakan kompres dingin merupakan metode yang dapat
diterapkan untuk membantu kenyamanan pada ibu nifas untuk mengurangi rasa nyeri.
Manfaat kompres dingin diantaranya adalah mengurangi aliran darah ke daerah luka
sehingga dapat mengurangi resiko perdarahan dan oedema, kompres dingin menimbulkan
efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri
yang mencapai otak akan lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah
bahwa kompres dingin menjadi dominan dan mengurangi rasa nyeri (Judha, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian nifas
2. Mengetahui Fisiologi nifas
3. Mengetahui Perubahan fisiologi masa nifas
4. Mengetahui Kunjungan masa nifas
5. Mengetahui Tanda bahaya nifas
6. Mengetahui Cold therapy perineum
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian nifas
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui Fisiologi nifas
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui Perubahan fisiologi masa nifas
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui Kunjungan masa nifas
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui Tanda bahaya nifas
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui Cold therapy perineum
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Nifas
a. Pengertian Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali sepeti keadaan sebelum hamil kira-kira 6 minggu atau
42 hari (Yetti, 2010; Vivian, et al., 2011).
b. Fisiologi nifas
1) Tahapan masa nifas
Nifas dibagi menjadi 3 tahapan:
a) Puerpurium dini.
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b) Puerpurium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c) Remote puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
Sumber (Yetti,2010)
Uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses
involusi disebut dengan subinvolusio. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/ perdarahan lanjut (postpartum
haemorrhage).
b) Bekas implantasi plasenta
Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena
dilepaskan dari dasarmya dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah
permukaan luka. Perubahan pembuluh darah darah rahim dalam kehamilan,
uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah
persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri
harus mengecil lagi dalam masa nifas
c) Perubahan pada serviks
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks post partum adalah
bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan
oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi sehingga seolah-olah pada pembatasan antara korpus dan
serviks membentuk seperti cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-
hitaman karna penuh dengan pembuluh darah.
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui
oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan
dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari
saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas kanalis
servikalis (Vivian, et al, 2011).
d) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus.
Pengeluaran lochea dapat di bagi berdasarkan waktu dan warnanya seperti
tabel berikut ini.
Tabel 2.6 Tabel.Perubahan lochea
Lokia Waktu Warna Pengeluaran
Sumber:Yetti, 2010
e) Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap
dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormone esterogen pada masa
postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.
Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke 4 (Eny dan Diah, 2010).
2) Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi penurunan produksi
progesterone. Hal tersebut dapat menyebabkan heartburn dan konstipasi
terutama dalam beberapa hari pertama. Kemungkinan terjadi hal demikian
karena inaktifitas mobilitas usus karena kurangnya keseimbangan cairan selama
persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri
pada perineum karena adanya luka episiotomy, pengeluaran cairan yang
berlebihan waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemoroid. Supaya BAB
kembali teratur diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan
pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau
3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau
diberikan obat laksan yang lain (Setyo dan Sri, 2011).
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Hal ini merupakan
salah satu pengaruh selama kehamilan dimana saluran urinaria mengalami
dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada
awal postpartum kandung kemih oedem, kongesti dan hipotonik, hal ini
disebabkan karena adanya overdilatasi pada saat kala II persalinan dan
pengeluaran urin yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra
disebabkan karena adanya trauma saat persalinan berlangsungdan trauma ini
dapat berkurang setelah 24 jam postpartum. Kandung kemih dalam puerperium
sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih
penuh atau sesudah BAK masih tertinggal urineresidual (normal 15cc). sisa urin
dan trauma pada kandung kemih waktu persalinan memudahkan terjadinya
infeksi (Setyo dan Sri, 2011).
4) Perubahan sistem hematologi
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah.Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan
hidarasi dari wanita tersebut. hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih
rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan
awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2
persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum
dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah kehilangan darah
selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum
berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml (Vivian, et al.,
2011).
5) Perubahan sistem kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc, sedangkan
pada persalinan dengan SC kehilangan darah dapat dua kali lipatnya. Perubahan
terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Apabila pada persalinan
pervaginam haemokonsentrasi akan naik dan pada SC haemokonsentrasi
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu (Eny dan Diah, 2010).
6) Perubahan sistem musculoskeletal
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga
tak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
retundum menjadi kendor. Stabilitasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu
setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi
yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding
abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu
dengan latihan (Setyo dan Sri, 2011).
7) Perubahan-perubahan tanda–tanda vital
a) Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5 – 38 0c), sebagai
akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan,
apabila keadaan normal suhu badan akan biasa lagi.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 -80 kali permenit.sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi
yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin di sebabkan oleh
infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda.
c) Tekanan darah
Kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada
perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan
terjadinya preeklamsi postpartum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak nomal pernafasan juga akan
mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan.
