Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SISTEM POLITIK INDONESIA


KONSEP NEGARA

Dosen PJ: Prof.Dr.Drs.William Areros M.si dan Aneke Punuindoong SAB,M.si

Di susun Oleh Kelompok 1:


Sefea Rompas 210811020132 Vincen Budiharto 210811020132
Rivo Ramadagandi 21081102011 Tiara M.A Lomboan 210811020120
Marsyanda Tawaluyan 210811020066 Astrelle Salomonsz 210811020144
Aprilya Felensina Piga 210811020026 Johanes Sahala 210811020062
Keisia Suoth 210811020018 Ken Musak 210811020098
Gracia Viyollan Poluan 210811020010 Putri Abukasim 210811020096
Ecclesia Tandaju 210811020050 Toar Hermanus Pieters 19081102086
Regita Revania Hamzah 210811020140

ILMU ADMINISTRASI BISNIS


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
MANADO
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Guna memenuhi
salah satu tugas pada mata kuliah Sistem Politik Indonesia yang bertujuan untuk memberikan
pengetahuan tentang “Konsep Negara”.
Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan ide dan materi. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan bagi para pembaca maupun penulis.
Kami sadar bahwa dalam makalah ini banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi perbaikan pada makalah
ini.

Manado, 19 April 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..ii
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………….……………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..1
C. Tujuan……………………………………………………………………………...1
Bab II PEMBAHASAN
A. Negara dan Teori-Teori Pembentuknya…………………………..……..……2
B. Unsur-Unsur Negara dan Sifatnya………….………………..………...……...5
C. Tujuan dan Fungsi Negara…………………………….……......………………8
D. Suprastruktur dan Infrastruktur Pendukung……………….…………..…..10
E. Masalah-Masalah Kenegaraan di Indonesia………………………...…...….14

Bab III PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………………………….………….16
B. Saran……………………………………………………………………….………….16
Daftar Pustaka .………………………………………………………………...……….17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Berdirinya Negara ini tidak hanya ditandai oleh Proklamasi dan keinginan untuk
bersatu bersama, akan tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang
merumuskan berbagai masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur
Negara mulai ada. Bagaimana sebuah negara disebut sebuah negara dan mengenai fungsi serta
sifatnya tentu perlu kiranya dipahami sebagai seorang mahasiswa dan warga negara Indoensia.
Keberadaan sebuah negara bangsa tentu tidak terlepas dari sebuah konstitusi yang
mengaturnya di Indonesia kita mengenalnya dengan Undang Undang.

Undang-undang dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus peka zaman, artinya aturan
yang dibuat oleh para DPR kita sebelum di sahkan menjadi undang-undang sebelumnya harus
di sosialisasikan dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar norma-norma adat atau
melanggar hak-hak asasi manusia. Salah satu bukti bahwa undang-undang yang sudah tidak
relevan lagi dengan kondisi zamannya adalah undang-undang dasar 1945. Dengan mengalami
empat kali perubahan yang masing-masing tujuanya tidak lain hanya untuk bisa sesuai dengan
kehendak rakyat dan bangsa kita, dalam arti bisa mewakili aspirasi rakyat yang disesuaikan
zamannya.
Dalam praktek bernegara, pembagian kekuasaan dalam negara (sharing of power) merupakan
suatu hal yang tak terelakan, bahkan pembagian kekuasaan itu tidak dapat dipisahkan dengan
esensi hidup bernegara atau tujuan didirikannya Negara adanya suprastruktur dan
infrastruktur beserta komponen didalamnya menjadikan tumbuhnya dinamika dalam
bernegara sehingga permsalahan yang ada dinegara ini pun tentu mulanya dari adanya ketidak
sesuaian mengenai peraturan yang ada dengan kondisi realita dilapangan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Negara dan teori-teori pembentuknya
2. Apa saja unsur-unsur Negara dan sifatnya
3. Apa saja tujuan dan fungsi Negara
4. Apa itu Suprastruktur dan Infrastruktur Pendukung
5. Apa Masalah-Masalah Kenegaraan di Indonesia

C. Tujuan
1. Mampu mengetahui apa itu Negara dan teori-teori pembentuknya
2. Mampu mengetahui apa saja unsur-unsur Negara dan sifatnya
3. Mampu mengetahui tujuan dan fungsi Negara
4. Mampu mengetahui Suprastruktur dan Infrastruktur Pendukung
5. Mampu mengetahui apa Masalah-Masalah Kenegaraan di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Negara dan Teori-Teori Pembentuknya


1. Pengertian
Negara berasal dari kata dalam bahasa latin “status” atau “statum” yang berarti keadaan
tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat tegak dan tetap. Kata “status” atau
“statum” diserap ke dalam bahasa Inggris “standing” atau “station” yang berarti
kedudukan --berhubungan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia sebagaimana
istilah “status civitatis” atau “status republicae”--. Beberapa abad sebelum Masehi, para
filsuf Yunani seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles sudah memperkenalkan teori
tentang negara. Telaah mereka mengenai konsep negara hingga dekade ini masih tetap
berpengaruh, walaupun sebenarnya mereka menggambarkan negara hanya meliputi
lingkungan kecil, yaitu lingkungan kota atau negara kota yang disebut “polis”. Hal ini
tertuang dalam karya para filsuf tersebut dalam bentuk buku berjudul Politeia (soal-soal
negara kota), Politicos (ahli polis, ahli negara kota), dan Politica (ilmu tentang negara
kota). Kata negara juga terdapat dalam bahasa Sansekerta “nagari” atau “nagara” yang
artinya kota. Sejak kata “negara” diterima secara umum yang menunjukkan organisasi
teritorial suatu bangsa yang memiliki kedaulatan. Negara pun mengalami berbagai
pemahaman tentang hakikat dirinya. Secara etimologi, negara adalah organisasi tertinggi
diantara satu kelompok masyarakat pada suatu wilayah yang mempunyai cita-cita untuk
bersatu, kekuatan politik, dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya
(KBBI, 2007:777; Martasuta, 2018; Windi et.al., 2017:6). Kelsen (dalam Starke, 1989:128)
menekankan bahwa negara merupakan suatu gagasan teknis semata-mata yang
menyatakan fakta bahwa serangkaian kaidah hukum tertentu mengikat sekelompok
individu yang hidup dalam suatu wilayah teritorial terbatas. Lebih lanjut, Rifai (2010:3)
mengatakan bahwa negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan masyarakat dan menertibkan gejala-
gejala kekuasaan dalam masyarakat. Selain beberapa ahli di atas yang mengemukakan
pendapat mengenai istilah negara, masih terdapat berbagai ahli yang mendefinisikan
konsep negara.
Para ahli dengan sudut pandangnya masing-masing memberikan pengertian yang
beragam mengenai konsep negara. Pemikiran yang beragam tersebut tentunya
memberikan tambahan wawasan dan khazanah pengetahuan untuk memahami istilah
negara. Ada yang memandang negara sebagai institusi sosial dan kenyataan sosial, ada
juga yang memandang secara organis, yakni memandang negara sebagai organisasi yang
hidup dan mempunyai kehidupan sendiri yang dalam berbagai hal menunjukkan adanya
persamaan dengan manusia sebagai makhluk hidup, adapula yang memandang negara
sebagai ikatan kehendak dan golongan-golongan, negara dipandang sebagai sejumlah
besar kehendak yang diikat menjadi satu kehendak (Usman, 2015:3). Guna memudahkan
memahami istilah negara, maka pengertian negara dikelompokkan dalam beberapa
tinjauan, yaitu:

2
a) Sebagai organisasi kekuasaan; pengertian ini dikemukakan oleh Logemann (dalam
Busroh, 1990:25-26) dan Harold J. Laski (dalam Kusnadi dan Saragi, 1985:48),
menyatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan mengatur
masyarakatnya. Pada hakikatnya merupakan suatu tata kerjasama untuk membuat
suatu kelompok manusia berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak negara.
b) Sebagai organisasi politik; Roger H. Soltou dalam bukunya “The Modern State”
mengatakan bahwa negara adalah persekutuan (asosiasi) manusia yang
menyelenggarakan penertiban masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem
hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah, dilengkapi dengan kekuasaan yang
memaksa. Lebih lanjut, R.M. Maclver (1959:38) memaparkan bahwa walaupun negara
merupakan persekutuan manusia, akan tetapi mempunyai ciri khas yang digunakan
untuk membedakan antara negara dengan persekutuan manusia lainnya. Ciri khas
tersebut adalah kedaulatan dan keanggotaan negara bersifat mengikat da memaksa.
Sebagai organisasi politik, negara mempunyai 2 (dua) tugas, yaitu (a) mengendalikan
dan mengatur gejalagejala kekuasaan yang asosial agar tidak menjadi antagonisme
yang membahayakan; dan (b) mengorganisir dan mengitegrasikan kegiatan manusia
dan golongan-golongan ke arah terciptanya tujuan masyarakat seluruhnya. Dengan
demikian, dari sudut pandang politik, negara merupakan integrasi dari kekuasaan
politik yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur hubungan antar manusia dan
sekaligus menertibkan serta mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang muncul
dalam masyarakat, melalui kekuasaan dan wewenangnya hendak mewujudkan suatu
tujuan demi kepentingan umum.
c) Sebagai organisasi kesusilaan; Friedrich Hegel mengemukakan, negara adalah
organisasi kesusilaan yang timbul sebagai sintesa antara kemerdekaan universal
dengan kemerdekaan individu, dimana setiap individu menjadi bagian dari negara,
sehingga kekuasan tertinggi terletak pada negara. Ini mengisyaratkan bahwa negara
berhak mengatur tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
sedangkan individu yang menghuninya tidak dapat berbuat sesuai kehendaknya
sendiri.
d) Sebagai integritas antara pemerintah dan rakyat; tinjauan ini dikemukakan oleh Prof.
Soepomo. Beliau membagi pengertian negara dalam 3 (tiga) teori, antara lain:
 Teori perseorangan (individualistik); negara adalah suatu masyarakat hukum
yang terbentuk atas perjanjian antar individu yang menjadi anggota masyarakat,
diarahkan untuk mewujudkan kepentingan dan kebebasan pribadi. Penganjur
teori ini ialah Harold J. Laski, Herbert Spencer, Jean Jacques Rousseau, John Locke,
dan Thomas Hobbes.
 Teori golongan (kelas); negara merupakan alat dari suatu golongan yang
mempunyai kedudukan ekonomi paling kuat untuk menindas golongan lain yang
kedudukan ekonominya lebih lemah. Teori ini diinspirasi oleh Karl Frederich
Engels, Karl Marx, dan Lenin.
 Teori integralistik (persatuan); negara adalah susunan masyarakat yang integral,
era antara semua golongan, semua bagian dari seluruh anggota masyarakat
merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara integralistik yang
terbentuk hendaknya mengatasi paham perseorangan ataupun golongan dan juga
mengutamakan kepentingan umum sebagai satu kesatuan. Teori ini diajarkan
oleh Adam Muller, Benedictus de Spinoza, dan Friedrich Hegel.
3
2. Teori-Teori Pembentukan Negara
Sebuah negara tidak serta merta berdiri, terdapat proses yang dilalui untuk mendirikan
atau membentuk suatu negara. G. Jellinek (dalam Johan, 2018:39) memaparkan bahwa
terdapat dua tahapan pembentukan negara, yaitu primer dan sekunder. Pada tahap
primer, negara terbentuk dimulai dari adanya persekutuan antar kelompok membentuk
masyarakat hukum yang sederhana, kemudian bertransformasi menjadi negara modern
--tidak dihubungkan dengan negara yang telah ada sebelumnya. Lebih lanjut, Jellinek
menguraikan beberapa fase terjadinya negara, antara lain:
a) Persekutuan masyarakat (Genootscahft), di sini masyarakat hidup berkelompok atau
membentuk persekutuan dengan kedudukan yang sama untuk mengurus
kepentingan bersama atas dasar persamaan, dipimpin oleh seseorang yang dipilih
secara primus interpares atau yang utama dari lainnya.
b) Kerajaan, pada fase ini kelompok-kelompok masyarakat yang telah terbentuk saling
menaklukkan satu sama lain dan memperluas lingkup wilayahnya, yang kalah
kemudian akan menjadi bagian dari kelompok pemenang, lama-kelamaan kelompok
pemenang semakin besar dan pemimpinnya diangkat menjadi raja sehingga muncul
kerajaan, telah memiliki kesadaran untuk mengikuti sang pemimpin atau raja yang
memiliki hak milik dan hak atas tanah atau wilayah
c) Negara bersifat diktator, di sini pemerintah pusat mampu menundukkan daerah-
daerah dalam satu kekuasaan atau tersentralisasi, raja memegang kekuasaan mutlak
dan rakyat hanya tunduk terhadap perintah raja.
d) Negara demokrasi, fase ini lahir atas reaksi rakyat terhadap kekuasaan raja yang
sewenang-wenang, rakyat kemudian berusaha mengambil bagian dalam
mengendalikan pemerintahan, memilih pemimpin, dan berdaulat.
Tahap sekunder merupakan tahap dimana negara terbentuk karena adanya revolusi,
intervensi dan penaklukan atas negara yang sebelumnya telah ada. Dalam pembentukan
negara secara sekunder, pengakuan dari negara lain adalah hal yang penting. Pengakuan
dari negara lain dibagi menjadi tiga, yaitu (1)De facto atau bersifat sementara, hal ini
karena masih dipertanyakan statusnya sesuai prosedur hukum; (2) De jure atau
pengakuan seluas-luasnya, artinya negara telah terbentuk berdasarkan yuridis atau
sesuai prosedur hukum (3) Pengakuan terhadap pemerintahan de facto, berarti yang
diakui hanya pemerintahannya saja, unsur-unsur lain seperti bangsa dan wilayah masih
belum diakui.
Selain dua tahapan yang dipaparkan oleh G. Jellinek di atas, terbentuknya negara juga
dapat ditinjau dari segi teoritis. Terdapat dua teori mengenai asal mula pembentukan
negara yang masing-masingnya membawahi beberapa teori, yakni teori klasik dan teori
modern. Teori klasik terbagi menjadi tiga, antara lain:
a) Teori hukum alam; menyatakan bahwa negara lahir secara alami. Dalam kondisi ini,
manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhannya yang beragam, hal ini
membuat manusia berkumpul, membentuk hubungan sosial, dan bertumbuh sebagai
upaya mencapai kebutuhan hidupnya. Penganut teori ini antara lain Aristoteles dan
Plato.

