Anda di halaman 1dari 14

Bukti Submit Artikel

Sumbmit di Jurnal :

http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/author/submission/1204
Perebutan Ayam sebagai Simbol Keberkahan dalam Tradisi Mondosiyo di Dusun
Pancot, Kelurahan Blumbang Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah dalam Perspektif Sosiologi Budaya Jurgen Habermas.
Octaviano Dwiyan Putra1, Dwi Susanto2, Mibtadin3 & Denny Tri Ardiyanto4
S2 Kajian Budaya, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret
Email: Octavianodp.98@student.uns.ac.id dwisastra81@gmail.com
mibtadianisahmad@staff.uns.ac.id denytri@staff.uns.ac.id

Abstrak
Perebutan Ayam sebagai Simbol Keberkahan dalam Tradisi
Mondosiyo di Dusun Pancot, Kelurahan Blumbang Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dalam
Perspektif Sosiologi Budaya Jurgen Habermas. Di Indonesia Ayam
bukan hanya dipelihara untuk diternakkan, akan tetapi juga
menjadi sebuah wujud kebudayaan yang erat dengan tradisi di
lingkungan masyarakat. Salah satunya yakni dalam tradisi
Mondosiyo di Dusun Pancot, Kelurahan Blumbang Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah., Ayam yang
diperebutkan menjadi simbol keberkahan masyarakat sekitar.
Ayam terdiri atas dua jenis Ayam Jantan dengan Ayam Betina.
Ayam yang digunakan adalah ayam jantan dan betina yang
memiliki arti keberagaman manusia yang hidup berpasang
pasangan, bersuku-suku untuk memperbaiki keturunan Perebutan
Ayam disimbolkan sebagai Keberkahan dalam Tradisi Mondosiyo.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi terkait
Perebutan Ayam sebagai Simbol Keberkahan, sekaligus
menganalisis fenomena tersebut dalam perspektif sosiologi
budaya secara spesifik melalui teori rasionalisasi budaya Jurgen
Habermas. Penelitian kali ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif. Metode wawancara yang digunakan yakni metode
wawancara terencana.
Simbolisasi Perebutan Ayam sebagai simbol keberkahan
masih ada hingga saat ini. Simbolisasi ini telah ada dan diterapkan
secara turun- temurun. Perebutan Ayam dilambangkan sebagai
dalam mencapai tujuan perlu adanya kerja keras agar apapun
yang dilakukan mendapatkan keberkahan.
Kata Kunci : Mondosiyo, Sosiologi Budaya, Simbol, Jurgen
Habermas
PENDAHULUAN
Talcott Parson sebagai seorang Sosiolog dan Al Kroeber seorang Antropolog
membedakan wujud kebudayaan sebagai sebuah sistem, berarti bahwa wujud
kebudayaan merupakan rangkaian atas tindakan maupun aktivitas manusia yang
berulang. Sementara J. J. Hogmann di dalam karyanya yang berjudul “The World
of Man” (1959), membagi wujud dari kebudayaan menjadi tiga yaitu ide, aktivitas,
dan artefak. Pemikiran ini terkait juga dengan yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat bahwa ada tiga wujud kebudayaan. Pertama yaitu wujud
kebudayaan sebagai sesuatu yang kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma,
maupun peraturan di masyarakat. Kebudayaan dalam ide sifatnya cenderung
abstrak, tidak dapat dipegang maupun didokumentasikan, keberadaannya yakni di
dalam pikiran masyarakat. Selain itu juga dalam nilai dan norma yang secara tidak
langsung bersifat mengatur dan memberi arah untuk tindakan manusia di
masyarakat. Tak jarang disebut adat istiadat atau peraturan masyarakat yang
bersifat turun temurun.
Kedua yakni wujud kebudayaan sebagai aktivitas yang berpola di
masyarakat. Wujud ini seringkali dikenal sebagai sistem sosial yang dihasilkan
oleh kelompok masyarakat itu sendiri. Kebudayaan dalam aktivitas berpola ini
dapat didokumentasikan karena secara empiris langsung terlihat adanya interaksi
atau pergaulan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Di dalam interaksi
ini ada wujud perilaku dan juga bahasa yang diungkapkan. Ketiga wujud budaya
dalam kebendaan atau benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan ini
hampir secara keseluruhan berupa kebudayaan fisik, baik itu hasil dari perbuatan
maupun karya dari kreativitas manusia di masyarakat. Benda-benda fisik ini dapat
diraba, dilihat, ataupun didokumentasikan dalam berbagai ukuran
(Koentjaraningrat, 2010).
Di Indonesia Ayam bukan hanya dipelihara untuk diternakkan, akan tetapi
juga menjadi sebuah wujud kebudayaan yang erat dengan tradisi di lingkungan
masyarakat. Salah satunya yakni dalam tradisi Mondosiyo di Dusun Pancot,
Kelurahan Blumbang Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah., Ayam yang diperebutkan menjadi simbol keberkahan masyarakat sekitar.
Ayam terdiri atas dua jenis Ayam Jantan dengan Ayam Betina. Ayam yang
digunakan adalah ayam jantan dan betina yang memiliki arti keberagaman
manusia yang hidup berpasang pasangan, bersuku-suku untuk memperbaiki
keturunan.
Selain itu Ayam yang digunakan adalah ayam jawa yang memiliki makna
bahwa hidup itu harus dengan kerja keras, ulet dan tangkas, selalu istiqomah
dalam bekerja dan mendekatkan diri kepada tuhan. Ayam tersebut diterbangkan
keatap dengan maksud meleburkan kesalahan antar sesama warga, dengan
demikian acara ini merupakan wujud saling memaafkan dan menyadari bahwa
manusia memang tidak luput dari kesalahan.
Di dalam mengkaji fenomena pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan
teori rasionalisasi budaya yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas. Menurut
Habermas, pengetahuan merupakan dasar dari sebuah kebudayaan. Manusia
sebagai subjek yang menghasilkan budaya memiliki tiga kemungkinan
pemaknaan atas hal yang memungkinkan terbentuknya organisasi sosial, yaitu
bekerja, berkomunikasi, dan mengasah kemerdekaan dalam berpikir. Oleh sebab
itu manusia selalu memiliki kepentingan atas teknis, praktis, dan emansipatoris.
Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berupaya mewujudkan salah
satu diantara kepentingan itu atau lebih. Upaya perwujudannya manusia akan
memerlukan media kerja, bahasa, dan kekuasaan. Habermas melontarkan
kritiknya atas Marx terkait pendapatnya yang menyatakan pentingnya bekerja bagi
manusia. Menurut Marx, manusia akan disebut sebagai manusia apabila ia telah
memproduksi alat-alat kerja. Habermas tidak menyanggah hal tersebut jika
maksud pernyataan tersebut adalah terkait hakikat manusia dibanding binatang.
Apabila pernyataan Marx tersebut digunakan untuk menjelaskan tentang
manusia dalam kaitannya dengan kebudayaan, pekerjaan lebih tergolong pada
hubungan ekonomis yang cenderung tidak seimbang. Di dalam pekerjaan, manusia
sibuk berhadapan dengan bahan dan alat-alat produksi. Manusia ada sebagai
subjek, sedangkan bahan dan alat-alat produksi sebagai objek. Manusia bersifat
aktif, sedangkan bahan dan alat pasif. Menurut Habermas, pekerjaan merupakan
model yang tepat jika digunakan menjelaskan hubungan antara manusia dengan
alam. Namun, tidak selalu dapat menjelaskan hubungan antara manusia dengan
manusia lain. Hakikatnya hubungan manusia dengan manusia lainnya adalah
komunikasi. Pada proses komunikasi, manusia dengan lawan bicaranya keduanya
merupakan subjek aktif atau subjek pasif. Keduanya akan saling melakukan tukar
menukar dalam komunikasi, saling memberi tanpa membuat si pemberi
mengalami kekurangan atas yang dimiliki dan bisa juga saling menambah
pengetahuan. Pengetahuan inilah yang selanjutnya menjadi dasar dari
kebudayaan (Sulasman & Gumilar, 2013)
Fokus kajian dalam penelitian kali ini yaitu Perebutan Ayam sebagai Simbol
Keberkahan dalam Tradisi Mondosiyo di Dusun Pancot, Kelurahan Blumbang
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dalam perspektif
Sosiologi Budaya. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi terkait Perebutan
Ayam sebagai Simbol Keberkahan, sekaligus menganalisis fenomena tersebut
dalam perspektif sosiologi budaya secara spesifik melalui teori rasionalisasi budaya
Jurgen Habermas. Peneliti juga berharap penelitian kali ini dapat memberikan
manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat secara teoritis,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan pembaharuan untuk kajian ilmu dan
teori-teori Sosiologi sekaligus menjadi sumbangsih kajian dalam kajian mata kuliah
Sosiologi Budaya. Manfaat praktisnya yakni dapat memberikan ilmu pengetahuan
baru bagi peneliti sekaligus meningkatkat keterampilan menulis, sekaligus
diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi masyarakat.

METODE
Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian kali ini yaitu
pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini dipilih sebab penelitian berangkat
dari fenomena-fenomena yang ada di lapangan sebagai hasil dari perilaku-perilaku
manusia. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan pemberian perlakuan atas
pemikiran maupun penafsiran atas hasil temuan yang dikumpulkan. Pola pemikiran
dalam pendekatan ini menggunakan pola pemikiran induktif, teori akan diuji setelah
data-data hasil penelitian terkumpul. Keseluruhan temuan data akan terlebih dahulu
dipaparkan berupa deskripsi, yang selanjutnya data akan dianalisis menggunakan
teori relevan. Masalah dan tujuan dalam penelitian kualitatif bersifat beragam dan
saling terkait dengan kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu sulit
menemukan persamaannya dengan penelitian umum yang lainnya (Bungin, 2012)
Penelitian kali ini berangkat dari keberadaan acara perebutan ayam yang dijadikan
sebagai simbol keberkahank di lingkungan masyarakat. Simbolisasi ini tentu
memiliki maksud dan pemaknaan yang diyakini masyarakat hingga turun temurun.
Peneliti ingin meneliti hal ini lebih lanjut untuk bisa melihat proses pemaknaan yang
pada akhirnya diyakini oleh antargenerasi. Lebih spesifik, tujuan peneliti adalah
untuk mengidentifikasi Perebutan Ayam sebagai Simbol Keberkahan, sekaligus
memaparkan analisis menggunakan teori rasionalisasi budaya Jurgen Habermas.
Data dalam penelitian merupakan keseluruhan informasi dari luar individu
yang harus dicari, dikumpulkan, serta dipilah oleh peneliti. Data berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dikaji dalam suatu penelitian. Sumber data dalam
penelitian penelitian kali ini yaitu data primer dan sekunder. Data primer akan
diperoleh melalui wawancara. Metode wawancara yang digunakan yakni metode
wawancara terencana, yang mana peneliti melakukan wawancara dengan berbekal
hal yang ingin diketahui telah dituliskan dalam pedoman wawancara. Pertanyaan
dalam pedoman wawancara ini selanjutnya akan ditanyakan kepada subjek yang
telah ditentukan kriterianya (Bagus, 2016). Wawancara dilakukan secara luring
dengant tokoh warga setempat. Objek penelitiannya sendiri yaitu informasi-
informasi yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara. Selain data primer, peneliti
juga mengumpulkan data sekunder sebagai pendukung. Teknik pengumpulan data
sekunder yakni melalui studi kepustakaan. Data akan diperoleh dari buku, artikel
ilmiah, jurnal, maupun karya ilmiah lainnya.
Tahapan analisis data merupakan tahapan peneliti mencoba untuk
mengangkat data temuan yang ada pada tataran logika. Upaya ini dilakukan dengan
melihat fenomena melalui perspektif teori. Analisis kualitatif menggunakan logika
berpikir induktif. Kesimpulan dari hasil penelitian dibangun dari hal-hal khusus yang
bermuara pada hal-hal umum. Analisis digunakan untuk mampu menganalisis
makna dari temuan data yang selanjutnya peneliti dapat memahami makna yang ada,
bukan untuk menjelaskan fakta itu sendiri (Bungin, 2012). Teknik analisis data
penelitian kali ini menggunakan proses interaktif. Model analisis interaktif ini
digagas oleh Miles & Huberman, (1994: 23). Komponen dari analisis interaktif ini
meliputi sajian data, reduksi data, dan juga penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Proses dilakukan antarkomponen dalam bentuk siklus dan dilakukan semasa
pengumpulan data berlangsung (Nugrahani & Hum, 2014). Pada penelitian ini
peneliti akan menganalisis seluruh data temuan dengan menggunakan perspektif
teori rasionalisasi budaya dari Jurgen Habermas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan informan menghasilkan beberapa
informasi terkait dengan Perebutan Ayam sebagai Simbol Keberkahan. Informan A.
Berdasarkan hasil wawancara dengan infroman A, beliau mengatakan Ayam hidup
sesajen ini bentuk nazar dari warga Pancot. Dalam puncak upacara Mondosiyo,
ayam persembahan itu kemudian dilepas di atap pendopo. Informan A juga berkata,
hewan unggas hasil rebutan itu dianggap keramat sehingga pamali apabila
dikonsumsi. Para pemenang rebutan berharap meraih rezeki melimpah dan
keberkahan seperti halnya penazar, dengan cara memelihara ayam nazaran. Mereka
yang berebut ayam, memanjat pilar atap kemudian menepuk-tepuk atap seng supaya
ayam mudah diraihnya. Di lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggalnya
simbolisasi ini tampak masih terus berkembang. Menurut beliau Ayam hasil rebutan
ini menjadi selalu ada saat Tradisi Mondosiyo dalam rangka melestarikan tradisi
sejak nenek moyang dahulu. Perebutan Ayam itu sendiri sebagai syarat saat Tradisi
Mondosiyo , Perebutan Ayam yang melambangkan jika ingin mendapatkan sesuatu
harus dengan kerja keras. Informan A telah mengetahui terkait simbolisasi ini sejak
saat masih kecil, yang mana informasi diterima dari orang tua beliau.
Prosesi dalam Perebutan Ayam ini sudah dimulai Selasa pagi. Nanti
penyiraman banyu badek ke watu gilang. Dilanjutkan abur-aburan ayam. Jumlah
ayamnya tidak terbatas. Abur ayam itu sebagai bentuk syukur kita warga Pancot
kepada Tuhan.
Hasil wawancara dengan informan B, beliau menyatakan tahu terkait dengan
simbolisasi Perebutan Ayam sebagai Simbol Keberkahan, sebab hal ini telah ada
sejak dulu. Simbolisasi ini masih terus berkembang di lingkungan beliau karena adat
masyarakat masih kental mengikuti budaya nenek moyang. Informan B mengikuti
budaya ini karena memang sudah ada sejak lama, saat prosesi Perebutan Ayam
sebagai Simbol Keberkahan beliau juga ikut berpartisipasi membawa sepasang
ayam kampung saat upacara tersebut berlangsung. Informan B ikut berpartisipasi
lantaran dulunya sempat bernazar saat menderita abses pada bagian tubuhnya tiga
bulan terakhir. Dulu saya ada benjolan di bagian tubuh. Saat ini alhamdulillah sudah
sembuh. Saya ikut bawa ayam karena kemarin sudah bernazar. Jadi harus saya
laksanakan.
Prosesi dalam Perebutan Ayam ini sendiri dimulai dari Warga yang membawa
ayam melemparkan ayam mereka ke genting atap pendapa dan membiarkan ayam-
ayam tersebut bertengger di atas Pendapa Dusun Pancot. Warga boleh mengambil
ayam-ayam itu menggunakan berbagai upaya. Menurut informan B, budaya atau
tradisi ini hendaknya dilestarikan karena makna atau maksud yang ingin
disampaikan merupakan hal baik. Nilai penting dari simbolisasi Perebutan Ayam
sebagai Simbol Keberkahan hendaknya dipahami oleh generasi muda saat ini. Hal ini
sudah menjadi turun-temurun bahkan masih ada hingga saat ini. Oleh sebab itu, para
generasi muda harus bisa memahami, mengerti, dan juga bisa menerapkan di
kemudian hari agar budaya ini tetap lestari.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara di atas, kedua informan saling mengetahui
terkait dengan Perebutan Ayam sebagai Simbol Keberkahan. Kedua informan juga
kompak mengatakan bahwa simbolisasi ini masih terus ada hingga sekarang.
Perebutan Ayam ini selalu ada saat tradisi Mondosiyo, hal ini dilakukan karena
informan A mengikuti tradisi Mondosiyo dari dahulu. Makna dari simbolisasi ini juga
diungkapkan oleh kedua informan. Informan A mengatakan bahwa Perebutan Ayam
digunakan sebagai simbol keberkahan, sedangkan Informan B mengatakan bahwa
Perebutan Ayam digunakan sebagai sarana bernazar ayam untuk diperebutkan
sebagai sarana meraup keberkahan, Asal informasi makna yang sampai saat ini
diyakini para informan yaitu dari orang tua mereka. Wejangan orang tua mereka
untuk selalu melestarikan tradisi ini.

Prosesi dalam Perebutan Ayam juga turut diungkapkan kedua informan. Di


dalam tradisi kedua informan tampaknya melalui urutan proses yang sama, dimulai
pada hari Minggu Pon. Dua hari sebelum puncak Upacara Mondosiyo berlangsung,
masyarakat setempat mengumpulkan beras untuk diolah atau dimasak secara
tradisional ,menjadi makanan yang disebut “gandhik”, serta aneka makanan khusus
lainnya sebagai perlengkapan “sesaji tradisional”. Di samping itu, secara gotong
royong masyarakat setempat membeli seekor kambing dan sejumlah ayam
kampung sebagai “sesaji pokok”. Hari berikutnya Senin Wage, keseluruhan
perlengkapan “sesaji tradisi” dan berbagai “busana tradisi” ditempatkan atau
disanggarkan di rumah sesepuh adat. Pada pukul 7 malam (malam Selasa Kliwon),
beberapa orang perangkat adat menabuh “bende” mengelilingi tempat-tempat yang
dianggap keramat, sebagai pemberitahuan akan diselenggarakan upacara adat
Mondosiyo, dengan harapan agar para danyang hadir serta merestui perhelatan
tersebut. Selanjutnya menjelang tengah malam diadakan tirakatan dan renungan
sesuai adat setempat.

Hari H, Selasa Kliwon adalah Puncak Upacara Adat Mondosiyo.Pukul 07.00


pagi para sesepuh adat dan tokoh masyarakat membawa seekor kambing kendit
dan ayam ke punden Bakpatokan untuk disembelih sebagai sesaji.Pukul 10.00
semua bahan sesaji sudah disiapkan di punden Bakpatokan.Pukul 13.00
diperdengarkan “gendhing Manyar Sewu” Pukul 16.00 Upacara Mondosiyo
dilangsungkan dengan dipimpin oleh sesepuh adat.Pada puncak acara ini
diperebutkan ayam hidup, serta penyiraman “air badheg” bagi masyarakat atau
pengunjung. Bagi yang dapat atau bisa menangkap ayam akan mendapat
keberuntungan.
Nilai-nilai penting yang perlu diketahui dari Perebutan Ayam ini yaitu sebagai
makna dalam mencapai tujuan harus dilakukan dengan kerja keras. Kedua informan
berharap generasi muda saat ini dapat turut melestarikan budaya simbolisasi ini.
Pihak orang tua diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengertian pada
para generasi muda, akan kedepannya tetap mau untuk menerapkan budaya serupa
sehingga tetap lestari.
Teori relevan untuk menganalisis fenomena ini yaitu teori rasionalisasi budaya
dari Jurgen Habermas. Pengertian pengetahuan menurut Habermas merupakan
dasar dari adanya kebudayaan. Manusia yang berperan sebagai subjek penghasil
budaya memiliki tiga kemungkinan pemaknaan atas hal yang membentuk organisasi
sosial yaitu bekerja, berkomunikasi, juga kemerdekaan dalam berpikir. Oleh
karenanya manusia selalu memiliki kepentingan secara teknis, praktis dan
emansipatoris. Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu memiliki upaya dalam
mewujudkan kepentingan tersebut, baik salah satunya ataupun lebih. Menurut
Habermas pernyataan tentang pekerjaan akan selalu pas jika menjelaskan hubungan
manusia dengan alam, tidak untuk menjelaskan hubungan manusia dengan manusia
lainnya. Hakikat hubungan manusia dengan manusia lain adalah komunikasi. Di
dalam komunikasi, ada manusia sebagai subjek aktif dan manusia lain sebagai
subjek pasif. Keduanya secara tidak langsung melakukan tukar menukar dalam
komunikasi, saling memberi tanpa membuat pemberi kekurangan dan bahkan saling
menambah pengetahuan. Pengetahuan ini yang kemudian berkembang menjadi
kebudayaan (Sulasman & Gumilar, 2013).
Argumen Habermas bahwa manusia sebagai penghasil kebudayaan memiliki
tiga kemungkinan dalam pemaknaan atas pembentukan organisasi sosial mulai dari
bekerja, berkomunikasi, hingga kemerdekaan dalam berpikir. Berdasarkan
keterangan dari para informan, informasi terkait simbolisasi ini informan dapatkan
dari orang tua mereka. Orang tua dari para informan dapat dikatakan sebagai
penghasil daripada kebudayaan simbolisasi ini. Unsur pertama bekerja, orang tua
informan terlebih dahulu menerapkan simbolisasi ini. Selanjutnya prosesi yang
dilakukan oleh para orang tua ini diinformasikan pada anak-anak mereka, dalam hal
ini adalah para informan. Aktivitas tersebut terdeteksi sebagai kegiatan
berkomunikasi. Unsur terakhir yaitu kemerdekaan berpikir, hal ini menyangkut
pemaknaan yang ada pada simbolisasi perebutan ayam itu sendiri. Informan A
memaknai perebutan ayam sebagai simbol keberkahan,. Sementara informan B,
perebutan ayam sebagai sarana bernazar atau memberikan ayam untuk
diperebutkan dengan harapan meraup keberkahan.
Dilihat dari penjabaran tersebut, hal ini selaras dengan pemikiran Habermas
terkait dengan manusia yang berperan sebagai subjek penghasil budaya. Pada proses
ini, manusia memiliki proses yang menimbulkan kemungkinan menghasilkan
pemahaman atau pemaknaan tertentu. Habermas merujuk pada tiga hal yaitu
bekerja, berkomunikasi, dan kemerdekaan dalam berpikir. Proses bekerja tercermin
dalam aktivitas para orang tua informan dalam penerapan simbolisasi dengan
merebutan ayam. Selanjutnya proses akan berlanjut dalam aktivitas komunikasi,
para anak-anak ingin meneruskan tradisi yang sudah biasa dilakukan pada orang tua
mereka. Oleh karenanya, mereka memberikan informasi mengenai simbolisasi
perebutan ayam ini ke anak-anak mereka agar bisa melakukan hal serupa di masa
mendatang. Saat informasi sudah diterima oleh anak yang dalam penelitian ini yaitu
para informan, mereka memiliki kebebasan atau kemerdekaan untuk berpikir dalam
memaknai informasi yang sudah diterima. Pemaknaan yang dilakukan oleh para
informan akan menentukan pemaknaan oleh generasi- generasi selanjutnya. Ketiga
proses ini lah yang didefinisikan Habermas sebagai kemungkinan pemaknaan.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari seluruh paparan di atas adalah simbolisasi Perebutan Ayam
sebagai simbol keberkahan masih ada hingga saat ini. Simbolisasi ini telah ada dan
diterapkan secara turun- temurun. Perebutan Ayam dilambangkan sebagai dalam
mencapai tujuan perlu adanya kerja keras agar apapun yang dilakukan
mendapatkan keberkahan. Perebutan ayam juga dimaknai sebagai sarana bernazar
Ayam untuk diperebutkan dengan harapan meraup keberkahan. Ditinjau dari teori
rasionalisasi budaya oleh Jurgen Habermas, tiga kemungkinan yang menghasilkan
pemaknaan atas pembentukan organisasi sosial dimulai dari bekerja,
berkomunikasi, dan kemerdekaan berpikir. Unsur bekerja yang tercermin dalam
aktivitas orang tua dalam melakoni tradisi ini, dilanjutkan dalam kegiatan
berkomunikasi untuk menyalurkan makna tradisi pada anak, dan adanya
kemerdekaan berpikir dalam proses pemaknaan simbolisasi itu sendiri. Tiga
kemungkinan pemaknaan menghasilkan tiga kepentingan manusia, mulai teknis,
praktis, dan emansipatoris yang tergambar dalam prosesi perebutan ayam. Unsur
emansipatoris terlihat saat Informan B bernazar ayam untuk diperebutkan.
Diharapkan para generasi muda dapat turut menerapkan dan melestarikan tradisi
yang sudah turun-temurun ini. Peran penting orang tua dalam memberikan
sosialisasi dan pemahaman sangat diperlukan, agar nantinya para generasi muda
bisa menjaga tradisi ini sehingga kebudayaan ini tetap lestari. Peneliti berharap dari
penelitian ini dapat memberikan sumbangsih secara akademis dalam kajian teori
dan ilmu sosiologi budaya, serta memberikan manfaat praktis sebagai bahan kajian
bagi masyarakat sekaligus membangun konstruksi budaya tradisi Perebutan Ayam
sebagai Simbol Keberkahan. Saran untuk aktivitas penelitian selanjutnya tentang
topik terkait, hendaknya peneliti dapat mengenal dengan baik budaya yang ada
sekaligus turut mendukung pelestarian budaya yang ada. Masyarakat tentu berperan
penting dalam pelestarian dan eksistensi tradisi, akan lebih baik lagi apabila
pemerintah daerah ikut dalam membina sekaligus menjaga upaya pelestarian
budaya ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, I. (2016). Teknik Wawancara Dan Observasi Untuk Pengumpulan Bahan


Informasi. Universitas Udayana (Vol. 4). Bali: Universitas Udayana.
Bungin, B. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi II. Surabaya: Raja Grafindo
Persada.

Dhiyaul Auliyah & Arief Sudrajat. (2022). Bubur Merah Putih sebagai Simbol
Pemberian Nama Anak dalam Perspektif Sosiologi Budaya Jurgen Habermas.
Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora . Vol. 8 No. 1, Februari 2022, Hal. 54-
63
Koentjaraningrat, K. (2010). Manusia dan kebudayaan di Indonesia.[Humans and
culture in Indonesia].Jakarta: Djambatan.
Stiftung.London: Sage Publication. https://doi.org/10.1016/j.marpetgeo.2016.02.030
Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra Books.

Sulasman, H., & Gumilar, S. (2013). Teori-teori Kebudayaan, dari teori hingga aplikasi.
Bandung: Pustaka Setia.

https://www.karanganyarkab.go.id/wisata-budaya-upacara-mondosiyo/ diakses
pada ( 23 Juni 2022)

https://www.solopos.com/wisata-karanganyar-mondosiyo-rasa-syukur-warga-atas-
rezeki-630074 diakses pada ( 23 Juni 2022)

https://p4tkpknips.kemdikbud.go.id/informasi/artikel/147-makna-simbolis-dan-
pedagogis-dalam-tradisi
ruwatan#:~:text=Sukerta%20berarti%20orang%20yang%20cacat,kala%20(Endraswar
a%2C%202003). diakses pada ( 23 Juni 2022)

Anda mungkin juga menyukai