8) Perubahan sistem Endokirin
a) Hormon placenta
Hormon placenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
b) Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak
menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan
meningkat pada fase konsentrasi folikuler ( minggu ke-3) dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
c) Hormon pituatary ovarium
Untuk wanita yang menyusui atau tidak menyusi akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi dikarenakan rendahnya hormon
estrogen dan progesterone.
d) Hormon oksitosin
Dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang, bekerja terhadap
otot uterus dan jaringan payudara dan pada ibu menyusui, isapan bayi bisa
merangsang keluarnya ASI dan uterus cepat kembali berbentuk normal.
Secara fisiologis, pada 15 menit pertama setelah pemberian aplikasi dingin (suhu
10 °C) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal. Vasokontriksi ini
disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem saraf
otonom dan pelepasan epinehrin dan norepinephrin. Walaupun demikian apabila dingin
tersebut terus diberikan selama 15 sampai dengan 30 menit akan timbul fase vasodilatasi
yang terjadi intermiten selama 4 sampai 6 menit. Periode ini dikenal sebagai respon
hunting. Respon hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat
dari jaringan mengalami anoxia jaringan
Selain menimbulkan vasokontriksi, sensasi dingin juga menurunkan eksitabilitas
akhiran saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan terhadap rangsang nyeri. Aplikasi
dingin juga dapat mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga limbah metabolisme
menjadi berkurang. Penurunan limbah metabolisme pada akhirnya dapat menurunkan
spasme otot.
I. PENGKAJIAN
Dilaksanakan pada :
Hari / tanggal : Kamis, 16 April 2020
Jam : 14. 45 WIB
Tempat : Puskesmas Kedung I
A. Data Subyektif
1. Biodata
Biodata Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Bugel 2/1
Biodata Suami
Nama : Tn. E
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Bugel 2/1
b. Selama Nifas
Ibu mengatakan selama nifas tidak melakukan hubungan dengan suami
7. Psikososiospiritual
7.1 Tanggapan ibu terhadap dirinya sekarang
Ibu mengatakan dirinya merasakan agak khawatir dengan kondisinya saat ini
7.2 Tanggapan ibu terhadap masa nifasnya
-ibu mengatakan senang karena didampingi oleh keluarganya
7.3 Respon keluarga terhadap keadaan ibu
Ibu mengatakan keluarganya, terutama suaminya selalu mensupport supaya cepat
sembuh
7.4 Ketaatan beribadah
Ibu mengatakan setiap hari selalu berdoa untuk keluarga, suami, dan anaknya
7.5 Pengambilan keputusan di dalam keluarga
Ibu mengatakan pengambil keputusan dalam keluarganya adalah suami
7.6 Pemecahan masalah ( Coping )
Ibu mengatakan jika ada masalah ibu membagi cerita dengan suaminya
7.7 Keadaan Lingkungan
Ibu mengatakan keadaan lingkungannya sangat mendukung dan tidak ada tradisi
pantang makan atau tradisi yang membahayakan dirinya
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
1.1 Keadaan Umum : baik
1.2 Tingkat kesadaran : Composmentis
1.3 Antropometri :
Berat badan : 57 kg
Tinggi Badan : 158 cm
LILA : 26 cm
1.4 Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,7º C
Nadi : 84 kali/menit
RR : 20 kali/menit
2. Status Present
Kepala : mesochepal
Rambut : warna hitam, jenis lurus, panjang, ada rambut rontok
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, simetris, refleks pupil ada, tidak
ada sekret
Hidung : bersih, tidak ada cairan yang keluar, polip tidak ada
Mulut : bibir lembab, tidak ada gigi caries, rongga mulut bersih
Telinga : simetris, tidak ada serumen
Muka : oedema tidak ada, tidak pucat, jerawat tidak ada
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Dada : simetris
Mammae: tidak ada benjolan yang bersifat pathologis
Perut : tidak ada bekas operasi (Laparotomi), tidak ada nyeri tekan pada gaster
& hepar
Genetalia : jahitan belum kering
Ekstremitas atas & bawah : simetris, tidak ada oedema, kuku
bersih, tidak ada varises
Kulit : warna kuning langsat; turgor kembali dengan cepat
Tulang belakang : tidak ada skoliosis, kiposis, lordosis
Anus : tidak ada hemoroid
2. Status Obstetri
2.1 Inspeksi
Muka : tidak ada cloasma gravidarum
Mammae : areola mammae menghitam; kelenjar Montgomery
terlihat; Papila mammae menonjol
Perut : tidak ada bekas operasi
Genetalia : ada luka jahitan dan belum kering
3. Pemeriksaan Penunjang
-
V. INTERVENSI
1. Informasikan hasil pemeriksaan kepada ibu
2. Atasi rasa cemas yang dirasakan oleh ibu
3. Anjurkan ibu untuk menyiapkan diri sebelum tindakan
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
5. Siapkan tempat dan alat
6. Memakai sarung tangan tindakan
7. Meletakkan alat kompres di sekitar perineum. Kompres 10-20 menit dalam 24-72
jam setelah melahirkan
8. Berikan terapi sesuai kebutuhan serta cara melakukannya
VI. IMPLEMENTASI
Hari / tanggal : Kamis, 17 April 2020 Jam: 15.00 WIB
1. Memberikan informasi kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
2. Mengatasi rasa cemas yang dirasakan oleh ibu dengan menyuruh ibu
lebih tenang dan mengatakan bahwa hal tersebut bisa ditangani dengan cara
memberikan cold therapy perineum
3. Menganjurkan ibu untuk menyiapkan diri sebelum dilakukan tindakan cold therapy
perineum
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
5. Menyiapkan tempat dan alat
6. Memakai sarung tangan tindakan
7. Meletakkan alat kompres di sekitar perineum. Kompres 10-20 menit dalam 24-72 jam
setelah melahirkan
8. Berikan terapi sesuai kebutuhan serta cara melakukannya
VII. EVALUASI
Hari / tanggal : Kamis, 21April 2020 Jam: 15.45 WIB
1. Ibu telah mengerti dengan keadaannya setelah diberi informasi oleh bidan
2. Ibu sekarang merasa lebih tenang setelah diberikan penjelasan oleh bidan
3. Ibu sudah menyiapkan dirinya
4. Ibu sudah mencuci tangan
5. Sudah disiapkan tempat dan alat
6. Ibu sudah memakai sarung tangan tindakan
7. Telah diletakkan alat kompres di sekitar perineum. Kompres 10-20 menit dalam 24-72
jam setelah melahirkan
8. Telah diberikan terapi sesuai kebutuhan serta cara melakukannya
BAB IV
PEMBAHASAN
Problem : nyeri pada luka jahitan perineum pada ibu post partum disebabkan adanya
jaringan yang terputus. Respon nyeri pada setiap individu adalah unik dan relatif
berbeda. Hal ini dipengarui antara lain oleh pengalaman, persepsi, maupun sosia
kultural individu. Berdasarkan survey awa yang dilakukan peneliti di RSKDIA
Pertiwi Makasar tahun 2013, bulan Januari-Desember didapatkan jumlah ibu bersalin
sekitar 3741 orang dan yang mengalami ruptur perineum 1630 orang (43,57%).
Tahun 2014, bulan Januari-Desember didapatkan jumlah ibu bersalin sekitar 4555
orang dan yang mengalami ruptur perineum 2122 orang (46,58%). Tahun 2015, bulan
Januari-Desember didapatkan jumlah ibu bersalin sekitar 4681 orang dan yang
mengalami ruptur perineum 864 orang (18,45%)(Rekam medik RSKDIA Pertiwi
Makasar).Berdasarkan masalah tersebut maka perlu adanya upaya managemen nyeri
dengan cara non farmakologis yaitu memberikan cold therapy perineum.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Terdapat pengaruh cold therapy perium terhadap pengurangan rasa nyeri luka
perineum jika dilakukan dengan benar dan teratur. Dan dilakukan sesuai prosesur
yang telah diajarkan serta ibu post partum tetap menjaga personal hygiene
sehingga luka perineum akan lebih cepat sembuh.
B. SARAN
1. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dapat memberikan kompres dingin
pada pasien yang mengalami luka perineum dengan senantiasa
memperhatikan aspek asuhan sayang ibu
2. Bagi instansi pelayanan baik rumah sakit maupun puskesmas dapat
memfasilitasi bidan untuk menggunakan cold therapy perineum dalm
memberikan asuhan pengurangan nyeri luka perineum
3. Untuk mencapai hasil yang maksimal dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut
dengan jumah sampel yang lebih banyak, waktu penelitian yang lebih lama,
serta penambahan variable ain dengan metode yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Judha, Mohammad. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Jakarta:
Nuha Medika.
Mohamed, Hoda Abed El-Azim & Nahed Saied El-Nagger. 2012. Effect of Self
Perineal Care Instructions on Episiotomy Pain and Wound Healing of
Postpartum Women. Journal of American Science, 2012;8(6).
Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.
Andi Offset. Sulistyawati, Ari dan Esti Nugraheny. 2012. Asuhan Kebidanan pada
Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika. WHO. 2015. General information
program and health profile. Washington DC: WHO.