4
b) Teori ketuhanan (theokrasi); menyatakan bahwa negara terbentuk atas kehendak
Tuhan, sama halnya dengan segala sesuatu yang terjadi di alam. Teori ini, sesuai
dengan ketentuannya, Tuhan yang menciptakan negara dan negara dianggap
perwujudan kehebatan Tuhan, bersifat universal dan ditemukan di dunia timur
maupun barat. Satu diantara bukti-bukti dari teori ketuhanan terdapat dalam
kalimat-kalimat yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar negara seperti
“…Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” atau “…By the grace of God”.
Penganut teori ini yang paling kentara ialah F.J. Stahl, dalam bukunya berjudul ‘Die
Philosophie des recht’ menyatakan bahwa negara tumbuh melalu proses evolusi
keluarga-bangsa-negara. Tidak tumbuh karena kekuatan manusia, melainkan
kehendak Tuhan.
c) Teori perjanjian (kontrak sosial); menyatakan bahwa negara terbentuk dari hasil
perserikatan rakyat yang memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk melindungi hak-
hak mereka bebas merdeka, melakukan kontrak dan membangun pemerintahan di
suatu wilayah (Rousseau, 2007:25). Selain J.J. Rousseau, penganut teori ini antara lain
Thomas Hobbes dan John Locke.
Ditilik melalui teori modern, pembentukan negara didasarkan atas beberapa kenyataan,
antara lain (a) Penaklukkan, pembentukan negara di suatu daerah atau wilayah yang
sebelumnya kosong; (b) Peleburan, penggabungan dua negara atau lebih menjadi satu
negara baru yang berdaulat; (c) Penyerahan, suatu wilayah yang sebelumnya milik suatu
negara, kemuadian diserahkan kepada negara lain berdasarkan perjanjian tertentu; (d)
Penarikan, wilayah yang dijadikan hunian oleh sekelompok masyarakat, wilayah ini
terbentuk akibat naiknya daratan lumpur sungai; (f) Proklamasi atau perjuangan, negara
muncul karena adanya perlawanan dan perjuangan bangsa yang tanah airnya dicaplok
oleh bangsa lain dan memproklamirkan negara baru; (g) Pendudukan, hal ini terjadi
terhadap wilayah yang berpenduduk, namun belum memiliki pemerintahan; (h)
Pemisahan atau separatis, artinya sebuah negara terbentuk karena memisahnya bagian
wilayah dari negeri lama dan membentuk pemerintahan baru; dan (i) Pencaplokan,
artinya suatu negara berdiri dengan menguasai wilayah negara lain tanpa reaksi yang
berarti.

B. Unsur-Unsur Negara dan Sifatnya


1. Unsur-Unsur Pembentuk Negara
Pada hakikatnya, negara merupakan organisasi yang meliputi beberapa unsur sebagai
persyaratan pembentukannya. Unsur-unsur negara adalah bagianbagian pokok atau
elemen-elemen esensial yang harus ada agar negara itu ada. Mengacu hasil Konvensi
Montevideo-Uruguay1 tahun 1993, terdapat dua unsur pembentukan negara, yaitu unsur
konstitutif dan deklaratif. Secara umum, unsurunsur tersebut diuraikan sebagai berikut.
a) Unsur konstitutif merupakan unsur pokok pembentuk negara (Daman, 1993:28;
Windi et.al., 2017). Oppenhelmer Lauteroacht (dalam Sabon, 1992:15) memaparkan
bahwa untuk dapat disebut sebagai negara, maka secara konstitutif harus memenuhi
syarat antara lain penduduk yang tetap, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat.

