Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PERAWATAN PASCA HOSPITAL

DOSEN PENGAMPU: Ns. Yoza Misra Fatmi,M.Kep., Sp.Kep.M.B

DISUSUN OLEH :
PILLA ARYANTI
P032014401029
KEPERAWATANT INGKAT 3A

PROGRAM STUDI DIPLOMMA III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RIAU

2022/2023
I. 6-MINUTE WALK TEST (6MWT)

1. Definisi Six Minute Walk Test (6MWT)

Tes berjalan 6 menit adalah pemeriksaan yang dikembangkan oleh


American Thoracic Society dan diperkenalkan secara resmi pada tahun 2002 Six
Minute Walk Test atau Tes berjalan 6-menit (6MWT) adalah jarak yang
ditempuh dengan jalan cepat di atas permukaan datar dan keras dalam waktu
6 menit.

Tes berjalan 6-menit adalah pengukuran sederhana submaksimal yang


berguna menilai kapasitas fungsional pada penderita gangguan jantung. Tes ini
telah dipakai secara luas sebagai uji latih jantung yang bertujuan untuk
melengkapi uji latih yang maksimal dan bukan sebagai penganti.

2. Tujuan Six Minute Walk Test (6MWT)

Salah satu alasan paling signifikan untuk melakukan tes jalan kaki enam
menit adalah:

1) Untuk mengukur respons terhadap intervensi medis pada pasien dengan


penyakit jantung atau paru-paru sedang hingga berat.

2) Karena beberapa, terutama orang tua, mungkin tidak dapat melakukan tes
latihan berbasis treadmill standar yang digunakan untuk mengevaluasi
kapasitas latihan, tes berjalan enam menit dikembangkan sebagai alternatif
yang valid.

Adapun tujuan serangkaian kegiatan Six Minute Walk Test (6MWT)


diantaranya :
1) Sebagai pengukuran satu kali status fungsional

2) Untuk mengetahui uji latih sederhana/ sub maksimal six minute walk test.

3) Untuk mengukur jarak dimana pasien dapat berjalan secepat mungkin pada
permukaan datar dan keras dalam waktu 6 menit.

4) Untuk memberikan informasi tentang kemampuan seseorang untuk


melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

5) Untuk mengevaluasi respons sistem tubuh terhadap latihan termasuk jantung,


paru-paru, darah, dan sirkulasi

3. Indikasi 6MWT

Indikasi utama untuk 6MWT adalah untuk mengukur respon pasien


terhadap pengobatan pada penyakit jantung atau paru tingkat sedang maupun
berat. Beberapa kondisi di mana 6MWT dapat digunakan:

1) Paska operasi jantung

2) Paska pemasangan ring/stent

3) Paska pemasangan PPM

4) Gagal jantung

5) Penyakit jantung koroner

6) Stroke

7) PPOK

8) Pulmonal

9) Penyakit paru interstisial,

10) Evaluasi transplantasi paru-paru atau COPD .


11) Arthritis

12) Fibromyalgia (Nyeri dan rasa sensitif pada otot yang menyebar)

13) Geriatrics

14) Multiple Sclerosis (gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang belakang)

15) Parkinson’s Disease

16) Spinal Cord Injury ( cedera saraf tulang belakang)

17) Muscle disorders (gangguan otot)

18) Spinal Muscular Atrophy(gangguan yang menyebabkan hilangnya jaringan


otot tulang belakang)

19) Charcot-Marie-Tooth disease (kelompok penyakit yang merusak sistem saraf


tepi)

20) Penyakit Alzheimer:

21) Traumatic Brain Injury (TBI) atau lebih dikenal dengan sebutan cedera otak
traumatis

22) spinal cord injury(SCI) Cedera sumsum tulang belakang

4. Kontraindikasi 6MWT

Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien dengan riwayat:

1) Nyeri dada kiri 4 bulan sebelum tes dilakukan,

2) Serangan jantung 1 bulan sebelum tes,

3) UAP

4) Penyakit sistemik atau demam

5) Gagal jantung kongestif.


6) Tachyaritmia/ Bradiaritmia yang tidak terkontrol.

7) EKG resting segmen ST depresi lebih dari 2 mm.

8) Luka post operasi jantung yang belum sembuh atau terinfeksi.

9) DM yang tidak terkontrol.

10) Gangguan ortopedi.

11) Emboli baru.

12) HR saat istirahat lebih dari 120 x/menit

13) Ortostatik tidak lebih dari 20 mmHg.

14) Tekanan darah sistolik lebih dari 188 mmHg dan

15) Tekanan darah diastolic lebih dari 100 mmHg

5. Prosedur Keamanan 6MWT

Adapun prosedur keamanan kegiatan Six Minute Walk Test (6MWT)


diantaranya :

1) Tes dilakukan dimana jika terjadi kegawatan dapat diberikan respon yang
cepat dan tepat.

2) Disediakan oksigen, nitrat sublingual, aspirin dan nebulizer.

3) Saluran telfon hendaknya tesedia untuk melakukan panggilan darurat.

4) Petugas yang terlatih dalam penanganan gawat darurat jantung.

Alasan dihentikan tes sesegera mungkin yaitu :


1) Nyeri dada

2) Sesak nafas berat

3) Kram otot kaki


4) Sempoyongan

5) Keringat dingin

6) Pucat.

6. Stratifikasi Resiko

1. Rendah : tidak ada komplikasi selama perawatan, tidak ditemukan tanda-


tanda iskemik miokard, kapasitas fungsional > 6 METS, LV normal ( EF >
50 %), tidak ditemukan aritmia ventrikel yang bermakna.

2. Sedang: segmen ST > 2mm horisontal atau down sloping, defek thalium
yang reversibel, fungsi LV antara 35-49%, angina pectoris yang baru.

3. Tinggi: infark baru dan luas, fungsi LV jelek ( < 35% ), tekanan darah
sistolik menurun atau tidak melampaui 10 mmHg saat uji latih, kapasitas
fungsional < 3 mets dengan reaksi hipotensi atau depresi ST.
Intensitas:
Rendah : 40-60%
Sedang : 60-75%
Tinggi : >75%

7. Teknik Pelaksanaan

1) Aspek teknis
6MWT harus dilakukan di dalam ruangan, sepanjang koridor
yang panjang, datar, lurus, tertutup dengan permukaan yang keras.
Jalur jalan kaki harus sepanjang 30 m. Panjang koridor harus
ditandai setiap 3 m. Titik balik ditandai dengan tanda (misalnya
kerucut lalu lintas). Garis start, yang menandai awal dan akhir setiap
putaran 60 m, harus ditandai di lantai menggunakan pita berwarna
cerah (gambar 1).

Gambar.1:Garis besar kursus berjalan.

2) Aspek spesifik pasien


Pakaian yang nyaman dan sepatu yang sesuai untuk berjalan
harus dipakai. Pasien tidak boleh berolahraga berat dalam waktu 2
jam. Pasien harus menggunakan alat bantu berjalan mereka yang
biasa selama tes.

3) Instruksi Pasien

 "Tujuan dari tes ini adalah berjalan sejauh mungkin selama 6 menit.
Anda akan berjalan bolak-balik di lorong ini. Enam menit adalah
waktu yang lama untuk berjalan, jadi Anda akan memaksakan diri.
Anda mungkin akan kehabisan napas . atau menjadi lelah. Anda
diizinkan untuk memperlambat, berhenti, dan beristirahat jika perlu.
Anda dapat bersandar ke dinding saat beristirahat, tetapi melanjutkan
berjalan segera setelah Anda mampu. Anda akan berjalan bolak-balik
di sekitar kerucut. Anda harus berputar cepat di sekitar kerucut dan
terus kembali kearah lain tanpa ragu-ragu. Sekarang saya akan
menunjukkannya kepada Anda. Harap perhatikan cara saya berbelok
tanpa ragu-ragu. "

 Baca dorongan standar ini selama ujian:

 Setelah menit pertama: “Kamu baik-baik saja. Anda punya waktu 5


menit untuk pergi. ” Ketika penghitung waktu menunjukkan 4 menit
tersisa: “Teruslah bekerja dengan baik. Waktumu 4 menit lagi.” Ketika
penghitung waktu menunjukkan 3 menit tersisa: “Kamu baik-baik
saja. Anda sudah setengah jalan. Ketika penghitung waktu
menunjukkan 2 menit tersisa: “Teruslah bekerja dengan baik.
Waktumu tinggal 2 menit lagi. Saat penghitung waktu menunjukkan 1
menit tersisa: “Kamu baik-baik saja. Anda hanya memiliki 1 menit
untuk pergi. Dengan 15 detik tersisa: “Sebentar lagi saya akan
memberitahu Anda untuk berhenti. Ketika saya melakukannya,
berhentilah di tempat Anda berada dan saya akan datang kepada
Anda.” Pada 6 menit: “Berhenti”

 Jika peserta berhenti kapan saja sebelumnya, Anda dapat mengatakan:


“Anda dapat bersandar ke dinding jika Anda mau; lalu lanjutkan
berjalan kapan pun Anda merasa mampu.”

 Jangan gunakan kata-kata dorongan (atau bahasa tubuh) lain untuk


mempengaruhi kecepatan berjalan pasien. Temani peserta di sepanjang
jalur jalan kaki, tetapi tetap berada di belakang mereka. Jangan pimpin
mereka.

 Jika tersedia, catat jarak di mana saturasi oksigen turun <88%


8. Uji Jalan 6 Menit

1) Penilaian :

 Hasil pengukuran : jarak (meter)

 Dikonversi →nilai VO2max

 Dikonversi → nilai Metabolic Equivalent (METs) → level energi


expendicture

2) Penyakit Jantung :

 VO2 max = 0,03 x jarak (meter) + 3,98

 METs = VO2 max / 3,5

3) Penyakit Paru :

 VO2 max = 0,006 x jarak (meter) + 7,38

 METs = VO2 max / 3,5

4) Cara lain :

 VO2 max = (0,06x6MWT)-(0,104xU)+(0,052xBB)+2,9

 METs = VO2 max / 3,5


II. Teknik Komunikasi Augmentative & Alternative Communication (AAC)
Pada Pasien Stroke

1. PENGERTIAN Augmentative & Alternative Communication (AAC)


AAC merupakan komunikasi non verbal, seperti isyarat,
atau menggunakan perangkat, seperti papan alfabet, menu-menu
bergambar. AAC merupakan salah satu media latihan wicara yang
efektif sebagai program rehabilitasi pada pasien stroke dengan
afasia (Poslawsky, Schuurmans, Lindeman & Hafsteindottir, 2010).
Intervensi AAC mampu memfasilitasi produksi suara
Schlosser (2008). Hal ini didukung oleh Finke, Light & Kitko
(2008), tentang efektivitas komunikasi perawat pada pasien
dengan masalah komunikasi pada pengunaan AAC menunjukkan
bahwa strategi ini dapat membantu perawat dan pasien untuk
berkomunikasi dengan lebih baik satu sama lain, ketika
komunikasi verbal bukan merupakan satu pilihan. Hal ini
disebabkan kondisi medis pasien afasia yang mengalami
keterbatasan, sehingga banyak pasien yang tidak mampu untuk
berpartisipasi secara verbal dalam interaksi komunikasi pada saat
latihan wicara (Beukelman et al., 2007).

2. TUJUAN AAC

Tujuan utama penggunaan AAC adalah agar pasien dapat


terlibat secara efektif dalam interaksi dengan keluarga, teman,
perawat dan petugas kesehatan lainnya untuk mengatasi
gangguan berkomunikasi (Finke, Light & Kitko (2008).

3. KELOMPOK PENGGUNA AAC

AAC digunakan sebagai pendukung dan pelengkap pada


pasien dengan keterbatasan komunikasi verbal. Beberapa kondisi
seperti cerebral palsy, gangguan intelektual, autisme, dyspraxia,
afasia, stroke batang otak, amyotropic lateral sclerosis, penyakit
parkinsosn, multiple skelerosis, dimensia, traumatic brain injury
memerlukan AAC (Wikipedia, 2012). Berbagai hasil penelitian
sukses menggunakan AAC sebagai alat bantu dalam berkomu
nikasi non verbal, ketika komunikasi verbal bukan merupakan
suatu pilihan.
Karakteristik pasien afasia yang memiliki keter batasan
kognitif, motivasi dan situasi sosial, sehingga AAC memberikan
keuntungan pada kemampuan bahasa dan kekuatan komunikasi.
Pasien dengan gangguan komu nikasi berat dan kebutuhan
komunikasi yang komplek umumnya memerlukan perangkat AAC
dan strategi untuk memfasilitasi komunikasi (Beukelman &
Mirenda, 2013). AAC juga efektif diberikan pada pasien dengan
afasia berat (Diener & Rosario, 2004).

Gambar 7.1 Low Technology dan High Technology (Sumber:


www.wikipedia.org/wiki, 2011)

4. HASIL/OUTCOME AAC
Hasil yang dicapai pada pemberian AAC adalah kualitas
hidup. Hal ini dapat terjadi karena pasien yang menggunakan AAC
pada umumnya memiliki kepuasan dalam hubungan dengan
keluarga, teman dan aktivitas hidup yang menyenangkan. Masalah
yang berhubungan dengan ketidakpuasan adalah pelayanan dan
dukungan AAC yang menyebabkan hambatan dalam penggunaan
AAC. AAC dapat meningkatkan kemampuan komunikasi pasien,
memperbaiki kehidupan seseorang dengan meningkatkan
kemandirian dan perkembangan hubungan sosial (Johston et al.,
2004).
5. PROSEDUR PEMBERIAN LATIHAN KOMUNIKASI DENGAN AAC

Menurut Bourgeois, Dijkstra, Burgio & Burge (2001);


Johnson, Hough, King, Vos & Jeffs (2008); Costello, Patak &
Pritchard (2010) yang telah dimodifikasi, prosedur pemberian AAC
adalah:

1) Pra Kegiatan

a. Sebelum memulai pelaksanaan perawat harus mela kukan


pengkajian terhadap tanda-tanda vital. kesadaran pasien
komposmentis dan stabil, fungsi pendengaran, fungsi
penglihatan/visual, status emosi pasien, apakah pasien
buta huruf atau tidak untuk memberikan alat bantu
komunikasi. Pasien dapat menggunakan alat bantu dengar,
gigi palsu dan kaca mata selama proses pelaksanaan.
b. Pastikan lingkungan sekitar pasien kondusif, seperti
menghindari kebisingan dengan membawa pasien ke
ruangan khusus, untuk memudahkan pasien berkonsentrasi
dalam pelaksanaan kegiatan.
c. Perawat dapat melibatkan keluarga untuk mendampingi
pasien, mengobservasi pelaksanaan dan membantu dalam
berkomunikasi dengan pasien afasia.
d. Sebelum memulai kegiatan, perawat dapat mela kukan
pengkajian terhadap kemampuan wicara - bahasa, seperti
kemampuan ekspresi verbal, mem baca, pemahaman,
menulis menggunakan format FAST. Dari pemeriksaan FAST
dapat diketahui apakah pasien termasuk afasia motorik,
sensorik atau afasia global.
e. Dalam berkomunikasi, perawat tetap memperha tikan
pedoman dalam berkomunikasi dengan pasien afasia.
f. Pasien dapat diberikan berbagai alat bantu komu nikasi,
tergantung kondisi dan kemampuan pasien.
III. POSISINUNTUK ORANG TERDAMPAK STROK

Pemosisian-Kelemahan Sisi Kanan


Perhatian: JANGAN menarik lengan yang sakit.

Berbaring di Sisi yang Terkena Berbaring di Sisi yang Tidak


Terpengaruh
• Satu atau dua • Satu atau dua
bantal untuk bantal untuk
kepala. kepala.
• Tulang belikat yang terkena • Lengan yang terkena ditopang
dibawa ke depan sehingga pada dua bantal & tulang
tidak tersangkut di bawah belikat dibawa ke depan.
bagasi. • Tempatkan kaki yang sakit
• Tempatkan kaki yang sakit
pada satu/dua bantal
lurus sehingga sejajar
dengan badan. sehingga kaki lurus dan
• Letakkan bantal di sejajar dengan badan.
• Letakkan bantal di
belakang bagasi dan
belakang bagasi.
di bawah
•Tekuk pinggul dan lutut
kaki yang tidak
yang tidak terkena.
terpengaruh.

Di Kursi Roda
• Duduk dengan baik ditengah kursi atau kursi roda
• Punggung ditopang sepenuhnya dalam posisi tegak.
• Bahu sejajar dan kepala di garis tengah.
• Kaki rata di lantai atau pijakan kaki.
•Lengan yang terkena ditopang pada baki pangkuan.
• Jari-jari lurus dan ditopang.

Berbaring Duduk di Tempat Tidur


telentang (Jika
•Duduk di tempat tidur hanya
diinginkan)
disarankan untuk waktu
• Letakkan bantal di bawah
setiap bahu dan kepala yang singkat
(total tiga buah). (kurang dari 30 menit) jika
•Letakkan lengan yang makan/minum di tempat tidur.
sakit di atas bantal. • Angkat lutut 10-20 derajat
• Pastikan kaki dalam posisi sebelum kepala tempat
netral. (Dukung dengan tidur dinaikkan.
bantal di bagian luar kaki • Duduk tegak dengan baik
jika perlu.) ditopang oleh bantal.
•Letakkan kedua
lengan di atas
bantal.

Anda mungkin juga menyukai