Anda di halaman 1dari 5

SEMINAR INTERNASIONAL

Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

SERTIFIKASI GURU DAN MASA DEPAN LPTK

Oleh:
Ahmad Anwar Yusa & M. Syaom Barliana
*
A. Catatan Awal

UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen, mengukuhkan paradigma yang


memadukan kesejahteraan dan profesionalisme. Pada satu sisi, respon yuridis semacam
itu sejalan dengan prinsip-prinsip profesionalisme. Seseorang yang profesional, adalah
orang yang bekerja penuh waktu atas dasar kemahiran, keahlian, atau kecakapan
tertentu yang diperoleh melalui pendidikan khusus, dan karena itu berhak memperoleh
imbalan yang menjamin keberlanjutan dan kualitas kehidupannya. Dengan UU ini, secara
internal akan terjadi penguatan dalam status dan kedudukan sosial, proteksi jabatan,
penghasilan, serta kejelasan status hukum profesi Guru dan Dosen. Secara eksternal,
maka tuntutan terhadap peningkatan kualitas pendidikan bukan saja diukur berdasarkan
kriteria lembaga penghasil (LPTK), tetapi juga kriteria pengguna (users) yaitu masyarakat,
assosiasi profesi, dan lembaga yang mengangkat dan memberikan penghasilan.
Di sisi lain, muncul kekhawatiran adanya reduksi nilai-nilai yang selayaknya
dimiliki Guru dan Dosen, yaitu adanya dorongan untuk semata-mata berorientasi pada
penghasilan ekonomi, dengan mengabaikan minat dan bakat, panggilan jiwa, serta
terutama idealismenya. Hubungan Guru dan Dosen dengan konteks lingkungan
pembelajaran dan subjek pembelajar (peserta didik), esensinya bukan semata-mata
merupakan transaksi ekonomi, tetapi merupakan transaksi nilai-nilai yang utama. Ketika
para calon Guru dan Dosen tertarik mengikuti pendidikan profesi untuk menjadi Guru dan
Dosen hanya karena tergiur oleh tingkat penghasilan ekonomi, maka proses
pembelajaran sebagai proses pembudayaan nilai akan mengalami degradasi.

Keywords:

B. Kekeliruan Konseptual dalam memenuhi dua tuntutan tersebut. Program


Pendidikan Profesi Guru (atau ”proyek”) peningkatan kualifikasi,
kompetensi, dan sertifikasi, serta
kemudian implikasinya bagi tingkat
Kekhawatiran terhadap kemerosotan
penghasilan Guru dan Dosen jelas
mutu pendidikan tersebut, didorong pula
memerlukan anggaran yang luar biasa
oleh kenyataan adanya perkeliruan
besar. Padahal, meskipun Mahkamah
filosofis dan konseptual mengenai
Konstitusi memerintahkan supaya
pendidikan profesi guru dalam UU Guru
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dan Dosen, seperti akan dipaparkan
menyediakan angaran 20% dari total
dalam analsis berikut.
APBN untuk pendidikan, faktanya hal itu
Ketentuan tentang sertifikasi guru
tidak mudah untuk direalisasikan.
dan dosen, mengundang pertanyaan
sejauh mana program ini efektif untuk
Kedua, di tengah posisi guru yang
mendongkrak mutu pendidikan? Pertama,
memang sangat strategis, muncul pula
tingkat efektivitas bergantung kepada
kekhawatiran, bahwa dengan perpaduan
sejauh mana seluruh ketentuan yang
kesejahteraan dan persyaratan
diperintahkan oleh UU ini dapat
profesionalisme, Guru dan Dosen
diimplementasikan. Dalam dua hal
dianggap sebagai obat ”panacea” yang
misalnya, menyangkut tingkat
mampu menyelesaikan seluruh
kesejahteraan dan prasyarat
permasalahan mutu pendidikan. Padahal,
profesionalisme, dapatkah pemerintah
tanpa dukungan infrastruktur sosial,
menyediakan anggaran yang cukup untuk
birokrasi yang fleksibel, dan fasilitas

73
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

pembelajaran yang memadai yang perlu Kekeliruan fatal yang menyamakan


disediakan Pemerintah, yang tercakup Pendidikan Profesi dan Pendidikan
dalam pencapaian enam aspek standar Profesional Guru Konsekutif, akan
nasional pendidikan, maka harapan itu merusak sendi-sendi pendidikan guru,
hanya akan menjadi utopia. Artinya, mendistorsi eksistensi LPTK yang akan
implementasi UU Guru dan Dosen akan berkembang menjadi sekedar lembaga
kurang efektif jika tidak didukung sertifikasi belaka, serta memerosotkan
kebijakan yang komprehensif mengenai mutu pendidikan itu sendiri. Hal ini
seluruh komponen yang terkaitan dengan disebabkan oleh akan semakin surutnya
pencapaian standar pendidikan nasioal. pendidikan guru konkuren, akibat dari
semakin ”mudah”nya lulusan bidang studi
Ketiga, pertanyaan yang lebih non pendidikan untuk menjadi guru secara
mendasar sesungguhnya terkait dengan teknikal belaka dan tanpa ”panggilan
muatan UU tersebut serta turunannya jiwa”.
yang sementara ini baru dicakup dalam
Permendiknas, yang justru mengandung C. Portofolio dan Paradoks Sertifikasi
problem filosofis dan konseptual yang
mengancam masa depan Lembaga Disamping ketiga persoalan krusial
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). tersebut di atas, terdapat sejumlah
Kartadinata (2006) menyatakan, bahwa masalah lain yang diidentifikasi dalam
pemilahan kompetensi pedagodik dan implementasi Undang-undang tersebut,
kompetensi profesional menimbulkan khususnya dalam peningkatan mutu
kerancuan, dan sulit dijabarkan ke dalam profesionalisme Guru dan Dosen.
program pendidikan prajabatan guru
secara utuh. Diperlukan konsep Pertama, pasal 11 ayat 2
pengemasan dalam keutuhan kompetensi, menyatakan bahwa: ”Sertifikasi Pendidik
dikaitkan dengan model concurent atau diselenggarakan oleh perguruan tinggi
consecutive. Sementara itu, Raka Joni yang memiliki program pengadaan tenaga
(2007) lebih jauh lagi menyatakan bahwa kependidikan yang terakreditasi dan
kekisruhan konseptual-akademis dalam ditetapkan oleh pemerintah”. Berkaitan
penetapan bingkai pikir penyelenggaraan ini, ada dua masalah yang diidentifikasi:
pendidikan profesional guru, terbaca jelas (1) Akreditasi apakah menyangkut
dalam pasal 8 UU tersebut yang program studi dengan bidang keilmuan
memahami secara superfisial spesifik yang dibina atau akreditasi
profesionalisasi guru sebagai pemilikan kelembagaan perguruan tinggi secara
kualifikasi, kompetensi, dan kesehatan umum; (2) Ayat tersebut juga
jasmani dan rohani, serta pasal 10 ayat 1 menempatkan posisi Pasal 1 ayat 14 yang
yang tidak dapat membedakan antara menguraikan ketentuan umum tentang
Pendidikan Profesi dan Pendidikan LPTK menjadi tidak ada artinya, karena
Profesional Guru Konsekutif. semua perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program pengadaan
Pemahaman, yang menurut Raka tenaga kependidikan. Ketentuan ini
Joni, sebatas rangkaian fraseologik isi memberi tantangan bagi LPTK, bukan
pasal 8 itu, menyebabkan kekeliruan saja untuk meningkatkan mutu
dalam menerapkan The Four Pillars of pendidikan, tetapi juga diversifikasi
Learning dari UNESCO sebagai rujukan program studi. Dalam kasus SMK
dasar dalam pengembangan standar misalnya, adalah fakta bahwa dari 30
kompetensi guru sebagai agen lebih program studi yang ada di SMK,
pembelajaran. Padahal rujukan tersebut LPTK sampai saat ini hanya menyediakan
hanya menggambarkan output parsial dari calon guru untuk kurang dari 10 program
sosok manusia yang terdidik dengan baik, studi, dan umumnya terfokus pada prodi
yang terlepas dari konteks serta format tradisional seperti Mesin, Elektro,
pendidikan yang telah dilaluinya. Sipil/Teknik Bangunan, PKK (Tata Boga
dan Busana), Manajemen, dan Akuntansi.

74
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

Selebihnya, tentu disediakan oleh pendidikan, serta paradoks dengan sikap


pendidikan tinggi non LPTK. Artinya, profesionalisme guru itu sendiri.
ketentuan itu meskipun seperti sebuah Ada asumsi lain, bahwa Undang-undang
”tamparan” bagi LPTK, tetapi merupakan ini hanya perangkap bagi Guru dan
sesuatu yang realistis. Apalagi jika Dosen; antara suatu anugrah atau
dikaitkan dengan Renstra Depdiknas musibah. Sudah sejak lama tingkat
bahwa pada tahun 2015 diharapkan kesejahteraan Guru dan Dosen
proporsi perbandingan antara SMA dan terpinggirkan, ketika sektor ekonomi,
SMK berimbang. Pertanyaannya, politik, dan keamanan menjadi panglima
sanggupkah LPTK menyediakan calon dalam strategi pembangunan. Kini ketika
guru SMK dengan mutu dan spesialisasi ada hasrat untuk meningkatkan
program studi yang beragam?. Padahal kesejahteraan Guru dan Dosen, namun
kenyataannya, seluruh LPTK, khususnya dengan sejumlah prasyarat yang
UPI, belum memiliki rencana antisipasi menyulitkan dan membebani terutama
untuk mengembangkan FPTK mengikuti Guru-guru Senior.
diverssifikasi prodi di SMK kecuali
pengembangan program studi tradisional D. Catatan Akhir
tersebut. Mencermati dan mengkritisi isu-isu
mutakhir tentang UU Guru dan Dosen
Kedua, pasal 14 ayat 1 a menyebutkan, serta RPP sertifikasi guru tersebut, maka
bahwa guru berhak memperoleh ada dua hal yang harus dilakukan para
penghasilan di atas kebutuhan hidup stakeholder pendidikan, khususnya
minimum dan jaminan ksejahteraan kalangan perguruan tinggi kependidikan
sosial. Namun pasal 15 ayat 3, berkaitan (LPTK/Ex IKIP), yang masih peduli
dengan guru yang diangkat oleh satuan terhadap masa depan LPTK dan masa
pendidikan yang diselenggarakan depan mutu pendidikan secara umum.
masyarakat (sekolah swasta), hanya
disebutkan diberi gaji berdasarkan Pertama, kalangan LPTK harus
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja melakukan uji materil atas kekeliruan
bersama. Artinya, besaran gaji ini tidak filosofis dan konseptual dalam UU Guru
terstandar dan bergantung kepada dan Dosen, serta segera mengajukannya
”kebijakan” pengelola satuan pendidikan, ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini untuk
dan tidak harus mengacu kepada ”di atas menghindari kerusakan struktural yang
kebutuhan hidup minimum”. ditimbulkan oleh UU tersebut, khususnya
berkaitan dengan mutu pendidikan profesi
Ketiga, di sisi lain, sudah hampir guru, eksistensi kelembagaan LPTK, dan
dua tahun tahun sejak keluarnya Undang- kualitas pendidikan nasional itu sendiri.
undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, Peraturan Pemerintah yang Kedua, selama proses uji materil untuk
mengatur sertifikasi pendidik belum revisi UU Guru dan Dosen tersebut
diterbitkan oleh pemerintah, hal ini berlangsung, pemerintah tetap perlu
menimbulkan berbagai spekulasi dan segera menerbitkan PP tersebut, dengan
bahkan ketidakpastian hukum. Proses mempertimbangkan aspek-aspek berikut:
sertifikasi yang dilaksanakan saat ini (1) Dasar pemikiran yang melandasi
hanya berlandaskan Permendiknas. penerbitan UU Guru dan Dosen adalah
Proses sertifikasi guru saat ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
melalui penilaian portofolio. Dalam profesionalisme, kesejahteraan, dan
pelaksanaannya, terbukti banyak implikasi martabat guru. Ukuran profesionalisme itu
negatif yang terjadi, karena ketidaksiapan ditunjukkan dengan sertifikasi pendidik.
guru. Banyak guru yang terlalu Namun demikian, sesungguhnya tidak
memaksakan diri mengikuti sertifikasi, benar dan terlalu menyederhanakan
dengan melakukan sejumlah manipulasi persoalan, logika yang menyatakan
dalam data portofolio. Hal ini jelas sangat bahwa karena pada saat ini belum ada
kontradiktif dengan nilai dan sendi-sendiri satu pun guru dan dosen yang memiliki

75
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

sertifikat pendidik, maka tidak ada guru program-program dan proyek-proyek


dan dosen yang profesional. Inilah logika dengan orientasi jangka pendek, sasaran
yang menimbulkan persoalan karena bias, inefisiensi, dan implementasi yang
hanya melihat dari segi formalisme tidak jelas. Sekaitan dengan ini, perlu
belaka, sehingga beban pemerintah dilakukan audit independen bukan saja
menjadi sangat berat untuk pada aspek keuangan dan pelaksanaan
menyelesaikan program sertifikasi bagi program/proyek, tapi juga pada aspek
sejumlah hampir tiga juta guru di kebermaknaan dan kemanfaatan
Indonesia, dalam waktu sepuluh tahun ini. program/proyek tersebut. Selanjutnya,
Secara de facto, di tengah tingkat prioritas anggaran bukan saja harus lebih
kesejahteraan yang rendah, banyak guru diarahkan pada proyek peningkatan
memiliki komitmen tinggi, berpengalaman, kesejahteraan dan profesionalisme guru,
berprestasi, dan karena itu profesional tapi juga pencapaian standar pendidikan
dalam menjalankan tugasnya. Sekaitan secara keseluruhan.
dengan ini, perlu dipertimbangkan
pandangan tentang kriteria aspek DAFTAR PUSTAKA
pengalaman dan masa kerja, komitmen,
dan prestasi kerja untuk memperoleh Delors, Jacques, et.al. (1996). Learning:
tunjangan profesi tanpa perlu uji the Treasure Within. Komisi
sertifikasi; (2) Sebaliknya, isu yang berisi Internasional tentang Pendidikan
pandangan dan rencana untuk Abad XXI. New York: UNESCO.
menyetarakan faktor portofolio
pengalaman ini dengan kualifikasi S1/DIV Joni, T. Raka (2007). Prospek Pendidikan
atau terlebih lagi S2 dan S3 supaya guru Guru di bawah naungan UU Nomor
yang berpengalaman dapat mengikuti 14 tahun 2005 tentang Guru dan
program sertifikasi, adalah sesuatu yang Dosen: Suatu Kajian Akademik.
tidak perlu jika alternatif pertama tersebut Seminar Nasional Revitalisasi
di atas dapat diimplementasikan. Jika Pendidikan. Malang: Universias
dilaksanakan penyetaraan ini Negeri Malang
dilaksanakan, maka akan merusak
tatanan, sistem, dan kriteria mutu dalam PP 15 tahun 2005, tentang Standar
perolehan gelar akademik; (3) Adalah Pendidikan Nasional
suatu fakta, bahwa profil guru yang ada
saat ini sangat bervariasi, dan karena itu Pendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru
PP tentang sertifikasi guru diharapkan (2006). Makalah dikembangkan
tidak hanya menggunakan pendekatan berdasarkan hasil kongres Asosiasi
tunggal, seperti portofolio, tapi harus LPTK se Indonesia (ALPTKI).
memiliki perspektif dan cara pemecahan Bandung: Tim Kerja UPI
masalah yang bervariasi pula.
Sudiro, Irsyad (2006). Implikasi UU Guru
Ketiga, mencermati isu keterbatasan dan Dosen terhadap Perencanaan
anggaran pendidikan, persoalannya lebih Anggaran dan Kebijakan Strategis
terletak pada kemauan politik, pemilihan Pendidikan Nasional. Seminar
prioritas penganggaran, dan kecermatan Nasional Implikasi UU Guru dan
dalam penyusunan anggaran, dan tidak Dosen terhadap Peningkatan Mutu
semata-mata pada besarnya dana. Pendidian. Bandung: IKA-UPI.
Meskipun ketentuan proporsi 20%
besarnya dana pendidikan dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2005
APBN/APBD tampaknya belum akan tentang Guru dan Dosen
dipenuhi sampai lima tahun mendatang,
namun setiap tahun sudah ada upaya
untuk menaikkan anggaran pendidikan ini.
Masalahnya, prioritas anggaran Tentang Penulis
pendidikan ini masih terletak pada

76
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

Ahmad Anwar Yusa, adalah Dosen pada Press, IKA UPI, dan Kelompok Diskusi
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, MATAKU, Bandung, 2005); Penyunting
Universitas Pendidikan Indonesia. Lahir di Pelaksana pada jurnal ilmiah Mimbar
Cirebon, pada tanggal 31 Mei 1953. Pendidikan, Ketua Penyunting pada
Pendidikan terakhirnya adalah Sarjana INVOTEC (jurnal pendidikan teknologi
Pendidikan Teknik Sipil IKIP Bandung kejuruan), Redaksi Pelaksana EDUCARE
dan S2 Pendidikan Teknologi Kejuruan (jurnal guru). Disamping sebagai Dosen,
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). juga berpraktek sebagai Arsitek
Penelitian dan karya ilmiahnya antara Profesional, dan menjadi anggota IAI
lain : Transformasi Spatial dan Ekspresi (Ikatan Arsitek Indonesia).
Islam pada Arsitektur Kawasan
Pesantren Daarut Tauhid Gegerkalong
Girang Bandung, Penelitian DueLike,
2003; Tingkat Kepuasan Siswa Terhadap
Fungsi Ruang Terbuka Lingkungan
Sekolah (Studi pada SMK Negeri 5
Bandung), Penelitian Rutin 2004 ;
Penerapan Penilaian Kinerja pada
Pembelajaran Mata Pelajaran Gambar
Konstruksi Beton, Penelitian PPL 2004;
Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Perhitungan Kekuatan Konstruksi
Bangunan Sederhana (PKKBS) Melalui
Penerapan Model Siklus Belajar (learning
cycle) di SMKN 5 Bandung 2005; Citra
dan Stigma SMK di Mata Publik ,
Penelitian tentang Peran Sekolah dan
Dinas Pendidikan dalam Meningkatkan
Minat Siswa SMP Melanjutkan
Pendidikan ke SMK 2007.

M. Syaom Barliana, adalah Dosen pada


Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur,
Universitas Pendidikan Indonesia. Lahir di
Kuningan, Jawa Barat, pada tanggal 4
Pebruari 1963. Menyelesaikan pendidikan
Sarjana pada program studi Pendidikan
Teknik Bangunan FPTK IKIP Bandung,
1987; Pendidikan pascasarjana S2 (M.Pd.
dan M.T) di program studi Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan IKIP Jakarta/IKIP
Yogyakarta, 1995 dan program studi
Arsitektur Universitas Parahyangan,
Bandung, 2002; Terakhir menyelesaikan
pendidikan Doktor pada program studi
pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia.
Menulis sejumlah artikel di berbagai
suratkabar dan jurnal ilmiah; Menulis dan
menyunting buku, diantaranya adalah:
Terminologi Arsitektur: Dari Axismundi
sampai Zoning (Bandung, IKIP Bandung
Press, 1998), Membaca itu Indah (UPI

77

Anda mungkin juga menyukai