5
b) Unsur deklaratif merupakan unsur tambahan dari unsur-unsur pokok pembentuk
negara, mencakup pengakuan dari negara lain secara de facto maupun de jure, tujuan
negara, dan undang-undang dasar. Pada masa sekarang unsur ini makin penting bagi
negara.
unsur di atas yang tertuang dalam unsur konstitutif dan deklaratif menjadi elemen dasar
suatu negara. Pertama, penduduk yang menetap atau disebut warga negara ialah orang-
orang yang berdasarkan hukum menjadi anggota suatu negara (Markijar, 2019).
Penduduk yang menetap atau warga negara sangat berperan dalam sebuah negara,
karena secara konkret dengan adanya penduduk tetap atau warga negara penting agar
negara dapat berjalan dengan baik. Sebaliknya apabila penduduk berpindah-pindah dari
suatu daerah ke daerah lain, maka tidak termasuk unsur negara (Adolf, 1991:3).
Kedua, wilayah ialah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan suatu negara, dimana
kekuasann berlaku atas rakyat yang bertempat tinggal di wilayah tersebut (Wahjono,
1982:52-54; Djokosutono, 1982: 34-35). Wilayah merupakan landasan materiil yang
dipersyaratkan harus diakui, artinya di sana tidak ada kekuasaan lain selain dari negara
bersangkutan. Pada umumnya suatu negara memiliki tiga wilayah, yaitu darat, laut dan
udara. Oleh karenanya, penjelasan mengenai batas-batas wilayah tersebut ditentukan
melalui Konvensi Montevideo. Perbatasan wilayah antar negara umumnya ditentukan
berdasarkan perjanjian internasional. Negara menjalankan yurisdiksi teritorial atas orang
dan benda yang berada di dalam batas-batas wilayah itu.
Ketiga, yaitu pemerintahan yang berdaulat. Pemerintah adalah terjemahan kata dari
bahasa Inggris “Government” yang berarti nahkoda kapal. Dalam arti luas, pemerintah
merupakan gabungan dari badan-badan ketatanegaraan, terdiri atas eksekutif, legislatif,
dan yudikatif yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara. C.F. Strong (2004:6)
menerangkan istilah “Government” dalam beberapa pengertian sebagai berikut.
a) Hakikatnya pemerintah adalah kekuasaan yang terorganisir atau suatu organisasi
yang diberikan hak untuk melaksanakan kekuasaan yang berdaulat.
b) Dalam artian luas, pemerintah adalah sesuatu yang lebih besar daripada kabinet.
Pemerintah dalam pengertian ini tidak hanya terdiri dari Presiden atau Perdana
Menteri dan jajarannya, melainkan juga aparatur di luar lingkungan pemerintah.
c) Pengertian yang lebih luas lagi, pemerintah meiputi kekuatan militer, kekuasaan
legislatif, kekuasaan finansial, dan kekuasaan penegakan hukum yang dibentuk atas
nama negara. Atau secara singkat dinyatakan sebagai kekuasaan legislatif, eksekutif,
dan yudisial.
Lebih lanjut, pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin
organisasi negara untuk mencapai tujuannya. Hal ini mengisyarakatkan bahwa
pemerintah seringkali menjadi personifikasi sebuah negara. Pemerintah menegakan
hukum, mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingankepentingan yang
bertentangan. Setiap individu yang tergabung dalam organisasi politik yang disebut
negara, diatur oleh pemerintah (Tim ICCE, 2004:47). Oleh karenanya diperlukan
pemerintahan yang berdaulat.

6
Pemerintah yang berdaulat memiliki arti bahwa pemerintah yang memegang kekuasaan
tertinggi dan tidak berada di bawah kekuasaan negara lain.
Berkuasa baik ke dalam maupun ke luar, maksudnya adalah:
a) Kekuasaan ke dalam, berarti seluruh rakyat dalam negara menghormati dan mentaati
kekuasaan pemerintah.
b) Kekuasaan ke luar, berarti pemerintah yang berkuasa di suatu negara diakui dan
dihormati oleh negara-negara lain.
Keempat, ialah pengakuan dari negara lain. Unsur ini bersifat tambahan yang
menerangkan adanya pendirian suatu negara baru yang merdeka didasarkan hukum
internasional. Melihat dari sudut hukum internasional, pengakuan merupakan fakto
penting, sebab (a) tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari hubungan-
hubungan internasional, (b) menjamin kelanjutan hubungan tersebut dengan jalan
mencegah kekosongan hukum yang merugikan, baik kepentingan individu maupun
hubungan antar negara. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam unsur ini
diperlukan kemampuan negara untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
(Parthiana, 1990:57).
Secara umum, pengakuan dari negara lain terbagi menjadi dua, yaitu de facto dan de jure.
De facto diartikan sebagai pengakuan terbentuknya suatu negara baru dikarenakan pada
kenyataannya memang telah berdiri baik belum maupun sudah sesuai dengan prosedur
hukum internasional. Oleh karena perlu pengkajian lebih mendalam, maka pengakuan
ini bersifat sementara. Sedang de jure diartikan sebagai pengakuan yang seluas-luasnya
dan bersifat tetap terhadap terbentuknya suatu negara dikarenakan telah berdasarkan
yuridis atau ketentuan hukum (Rifai, 2010:62-63). Terdapat beberapa perbedaan
perlakuan antara pengakuan secara de facto dengan pengakuan secara de jure, yaitu:
a) Negara atau pemerintah dapat mengajukan mengklaim atas harta benda yang berada
dalam wilayahnya selama telah diakui secara de jure.
b) Wakil-wakil negara yang diakui secara de facto, secara hukum tidak berhak atas
kekebalan-kekebalan dan hak-hak istemewa diplomatik secara penuh.
c) Sifatnya yang sementara membuat pengakuan de facto pada prinsipnya dapat ditarik
kembali.
d) Apabila suatu negara berdaulat yang diakui secara de jure memberikan kemerdekaan
kepada suatu wilayah jajahan, maka negara baru merdeka tersebut juga diakui secara
de jure.
Selain dua pengakuan langsung atas negara yang disebutkan di atas, terdapat pula
pengakuan atas pemerintahan de facto. Teori ini diciptakan oleh Van Halleryang yang
merupakan sarjana Belanda ketika melihat pola proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Maksud dari pengakuan atas pemerintahan de facto adalah pengakuan yang
hanya ditujukan kepada pemerintahan, sedangkan wilayah atau negara masih belum
diakui (Rifai, 2010:63).

7
Pengakuan terhadap negara baru dalam kenyataannya didasarkan lebih kepada
pertimbangan politik daripada hukum. Hal ini karena pertimbangan politik lebih
berpengaruh, pengakuan itu merupakan tindakan bebas dari negara lain yang mengakui
eksistensi suatu wilayah tertentu yang terorganisasi secara politik, tidak terikat dengan
negara lain, dan berkemampuan menaati kewajiban-kewajiban hukum iternasional
dalam statusnya sebagai anggota masyarakat internasional. Starke (1988:25) mengatakan
bahwa tindakan pemberian pengakuan dapat dilakukan melalui 2 (dua) hal, yaitu secara
tegas dan secara tidak tegas. Secara tegas (expressed), artinya pengakuan dinyatakan
secara resmi baik berupa nota diplomatik, pesan pribadi kepala negara maupun melalui
menteri luar negeri, peryataan parlemen, atau melalui traktat. Sedang tindakan tidak
tegas (implied), yaitu pengakuan yang ditampakkan melalui hubungan tertentu antara
negara yang mengakui dengan negara atau pemerintahan baru.
2. Sifat-Sifat Negara
Pada dasarnya negara sebagai organisasi mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan
cerminan dari kekuasaannya. Sifat-sifat ini hanya dimiliki oleh negara, tidak dimiliki
organisasi lainnya. Miriam Budiarjo (2006:79) membagi sifat-sifat khusus tersebut sebagai
berikut.
a) Sifat memaksa; artinya negara memiliki kekuasaan untuk memaksa masyarakatnya
untuk tunduk kepada negara. Adanya sifat memaksa terletak ketika negara membuat
peraturan, kebijakan dan kodifikasi hukum yang mengatur kehidupan masyarakat,
dengan tujuan menjaga ketertiban. Apabila aturan tersebut dilanggar oleh
masyarakat, maka negara berhak menjatuhkan sanksi sesuai hukum yang berlaku,
bahkan secara sah dapat menggunakan kekerasan fisik. Instrumen atau alat negara
untuk memaksa masyarakat tunduk antara lain polisi, tantara, dan berbagai penegak
hukum lainnya.
b) Sifat monopoli; artinya negara memiliki hak untuk menguasai segala sesuatu yang
berada pada teritorialnya sesuai dengan tujuan bersama dari masyarakat. Contohnya,
sumber kekayaan alam yang terkandung di atas maupun di dalam bumi dan laut.
c) Sifat mencakup semua (totalitas); artinya setiap perundang-undangan berlaku secara
menyeluruh tanpa kecuali.

C. Tujuan dan Fungsi Negara


1. Tujuan Negara
Setiap negara memiliki tujuannya masing-masing. Ini disesuaikan dengan pandangan
hidup rakyat dan landasan pandangan hidup yang bersumber pada nilainilai luhur
bangsa. Pada hakikatnya negara mempunyai tujuan menyelenggarakan kesejahteraan
dan kebahagiaan rakyatnya. Tujuan negara merupakan pedoman dalam menyusun dan
mengendalikan alat perlengkapan negara serta mengatur kehidupan rakyatnya.
Aristoteles, Plato, Soltau, dan Laski (Windi et.al, 2017:36) memiliki pandangan yang sama
mengenai tujuan negara, yaitu untuk menciptakan keadaan dimana rakyat sejahtera dan
mampu mengungkapkan daya ciptanya.

8
Lebih lanjut, Nurmawati et.al (2017:37-40) memamparkan bahwa teori tujuan negara
umumnya digolongkan menjadi dua, yaitu teori tujuan negara klasik dan teori tujuan
negara modern.
a) Teori Tujuan Negara Klasik Beberapa tokoh yang menganut teori tujuan negara klasik
ialah Shang Yang, Niccolo Macchiavelli, dan Dante Allegheire. Shang Yang adalah
Menteri Tiongkok yang hidup tahun 523-428 SM. Shang Yang dalam bukunya ‘A
Classic of the Chinese School of Law’ menjelaskan bahwa di dalam setiap negara
terdapat subyek yang selalu berhadapan dan bertentangan, yaitu pemerintah dan
rakyat. Kalau yang satu lemah maka yang lain menjadi kuat. Dalam konteks ini,
idealnya pihak pemerintah yang lebih kuat daripada rakyat sehingga mencegah
munculnya kekacauan dan anarkisme. Dengan demikian, tujuaan utama negara
adalah suatu pemerintahan yang berkuasa penuh atas rakyat.
Selanjutnya Niccolo Macchiavelli, seorang diplomat Italia yang hidup tahun 1429-
1527 Masehi. Melalui bukunya berjudul ‘Il Principe’, ia mengatakan bahwa 14 negara
bertujuan untuk memupuk kekuasaan guna mencapai kemakmuran rakyat. Menurut
Machiavelli, pemerintah harus selalu bersama agar tetap berada diatas segala aliran
yang ada, harus lebih berkuasa, dan kadang-kadang harus bersikap sebagai sesuatu
yang ditakuti rakyat. Yang terakhir ialah Dante Allegheire, seorang filsuf dan penyair
yang hidup tahun 1265-1321 Masehi. Melalui bukunya berjudul ‘Die Monarchia’
menjelaskan bahwa tujuan utama negara adalah menciptakan perdamaian dunia,
dengan jalan menciptakan undang-undang yang seragam bagi seluruh umat manusia.
Kekuasaan sebaiknya berada ditangan raja/kaisar supayua perdamaian dan
keamanan terjamin. Dilihat dari pendapat beberapa ahli yang menganut teori tujuan
negara klasik di atas, dapat diketahui bahwa kuncinya ialah “kekuasaan” penuh
berada ditangan pemerintah, rakyat dituntut untuk mematuhi pemerintahan.
b) Teori Tujuan Negara Modern Teori tujuan negara modern dianut oleh beberapa
sarjana, antara lain Immanuel Kant, Jacobsen dan Lipman, dan J. Barent. Immanuel
Kant adala seorang filsuf Jerman yang hidup tahun 1724-1804 Masehi melalui
bukunya berjudul ‘Metaphysische Afangsrunde’ mengatakan bahwa manusia
dilahirkan sederajat dan segala kehendak, kemauan dalam masyarakat negara harus
berdasarkan pada undang-undang. Peraturan hukum harus dirumuskan secara
tertulis dan menjadi dasar pelaksanaan pemerintahan. Selain itu, perlu juga adanya
pemisahan kekuasaan dalam negara yang memiliki kedudukan sederajat dan saling
berhubungan satu sama lain. Menurut Kant, negara bertujuan untuk menegakkan
hak-hak dan kebebasan warga negara atau kemerdekaan individu.
Selanjutnya Jacobsen dan Lipman yang merupakan sarjana Belanda. Dalam bukunya
yang berjudul ‘Political Science’ membagi tujuan negara menjadi tiga bagian, antara
lain (a) pemeliharaan ketertiban, (b) memajukan kesejahteraan individu dan
kesejahteraan umum, dan (c) mempertinggi moralitas. Lebih lanjut, J. Barent dalam
bukunya ‘De Wetenschap der Politiek’ mengklasifikasikan tujuan negara menjadi
dua, yaitu:
1) Tujuan negara yang sebenarnya (asli dan utama), meliputi pemeliharaan
ketertiban dan keamanan serta pemeliharaan kesejahteraan umum.
2) Tujuan negara yang tidak sebenarnya, yaitu untuk mempertahankan kedudukan
kelas yang berkuasa.
9
2. Fungsi Negara
Negara sebagai bagian dari institusi terbesar memiliki fungsi yang besar pula dalam
mewujudkan tatanan sistem yang dibangunnya agar berjalan maksimal. Keberadaan
negara, seperti organisasi, didirikan guna memudahkan anggotanya (rakyat) dalam
mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Oleh karena itu, untuk mencapai cita-cita
bersama, negara memiliki fungsi-fungsi pendorong. Seperti diketahui bahwa tujuan
negara tidak akan tercapai jika fungsinya tidak dijalankan. Fungsi di sini merupakan
upaya atau kegiatan negara untuk mengubah harapan (tujuan) menjadi kenyataan. Selain
itu, fungsi negara juga diartikan sebagai dinamika negara dengan segala aktivitas, peran
yang dimainkan dalam mencapai tujuan. Menurut Charles E. Merriam, fungsi negara
adalah keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan
kebebasan. Sedang R.M. MacIver memiliki pandangan bahwa negara berfungsi
menertibkan, memberi perlindungan, pemeliharaan, dan perkembangan. Lebih lanjut,
Rifai (2010:14) menguraikan beberapa fungsi negara, yaitu:
a. Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat. Negara yang sukses dan maju adalah
yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial
kemasyarakatan.
b. Melaksanakan ketertiban. Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang
kondusif dan damai diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung
penuh oleh masyarakat.
c. Pertahanan dan keamanan. Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari
segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
d. Menegakkan keadilan. Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai
tempat warganya meminta keadilan disegala bidang kehidupan.
Muhammad Junaidi dalam bukunya ‘Ilmu Negara: Sebuah Konstruksi Ideal Negara
Hukum’ berpendapat bahwa fungsi sebuah negara menjadi penentu dari terbentuknya
negara tersebut. Baik dalam bentuk Monarki absolut, Aristokrasi atau ologarki absolut
maupun Demokrasi absolut, negara dituntut untuk memerankan fungsinya sebagaimana
ideologi yang dianutnya dalam menjalankan karakter yang dimiliki sejak pembawaannya
(Junaidi, 2016:15). Pendapat lainnya disampaikan oleh Wirjono (dalam Semma, 2008:15-
16), ia mengatakan bahwa fungsi negara tidak lepas dari tiga proporsi, yaitu masyarakat
tertentu, wilayah tertentu, dan pemerintahan berwibawa yang menjalankan roda aturan
pada masyarakat yang bermukim di dalam negara. Menilik dari aspek hukum, fungsi
yang dapat dijalankan oleh negara dipertegas dengan dua hal, yaitu sarana kontrol sosial
dan sarana untuk melakukan social engineering (Rahardjo, 1980:117).

D. Suprastruktur dan Infrastruktur


Pendukung Sistem kenegaraan tentu tidak bisa dipisahkan dengan adanya sistem politik
mengenai hal tersebut jika mengutif dari pendapat Soemantri (2014:3), bahwa sistem politik
adalah kelembagaan dari hubungan antar manusia yang berupa hubungan antara
suprastruktur dan infrastruktur politik.

10
Sedangkan Almond dan Coleman (dalam Anggara, 2013:44) membedakan struktur politik
atas infrastruktur, terdiri dari struktur politik masyarakat, suasana kehidupan politik
masyarakat, dan sektor politik masyarakat; dan suprastruktur politik terdiri atas sektor
pemerintahan, suasana pemerintahan, dan sektor politik pemerintahan. Suprastruktur
adalah struktur pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan. Yang
termasuk pada suprastruktur politik adalah lembaga negara yang menjadi alat kelengkapan
negara dan menyelanggarakan negara. Montesquieu dengan teori Trias Politika membagi
suprastruktur negara menjadi (a) Legislatif yang berfungsi membuat peraturan, (b) Eksekutif
yang berfungsi melaksanakan peraturan, dan (c) Yudikatif yang berfungsi sebagai peradilan.
Sarbaini dan Akhyar (2013:188) mengemukakan bahwa lembaga dalam lingkup
suprastruktur tersebut tidak terpisah atau bisa dikatakan berhubungan satu sama lain. Hal
ini karena dalam melaksanakan aktivitas kekuasaan diperlukan kerjasama dari ketiga
lembaga. Pertama kekuasaan legislatif, berisi orang-orang yang bertugas mewakili rakyat
dan berwenang dalam membuat undang-undang sebagai panduan dalam menjalankan
aktivitas bernegara. Kedua ialah kekuasan eksekutif, lembaga pengelola pemerintah yang
menjalankan kebijakan sebagaimana telah diatur oleh undang-undang. Ketiga ialah
kekuasaan yudikatif, lembaga penyelenggara peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.
Dalam sistem kenegaraan, selain suprastruktur yang terdiri atas lembaga-lembaga resmi
pemerintahan, terdapat pula insfrastruktur politik. Secara harfiah infrastruktur diartikan
sebagai prasarana atau prasyarat agar sarana yang dimaksud dapat berjalan. Infrastruktur
juga diartikan sebagai struktur politik kemasyarakatan, ini lebih mengarah kepada
pengelompokkan warga negara sebagai kekuatan politik dalam masyarakat. Selain itu,
infrastruktur pun diartikan sebagai kehidupan politik rakyat ke dalam berbagai macam
golongan yang biasanya disebut kekuatan sosial politik (Suprayogi et.al., tt:135). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa infrastruktur politik adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dalam
aktivitasnya dapa mempengaruhi, baik langsung maupun tidak langsung kepada lembaga-
lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-masing.

Dalam kehidupan politik masyarakat, infrastruktur politik memiliki fungsi antara lain
a. Sebagai pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar
mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai dengan
paham demokrasi atau kedaulatan rakyat, rakyat harus mampu menjalankan tugas
partisipasi.
b. Mempertemukan kepentingan yang beranekaragam dan nyata-nyata hidup dalam
masyarakat. Masyarakat mempunyai pandangan, pendapat, dan kepentingan yang
berbeda-beda tergantung pada keadaan atau lingkungan yang mempengaruhinya.
Pendapat, aspirasi, pandangan yang berbeda-beda tersebut, diusahakan dapat
ditampung dan digabung dengan aspirasi dan pendapat yang senada.
c. Sebagai agregasi kepentingan, yaitu menyalurkan segala hasrat/aspirasi dan pendapat
masyarakat kepada pemegang kekuasaan atau pemegang kekuasaan yang berwenang
agar tuntutan atau dukungan menjadi perhatian dan menjadi bagian dari keputusan
politik.

11
d. Menyeleksi kepemimpinan dengan menyelenggarakan pemilihan pemimpin atau calon
pemimpin bagi masyarakat. Penyelenggaraan seleksi ini dilakukan secara terencana dan
teratur berdasarkan hukum kemasyarakatan dan norma serta harapan masyarakat.
e. Sebagai komunikasi politik dengan menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam
masyarakat, baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan
politik masyarakat dengan sektor pemerintah.
Infrastruktur politik memiliki bentuk bermacam-macam, antara lain partai politik, kelompok
kepentingan, kelompok penekan, media massa, dan lembagalembaga lainnya (Tim
Pengembang Modul, 2017:3).
a. Partai politik
Partai Politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama (Budiardjo, 2006:160- 161). Carl J. Friedrich
(dalam Tim Pengembang Modul, 2017:3) menerangkan bahwa partai politik adalah
sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut dan
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan
berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partai kemanfaatan yang
bersifat idiil maupun materi. Parta politik berfungsi (1) sebagai sarana komunikasi,
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang; (2)
sebagai sarana sosialisasi politik, dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai
proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena
politik. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-
kanak sampai dewasa. Selain itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana
masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi
berikutnya; (3) sebagai sarana rekrutmen, partai politik melakukan seleksi dan pemilihan
serta pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah
peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya; (4)
sebagai wadah parsitipasi politik warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan
dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan;
(5) pemandu kepentingan, melakukan kegiatan menampung, menganalisis dan
memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi beberapa
alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik; (6) komunikasi politik, meyampaikan informasi
mengenai politik dari pemerintah kepada rakyat atau sebaliknya; dan (7) pengendalian
konflik, mengendalikan konflik melalui dialog dengan pihak yang berkonflik,
menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan, dan membawa
permasalahan dalam musyawarah dengan badan perwakilan rakyat untuk mendapat
penyelesaian berupa kepuitusan politik b.
b. Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Kelompok kepentingan adalah kelompok yang bertindak karena adanya suatu
kepentingan bagi kelompok tersebut. Dapat dipahami sebagai suatu organisasi yang
terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai kepentingan, tujuan, dan keinginan
yang sama. Mereka melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
demi tercapainya tujuan.
12
Almond dan Powell dalam bukunya ‘Comparative Politics Today: A World View’ (dalam
Rahman, 2007:88) membagi kelompok kepentingan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
- Anomik; kelompok ini muncul secara kebetulan, bersikap informal, muncul karna
adanya isu tertentu, anggotanya muncul dan menghilang tidak tertentu, bekerja
tidak teratur. Contohnya kaum buruh yang dipecat dari perusahaan, berdemo untuk
dipekerjakan kembali, setelah aspirasi terpenuhi maka akan menghilang.
- Non-asosiasional; kelompok yang bersifat informal, memiliki suatu lembaga atau
organisasi yang agak sedikit mapan, anggotanya berasal dari faktor keturunan dan
tidak ada unsur memilih untuk menjadi anggota. Contohnya persatuan warga Bugis
di Banjarmasin.
- Institusional (kelembagaan); kelompok yang memiliki suatu organisasi yang telah
mapan, kegiatan yang teratur, jaringan organisasi yang luas, tujuan organisasi yang
luas, kepemimpinan yang terseleksi. Contohnya TNI, Polri, dan lain sebagainya.
- Asosiasional; kelompok yang dibentuk mewakili kepentingan kelompok khusus
atau spesifik, memiliki lembaga yang mapan, menggunakan tenaga professional,
memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskankepentingan dan tuntutan,
kepemimpinan yang terseleksi dan tujuan yang bersifat khusus. Contohnya Asosiasi
Dosen Indonesia (ADI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan lain
sebagainya.
Bedanya dengan partai politik, kelompok kepentingan tidak berusaha menempatkan
wakil-wakilnya di lembaga perwakilan rakyat dan memiliki orientasi yang lebih sempit
(Budiardjo, 2006:162).
c. Kelompok Penekan (Pressure Group)
Kelompok penekan adalah suatu dalam masyarakat yang melakukan suatu tindakan
yang bertujuan untuk membuat pemerintah melakukan segala sesuatu sebagaimana yang
mereka tuntutkan (Bambang et.al., 2007:177). Kelompok ini sangat penting peranannya di
dalam negara demokrasi. Peran kelompok-kelompok penekan pada dasarnya telah
membuka wacana pendewasaan politik yang riil, dengan tetap diiringi oleh kelompok-
kelompok politik yang lain, yang juga dapat berperan tidak hanya sebagai kekuatan
penekan, tetapi juga kendali sosial, pendidikan politik dan pembangunan kesadaran.
yang berasal dari beragam kalangan di masyarakat. Beberapa kelompok penekan tersebut
diantaranya lembaga-lembaga bantuan hukum, lembaga-lembaga swadaya masyarakat,
media massa, organisasi-organisasi kemahasiswaan di lingkungan internal dan eksternal
kampus, organisasi-organisasi kepemudaan, lembaga-lembaga serikat buruh, partai-
partai politik, dan lain sebagainya. Satu contoh kelompok penekan adalah kekuatan
mahasiswa. Mahasiswa dapat memberikan tuntutan tertentu kepada pemerintah atau
kelompok lain yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan rakyat. Tuntutan
mahasiswa dapat digunakan oleh pemerintah sebagai sarana untuk merefleksikan
program pembangunan yang dijalankannya.

13
d. Media Massa Media
massa adalah jenis media komunikasi massa yang secara khusus didesain untuk
mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering
disingkat menjadi media. Media massa modern antara lain berbentuk koran (surat kabar),
majalah, tabloit, liflet, radio, televisi, film layar lebar, dan sebagainya. Media massa
dibedakan antara media cetak dan media elektronik. Namun keduanya yang terpenting
adalah menjadi sumber informasi bagi masyarakat dan untuk menyalurkan gagasan
untuk konsumsi umum. Pada umumnya media memiliki empat fungsi bagi masyarakat
(Suprayogi, tt:136-137), yaitu (1) fungsi pengawasan, penyediaan informasi tentang
lingkungan; (2) fungsi penghubungan, di mana terjadi penyajian pilihan solusi untuk
suatu masalah; (3) fungsi pentransferan budaya, adanya sosialisasi dan pendidikan; dan
(4) fungsi hiburan, baik yang berfungsi positif maupun fungsi negatif.
Lebih lanjut, setidaknya terdapat 6 (enam) peran dasar media sebagai suatu sub sistem
infrastruktur politik, antara lain:
- Penyampai informasi; merupakan sarana penyampaian arus informasi politik dari
aktor politik maupun pemerintah kepada rakyat secara meluas.
- Penyalur aspirasi; sebagai sarana penyampai aspirasi dari rakyat kepada pemerintah,
yakni dari individu bagian dari rakyat kepada pemerintah yang juga dapat diketahui
oleh rakyat secara luas.
- Penghubung pemerintah dan rakyat; merupakan salah satu jembatan penghubung
antara pemerintah dengan rakyat serta sebaliknya antara rakyat dengan pemerintah.
- Umpan balik; sarana memberikan umpan balik kepada apa yang menjadi kebijakan
pemerintah. Melalui media rakyat dapat memberikan tanggapan atas kebijakan yang
dikeluarkan apakah merugikan bagi rakyat ataukah menguntungkan rakyat.
- Sosialisasi politik; menjadi agen sosialisasi politik bagi rakyat. Bahwa media
sosialisasi politik dapat memberikan edukasi dan sosialisasi kepada rakyat secara luas
terkait dengan kebijakan ataupun problema dan isu politik tertentu. Seperti saat pesta
demokrasi atau pemilu media memiliki peranan yang sangat penting dalam
memberikan sosialisasi ke pada masyarakat secara luas.
- Kontrol sosial; bersama dengan rakyat sebagai pihak yang ikut memberi pengawasan,
kritik, dan memberi masukan kepada pemerintah.

E. Masalah-Masalah Kenegaraan di Indonesia


Indonesia yang merupakan negara republik dengan sistem pemerintahan demokrasi
memiliki berbagai masalah kenegearaan yang kompleks. Melalui makalah ini kami paparkan
beberapa permasalahan kenegaraan Indonesia versi kami, dengan berdasarkan atas tinjauan
dampak kelangsungan negara karena permasalahan tersebut, sebagai berikut:
1. Disintegrasi bangsa; secara harfiah diartikan sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi
bagian-bagian yang terpisah. Pada negara Indonesia, kemungkinan terjadi disintegrasi
cukup tinggi, ini disebabkan berbagai macam etnis yang berada dalam lingkup
Kebhinekaan Indonesia. Keberagaman etnis ini menumbuhkan potensi konflik yang
apabila tidak dikelola dengan baik dapat menggangu persatuan, kesatuan dan keutuhan
bangsa.

14
2. Terdapat beberapa kasus di Indonesia yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa,
antara lain (a) Isu rasialisme yang terjadi pada masyarakat Wamena Papua yang
disebabkan oleh ujaran oknum di media sosial dan dihubung-hubungkan dengan
Gerakan Papua Merdeka; (b) Penggunaan media sosial sebagai wadah menyebarkan
berita palsu atau hoax, propaganda, pesan bernada hasutan maupun provokasi terutama
saat memasuki kontelasi politik perhelatan Pemilu (Longgo, tt:40-41); (c) Munculnya
organisasi-organisasi illegal yang bertujuan melepaskan suatu daerah dari NKRI
(Republik Maluku Selatan --RMS--, Gerakan Aceh Merdeka --GAM--, Gerakan Fajar
Nusantara --GAFATAR--, dan lain sebagainya).
3. Korupsi; berasal dari bahasa Latin “corruptio” yang ditejermahkan dalam bahasa Inggris
“corruption”, artinya busuk; merusak; dan menyuap (Mu’allifin, 2015:314). Bidari (tt:1)
memaparkan bahwa korupsi adalah penyelewengan tugas dan penggelapan uang negara
atau perusahaan untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi memiliki dampak
besar terhadap kelangsungan negara, sebab mampu merusak perekonomian negara,
demokrasi dan kesejahteraan umum. Dalam prakteknya, korupsi memiliki ciri antara lain
(a) melibatkan lebih dari satu orang atau biasa disebut berjamaah; (b) umumnya
melibatkankeserbarahasiaan; (c) melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal
balik yang selamanya dalam bentuk uang; dan (d) mereka yang terlibat dalam korupsi
selalu berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibali pembenaran
hukum, ini karena oknumnya kebanyakan adalah jajaran orang penting pemerintahan
negara (Mu’allifin, 2015:316). Melihat pertimbangan di atas, sudah sewajarnya jika
korupsi dimasukkan dalam permasalahan utama kenegaraan.
4. Cyber war; diterjemahkan sebagai perang yang terjadi dalam dunia internet. Isu ini
dimasukkan dalam permasalahan kenegaraan Indonesia dengan pertimbangan bahwa
dengan memasuki dunia internet maka membuat NKRI menjadi negara tanpa tapal batas.
Hal ini akan menjadi ancaman bagi warga negara maupun generasi muda. Menilik
informasi dari detikINET, anak-anak dan remaja amat rentan terhadap ganguan dunia
cyber seperti ajakan radikalisme, pornografi, bullying yang menyebabkan merosotnya
karakter luhur bangsa. Selain itu, adanya dunia cyber membuat data pribadi
tereksploitasi oleh kalangan luar.

15
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Definisi negara prinsipnya bersifat dinamis. Berbagai ahli mengartikan negara secara
berbeda-beda menurut kondisi masanya masing-masing. Pemikiran yang beragam
tentunya memberikan tambahan wawasan dan khazanah pengetahuan untuk memahami
istilah negara. Namun secara universal, negara dapat diartikan sebagai organisasi yang
sangat besar meliputi wilayah, penduduk, dan pemerintahan yang berdaulat; menguasai
dan mengatur setiap komponen kehidupan masyarakatnya.
Secara umum, unsur-unsur pembentukan negara terdiri atas unsur konstitutif yang
merupakan unsur pokok pembentuk negara; dan unsur deklaratif merupakan unsur
tambahan dari unsur-unsur pokok pembentuk negara, mencakup pengakuan dari negara
lain secara de facto maupun de jure, tujuan negara, dan undang-undang dasar.

B. Saran
Sebagai warga negara, pemahaman akan negara sangatlah penting. Selain menjadikan
kita sebagai orang yang “sadar” untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan bernegara.
Kita juga dapat mengambil langkah antisipasi terhadap berbagai permasalahan yang
mungkin akan timbul untuk menghancurkan negara.

16
Daftar Pustaka

https://www.google.com/search?q=konsep+negara&oq=konsep+negara&aqs=chrome..69i57j0
i512l9.4823j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.pngunungsitoli.go.id/assets/image/files/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.p
df

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2408/05.2%20bab%202.pdf?sequence=8
&isAllowed=y

https://jdih.kkp.go.id/uploads/posts/892dc-perbandingan-konsep-negara-hukum-
indonesia.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai