Anda di halaman 1dari 56

Hari/Tanggal : Kamis/ 19 November 2020

Tugas Pribadi : 7
Kelompok :6

MAKALAH
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA
“Analisis Model Pengembangan Bahan Ajar (ADDIE, 4D, ASSURE,
Hannafin dan Peck)”

Oleh:

PRIMA NORA ANANDA

20175012/2020

DOSEN PEMBIMBING:

Prof. Dr. Festiyed, M.S


Dr. Asrizal, M.Si

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Analisis Model Pengembangan Bahan Ajar (ADDIE, 4D, ASSURE, Hannafin dan
Peck)”. Sholawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi Muhammad SAW
karena beliau telah membawa kita dari alam yang penuh dengan kejahilan menuju
alam yang penuh dengan keimanan seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Bahan Ajar dan untuk menambah pengetahuan penulis tentang
analisis model pengembangan bahan ajar (ADDIE, 4D, ASSURE, Hannafin dan
Peck). Dengan adanya makalah ini penulis berharap dapat membantu teman-teman
dalam mata kuliah Pengembangan Bahan Ajar Fisika.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak menemui kendala. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan Bahan
Ajar Fisika, Ibu Prof. Dr. Hj. Festiyed, M.S dan Bapak Dr.Asrizal, M.Si
Penulis menyadari dalam penyajian makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca, agar penulis dapat
memperbaiki kesalahan tersebut pada pembuatan makalah selanjutnya. Akhir kata,
semoga makalah ini bermanfaat sebagaimana yang diharapkan. Amin.

Padang, 14 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................2
D. Landasan Agama............................................................................3
E. Landasan Yuridis...........................................................................6
BAB II. LANDASAN TEORI.............................................................................8
A. Pengertian Bahan Ajar dan Model Pengembangan...........................8
B. Model Pengembangan ADDIE .........................................................11
C. Model Pengembangan 4D..................................................................21
D. Model Pengembangan ASSURE ......................................................27
E. Model Pengembangan Hannafin dan Peck........................................32
BAB III. PEMBAHASAN.....................................................................................38
A. Matriks Perbandingan Model Pengembangan Bahan Ajar................38
B. Matriks Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Non Cetak
dengan Model 4D dan ADDIE..........................................................44
BAB IV. PENUTUP.................................................................................................48
A. Kesimpulan........................................................................................48
B. Saran..................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................49

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1. Matriks Perbandingan Model Pengembangan Bahan Ajar..........................38
Tabel 2. Matriks Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Non Cetak dengan
Model 4D dan ADDIE.................................................................................44

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1. Paradigma IPO pada model ADDIE........................................................12
Gambar 2. Prosedur pengembangan model ADDIE..................................................13
Gambar 3. Prosedur Pengembangan 4-D...................................................................21
Gambar 4. Prosedur Model Pengembangan ASSURE..............................................28
Gambar 5. Prosedur Model Pengembangan Hannafin & Peck..................................33

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan pendidikan yang berkualitas menuntut peran guru untuk
mengembangkan aspek profesionalnya. Salah satu ciri guru profesional adalah
kemampuan guru dalam memilih dan mempersiapkan bahan ajar atau materi
pelajaran dengan baik. Kecakapan guru dalam memilih dan mempersiapkan bahan
ajar tergantung pada pengetahuan guru itu sendiri. Guru harus mengetahui jenis-jenis
bahan ajar yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran dan model
pengembangan yang digunakan sehingga pembelajaran akan lebih bervariasi, menarik
dan tidak membosankan.
Model pengembangan bahan ajar bermacam-macam, diantaranya: model
pengembangan bahan ajar 4D, ADDIE, ASSURE, Hanafin and Peck. Sebagian besar
pendidik jarang menggunakan atau menganalisis kebutuhan dan kompetensi serta
karakteristik peserta didiknya. Padahal hal ini sangat penting dalam kelancaran sistem
belajar mengajar dan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Banyak
hal atau penunjang keberhasilan proses belajar mengajar di dalam kelas, baik itu yang
berasal dari pendidik maupun dari peserta didik.
Model pengembangan bahan ajar akan memudahkan pendidik dalam
penyampaian materi pembelajaran, karena pengembangan bahan ajar akan
menjadikan rencana proses belajar mengajar tersusun dengan sistematik. Model
pengembangan bahan ajar 4D, ADDIE, ASSURE, Hanafin and Peck dapat dijadikan
solusi dalam mengembangkan bahan ajar. Dengan adanya komponen analisis,
pendidik dapat menganalisis baik itu karakteristik atau pengetahuan peserta didik
sebelum dimulai proses belajar mengajar sehingga model pengembangan bahan ajar
ini dapat dijadikan solusi dalam kegiatan belajar mengajar.
Model pengembangan bahan ajar yang baik adalah yang dapat menghasilkan
output yang baik. Namun penulis prediksi model ini merupakan salah satu yang dapat
memecahkan masalah-masalah dalam pembelajaran. Atas dasar pertimbangan

1
pemikiran yang telah dikemukakan diatas, maka penulis membahas tentang model
pengembangan bahan ajar 4D, ADDIE, ASSURE, Hanafin and Peck
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada makalah
ini, yaitu:
1. Apa pengertian bahan ajar dan model pengembangan bahan ajar?
2. Bagaimanakah prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model ADDIE?
3. Bagaimanakah prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model 4D?
4. Bagaimanakah prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model
ASSURE?
5. Bagaimanakah prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model Hannafin
and Peck?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah berdasarkan rumusan masalah di atas adalah
sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian bahan ajar dan model pengembangan bahan ajar
2. Manganalisis prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model ADDIE
3. Manganalisis prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model 4D
4. Manganalisis prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model ASSURE
5. Manganalisis prosedur pengembangan bahan ajar menggunakan model Hannafin
and Peck
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak,
terutama:
1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca
khususnya untuk tenaga pendidik.
2. Membantu mahasiswa memahami tentang masing-masing model pengembangan
bahan ajar.

2
E. Landasan Agama
Pada dasarnya konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses
perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman
tertentu. Segala sesuatu yang diperbuat di hari esok, haruslah direncanakan terlebih
dahulu. Hal ini terbukti dalam surat al Hasyr ayat 18.

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap individu memperhatikan merencanakan apa yang akan diperbuatnya di hari
esok. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang akan
kamu kerjakan".
Dengan demikian perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan
dilakukan. Mengingat perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan ke
mana harus pergi dan mengindetifikasikan persyaratan yang diperlukan dengan cara
yang paling efektif dan efisien.
Proses perencanaan tersebut harus sesuai dengan harapan maka perlu suatu
petunjuk yang dituangkan dalam bentuk bahan ajar. Petunjuk dalam agama Islam
yang kita anut tidak lain adalah kitab suci Al-Qur’an yang membenarkan kitab suci
sebelumnya. Al-Qur’anlah yang kita gunakan sebagai pedoman hidup sekaligus
sebagai bahan pelajaran selama kita diatas dunia. Hal ini sejalan dengan Firman Allah
dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 46 :

3
Artinya : “Dan kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putera
Maryam, membenarkan Kitan yang sebelumnya, yaitu : Taurat dan Kami telah
memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya
(yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu KItab Taurat.
Dan menjadi petunjuk serta pembelajaran untuk orang-orang yang bertaqwa.”
Dalam pembelajaran maka guru perlu merencanakan pembuatan bahan ajar.
Bahan ajar tidak hanya sebagai alat untuk pembelajaran, tapi juga dapat menambah
ilmu pengetahuan. Sesuai Firman Allah Surat Thoha ayat 114:

Artinya:“Maka Maha Tinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah


kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu, dan katakanlah :” Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan.”
Selain itu sebagai seorang guru/pengajar, kita harus betul-betul memahami
kewajiban menyebarluaskan ilmu dan larangan menyembunyikannya, seperti yang
diterangkan dalam Q.S Ali-Imran ayat 187:

Artinya:“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah
diberi Kitab (yaitu), ‘Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi Kitab itu)

4
kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya,’ lalu mereka
melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya dengan
harga murah. Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan.”

Menjelaskan pelajaran hendaknya melakukan yang terbaik untuk agar tujuan


pembelajaran dapat tercapai. Itulah sebabnya pentingnya mengembangkan bahan ajar
yang baik dan menarik agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Alquran
juga menjelaskan tentang pendidikan QS Al Baqarah ayat 31

Artinya:“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar!"
Diketahui bahwa Allah yang memberi pengajaran kepada umat manusia melalui
al-qur’an. Al-qur’an berisi petunjuk dan pedoman bagi umat manusia. Manusia
sebagai khalifah di muka bumi hendaklah menyampaikan amanat ilmu. Sehebat
apapun ilmu yang kita miliki sesungguhnya itu adalah ilmu dari Allah. Begitu juga
dalam pengembangan bahan ajar, baik cetak maupun non cetak diharapkan mampu
menjadi pedoman bagi siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Bahan ajar yang
baik mencantumkan petunjuk belajar bagi siswa dan disampaikan dengan bahasa
yang mudahdimengerti oleh siswa.Seperti yang dijelaskan pada ayat selanjutnya,
bahwa dalam menjelaskan pelajaran hendaknya melakukan yang terbaik untuk agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
F. Landasan Yuridis
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20
Tahun 2003 yang telah dijelaskan bahwa pendidikan nasional berperan

5
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, disebutkan
dalam undang-undang tersebut bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 pada Bab 1 Pasal 1 No 15 dinyatakan bahwa :
Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik
dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi
komunikasi, informasi dan media lain. Dari Undang-Undang tersebut maka
diperlukannya sebuah bahan ajar yang bisa digunakan melalui teknologi komunikasi
yang dalam hal ini termasuk bahan ajar non cetak
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dalam pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa: Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Dari Peraturan Pemerintah ini
dalam kegiatan pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif dan
menyenangkan, dan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang demikian selain
digunakan bahan ajar cetak bisa pula digunakanbahan ajar non cetak berupa audio
dan audio visual.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dapat mengembangkan seluruh
potensi siswa. Rusman (2017: 12-13) menyatakan bahwa “pembelajaran merupakan
suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu
dengan yang lainnya meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi”. Sedangkan
menurut Festiyed (2019:2) menyatakan bahwa pembelajaran dalam kurikulum 2013
harus dilakukan dalam pola yang terintegrasi. Menurut Permendikbud Nomor 23

6
Tahun 2016 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta
didik, antara peserta didik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dalam interaksi tersebut ada dua faktor yang sangat mempengaruhi pembelajaran,
yaitu: faktor internal yang berasal dari dalam peserta didik dan faktor eksternal yang
berasal dari luar peserta didik seperti lingkungan. Salah satu tugas guru dalam proses
pembelajaran adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi peserta didik dengan menggunakan bahan ajar yang sesuai
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional guru sebagai fasilitator harus inovatif dalam proses pembelajaran, salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan membuat bahan ajar. Bahan ajar terdiri dari
bahan ajar cetak dan non cetak. Selanjutnya Berdasarkan pnaduan pengembangan
bahan ajar berbasis ICT, bahan ajar ICT adalah bahan ajar yang disusun dan
dikembangkan dengan menggunakan alat bantu ICT untuk mengoah data termasuk
memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam
berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Kemendiknas 2010
menyatakan bahwa bahan ajar non cetak dikembangkan memberikan kontribusi
positif dalam hal : (1) membantu terjadinya proses pembelajaran dan pengembangan
kompetensi (2) memberikan pengalaman yang nyata dan real (3) memotivasi adanya
tindakan (action).
Penyajian materi harus ditata dengan menarik, mudah dipahami, memiliki tingkat
keterbacaan yang tinggi, dan memenuhi nilai atau norma positif yang berlaku di
masyarakat, antara lain tidak mengandung unsur pornografi, paham ekstrimisme,
radikalisme, kekerasan, SARA, bias gender, dan tidak mengandung nilai
penyimpangan lainnya.

7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Bahan Ajar dan Model Pengembangan Bahan Ajar
1. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami oleh siswa
dalam upaya mencapai tujuan kurikulum (Majid, 2007:174). Bahan pembelajaran
cetak dapat diartikan sebagai perangkat bahan yang memuat materi atau isi pelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dituangkan dengan menggunakanbuku dan
modul. Pernyataan ini didukung Yezita (2012: 55) yang menyatakan bahwa bahan
ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas yang disusun secara sistematis
baik tertulis maupun tidak tertulis. Suatu bahan pembelajaran cetak memuat materi
yang berupa ide, fakta, konsep, prinsip, kaidah atau teori yang tercakup dalam mata
pelajaran sesuai dengan disiplin ilmunya serta informasi lainnya dalam pembelajaran.
Penggunaan bahan ajar dapat dijadikan peserta didik sebagai bahan menambah
pengetahuan. Menurut Prastowo (2011:17) bahan ajar merupakan segala bahan (baik
informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis yang menampilkan
sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam
proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran. Menurut Lestari ( 2013 : 1 ) “Bahan ajar adalah perangkat sarana atau
alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan
cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka
mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi
dengan segala kompleksitasnya”. Sedangkan Depdiknas (2008:145-149) memberikan
pengertian beberapa definisi bahan ajar sebagai berikut:
a. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur
untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
b. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.

8
c. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
d. Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis
maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa
untuk belajar.

Menurut Widodo dan Jasmadi (dalam Lestari, 2013) “Bahan ajar adalah
perangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik
dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau
subkompetensi dengan segala kompleksitasnya”. Berdasarkan uraian tentang bahan
ajar dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi
pelajaran yang mengacu pada kurikulum yang digunakan (silabus) dalam rangka
mencapai standar kompetensi dasar yang telah ditentukan dan membantu guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

Menurut Asrizal (2018: 125) menyatakan bahwa keberadaan dari bahan ajar
menjadi penting untuk mendukung pencapaian dari tujuan pembelajaran. Bahan ajar
sebagai salah satu sumber belajar yang harus dimiliki oleh peserta didik akan
berdampak terhadap pencapaian hasil belajar. Bahan ajar yang digunakan dalam
pembelajaran hendaknya sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Bahan ajar memiliki
beragam jenis, berdasarkan bentuknya bahan ajar terbagi menjadi dua yaitu ada yang
cetak maupun noncetak. Bahan ajar cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk.
Contoh bahan ajar cetak yang sering dijumpai antara lain berupa handout, buku teks,
modul, brosur, selebaran, dan lembar kerja siswa.
2. Pengertian Model Pengembangan Bahan Ajar
Model pengembangan adalah proses desain konseptual dalam upaya
peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan
komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian
tujuan. Pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya memperluas untuk
membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih

9
sempurna atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik. Pengembangan model
baru disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan program yang baru dilaksanakan,
kebutuhan individu atau kelompok, dan disesuaiakan dengan perkembangan dan
perubahan lingkungan belajar warga belajar. Sedangkan model pembelajaran
merupakan konseptual yang melukiskan prosedural sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam
merancang pembelajaran (Asrizal, 2019:18).
Konteks bahan ajar, pengembangan bahan ajar oleh guru diharapkan dapat
menjawab atau memecahkan masalah ataupun kesulitan dalam belajar, bukan
sebaliknya. Apabila materi pembelajaran yang akan disampaikan bersifat abstrak,
maka bahan ajar harus mampu membantu siswa menggambarkan sesuatu yang
abstrak tersebut, misalnya dengan penggunaan gambar, foto, bagan, skema, dll.
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh
para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam
model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk,
model prosedural dan model melingkar. Adanya variasi model yang ada ini
sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa keuntungan itu antara lain
adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita
dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah
ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada
untuk dicobakan dan diperbaiki. Kesemua model tersebut juga dapat dimodifikasi
untuk melakukan pengembangan bahan ajar.
Richey and Kelin menyatakan bahwa ruang lingkup penelitian dan
pengembangan sebagai berikut.
a. Penelitian tentang proses dan dampak dari produk yang diahasilkan dari
perencanaan dan penelitian pengembangan.

10
b. Penelitian tentang perancangan (desain) dan proses pengembangan secara
keseluruhan, atau komponen dari sebagian proses.
Produk yang dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan bisa merupakan
suatu unit produk, seperti model pembelajaran, kurikulum sekolah; atau bisa hanya
salah satu komponen dari unit tersebut. Misalnya mengembangkan metode mengajar,
media pembelajaran atau sistem evaluasinya.
Dalam penelitian tindakan (action research), Coats dalam Sugiyono (2015)
mengemukakan: penelitian tindakan terdiri atas kata “penelitian” dan “tindakan” dan
hubungan keduanya. Dalam penelitian ada kemungkinan melakukan tindakan tanpa
penelitian, atau melakukan penelitian tanpa melakukan tindakan, tetapi yang unik dari
metode ini adalah gabungan dari keduanya, yaitu melakukan penelitian dan
mengambil tindakan. Inilah yang membedakan antara metode penelitian tindakan
dengan metode penelitian yang lain.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka secara metodologis, penelitian
pengembangan mempunyai empat tingkat kesulitan, yaitu: meneliti tanpa menguji
(tidak membuat dan tidak menguji produk), menguji tanpa meneliti (menguji validitas
produk yang telah ada), meneliti dan menguji dalam upaya mengembangkan produk
yang telah ada, meneliti dan menguji dalam menciptakan produk baru.
B. Model Pengembangan ADDIE
1. Pengertian Model Pengembangan ADDIE
ADDIE merupakan singkatan dari Analyze, Design, Development or
Production, Implementation or Delivery and Evaluations. ADDIE telah banyak
diterapkan dalam lingkungan belajar yang telah dirancang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Berdasarkan landasan filosofi pendidikan penerapan ADDIE harus
bersifat student center, inovatif, otentik, dan inspiratif. Pembuatan sebuah produk
pembelajaran dengan menggunakan ADDIE merupakan sebuah kegiatan yang
menggunakan perangkat yang efektif.

11
ADDIE membantu menyelesaikan permasalahan pembelajaran yang kompleks
dan juga mengembangkan produk-produk pendidikan dan pembelajaran. ADDIE
muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah
satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan
infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja
pelatihan itu sendiri.

2. Prosedur Model Pengembangan ADDIE


Proses rancang bangun pengembangan multimedia interaktif berbasis proyek
ini disesuaikan dengan tahapan pengembangan dengan menggunakan model ADDIE
yang terdiri dari lima tahapan, yaitu:(1) analysis, (2)design, (3) development, (4)
implementation, dan (5) evaluation (Pawana, 2014: 8). Model ADDIE mengadopsi
Input, Process, dan Output (IPO) paradigma sebagai cara untuk menyelesaikan
tahapan-tahapannya yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Paradigma IPO pada model ADDIE

Tahap input bereaksi terhadap variabel yang diidentifikasi dalam konteks


pembelajaran dengan menerima data, informasi, dan pengetahuan. Dalam pendekatan
ADDIE, tahap input mencakup tahapan analisis apa saja informasi yang bisa
dirangkum. Tahap process mencari cara untuk merangsang kreatif dan berpikir secara
umum dengan memanfaatkan prosedur, untuk menafsirkan, menjelaskan,
mengkonfigurasi, dan melihatkan beberapa pendekatan untuk peristiwa yang
mungkin terjadi dalam pembelajaran. Fase output memberikan hasil proses dengan
mempresentasikan keluaran produk dan cara menggunakan produk tersebut.

12
Prosedur pengembangan model ADDIE dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2 Prosedur Pengembangan Model ADDIE

Penjabaran dari tahap model pengembangan ADDIE sebagai berikut:


a. Analysis (analisa)
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari
oleh peserta belajar, yaitu melakukan analisis kebutuhan, mengidentifikasi masalah
(kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (Dewi, 2009: 21). Hasil yang diperoleh
dari tahap analisis dapat berupa karakteristik atau calon peserta belajar, identifikasi
kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas
kebutuhan.
Pada tahap ini, kegiatan utama adalah menganalisis perlunya pengembangan
produk baru dan menganalisis kelayakan dan syarat-syarat pengembangan produk
baru. Pengembangan produk diawali oleh adanya masalah dalam produk yang sudah
diterapkan. Masalah dapat terjadi karena produk yang ada sekarang sudah tidak
relevan dengan kebutuhan sasaran, lingkungan belajar, teknologi, karakteristik siswa,
dan lain sebagainya.
Selain itu menurut Robert (2009), Langkah-langkah analisis meliputi:
1) Validasi kesenjangan kinerja

13
2) Merumuskan tujuan instruksional
3) Mengidentifikasi karakteristik peserta didik
4) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan
5) Menentukan strategi pembelajaran yang tepat
6) Menyusun rencana pengelolaan program/proyek
Langkah-langkah tersebut diuraikan lebih terperinci sebagai berikut:
1) Menilai kinerja : Mengukur kinerja aktual. Menetapkan kinerja yang ingin
dicapai, Mengidentifikasi penyebab.
2) Merumuskan tujuan instruksional : Menggunakan taksonomi bloom, taksonomi
lainnya..
3) Mengidentifkasi karakter peserta didik : Kemampuan, pengalaman, motivasi,
sikap dan lain-lain
4) Mengidentifikasi sumber-sumber : Mengidentifikasi pilihan-pilihan,
pertimbangan waktu, konten, teknologi, fasilitas dan manusia.
5) Menentukan strategi pembelajaran yang tepat : Mengidentifikasi pilihan-
pilihan, pertimbangan waktu, biaya setiap fase ADDIE, biaya keseluruhan.
6) Menyusun rencana kegiatan : Anggota Tim, batas-batas yang berati, jadwal,
laporan akhir.
b. Design (desain)
Tahap desain merupakan langkah kedua dari model dan sistem pembelajaran
ADDIE. kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendesain pemecahan masalah yang
dikemukakan pada fase infestigasi awal (Rochmad, 2012: 66). Pada langkah ini
diperlukan adanya klarifikasi program pembelajaran yang didesain sehingga program
tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan (Benny: 2009).
Pada tahap desain ini, pertama, guru merumuskan tujuan pembelajaran. Selanjutnya
menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang
telah sebelumnya. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran media yang tepat
untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, dipertimbangkan pula sumber-sumber

14
pendukung lain, misalnya sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang
seperti apa seharusnya, dan lain-lain.
Langkah-langkah umum yang ditempuh dalam mendesain pembelajaran adalah:
1) Menyusun daftar tugas-tugas
2) Menyusun tujuan kinerja
3) Menyusun strategi tes
4) Menghitung investasi / biaya yang dikeluarkan

Konsep pengembangan pembelajaran harus meliputi hal-hal sebagai berikut:


1) Kesesuain materi dengan kurikulum
2) Pemilihan sumber belajar
3) Penentuan urutan proses pembelajaran yang sesuai dengan model tertentu
4) Kesesuaian produk dan alokasi waktu yang tersedian
5) Cara penyajian materi, dan aspek lain yang penting dan mempengaruhi dalam
pengembangan produk.
c. Development (pengembangan)
Tahapan ini merupakan tahapan produksi dimana segala sesuatu yang telah
dibuat dalam tahapan desain menjadi nyata. Langkah-langkah dalam tahapan ini
diantaranya adalah: membuat objek-objek belajar (learning objects) seperti dokumen
teks, animasi, gambar, video dan sebagainya; membuat dokumen-dokumen tambahan
yang mendukung. Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam
mengimplementasikan model desain system pembelajaran ADDIE. Langkah
pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar.
Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta
strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau
substansi program.
Tahap pengembangan (develop) bertujuan menghasilkan suatu bentuk produk.
Pada pengembangan ini meliputi kegiatan membuat, member dan memodifikasi
perangkat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan kata lain mencakup

15
kegiatan memilih dan menentukan metode, media, serta strategi pembelajaran yang
sesuai untuk digunakan. Pada tahap ini juga dilakukan uji validitas.
Produk yang akan digunakan oleh siswa terlebih dahulu divalidasi. Tujuan
validasi adalah melihat kebenaran konsep-konsep, bentuk dan tampilan, tata bahasa,
serta kepraktisan produk. Masukan dari validator digunakan untuk memperbaiki
produk yang telah dibuat dan menjadi bahan revisi.
Berikut ini langkah-langkah menguji validitas produk kepada dosen dan guru.
1) Meminta kesediaan dosen dan guru fiska untuk melihat kelayakan produk yang
dibuat serta kebenaran konsep pembelajaran yang telah dibuat.
2) Dosen dan guru fisika diminta untuk memberikan penilaian terhadap produk
yang telah dibuat berdasarkan item-item yang ada pada angket uji validitas.
3) Setelah penilaian dilakukan, peneliti merevisi produk sesuai dengan saran yang
diberikan oleh validator tersebut.
Ada dua macam validasi yang digunakan pada bahan ajar, yaitu:
1) Validasi isi, yaitu apakah media sesuai dengan pemilihan kompetensi pokok
bahasan materi fisika dalam teknologi dan sesuai dengan Silabus dan RPP.
2) Validasi konstruk yaitu kesesuaian komponen-komponen media dengan unsur-
unsur pengembangan yang sudah ditetapkan.
Untuk mengetahui tingkat validitas isi dan konstruksi dari produk yang
dikembangkan dapat dilakukan baik secara teoritis maupun secara empiris. Secara
teoritis validitas isi dan konstruksi dapat dikaji melalui penilaian para pakar
(validator) untuk menilai kesesuaian setiap butir instrument yang diukurnya.
Sedangkan secara empiris dilakukan dengan cara memvalidasi hasil produk untuk
melihat tingkat ketelitian dan ketepatan datanya.
Tujuan validasi ini adalah untuk menentukan berfungsi tidaknya suatu produk
berdasarkan criteria materi, konstruksi, dan bahasa. Bagian utama yang divalidasi
adalah kesesuaian KD, indikator, kebenaran konsep dan bahasa yang digunakan.
Validasi dikatakan selesai, apabila validator menyatakan valid terhadap produk,
sehingga sudah siap untuk diujicobakan. Masukan dari validator digunakan untuk

16
memperbaiki atau merevisi produk yang dikembangkan. Kegiatan validasi dalam
bentuk mengisi lembar validasi produk dan diskusi sampai diperoleh suatu produk
yang valid menurut pakar (ahli) dan guru (praktisi).
d. Implementation (implementasi)
Tahap implementasi merupakan langkah nyata untuk menerapkan  produk
pembelajaran yang sedang dikembangkan. Implementasi dapat dilakukan dengan
melakukan penelitian lanjutan penggunaan produk pengembangan pada wilayah yang
lebih luas (Rochmad, 2012: 67). Pada tahapan ini sistem pembelajaran sudah siap
untuk digunakan oleh peserta didik. Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini
adalah mempersiapkan dan memasarkan produk ke target yaitu peserta didik .
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah
keempat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Tujuan utama dari langkah
ini antara lain sebagai berikut.
1) Membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan atau kompetensi.
2) Menjamin terjadinya pemecahan masalah/ solusi untuk mengatasi kesenjangan
hasil belajar yang dihadapi oleh peserta didik.
3) Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, peserta didik perlu
memilki kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diperlukan.
Konsep penting pada tahap implementasi, adalah bagaimana perancang
instruksional mampu memilih metode pembelajaran seperti apa yang yang paling
efektif dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran. Bagaimana upaya
menarik dan memelihara minat peserta didik agar mampu memusatkan perhatian
pada penyampaian materi.
Pada tahap ini diimplementasikan rancangan dan metode yang telah
dikembangkan pada situasi yang nyata yaitu di kelas. Selama implementasi,
rancangan perangkat yang telah dikembangkan diterapkan pada kondisi yang
sebenarnya. Materi disampaikan sesuai dengan perangkat baru yang dikembangkan.
Setelah penerapan metode kemudian dilakukan evaluasi awal untuk memberi umpan
balik pada penerapan perangkat berikutnya. Pada tahap ini dilakukan uji praktikalitas.

17
Uji praktikalitas adalah uji tingkat kepraktisan produk yang digunakan siswa.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana manfaat, kemudahan
penggunaan dan efisiensi waktu perangkat oleh siswa. Uji praktikalitas ini dilakukan
pada siswa pada suatu kelas.
Uji praktikalitas perangkat oleh siswa dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini.
1) Memberikan pengarahan cara pengisian angket kepada siswa.
2) Membagikan parangkat kepada masing-masing siswa.
3) Memberikan petunjuk singkat penggunaan perangkat
4) Siswa menggunakan perangkat berdasarkan petunjuk
5) Siswa mempelajari dan memahami konsep materi karakteristik gelombang yang
ada pada produk
6) Siswa diminta mengisi angket yang sudah berisi pernyataan mengenai
kepraktisan produk.

Praktikalitas diperoleh dari hasil analisis data pengamatan proses pembelajaran


dengan menggunakan produk yang telah dinyatakan valid oleh validator. Kemudian
untuk mengetahui praktikalitas produk fisika maka diminta respon guru dan respon
siswa setelah menggunakan produk ini dalam proses pembelajaran.
e. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Tahap evaluasi merupakan kegiatan untuk melihat apakah produk bahan ajar
yang sedang dikembangkan sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap
evaluasi bisa terjadi pada  setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada
setiap empat tahap di atas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk
kebutuhan revisi.
Implementasi model desain sistem pembelajaran ADDIE yang dilakukan secara
sistematik dan sistemik diharapkan dapat membantu seorang perancang program,
guru, dan instruktur dalam menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien,
dan menarik. Tujuan dari fase evaluasi adalah mengukur kualitas dari produk dan

18
proses sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan. Prosedur utama dari proses
evaluasi adalah :
1) Menentukan kriteria evaluasi
2) Memilih alat untuk evaluasi
3) Mengadakan evaluasi itu sendiri.Hasil dari evaluasi adalah perencanaan
evaluasi.
Komponen dari perencanaan evaluasi adalah :
1) Sebuah ringkasan tentang tujuan, alat pengumpul data, tanggung jawab
terhadap waktu dan perorangan/group untuk setiap level evaluasi
2) Satu set kriteria penilaian evaluasi
3) Satu set alat untuk evaluasi
Konsep penting dari tahapan evaluasi model ADDIE adalah bagaimana seorang
perancang instruksional mampu melakukan evaluasi keseluruhan model, dari tahap
awal sampai akhir. Langkah-langkah yang penting dalam evaluasi model ADDIE
adalah bagaimana menentukan criteria evaluasi, memilih alat untuk evaluasi, dan
mengadakan evaluasi itu sendiri. Kegiatan evaluasi setidaknya mampu menjawab
pertanyaan sebagai berikut: bagaimana sikap peserta didik terhadap kegiatan
pembelajaran secara keseluruhan, bagaimana peningkatan kompetensi dalam diri
peserta didik yang merupakan dampak dari ke ikut sertaan dalam program
pembelajaran, dan keuntungan apa yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya
peningkatan kompetensi peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran.
Tujuan dari fase evaluasi adalah mengukur kualitas dari produk dan proses
sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan. Pada tahap Evaluasi ini yang dilakukan
adalah evaluasi formatif dan sumatif yaitu: Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilakukan pada setiap tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan dan tes
sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan di akhir penggunaan perangkat dengan tujuan
untuk melihat dampak penggunaan perangkat terhadap hasil belajar ini dilakukan
untuk mengetahui efektivitas perangkat yang dikembangkan. Uji efektivitas meliputi
aktivitas dan hasil belajar siswa. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung,

19
pembelajaran diamati oleh 2 orang pengamat observer, tujuannya adalah mengamati
aktivitas siswa dan pada akhir tatap muka, diminta respon siswa terhadap kegiatan
pembelajaran. Pengamat atau observer pada penelitian ini guru fisika. Selain itu hasil
belajar siswa juga dievaluasi melalui tes hasil belajar.
3. Kendala Model ADDIE
Kendala yang mungkin dihadapai dalam implementasi di tempat penelitian :
a. Pada tahap analisis: dimana pada saat melakukan anailisis kinerja dan analisis
kebutuhan, kekhawatiran tidak fokusnya guru dalam menganalisis kinerja dan
kebutuhan, apakah analisis yang dilakukan memang benar-benar suatu hal yang sangat
urgen. Jika hal tersebut terjadi maka akan sangat berpengaruh terhadap tahapan desain
selanjutnya.
b. Pada tahap desain: Kendala yang mungkin dihadapi adalah menetapkan pengalaman
belajar kepada peserta didik, hal ini terkait dengan desain tes, produk, yang
membutuhkan biaya, kendala utama adalah jika dalam mengembangkan program tidak
didukung oleh dana yang cukup dari sekolah.
c. Pada tahap pengembangan: Kendala yang mungkin dihadapi adalah tidak tersedianya
media yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, dan karakteristik peserta didik,
padahal media yang dimaksudkan sangat menunjang ketercapaian kompetensi bagi
peserta didik.
d. Pada tahap Implementasi: Kendala yang dihadapi pada tahap ini, bisa datang dari
pembelajar maupun dari peserta didik itu sendiri, dari pihak pembelajar, adanya
ketidak sesuaian metode yang sudah dirancang sejak awal dengan metode yang
dilakukan dilapangan, hal ini mungkin saja terjadi jika kondisi dilapangan tidak
mendukung untuk menerapkan metode yang telah ditetapkan. Sementara dari pihak
peserta didik, adalah menurunnya minat belajar pada saat penyampaian materi.
e. Pada tahap evaluasi: kendala yang mungkin dihadapi adalah bagaimana menentukan
kriteria evaluasi, memilih alat untuk evaluasi, dan mengadakan evaluasi secara akurat
yang sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

C. Model Pengembangan 4D

20
1. Pengertian Model Pengembangan 4D
Model pengembangan 4-D merupakan salah satu model pengembangan perangkat
pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S.
Semmel, dan Melvyn I. Semmel (Putrayadi, 2013: 432). Model pengembangan 4D
terdiri atas empat tahap utama yaitu: Define (pendefinisian), Design (perancangan),
Develop (pengembangan), dan Disseminate (penyebaran) atau diadaptasikan menjadi
model 4-D (Thiagarajan, 1974: 5).
2. Produr Pengembangan Model 4D
.Adapun langkah pengembangan perangkat pembelajaran 4D seperti pada
gambar 3. berikut ini.

Gambar 4. Prosedur Model Pengembangan 4-D


(Sumber: Trianto.2012:190)

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap pengembangan dapat


dijelaskan sebagai berikut:
a. Define (Pendefinisian)

21
Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan analisis
kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Secara
umum, dalam pendefinisian ini dilakukan kegiatan analisis kebutuhan
pengembangan, syarat-syarat pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna serta model penelitian dan pengembangan (model R & D) yang cocok
digunakan untuk mengembangkan produk. Analisis bisa dilakukan melalui studi
literature atau penelitian pendahuluan. Thiagarajan,  menganalisis lima kegiatan yang
dilakukan pada tahap define yaitu: analisis ujung depan (front-end analysis), analisis
siswa (learner analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept
analysis) dan perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives)
(Rochmad, 2012: 61).
1) Front-end analysis (analisis awal dan akhir).
Pada tahap ini, guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran.
2) Learner analysis ( analisis siswa).
Pada tahap ini dipelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan,
motivasi belajar, latar belakang pengalaman, dsb.
3) Task analysis (analisis tugas).
Pada tahap iniguru menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta
didik agar peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal.
4) Concept analysis (analisis konsep).
Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-langkah yang
akan dilakukan secara rasional.
5) Specifying instructional objective (tujuan instruksional khusus).
Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah
belajar dengan kata kerja operasional (Rochmad, 2012: 61).

b. Design (Perancangan)

22
Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran.
Thiagarajan (1974) membagi perancangan menjadi empat langkah yang harus
dilakukan pada tahap ini, yaitu:
1) Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)
Penyusunan tes acuan patokan merupakan langkah yang menghubungkan
antara tahap pendefinisian (define) dengan tahap perancangan (design)
(Thiagarajan, 1974: 7). Tes acuan patokan disusun berdasarkan spesifikasi
tujuan pembelajaran dan analisis siswa, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi
tes hasil belajar. Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang
kemampuan kognitif. 
2) Pemilihan media (media selection)
Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran
yang relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk
menyesuaikan dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target
pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media
yang berbeda-beda. Hal ini berguna untuk membantu siswa dalam pencapaian
kompetensi dasar.
3) Pemilihan format (format selection)
Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini
dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan
strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format yang
dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu
dalam pembelajaran.
4) Rancangan awal (initial design)
Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh perangkat
pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan. Hal ini juga
meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti membaca teks,
wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui
praktek mengajar (Rochman, 2012: 63).

23
Dalam tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal
(prototype) atau rancangan produk. Pada konteks pengembangan bahan ajar,
tahap ini dilakukan untuk membuat modul atau buku ajar sesuai dengan
kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks pengembangan
model pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka
konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi)
dan mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut
dalam lingkup kecil. Sebelum rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap
berikutnya, maka rancangan produk (model, buku ajar, dsb) tersebut perlu
divalidasi. Validasi rancangan produk dilakukan oleh teman sejawat seperti
dosen atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil
validasi teman sejawat tersebut, ada kemungkinan rancangan produk masih
perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator.

c. Develop (Pengembangan)
Tahap pengembangan terbagi atas dua kegiatan yaitu: expert appraisal
(penilaian ahli) dan developmental testing (uji pengembangan) (Thiagarajan, 1974:
8). Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan
rancangan produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya.
Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan
pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba
rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini
dicari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran penggunakan produk. Hasil uji
coba digunakan memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan
kembali sampai memperoleh hasil yang efektif.
Pada kegiatan pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap
pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau buku
ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta
didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil pengujian

24
kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar tersebut benar-benar
telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui efektivitas modul atau buku
ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberi
soal-soal latihan yang materinya diambil dari modul atau buku ajar yang
dikembangkan.
Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang
sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Dalam konteks pengembangan model
pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop) dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
1) Validasi model oleh ahli/pakar.
2) Revisi berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi
3) Uji coba terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang akan
dihadapi.
4) Revisi model berdasarkan hasil uji coba
5) Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. Selama proses implementasi
tersebut, diuji efektivitas model dan perangkat model yang dikembangkan.
Pengujian efektivitas dapat dilakukan dengan eksperimen atau Penelitian
Tindakan Kelas. Cara pengujian efektivitas pembelajaran dapat dilakukan
dengan cara mengukur kompetensi sebelum dan sesudah pembelajaran. Apabila
kompetensi sesudah pembelajaran lebih baik dari sebelumnya, maka model
pembelajaran yang dikembangkan juga dinyatakan efektif.

d. Disseminate (Penyebarluasan)
Tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan
pada skala yang lebih luas. Tahap ini terbagi atas 4 fase yaitu: validation testing,
packaging, diffusion and adoption (Thiagarajan, 1974: 9). Pada tahap validation
testing, produk yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian
diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya.

25
Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran
ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah
produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan.
Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang
kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap
pengembangan adalah melakukan packaging (pengemasan), diffusion and adoption.
Tahap ini dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain.
Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan dengan mencetak buku
panduan penerapan model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut
disebarluaskan supaya dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan
(diadopsi) pada kelas mereka. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap
dissemination dilakukan dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian
dalam jumlah terbatas kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini
dimaksudkan untuk memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah
dikembangkan. Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru
dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu
digunakan oleh sasaran yang lebih luas.
3. Keunggulam dan Kekurangan Model 4D
Model 4-D memiliki kelebihan atau keunggulan. Kelebihan dari model 4-D
antara lain:
1) Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat
pembelajaran bukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran.
2) Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis
3) Dalam pengembangannya melibatkan penilaian ahli, sehingga sebelum
dilakukan uji coba di lapangan perangkat pembelajaran telah dilakukan revisi
berdasarkan penilaian, saran dan masukan para ahli.

26
Namun demikian pada model 4-D ini juga terdapat kekurangan, salah satunya
adalah tidak ada kejelasan mana yang harus didahulukan antara analisis konsep dan
analisis tugas.

D. Model ASSURE
1. Pengertian Model ASSURE
Model ASSURE dikembangkan oleh Sharon Smaldino, Robert Henich, James
Russell dan Michael Molenda (2005) dalam buku “Instructional Technology and
Media for Learning.” Model desain pembelajaran ini merupakan singkatan dari
komponen-komponen atau langkah-langkah penting yang terdapat didalamnya yaitu:
menganalisis karakteristik siswa (analyze learner characteristics); menetapkan tujuan
pembelajaran (state performance objectives); memilih metode, media dan bahan
pelajaran (select methods, media and materials, utilize materials); mengaktifkan
keterlibatan siswa (requires learner participation); evaluasi dan revisi (evaluation and
revision) (Benny, 2016).
Model ASSURE merupakan model pengembangan yang bersifat praktis dan
mudah diimplimentasikan dalam mendesain aktivitas pembelajaran yang bersifat
individual maupun klasikal. Model pembelajaran ASSURE merupakan model yang
menggunakan teknologi secara sistematis dalam pembelajaran (Muammar, 2015:
167). Dalam menganalisis karakteristik siswa sangat memudahkan untuk menentukan
metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan, sehingga dapat menciptakan
aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Model ASSURE ini
memastikan pengembangan pembelajaran dimaksudkan untuk membantu pendidik
dalam pengembangan instruksi yang sistematis dan efektif. Hal ini digunakan untuk
membantu para pendidik mengatur proses belajar dan melakukan penilaian hasil
belajar peserta didik.

2. Prosedur Model Pengembangan ASSURE


Prosedur atau tahapan dari pengembangan model ASSURE dapat dilihat seperti
gambae 4 berikut ini:

27
Gambar 4 Prosedur Model Pengembangan ASSURE

a. Analyze learner (menganalisis peserta belajar)


Media dan teknologi pembelajaran digunakan secara efektif, harus ada
kesesuaian antara karakteristik siswa dan konten dari metode, media, dan
bahanbelajar. Langkah pertama dari model Assure adalah melakukan analisis siswa.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis siswa adalah karakteristik
umum siswa, kemampuan awal siswa, dan gaya-gaya belajar siswa.
1) Karakteristik umum
Karakteristik umum siswa dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan, budaya, dan sosial ekonomi. Siswa dengan latar budaya tertentu
mungkin akan lebih tertarik dengan metode dan media tertentu sehubungan
dengan latar belakang budayanya. Siswa yang tidak tertarik dengan konten
tertentu mungkin akan dapat terstimulasi dengan penggunaan metode dan
media belajar yang dapat menarik perhatiannya seperti media video, simulasi
permainan, aktifitas berbasis teknologi, dll.

2) Kemampuan awal

28
Kemampuan awal siswa menunjuk pada pengetahuan dan keterampilan
yang belum dimiliki siswa. Anggapan bahwa siswa pasti belum memiliki
pengetahuan atau keterampilan yang akan diajarkan adalah salah. Diantara para
siswa tentunya ada yang telah memiliki pengetahuan atau keterampilan awal.
Pengajar harus menguji atau memeriksa anggapan tentang kemampuan awal
siswa dengan dua cara. Informal dengan cara wawancara di luar kelas dan
formal dengan cara tes yang telah terstandar atau tes buatan pengajar sendiri.
Dengan menganalisa apa yang telah diketahui oleh siswa, maka kita akan dapat
memilih metode dan media yang sesuai.
3) Gaya belajar
Gaya belajar yang mengacu pada aspek ciri psikologi dari siswa yang
menjelaskan tentang bagaimana siswa berinteraksi dan merespon secara
emosional pada lingkungan belajar.

b. State Objectives (merumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi)


Langkah kedua dari model ASSURE adalah menetapkan tujuan pembelajaran.
Objectives adalah sebuah pernyataan tentang apa yang akan dicapai, bukan
bagaimana untukmencapai. Tujuan pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk
mengurutkan aktivitas belajar dan memilih media.
Tujuan pembelajaran hendaknya mengandung unsur ABCD. A singkatan dari
Audience yang berarti harus menyebut Audience yang dijadikan sasaran tujuan
pembelajaran. Kemudian, tujuan pembelajaran itu hendaknya menetapkan Behavior
atau kemampuan yang harus diperlihatkan dan Condition tempat diamatinya Behavior
tersebut.Terakhir adalah Degree yang merupakan derajat penguasaan keterampilan
baru. Tujuan pembelajaran dalam domain manapun bisa diadaptasikan dengan
kemampuan pebelajar individu. Di sini tujuan pembelajaran tidak ditujukan untuk
membatasi apa yang dipelajari siswa namun memberikan tingkat minimal pencapaian
yang diinginkan.
c. Select methods, media, and materials (memilih metode, media, dan bahan ajar)

29
Suatu rencana yang sistematik dalam penggunaan media dan teknologi tentu
menuntut agar metode, media dan materinya dipilih secara sistematis pula.
Prosespemilihan meliputi 3 langkah, yaitu:
1) Memilih metode
Pemilihan metode disini diperlukan untuk menyesuaikan dengan gaya belajar
siswa.
2) Memilih format media
Format media adalah bentuk fisik tempat dimasukan dan dipajangkannya suatu
media, misalnya flip chart, slide, video, dan computermultimedia. Dalam
menentukan pemilihan format media perlu dipertimbangkan sejumlah media
dan teknologi yang tersedia, ragam pebelajar dan tujuan yang ingin dicapai.
3) Menghasilkan bahan ajar khusus
Langkah terakhir adalah mendapatkan bahan ajar yang tepat yang melibatkan
salah satu dari tiga alternatif berikut: (1) menyeleksi bahan ajar yang tersedia,
(2) memodifikasi bahan ajar yang sudah ada dan (3) merancang bahan ajar
baru.

d. Utilize media and materials (menggunakan media dan bahan ajar)


Dalam pengajaran yang berpusat pada guru maupun siswa, perlu dipakai
pedoman 5P berikut:
1) Tinjaulah (Preview) materi. Hendaknya tidak sekali-kali digunakanbahan ajar
pembelajaran tanpa dilakukan peninjauan terlebih dulu. Prosespenyeleksian
bahan ajar ini menentukan materi yang cocok dengan tujuan dankondisi siswa.
2) Mempersiapkan bahan ajar (Prepare the Material). Dalammenyiapkan bahan
ajar, langkah pertama adalah mengumpulkan semua materi danperalatan yang
akan diperlukan, kemudian menentukan urutan penggunaan materidan
medianya.
3) Mempersiapkan lingkungan belajarnya (Prepare theEnvironment). Agar bisa
terjadi pembelajaran yang di harapkan, apakah di kelas,di lab, di pusat media,

30
atau di lapangan olah raga, harus dipersiapkan dulufasilitasnya, termasuk
tempat duduk, ventilasi, pencahayaan dan sebagainya.
4) Mempersiapkan siswa (Prepare the Learners). Mempersiapkan siswa sama
pentingnya dengan memberikan pengalaman belajar.
5) Berikan pengalaman belajar (Provide the Learning Experience).

e. Require learner participation (mengembangkan peran serta peserta didik)


Situasi belajar yang paling efektif mengharuskan agar siswa dapat
mempraktikkan keterampilan yang mendorong ke arah pencapaian tujuan. Bentuk
partisipasi tersebut misalnya meliputi kegiatan mempraktikkan ejaan atau kosakata,
memecahkan soal matematika dilembar kerja, menonton pertandinganbola basket,
atau misalnya menyusun tugas akhir. Selain itu, diskusi, kuis singkat dan latihan
aplikasi bisa memberi peluang untuk praktik dan umpan balik selama pembelajaran
berlangsung.

f. Evaluate and Revise (menilai dan memperbaiki)


Komponen terakhir model ASSURE untuk pembelajaran yang efektif adalah
evaluasi dan revisi. Tujuan dari evaluasi adalah mengukur prestasi siswa dan
mengevaluasi media dan metode. Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah
pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan antara lain penilaian pencapaian belajar
siswa, evaluasi metode dan media, dan evaluasi pengajar. Selanjutnya langkah
terakhir adalah melihat data kembali dan mengamati hasil dari data evaluasi yang
terkumpul. Pengajar harus melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang
telah dilakukan serta masing-masing komponennya. Jika data evaluasi anda ternyata
menunjukkan adanya kekurangan di bidang-bidang tertentu, maka sekarang tiba
saatnya untuk kembali memperhatikan bagian yang kurang tepat tersebut.

3. Kelebihan dan Kekurangan Model ASSURE

31
Model pembelajran ASSURE memeiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,
menurut Berry Meranda (2011) dalam jurnal Elektronik mengatakan bahwa kelebihan
model pembelajaran ASSURE yaitu :
a. Lebih banyak komponennnya dibandingkan dengan model materi lain.
b. Sering diadakan pengulangana kegiatan dengan tujuan Evaluate and Review.
Selain itu model ini mengedepankan pembelajar, ditinjau dari proses belajar , tipe
belajar, kemampuan bersyarat.
c. Turut mengutamakan partisipasi pembelajar dalam Poin Require learner
Perticipation, sehingga diadakan pengelompokkan-pengelompokkan kecil seperti
pengelompokkan pembelajar menjadi belajar mandiri dan belajar tim, dll. Serta
penugasan yang bertujuan untuk memicu keaktifan peserta didik.
d. Menyiratkan untuk para guru untuk menyampaikan materi dan mengelola
kegiatan kelas.
e. Pada poin Select Methods Media and materials serta Utilize Media and Materials
membuat guru atau pendidik aktif untuk menemukan dan memanfaatkan bahan
dan media yang tepat dan memanfaatkan secara optimal media yang telah ada.
f. Model ini dapat diterapkan sendiri oleh guru.
Sedangkan, kekurangan dari model pembelajaran ASSURE yaitu :
a. Tidak mencakup suatu mata pelajaran tertentu.
b. Walaupun komponen relative banyak, namun tidak semua komponen desain
pembelajaran termasuk didalamnya.
E. Model Hannafin dan Peck
1. Pengertian Model Hannafin dan Peck
Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam upaya
peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan
komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian
tujuan (Sugiarta, 2007: 11). Pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya
memperluas untuk membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada
situasi yang lebih sempurna atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik.

32
Pengembangan disini artinya diarahkan  pada suatu program yang telah atau sedang
dilaksanakan menjadi program yang lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Adimiharja dan Hikmat, 2001: 12 (dalam Sugiarta A.N, 2007: 24)
bahwa “Pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas
kesempatan, mengakui keberhasilan, dan mengintergrasikan kemajuan.”
Model Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model desain
pembelajaran yang berorientasi produk. Model berorientasi produk adalah model
pengembangan untuk menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran
(Afandi dan Badarudin, 2011: 22). Model Hannafin dan Peck ialah model desain
pengajaran yang terdiri daripada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain,
dan fase pengembangan dan implementasi (Pratomo, 2015: 16)
2. Prosedur Pengembangan Model Hannafin dan Peck
Adapun prosedur model pengembangan Hannafin dan Peak adalah:

Gambar 5 Prosedur Model Pengembangan Hannafin dan Peck

a. Analisis Kebutuhan (Need Assessment)

33
Pengertian analisis kebutuhan dalam konteks pegembangan kurikulum menurut
John Mc-Neil (Wina Sanjaya, 2008: 91) adalah: “The process by which one defines
educational needs and decides what their priorities are.” Artinya, bahwa analisis
kebutuhan merupakan sebuah proses yang didefinisikan sebagai sebuah kebutuhan
pendidikan dan ditentukan sesuai dengan prioritasnya. Jadi pada intinya, proses ini
merupakan proses untuk menentukan hal utama dari apa yang dibutuhkan dalam
pendidikan.
Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin pembelajaran yang
akan dilaksanakan. Tidak mudah mengidentifikasi apa yang dibutuhkan dalam
pembelajaran. Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow
dalam Wina Sanjaya (2008: 93) mengemukakan secara detail langkah-langkah need
assessment sebagai berikut.
1) Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami
terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa, siapa
memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang dihadapi
dan lain sebagainya. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat
dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informsi yang terkumpul
digunakan sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran. Model
Hanafin dan Peck ini berorintasi pada produk sehingga informasi yang
dibutuhkan mislnya bagaimana cara pembuatan media pembelajaran dengan
bahan yang ada.
2) Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam mengidentifikasi kesenjangan, Kaufan dan English dalam Wina Sanjaya
(2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling berkaitan yakni
Input, Proses, Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang
tersedia saat ini misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru,  pelajar
dan kebutuhan. Komponen proses meliputi perencanaan, metode, pembelajaran
individu dan kurikulum.  Komponen produk meliputi penyelesaian pendidikan,

34
keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dimiliki. Komponen output meliputi
ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome meliputi
kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan.
Dari analisis tersebut dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap
komponen yakni Input, proses, produk, Output dan Outcome.
3) Analisis Performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap ini
sorang guru yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi
kesenjangan yang ada, kemudian mencari cara untuk memecahkan kesenjangan
tersebut. Baik dengan perencanaan pembelajaran atau dengan cara lain, seperti
melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih
baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari
orientasi model Hanafin dan Peck yang mengarah ke produk maka dalam
analisis performance msalah yang mungkin bisa diselesaikan adalah tentng
pengembangan bahan dan alat-alat.
4) Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai
kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Maksudnya, kita harus
mengantisipsi kendala yang mungkin akan muncul. Kendala dapat berupa
waktu, fasilitas, bahan, personal dan lain sebginya. Dan sumbernya bisa berasal
dari orang yang terlibat (guru atau siswa), berasal dari fasilitas yang
mendukung atau tidak, dan jumlah pendanaan beserta pengaturannya.
5) Identifikasi Krakteristik Siswa
Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi
karakteristik siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama
sehingga penangan dari setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda
pula. Identifikasi karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin, level
pendidikan, gaya belajar dan lain sebagainya. Dengan identifikasi tersebut

35
dapat bermanfaat ketika kita menentuka tujuan yang harus dicaai, pemilihan
dan penggunaan strategi embelajaran yang dianggap cocok.
6) Identifikasi Tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam
need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai,
namun kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar
dapat segera dipecahkan sesuai kondisi.
7) Menentukan Permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam
penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck
berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang
media pembelajaran.

Setelah semua langkah dijalankan, kemudian dilakukan sebuah tes atau


penilaian terhadap hasil dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini
justru akan menjadikan masalah baru pada masa yang akan datang.

b. Desain (Design)
Informasi dari fase analisis dipindahkan kedalam bentuk dokumen yang akan
menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hanafin dan Peck (Afandi dan
Badarudin, 2011) menytakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan
mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media
tersebut. Dokumen tersebut dapat berupa story board. Jadi, hasil dari need assessment
kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dengan mengikuti aktifitas yang sudah
dianalisis dalam need assessment sebelumnya. Dokumen ini nantiya akan
memudahkan kita dalam menentukan tujuan pembuatan media pembelajaran. Dalam
fase kedua ini, tidak lupa dilakukan tes atau penilaian sebelum dilanjutkan ke fase
pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck telah menggambarkan (gambar

36
2.2) bahwa harus ada timbal blik dari setiap fase, hal ini mungkin membuat kita
mudah megetahui kesalahan yang kita buat dan menjadi pembelajaran untuk kita.
c. Pengembangan dan Implementasi
Pada fase pengembangan dan implementasi, terdiri atas penghasilan diagram
alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif.  Dokumen story board
akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alur yang dapat membantu proses
pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan
seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini.
Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan pengulangan
harus mengikut sertakan proses-proses pengujian dan  penilaian media pembelajaran
yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan.

3. Karakteristik Model Hannafin & Peck


Karakteristik model Hannafin & Peck, yaitu:
a. Para pengguna produk/program pembelajaran yang dihasilkan melalui penerapan
model pengembangan Hannafin & Peck biasanya tidak memiliki kontak langsung
dengan pengembang programmnya. Kontak langsung antara pengguna program
hanya terjadi pada saat proses evaluasi terhadap prototipe program.
b. Dalam model Hannafin & Peck, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam
setiap fase. Model ini lebih berorientasi produk, melalui tiga fase.

Model-model yang tergolong sebagai model yang berorientasi pada produk


biasanya ditandai dengan empat asumsi pokok yaitu : (1) produk atau program
pembelajaran memang sangat diperlukan, (2) produk atau program pembelajaran baru
memang perlu diproduksi, (3) produk atau program pembelajaran memerlukan proses
uji coba dan revisi, (4) produk atau program pembelajaran dapat digunakan hanya
dengan bimbingan dari fasilitator

37
BAB III
PEMBAHASAN
A. Matriks Perbandingan Model Pengembangan Bahan Ajar
Terdapat berbagai macam model pengembangan yang dapat digunakan untuk mengembangkan perangkat
pembelajaran yang dibuat. Adapun model-model pengembangan bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Matriks Perbandingan Model Pengembangan Bahan Ajar
NO Analisis 4D ADDIE ASSURE Hannafin & Peck

1 Penemu Sivasailam Reiser dan Mollenda Sharon E. Maldino, Walter Dick, Lou Carey
Thiagarajan, tahun 1990 Deborah L. Lowther dan James O Carey
Dorothy S. Semmel, dan James D.
dan Melvyn I. Russell tahun 2005
Semmel tahun 1974

2 Pengertian Model 4D Model ADDIE Model ASSURE Model Hanafin dan Peck
merupakan merupakan singkatan merupakan berorientasi produk
singkatan dari dari ADDIE (Analysis- singkatan dari adalah model
Define Design-Develop- komponen- pengembangan untuk
(pendefinisian), Implement-Evaluate) komponen atau menghasilkan suatu
Design adalah suatu model yang langkah-langkah produk, biasanya media
(perancangan), dapat digunakan dalm penting yang pembelajaran.
Develop menyelesaikan terdapat didalamnya Menurut Hanafin dan
(pengembangan), permasalahan yaitu: menganalisis Peck model
dan Disseminate pembelajaran yang karakteristik siswa pengembangan terdiri
(penyebaran) kompleks dan juga (analyze learner atas tiga fase yaitu Need

38
NO Analisis 4D ADDIE ASSURE Hannafin & Peck

mengembangkan produk characteristics); Assessment (Fase


pendidikan dan menetapkan tujuan Analisis
pembelajaran pembelajaran (state Kebutuhan), Design (Fase
performance Desain), dan
objectives); memilih Develop/Implement (Fase
metode, media dan Pengembangan dan
bahan pelajaran Implementasi).
(select methods,
media and
materials, utilize
materials);
mengaktifkan
keterlibatan siswa
(requires learner
participation);
evaluasi dan revisi
(evaluation and
revision)
3 Fungsi Sebagai dasar untuk Sebagai pedoman dalam Model ASSURE ini Sebagai dasar untuk
mengembangkan membangun perangkat memastikan mengembangkan produk
perangkat dan infrastruktur pengembangan yang biasanya adalah
pembelajaran buka program pelatihan yang pembelajaran media pembelajaran
sistem pembelajaran efektif, dinamis dan dimaksudkan untuk
mendukung membantu pendidik

39
NO Analisis 4D ADDIE ASSURE Hannafin & Peck

kinerjapelatihan itu dalam


sendiri. pengembangan
instruksi yang
sistematis dan
efektif. Hal ini
digunakan untuk
membantu para
pendidik mengatur
proses belajar dan
melakukan
penilaian hasil
belajar peserta
didik.
4 Produk yang Perangkat Media pembelajaran Media pembelajaran Media pembelajran
dapat pembelajaran berorientasi desain
dikembangkan pembelajaran

5 Tahap atau Define Analysis Analyze Learner Fase pertama


Fase-Fase Dilakukan untuk Terdiri dari tahap Mengidentifikasi Analisis kebutuhan
menetapkan dan analisis kinerja atau dan menganalisis dilakukan dengan
mendefinisikan performance analysis karakteristik peserta mengidentifikasi
syarat-syarat dan analisis kebutuhan didik yang kebutuhan-kebutuhan
pengembangan. atau need analysis disesuaikan dengan dalam mengembangkan
Langkahnya : hasil-hasil belajar suatu media pembelajaran

40
NO Analisis 4D ADDIE ASSURE Hannafin & Peck

a. Analisis ujung termasuklah di dalamnya


depan tujuan dan objektif media
b. Analisis peserta pembelajaran yang
didik dibuat, pengetahuan dan
c. Analisis kemahiran yang
kurikulum diperlukan oleh
d. Analisis konsep kelompok sasaran,
e. Perumusan peralatan dan keperluan
tujuan media pembelajaran
pembelajaran
Design Design (desain/ State Objectives Fase kedua
Tujuan dari tahap perancangan) Menetapkan tujuan Fase desain, informasi
ini adalah untuk Langkah desain harus pembelajaran yang dari fase analisis
merancang materi mampu menjawab spesifik mungkin dipindahkan ke dalam
pembelajaran. pertanyaan apakah bentuk dokumen yang
Langkahnya: program pembelajaran akan menjadi tujuan
a. Pemilihan yang didesain dapat pembuatan media
gambar pada digunakan untuk pembelajaran. Fase
media mengatasi masalah desain bertujuan untuk
b. Pemilihan kesenjangan performa mengidentifikasikan dan
format (performancegap) yang mendokumenkan kaidah
c. Rancangan terjadi pada diri siswa. yang paling baik untuk
awal mencapai tujuan
pembuatan media

41
NO Analisis 4D ADDIE ASSURE Hannafin & Peck

tersebut
Develop Development Select Instructional Fase ketiga
Langkahnya : (pengembangan) Methods, Media, & Fase pengembangan dan
a. Tahap validasi Langkah pengembangan Materials implementasi, terdiri dari
ahli meliputi kegiatan Tahap ini adalah penghasilan diagram alur,
b. Tahap membuat,membeli,dan memilih metode, pengujian, serta penilaian
praktikalitas memodifikasi bahan ajar media dan bahan formatif dan penilaian
atau learning materials ajar yang akan sumatif
untuk mencapai tujuan digunakan
pembelajaran yang telah
ditentukan.
Disseminate Implementation Utilize Media and
Terbagi atas tahap (implementasi/ Materials
kegiatan yaitu: eksekusi) Tahap selanjutnya
a. validation Implementasi adalah metode, media dan
testing langkah nyata untuk bahan ajar diuji
b. packaging, menerapkan desain dan coba untuk
c. diffusion and pengembangan memastikan bahwa
adoption pembelajaran yang ketiga komponen
sedang kita buat. tersebut dapat
Artinya, pada tahap ini berfungsi efektif
semua yang telah untuk digunakan
dikembangkan diinstal dalam situasi
atau diset sedemikian sebenarnya

42
NO Analisis 4D ADDIE ASSURE Hannafin & Peck

rupa sesuai dengan peran


atau fungsinya agar bisa
diimplementasikan

Evaluation (evaluasi/ Require Learner


umpan balik) Participation
Evaluasi yaitu proses Keterlibatan siswa
untuk melihat apakah secara aktif
sistem pembelajaran menunjukkan
yang sedang dibangun apakah media yang
berhasil, sesuai dengan digunakan efektif
harapan awal atau tidak. atau tidak
Sebenarnya tahap
evaluasi bisa terjadi pada
setiap empat tahap di
atas.
Evaluate & Revise
Tahap evaluasi
dilakukan untuk
menilai efektivitas
pembelajaran dan
juga hasil belajar
siswa

43
B. Matriks Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Non-Cetak dengan Model
ADDIE dan 4D
Tabel 2. Matriks Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Non-Cetak Dengan Model
ADDIE dan 4D
Jenis Prosedur ADDIE 4D
Audio Perencanaan
 Penentuan tujuan,
 Menganalisis peserta didik,
 Menentukan materi,
 Menentukan format yang Define 
Analysis
akan digunakan dan (Pendefinisian)
(analisa)
 Penulisan naskah Design 
Design 
(menentukan topik, melakukan (Perancangan)
(Perancangan)
riset pendengar,
merumuskan tujuan,
menentukan pokok-pokok
materi program, menulis
draft naskah)

Produksi
 Penyusunan naskah,
Development 
 Perbanyakan naskah, latihan, Development
(Pengembanga
dan (pengembangan)
n)
 Rekaman

Evaluasi dan revisi Development 


 Implementation (Pengembanga
Evaluation n)

Penggunaan Disseminate 
(Penyebarluasa
n)

Video Fase Perencanaan Analysis Define 


 Pemilihan topik (analisa) (Pendefinisian)
 Pemilihan strategi Design  Design 

44
Jenis Prosedur ADDIE 4D
 Penentuan karakteristik atau
profil pengguna
 Penentuan gagasan pokok
 Penetapan tujuan kegiatan
(Perancangan) (Perancangan)
 Pengembangangan gagasan
pokok
 Penegasan strategi
 Pembuatan naskah (story
board
Fase Produksi Development Development 
1. Tahap Persiapan (pra (pengembangan) (Pengembanga
produksi) n)
Tahap ini meliputi kegiatan:
 Penjajagan/hunting
lokasi
 Penyusunan rencana
anggaran biaya
 Casting: penentuan
pemain
 Penyusunan jadwal
shooting
 Penyusunan kerabat
kerja
 Latihan pemain
 Rapat
produksi/Production
meeting
2. Tahap Produksi : tahap
pengambilan gambar
(shooting).
3. Tahap Penyelesaian Akhir
Tahap ini meliputi
 kegiatan penyuntingan
gambar (editing),
 pemaduan gambar
dengan suara dan

45
Jenis Prosedur ADDIE 4D
musik (mixing), dan
 Kegiatan Pengisian
suara (dubbing)
Fase Kegiatan Tindak Lanjut Disseminate 
Fase ini terdiri dari langkah- (Penyebarluasa
langkah : n)
 Menyiapkan petunjuk
penggunaan
 Penilaian program

Implementation
Fase Penilaian
Evaluation
Komputer Define 
Analysis
Analisis Kebutuhan (Pendefinisian)
(analisa)

Perencanaan
identifikasi tujuan atau Define 
Design
kemampuan yang akan dikuasai (Pendefinisian)
 (Perancangan)
pengguna setelah mempelajari
suatu materi
Perancangan
 Mengembangkan PK CAI
 Menyusun GBPM CAI Design 
Design 
 Menyusun Flowchart (Perancangan)
(Perancangan)
 Menyusun bingkai (story
Board)

Produksi Development Development 


Pada tahap ini kegiatan yang (pengembangan) (Pengembanga
dilakukan adalah : n)
 Pembuatan rancangan
tampilan
 Pemprograman
 Pembuatan gambar/grafis
 pengetikan teks

46
Jenis Prosedur ADDIE 4D
 Pengisian suara dll
Development 
Implementation (Pengembanga
Evaluasi formatif dan revisi
Evaluation n)

Disseminate 
(Penyebarluasa
Pemaketan
n)

47
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Bahan ajar adalah seperangkat materi pelajaran yang mengacu pada
kurikulum yang digunakan (silabus) dalam rangka mencapai standar
kompetensi dasar yang telah ditentukan dan membantu guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Sedangkan model
pengembangan adalah proses desain konseptual dalam upaya peningkatan
fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan komponen
pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan
2. Prosedur pengembangan model ADDIE merupakan singkatan dari tahapan
(A) Analysis, (D) Design, (D) Development, (I) Implementation, dan (E)
Evaluation.
3. Prosedur pengembangan model 4D ini terdiri: define, design, development
dan dissemination
4. Prosedur pengembangan model ASSURE yaitu: Analyze Learners, State
objective, Select intructional methods, media and materials, utilize media and
materials, require learner participation, evaluate and resive.
5. Prosedur pengembangan model Hannafindan Peck adalah model desain
pembelajaran yang terdiri dari pada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan,
fase desain, fase pengembangan dan implementasi.
B. Saran
Zaman yang semakin mutakhir menuntut guru sebagai fasilitator dalam
pembelajaran harus memiliki skill dalam membuat suatu bahan ajar dan media
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik sehingga kompetensi
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu diharapkan bagi guru untuk
mengembangkan kemampuannya dalam menggunakan model yang tepat selama
proses pembelajaran

48
DAFTAR PUSTKA

Afandi, Muhammad dan Badarudin. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung:


Alfabeta.

Asrizal, dkk. (2015). “Pembuatan LKS ICT IPA Terpadu Mengintegrasikan Karakter
Materi Struktur Tumbuhan, Sifat Bahan, Sistem Gerak, Dan Pesawat Sederhana
Untuk Siswa Kelas VIII SMP”. Jurnal Pillar Of Physics Education, Vol. 5.
Hal. 185-192.

Asrizal, dkk. (2018). “Pengembangan Konten Nilai-Nilai Kecerdasan Emosional


dalam Materi Pembelajaran Fisika pada Bahan Ajar”. Jurnal Eksakta
Pendidikan. Vol. 2. No. 2. Hal. 123-131. e-ISSN 2579-860X p-ISSN 2614-
1221 Doi: https://doi.org/10.24036/jep/vol2-iss2/247

Asrizal. (2019). “Pengembangan LKS IPA Berorientasi Model Pembelajaran


Kuantum Materi Pesawat Sederhana, Struktur Tumbuhan Dan Sistem
Pencernaan untuk Siswa Kelas VIII SMP”. Pillar of Physics Education, Vol 12.
No 1, Hal. 17-24

Benny, A. (2016). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Dian Rakyat.

Clymer, E. William. (2007). The ASSURE Model of Instructional Design. (Online)


http://www.pen.ntid.rit.edu. Diakses 28 November 2017.

Faryadi, Qais. (2007). Instructional Design Models. Malaysia: UiTM Malaysia

Fauzi, A. 2015. Riset Dan Pengembangan Dalam Pembelajaran Fisika : Padang

Festiyed. (2013). “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbentuk Video Tutorial


Berbahasa Inggris Pada Pembelajaran Fisika Siswa SMA” . Jurnal Pillar Of
Physics Education. Vol. 1. Hal 1-8

Festiyed, Djusmaini Djamas. (2015). Modul Matakuliah Pengembangan Eveluasi dan


Penilaian Proses Pembelajaran Fisika. Padang: Universitas Negeri Padang

Festiyed, Asrizal, dkk (2018). “Effectiveness of Adaptive Contextual Learning Model


of Integrated Science by Integrating Digital Age Literacy on Grade VIII
Students”. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering. Hal 1-
8. doi:10.1088/1757-899X/335/1/012067

49
Festiyed, Asrizal, dkk. (2018). “The Development Of Integrated Science Instructional
Materials To Improve Students Digital Literacy In Scientific Approach.”.
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Hal. 442-450. Vol 7, No, 4. DOI: 10. 15294/
JPII. V7i4. 13613.

Hannafin, M.J. & Peck, K.L. (1988). The design, development and evaluation Of
instructional software. New York: Mc Millan Publishing Company.

Madeamin, Ishaq. (2012). Kekurangan dan Kelebihan Model Pengembangan,


(Online), (http://www.ishaqmadeamin.com), diakses pada tanggal 28November
2017.

Majid, A. (2007). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi


Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muammar, Haerul . (2015). “Pengaruh Model Pembelajaran ASSURE dan


Pengetahuan Awal Terhadap Hasil Belajar Ipa-Fisika Siswa Kelas VIII SMPN
22 MATARAM “. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume I No 3,
Hal. 166-172. ISSN. 2407-6902

Pawana , Made Giri . (2014). “Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Proyek


Dengan Model Addie Pada Materi Pemrograman Web Siswa Kelas X Semester
Genap di SMK Negeri 3 Singaraja”. e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha. Vol 4. Hal. 1-10

Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 Tentang Standar Pendidikan Nasional.

Prastowo, Andi. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
Diva Press.

Pratomo, Adi. (2015). “Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Web


Menggunakan Metode Hannafin dan Peck”. Jurnal Positif, No.1, Hal. 14 - 28

Pri, Benny. (2016). Modul Pelatihan :Pengertian dan Perkembangan Konsep Media
Pembelajaran serta Teori Belajar yang Melandasinya, (Online),
(https://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id), diakses 28 November 2017.

Pribadi, B.A. (2011). Model ASSURE untuk Mendesain Pembelajaran Sukses.Jakarta:


Dian Rakyat.

50
Putrayadi, Wirawan. (2013). “Modul Administrasi Server dalam Jaringan dengan
Model 4D”. Jurnal Pendidikan Sains, Vol. 1, No. 4, Hal 431-437

Rochmad. (2012). Desain Model Perangkat Pembelajaran. Jurnal Kreano, ISSN :


2086-2334. Volume 3 Nomor 1, Juni 2012. FMIPA UNNES

Sadjati, Ida Malati. (2009). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sugiarta, Awandi Nopyan.  (2007). Pengembangan Model Pengelolaan Program


Pembelajaran  Kolaboratif untuk  Kemandirian  Anak  Jalanan  di  Rumah
Singgah  (Studi  Terfokus  di  Rumah  Singgah  Kota  Bekasi).  Bandung: PPS
UPI.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan Research and


Development. Yogyakarta: ALFABETA.

Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. (1974). Instructional Development


for Training Teachers of Expectional Children. Minneapolis, Minnesota:
Leadership Training Institute/Special Education, University of Minnesota.

Yezita, Elva, dkk. (2012. “Mengkonstruksi Pengetahuan Siswa Pada Materi Segitiga
dan Segi Empat Menggunakan Bahan Ajar Interaktif Matematika Berbasis
Konstruktivisme”. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1, No. 1. Hal 54-59

51

Anda mungkin juga menyukai