Anda di halaman 1dari 27

STIKES KARYA HUSADA

SEMARANG
Entrepreneur Campus

MAKALAH COLD THERAPY PERINEUM

Diajukan untuk Memenuhi Mata Kuliah NAT I

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :
1. Anis syafaatun 1904217
2. Dwi Pratiwi 1904219
3. Endang Werdiningsih 1904220
4. Evi Rochmawati 1904240
5. Min Dianafsien 1904224
6. Naning yulistin 19042127
KELAS JEPARA

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alatalat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama
6 minggu. Hal yang seringkali dialami oleh ibu nifas dan menyebabkan rasa nyeri pada
masa nifas adalah luka pada daerah perineum yang terjadi pada waktu proses persalinan
(Wulandari dan Handayani, 2011).
Menurut WHO (2012) hampir 90% proses persalinan normal mengalami luka
robekan pada perineum. Luka robekan perineum di Asia juga merupakan masalah yang
cukup banyak terjadi dalam masyarakat, 50% dari kejadian ruptur perineum di dunia
terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin yang mengalami luka perineum di Indonesia pada
golongan umur 25-30 tahun yaitu 24% sedangkan pada ibu bersalin dengan usia 31-39
tahun sebesar 62%.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Imamah (2012), masalah utama yang
sering dialami oleh ibu dengan luka jahitan perineum adalah nyeri. Hasil yang diperoleh
pada responden ibu post partum dengan jahitan perineum di Rumah Sakit
Muhammadiyah Lamongan sebanyak 50% mengalami nyeri berat, 30% nyeri sedang dan
20% mengalami nyeri ringan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Utami (2009) di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul pada tahun 2014, didapatkan
hasil bahwa ibu post partum yang mengalami nyeri berat sebesar 46,9% dan nyeri sedang
sebesar 53,1%.
Nyeri yang dirasakan oleh ibu post partum pada bagian perineum disebabkan oleh
luka jahitan pada waktu melahirkan karena adanya jaringan yang terputus. Respon nyeri
pada setiap individu adalah unik dan relatif berbeda. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh
pengalaman, persepsi, maupun sosial kultural individu. Setiap ibu nifas memiliki persepsi
dan dugaan yang unik tentang nyeri pada masa nifas, yaitu tentang nyeri dan bagaimana
kemampuan mengatasi nyeri.
Nyeri yang dirasakan oleh ibu nifas akan berpengaruh terhadap mobilisasi yang
dilakukan oleh ibu, pola istirahat, pola makan, pola tidur, suasana hati ibu, kemampuan
untuk buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK), aktivitas sehari-hari, antara lain
dalam hal mengurus bayi, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sosialisasi dengan
lingkungan dan masyarakat, dan menghambat ketika ibu akan mulai bekerja (Judha,
2012). Mengingat permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat robekan perineum pada
saat melahirkan, maka penanganan setiap kejadian robekan perineum harus segera
dilakukan secara berkualitas, guna meminimalkan kemungkinan penyulit yang bisa
menyertai robekan perineum tersebut. Bidan sebagai salah satu praktisi kesehatan harus
mengetahui anatomi otot panggul sehingga dapat memastikan dengan benar
kesejahteraan jaringan tersebut. Hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi
penyatuan jaringan.
Ada beberapa cara penanggulangan nyeri pada luka robekan perineum, tetapi
yang paling populer adalah dengan teknik kompres dingin (Mohamed, 2012). Nyeri dapat
dikendalikan dengan 2 metode yaitu farmakologis dan nonfarmakologis. Metode
penghilang rasa nyeri secara farmakologis adalah metode penghilang rasa nyeri dengan
menggunakan obat-obatan kimiawi, antara lain dengan pemberian analgesi inhalasi,
analgesi apioid, dan anestesi regional, sedangkan metode nonfarmakologis adalah metode
penghilang rasa nyeri secara alami tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi.
Manajemen nyeri dengan tindakan kompres dingin merupakan metode yang dapat
diterapkan untuk membantu kenyamanan pada ibu nifas untuk mengurangi rasa nyeri.
Manfaat kompres dingin diantaranya adalah mengurangi aliran darah ke daerah luka
sehingga dapat mengurangi resiko perdarahan dan oedema, kompres dingin menimbulkan
efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri
yang mencapai otak akan lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah
bahwa kompres dingin menjadi dominan dan mengurangi rasa nyeri (Judha, 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian nifas
2. Mengetahui Fisiologi nifas
3. Mengetahui Perubahan fisiologi masa nifas
4. Mengetahui Kunjungan masa nifas
5. Mengetahui Tanda bahaya nifas
6. Mengetahui Cold therapy perineum
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian nifas
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui Fisiologi nifas
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui Perubahan fisiologi masa nifas
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui Kunjungan masa nifas
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui Tanda bahaya nifas
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui Cold therapy perineum
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Nifas
a. Pengertian Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali sepeti keadaan sebelum hamil kira-kira 6 minggu atau
42 hari (Yetti, 2010; Vivian, et al., 2011).

b. Fisiologi nifas
1) Tahapan masa nifas
Nifas dibagi menjadi 3 tahapan:
a) Puerpurium dini.
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b) Puerpurium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c) Remote puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).

2) Adaptasi psikologi ibu masa nifas


a) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Fase ini ibu focus
dengan dirinya sendiri dan ibu sering mengulang cerita tentang pengalaman
selama persalinan, hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya.
b) Fase taking hold
Fase ini berlangsung 3-10 harisetelah melahirkan, ibu merasa
khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya kepada bayi,
perasaan ibu akan menjadi sensitive sehingga mudah tersinggung.
c) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawabakan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).

c. Perubahan Fisiologi Masa Nifas


Kelahiran bayi dan pengeluaran plasenta, menyebabkan ibu mengalami
suatu periode pemulihan kembali kondisi fisik dan psikologisnya. Semua sistem
dalam tubuh ibu akan pulih dari berbagai pengaruh kehamilan dan kembali pada
keadaan sebelum hamil atau setelah 6 minggu post partum (Yetti, 2010).
1) Perubahan sistem Reproduksi
a) Involusi Uterus
Involusi uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini di mulai
segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot uterus.
Tabel 2.5 Perubahan normal pada uterus

Waktu TFU Bobot Diameter Perubahan


utrus uterus serviks

Pada Setinggi 900- 12,5 cm Lembut/


akhir pusat 1000 lunak
persalinan gram
Akhir ½ pusat 450-500 7,5 cm 2 cm
minggu sympisis gram
ke-1

Akhir Tidak 200 grm 5,0 cm 1 cm


minggu teraba
ke-2

Akhir Normal 60 gram 2,5 cm Menyempit


minggu
ke-6

Sumber (Yetti,2010)
Uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses
involusi disebut dengan subinvolusio. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/ perdarahan lanjut (postpartum
haemorrhage).
b) Bekas implantasi plasenta
Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena
dilepaskan dari dasarmya dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah
permukaan luka. Perubahan pembuluh darah darah rahim dalam kehamilan,
uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah
persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri
harus mengecil lagi dalam masa nifas
c) Perubahan pada serviks
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks post partum adalah
bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan
oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi sehingga seolah-olah pada pembatasan antara korpus dan
serviks membentuk seperti cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-
hitaman karna penuh dengan pembuluh darah.
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui
oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan
dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari
saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas kanalis
servikalis (Vivian, et al, 2011).

d) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus.
Pengeluaran lochea dapat di bagi berdasarkan waktu dan warnanya seperti
tabel berikut ini.
Tabel 2.6 Tabel.Perubahan lochea
Lokia Waktu Warna Pengeluaran

Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari darah segar,


(kruenta) kehitaman jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan
sisa mekonium

Sanginol 4-7 hari Merah Sisa darah bercampur


enta kecoklatan lender
dan
berlendir

Serosa 7-14 hari Kuning Lebih sedikit darah dan


kecoklatan lebih banyak serum, juga
terdiri dari leukosit dan
robekan/ laserasi plasenta

Alba >-14 hari Putih Mengandung leukosit, sel


berlangs desidua dan sel epitel,
ung 2-6 selaput lender serviks dan
postpartu serabut jaringan yang mati.
m
Lokia Terjadi infeksi, keluar
purulenta cairan seperti nanah
berbau busuk

Lochiast Lochia tidak lancar


asis keluarnya.

Sumber:Yetti, 2010
e) Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap
dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormone esterogen pada masa
postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.
Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke 4 (Eny dan Diah, 2010).
2) Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi penurunan produksi
progesterone. Hal tersebut dapat menyebabkan heartburn dan konstipasi
terutama dalam beberapa hari pertama. Kemungkinan terjadi hal demikian
karena inaktifitas mobilitas usus karena kurangnya keseimbangan cairan selama
persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri
pada perineum karena adanya luka episiotomy, pengeluaran cairan yang
berlebihan waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemoroid. Supaya BAB
kembali teratur diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan
pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau
3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau
diberikan obat laksan yang lain (Setyo dan Sri, 2011).
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Hal ini merupakan
salah satu pengaruh selama kehamilan dimana saluran urinaria mengalami
dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada
awal postpartum kandung kemih oedem, kongesti dan hipotonik, hal ini
disebabkan karena adanya overdilatasi pada saat kala II persalinan dan
pengeluaran urin yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra
disebabkan karena adanya trauma saat persalinan berlangsungdan trauma ini
dapat berkurang setelah 24 jam postpartum. Kandung kemih dalam puerperium
sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih
penuh atau sesudah BAK masih tertinggal urineresidual (normal 15cc). sisa urin
dan trauma pada kandung kemih waktu persalinan memudahkan terjadinya
infeksi (Setyo dan Sri, 2011).
4) Perubahan sistem hematologi
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah.Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan
hidarasi dari wanita tersebut. hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih
rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan
awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2
persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum
dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah kehilangan darah
selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum
berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml (Vivian, et al.,
2011).
5) Perubahan sistem kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc, sedangkan
pada persalinan dengan SC kehilangan darah dapat dua kali lipatnya. Perubahan
terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Apabila pada persalinan
pervaginam haemokonsentrasi akan naik dan pada SC haemokonsentrasi
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu (Eny dan Diah, 2010).
6) Perubahan sistem musculoskeletal
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga
tak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
retundum menjadi kendor. Stabilitasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu
setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi
yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding
abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu
dengan latihan (Setyo dan Sri, 2011).
7) Perubahan-perubahan tanda–tanda vital
a) Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5 – 38 0c), sebagai
akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan,
apabila keadaan normal suhu badan akan biasa lagi.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 -80 kali permenit.sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi
yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin di sebabkan oleh
infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda.
c) Tekanan darah
Kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada
perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan
terjadinya preeklamsi postpartum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak nomal pernafasan juga akan
mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan.
8) Perubahan sistem Endokirin
a) Hormon placenta
Hormon placenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
b) Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak
menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan
meningkat pada fase konsentrasi folikuler ( minggu ke-3) dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
c) Hormon pituatary ovarium
Untuk wanita yang menyusui atau tidak menyusi akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi dikarenakan rendahnya hormon
estrogen dan progesterone.
d) Hormon oksitosin
Dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang, bekerja terhadap
otot uterus dan jaringan payudara dan pada ibu menyusui, isapan bayi bisa
merangsang keluarnya ASI dan uterus cepat kembali berbentuk normal.

d. Kunjungan pada masa nifas


Kunjungan pada masa nifas dilakukan minimal 4 kali. Adapun tujuan
kunjungan rumah untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir serta mencegah,
mendeteksi dan menangani komplikasi pada masa nifas. Jadwal kunjungan rumah
pada masa nifas sesuai dengan program pemerintah meliputi:
1) Kunjungan I (6-8 jam postpartum).
a) Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atoniauteri
b) Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta lakukan rujukan
jika perdarahan berlanjut
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
d) Pemberian ASI awal
e) Mengajarkan cara mempererat hubungan ibu dan bayi baru lahir
f) Menjaga bayi tetapsehatmelalui pencegahan hipotermi.
2) Kunjungan II (6 hari postpartum)
a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi baik, tingi
fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
b) Menilai adanya tanda demam, infeksi dan perdarahan.
c) Memastikan ibu cukup istirahat, makanan dan cairan.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-
tanda Kesulitanmenyusui.
e) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir
3) Kunjungan III (2 minggu postpartum).
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada
kunjungan 6 haripost partum.
4) Kunjungan IV (6 minggu postpartum).
a) Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas.
b) Memberikan konseling KB secara dini
(Setyo dan Sri, 2011).

e. Tanda bahaya masa nifas


Tanda bahaya masa nifas adalah suatu tanda bahaya yang harus di waspadai
oleh setiap ibu setelah melahirkan, (Eny dan Diah, 2010; Prawirohardjo, 2012)
diantaranya:
1) Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba (melebihi haid
biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut dalam
waktu setengah jam) dari vagina.
2) Pengeluaran cairan vagina dengan baunya busuk yang keras.
3) Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung.
4) Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastrik, atau adanya masalah
penglihatan.
5) Pembengkakan pada wajah dan tangan.
6) Demam, muntah, rasa sakit saat buang air kecil atau merasa tidak enak badan.
7) Payudara yang berubah memerah, panas atau sakit.
8) Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan.
9) Rasa sakit warna merah, atau pembengkakan pada kaki.
10) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus bayinya.
11) Merasa sangat letih, atau nafas terengah-engah.

2. Cold terapy perineum


Pada terapi dingin, digunakan modalitas terapi yang dapat menyerap suhu
jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati konduksi. Efek
pendinginan yang terjadi tergantung jenis aplikasi terapi dingin, lama terapi dan
konduktivitas. Pada dasarnya agar terapi dapat efektif, lokal cedera harus dapat
diturunkan suhunya dalam jangka waktu yang mencukupi. Pada umumnya terapi
dingin pada suhu 3,5 °C selama 10 menit dapat mempengaruhi suhu sampai dengan 4
cm dibawah kulit. Jaringan otot dengan kandungan air yang tinggi merupakan
konduktor yang baik sedangkan jaringan lemak merupakan isolator suhu sehingga
menghambat penetrasi dingin.
Terapi dingin dapat dipakai dalam beberapa moda, seperti penggunaan es dan
cold baths. Aplikasi dingin dapat mengurangi suhu daerah yang sakit, membatasi
aliran darah dan mencegah cairan masuk ke jaringan di sekitar luka. Hal ini akan
mengurangi nyeri dan pembengkakan. Aplikasi dingin dapat mengurangi sensitivitas
dari akhiran syaraf yang berakibat terjadinya peningkatan ambang batas rasa nyeri.
Aplikasi dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi
metabolisme lokal sehingga kebutuhan oksigen jaringan menurun.
Respon neurohormonal terhadap terapi dingin adalah sebagai berikut :
a. Pelepasan endorphin
b. Penurunan transmisi saraf sensoris
c. Penurunan aktivitas badan sel saraf
d. Penurunan iritan yang merupakan limbah metabolisme sel
e. Peningkatan ambang nyeri

Secara fisiologis, pada 15 menit pertama setelah pemberian aplikasi dingin (suhu
10 °C) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal. Vasokontriksi ini
disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem saraf
otonom dan pelepasan epinehrin dan norepinephrin. Walaupun demikian apabila dingin
tersebut terus diberikan selama 15 sampai dengan 30 menit akan timbul fase vasodilatasi
yang terjadi intermiten selama 4 sampai 6 menit. Periode ini dikenal sebagai respon
hunting. Respon hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat
dari jaringan mengalami anoxia jaringan
Selain menimbulkan vasokontriksi, sensasi dingin juga menurunkan eksitabilitas
akhiran saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan terhadap rangsang nyeri. Aplikasi
dingin juga dapat mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga limbah metabolisme
menjadi berkurang. Penurunan limbah metabolisme pada akhirnya dapat menurunkan
spasme otot.

Respon Kulit Pada Aplikasi Dingin :


Tahap Waktu Pemberian Aplikasi Dingin Respon
1 0-3 menit Sensasi dingin
2 2-7 menit Rasa terbakar, Nyeri
3 5-12 menit Anestesi relatif kulit
Pada umumnya dingin lebih mudah menembus jaringan dibandingkan dengan
panas. Ketika otot sudah mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin
dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan panas karena adanya lemak subcutan
yang bertindak sebagai insulator. Di sisi lain lemak sub kutan merupakan barier utama
energi dingin untuk menembus otot. Pada individu dengan tebal lemak sub kutan setebal
2 cm, energi dingin dapat menembus jaringan otot dalam waktu 10 menit.
Resiko Terapi Dingin (Cold Therapy) : Bila terapi dingin dilakukan dalam
jangka waktu yang lama, hal ini akan menyebabkan :
a. Hypothermia yang merupakan suatu kondisi medis dimana suhu tubuh menurun
secara cepat dibawah suhu normal, sehinga merusak metabolisme tubuh
b. Excema kulit dapat terjadi pada pendinginan kulit selama 1 jam pada suhu 0° sd -
9°C. Excema ini dapat bertahan sampai dengan 24 jam
c. Frostbite yang merupakan kondisi medis dimana kulit dan jaringan tubuh rusak
karena suhu dingin. Frostbite (rusakya anggota tubuh perifer) dapat terjadi pada
suhu -3° sd - 4°C (Bleakley et al., 2004:251).
Jenis Aplikasi Terapi Dingin (Cold Therapy):
a. Es dan Masase Es
b. Ice packs
c. Vapocoolant spray
d. Cold Baths / Water Immersion
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NATURAL ADVANCE THERAPY


PADA NY. T UMUR 28 TAHUN POST PARTUM HARI KE 3
DENGAN KEBUTUHAN COLD THERAPY PERINEUM
DI PUSKESMAS KEDUNG I

I. PENGKAJIAN
Dilaksanakan pada :
Hari / tanggal : Kamis, 16 April 2020
Jam : 14. 45 WIB
Tempat : Puskesmas Kedung I
A. Data Subyektif
1. Biodata
Biodata Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Bugel 2/1

Biodata Suami
Nama : Tn. E
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Bugel 2/1

1. Keluhan utama dan alasan datang


2.1 Keluhan utama : ibu mengatakan merasakan sakit pada jahitan di jalan lahir, ibu
mengatakan melahirkan 3 hari yang lalu.
2.2 Alasan datang : ibu ingin memeriksakan keadaannya
2. Riwayat Kesehatan
3.1 Riwayat kesehatan dahulu
a. Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti hepatitis,
AIDS, TBC
b. Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti DM,
Tekanan darah tinggi, Jantung
3.2 Riwayat kesehatan sekarang
a. Ibu mengatakan saat ini ibu tidak sedang menderita penyakit menular seperti
hepatitis, AIDS, TBC
b. Ibu mengatakan saat ini tidak sedang menderita penyakit keturunan seperti :
DM, tekanan darah tinggi, jantung
3.3 Riwayat kesehatan keluarga
a. Ibu mengatakan di keluarga ibu tidak ada yang menderita penyakit menular
seperti hepatitis, AIDS, TBC
b. Ibu mengatakan di keluarga ibu tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti DM, Tekanan darah tinggi, Jantung
c. Ibu mengatakan di keluarga ibu tidak ada yang memiliki riwayat hamil kembar
d. Ibu mengatakan di keluarga ibu tidak ada yang memiliki kecacatan
3. Riwayat Perkawinan
4.1 Menikah pada usia 25 tahun
4.2 Menikah 1 kali
4.3 Lama menikah 3 tahun
4. Riwayat Obstetri
4.1 Riwayat Menstruasi
 Menarche : 13 tahun
 Siklus / lama : 28 hari / 5 hari
 Perdarahan : sedikit (40cc)
 Dysmenorrhea : ada
 Keputihan : ada, konsistensi lembek, bau khas, warna putih bening
4.2 Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
4.2.1 Jumlah anak hidup : 1
4.2.2 Kehamilan :
Ibu mengatakan keluhan pada waktu hamil tidak ada keluhan
4.2.3 Persalinan :
Ibu mengatakan proses persalinannya normal
4.2.4 Nifas :
Ibu mengatakan tidak ada komplikasi pada saat masa nifas
4.3 Riwayat Kehamilan sekarang
 HPHT : -
 HPL : -
 Riwayat ANC : -
 Imunisasi TT: -
 Kebiasaan :
Minum jamu : tidak
Merokok : tidak
Obat – obatan tertentu : tidak
 Komplikasi/penyulit : tidak
4.4 Riwayat Persalinan Sekarang
-
5. Riwayat Keluarga Berencana
5.1 Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
6. Pola Pemenuhan Kebutuhan sehari-hari
6.1 Pola Nutrisi
a. Selama Hamil
Makan 4 kali / hari, jenis makanan nasi , sayur bayam, telur, sambal
Minum 9 gelas / hari, jenis air putih , jarang minum susu
Tidak ada pantangan makan
b. Selama Nifas
Makan 4-5 kali / hari, jenis makanan nasi , sayur lodeh, tempe, telur
Minum 10 gelas / hari, jenis air putih
Tidak ada pantangan makan
6.2 Pola eliminasi
a. Sebelum Hamil
BAB 1 kali/hari, BAK 7 kali/hari
b. Selama Nifas
BAB 1 kali/hari, BAK 8 kali/hari
6.3 Pola aktivitas
a. Selama Hamil
Ibu mengatakan selama hamil melakukan aktivitas rumah tangga seperti
menyapu, mencuci, mengepel, menyetrika, memasak
b. Selama Nifas
Ibu mengatakan selama nifas melakukan aktivitas rumah tangga dan
mengurus bayi

6.4 Pola istirahat


a. Selama Hamil
Tidur siang 1 jam, tidur malam 9 jam
b. Selama Nifas
Tidur siang 30 menit, tidur malam 7 jam
6.5 Personal Hygiene
a. Selama Hamil
Mandi 2 kali/hari, gosok gigi 3 kali/hari, ganti baju 2 kali/hari
b. Selama Nifas
Mandi 2 kali/hari, gosok gigi 3 kali/hari, ganti baju 2 kali/hari
6.6 Pola seksual
a. Selama Hamil
Ibu mengatakan selama hamil tidak melakukan hubungan seksual

b. Selama Nifas
Ibu mengatakan selama nifas tidak melakukan hubungan dengan suami
7. Psikososiospiritual
7.1 Tanggapan ibu terhadap dirinya sekarang
Ibu mengatakan dirinya merasakan agak khawatir dengan kondisinya saat ini
7.2 Tanggapan ibu terhadap masa nifasnya
-ibu mengatakan senang karena didampingi oleh keluarganya
7.3 Respon keluarga terhadap keadaan ibu
Ibu mengatakan keluarganya, terutama suaminya selalu mensupport supaya cepat
sembuh
7.4 Ketaatan beribadah
Ibu mengatakan setiap hari selalu berdoa untuk keluarga, suami, dan anaknya
7.5 Pengambilan keputusan di dalam keluarga
Ibu mengatakan pengambil keputusan dalam keluarganya adalah suami
7.6 Pemecahan masalah ( Coping )
Ibu mengatakan jika ada masalah ibu membagi cerita dengan suaminya
7.7 Keadaan Lingkungan
Ibu mengatakan keadaan lingkungannya sangat mendukung dan tidak ada tradisi
pantang makan atau tradisi yang membahayakan dirinya
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
1.1 Keadaan Umum : baik
1.2 Tingkat kesadaran : Composmentis
1.3 Antropometri :
Berat badan : 57 kg
Tinggi Badan : 158 cm
LILA : 26 cm
1.4 Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,7º C
Nadi : 84 kali/menit
RR : 20 kali/menit
2. Status Present
 Kepala : mesochepal
 Rambut : warna hitam, jenis lurus, panjang, ada rambut rontok
 Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, simetris, refleks pupil ada, tidak
ada sekret
 Hidung : bersih, tidak ada cairan yang keluar, polip tidak ada
 Mulut : bibir lembab, tidak ada gigi caries, rongga mulut bersih
 Telinga : simetris, tidak ada serumen
 Muka : oedema tidak ada, tidak pucat, jerawat tidak ada
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
 Dada : simetris
 Mammae: tidak ada benjolan yang bersifat pathologis
 Perut : tidak ada bekas operasi (Laparotomi), tidak ada nyeri tekan pada gaster
& hepar
 Genetalia : jahitan belum kering
 Ekstremitas atas & bawah : simetris, tidak ada oedema, kuku
bersih, tidak ada varises
 Kulit : warna kuning langsat; turgor kembali dengan cepat
 Tulang belakang : tidak ada skoliosis, kiposis, lordosis
 Anus : tidak ada hemoroid
2. Status Obstetri
2.1 Inspeksi
 Muka : tidak ada cloasma gravidarum
 Mammae : areola mammae menghitam; kelenjar Montgomery
terlihat; Papila mammae menonjol
 Perut : tidak ada bekas operasi
 Genetalia : ada luka jahitan dan belum kering
3. Pemeriksaan Penunjang
-

II. INTERPRETASI DATA


Diagnosa :
Ny. T, usia 28 tahun post partum hari ke 3 dengan kebutuhan cold terapi perineum
Dasar :
Data subyektif :
1. Ibu mengatakan merasakan sakit pada jahitan di jalan lahir, ibu mengatakan
melahirkan 3 hari yang lalu.
2. Ibu mengatakan berusia 28 tahun
3. Ibu mengatakan mempunyai anak satu
Do :
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : cold therapy perineum

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA POTENSIAL


Tidak ada

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Tidak ada

V. INTERVENSI
1. Informasikan hasil pemeriksaan kepada ibu
2. Atasi rasa cemas yang dirasakan oleh ibu
3. Anjurkan ibu untuk menyiapkan diri sebelum tindakan
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
5. Siapkan tempat dan alat
6. Memakai sarung tangan tindakan
7. Meletakkan alat kompres di sekitar perineum. Kompres 10-20 menit dalam 24-72
jam setelah melahirkan
8. Berikan terapi sesuai kebutuhan serta cara melakukannya

VI. IMPLEMENTASI
Hari / tanggal : Kamis, 17 April 2020 Jam: 15.00 WIB
1. Memberikan informasi kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
2. Mengatasi rasa cemas yang dirasakan oleh ibu dengan menyuruh ibu
lebih tenang dan mengatakan bahwa hal tersebut bisa ditangani dengan cara
memberikan cold therapy perineum
3. Menganjurkan ibu untuk menyiapkan diri sebelum dilakukan tindakan cold therapy
perineum
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
5. Menyiapkan tempat dan alat
6. Memakai sarung tangan tindakan
7. Meletakkan alat kompres di sekitar perineum. Kompres 10-20 menit dalam 24-72 jam
setelah melahirkan
8. Berikan terapi sesuai kebutuhan serta cara melakukannya

VII. EVALUASI
Hari / tanggal : Kamis, 21April 2020 Jam: 15.45 WIB
1. Ibu telah mengerti dengan keadaannya setelah diberi informasi oleh bidan
2. Ibu sekarang merasa lebih tenang setelah diberikan penjelasan oleh bidan
3. Ibu sudah menyiapkan dirinya
4. Ibu sudah mencuci tangan
5. Sudah disiapkan tempat dan alat
6. Ibu sudah memakai sarung tangan tindakan
7. Telah diletakkan alat kompres di sekitar perineum. Kompres 10-20 menit dalam 24-72
jam setelah melahirkan
8. Telah diberikan terapi sesuai kebutuhan serta cara melakukannya
BAB IV
PEMBAHASAN

Problem : nyeri pada luka jahitan perineum pada ibu post partum disebabkan adanya
jaringan yang terputus. Respon nyeri pada setiap individu adalah unik dan relatif
berbeda. Hal ini dipengarui antara lain oleh pengalaman, persepsi, maupun sosia
kultural individu. Berdasarkan survey awa yang dilakukan peneliti di RSKDIA
Pertiwi Makasar tahun 2013, bulan Januari-Desember didapatkan jumlah ibu bersalin
sekitar 3741 orang dan yang mengalami ruptur perineum 1630 orang (43,57%).
Tahun 2014, bulan Januari-Desember didapatkan jumlah ibu bersalin sekitar 4555
orang dan yang mengalami ruptur perineum 2122 orang (46,58%). Tahun 2015, bulan
Januari-Desember didapatkan jumlah ibu bersalin sekitar 4681 orang dan yang
mengalami ruptur perineum 864 orang (18,45%)(Rekam medik RSKDIA Pertiwi
Makasar).Berdasarkan masalah tersebut maka perlu adanya upaya managemen nyeri
dengan cara non farmakologis yaitu memberikan cold therapy perineum.

Intervention : penelitian ini dilakukan di wilayah kerja di RSKDIA Pertiwi Makasar


dengan jenis penelitian pre-experimental. Rancangan penelitian menggunakan one
group pre test-post test design melibatkan 30 responden dibagi menjadi dua kelompok
yaitu intervensi dan control

Comparion : hasil penelitian yang telah dilakukan di RSKDIA Pertiwi Makasar


tahun 2017 didapatkan bahwa ada pengaruh cold therapy perium terhadap
pengurangan rasa nyeri luka perineum
Outcome : berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh
posisitif pengaruh cold therapy perium terhadap pengurangan rasa nyeri luka
perineum

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Terdapat pengaruh cold therapy perium terhadap pengurangan rasa nyeri luka
perineum jika dilakukan dengan benar dan teratur. Dan dilakukan sesuai prosesur
yang telah diajarkan serta ibu post partum tetap menjaga personal hygiene
sehingga luka perineum akan lebih cepat sembuh.

B. SARAN
1. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dapat memberikan kompres dingin
pada pasien yang mengalami luka perineum dengan senantiasa
memperhatikan aspek asuhan sayang ibu
2. Bagi instansi pelayanan baik rumah sakit maupun puskesmas dapat
memfasilitasi bidan untuk menggunakan cold therapy perineum dalm
memberikan asuhan pengurangan nyeri luka perineum
3. Untuk mencapai hasil yang maksimal dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut
dengan jumah sampel yang lebih banyak, waktu penelitian yang lebih lama,
serta penambahan variable ain dengan metode yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E.R, Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan (Nifas). Yogyakarta:


Nuha Medika.

Hidayat. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika.

Judha, Mohammad. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Jakarta:
Nuha Medika.

Mohamed, Hoda Abed El-Azim & Nahed Saied El-Nagger. 2012. Effect of Self
Perineal Care Instructions on Episiotomy Pain and Wound Healing of
Postpartum Women. Journal of American Science, 2012;8(6).

Nurchairiah, Andi. 2014. Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri


Luka Perineum di Ruang Dahlia RSUD Arifin Achmad. Pekanbaru: Universitas
Riau. Potter, P.A,

Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
Purnamasari, Elia. 2014. Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri di RSUD Ungaran. Jawa Tengah: STIKES Telogorejo Semarang.

Siswosudarmo, Risanto dan Ova Emilia. 2008. Obstetri Fisiologi. Yogyakarta:


Pustaka Cendekia.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Yogyakarta: CV.

Andi Offset. Sulistyawati, Ari dan Esti Nugraheny. 2012. Asuhan Kebidanan pada
Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika. WHO. 2015. General information
program and health profile. Washington DC: WHO.

Wulandari, S.R, Handayani, S. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai