Anda di halaman 1dari 21

SERTIFIKASI GURU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan

Dosen Pembimbing : Muhammad Junaidi, S.Pd.,I M.Pd.I.

Disusun oleh :

1. Umi Qoimatul Husna T20194070


2. Abdul Qhadir T20194076
3. Silvi Lailatul Mauludvia T20194056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat,
Taufik dan Hidayahnya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai
pembawa kabar gembira bagi umat yang bertaqwa.

Makalah yang berjudul Sertifikasi Guru disusun dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Etika Profesi Keguruan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM. Selaku rektor IAIN Jember
2. Ibu Dra. Hj, Mukni’ah, M.Pd,I selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Jember
3. Bapak Rif’an Humaidi, M.Pd,I Selaku ketua program studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah
4. Bapak Muhammad Junaidi, S.Pd.I, M.Pd.I selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam menyusun makalah ini
Penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
Semoga segala ilmu, bimbingan, dukungan yang telah diberikan kepada penulis dapat
bermanfaat sebagai yang diharapkan dan mendapat balasan dari Allah SWT, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jember, 21 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................. ii
Daftar isi......................................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3 Tujuan pembahasan.......................................................................................................
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Sertifikasi Guru...........................................................................................
2.2 Tujuan dan Mamfaat Sertifikasi Guru.........................................................................
2.3 Prosedur Sertifikasi Guru..............................................................................................
2.4Problematika Sertifikasi Guru di Indonesia.......................................................
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
3.2 Saran....................
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu implementasi dari Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar sertifikasi guru dapat direalisasikan dengan
baik perlu pemahaman bersama antara berbagai unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di
daerah. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan sertifikasi agar pesan
Undang-Undang tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan.
Dan berdasarkan amanat UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 42 dan 61, UU No. 14 Tahun
2005 Pasal 8, dan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 29, guru pada jenis dan jenjang pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah wajib memiliki kualifikasi akademik
minimal S1 atau D IV sesuai dengan bidang tugasnya, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Di samping persyaratan tersebut, seorang guru harus memiliki kompetensi sebagai agen
pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut tercermin secara integratif
dalam kinerja guru dan dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui uji
kompetensi. Sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian
portofolio dan jalur pendidikan. Penetapan peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio
berdasarkan pada urutan prioritas masakerja sebagai guru, usia, pangkat/golongan, beban
mengajar, tugas tambahan, dan prestasi kerja.
Dengan persyaratan tersebut diperlukan waktu yang cukup lama bagi guru muda yang
berprestasi untuk mengikuti sertifikasi. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan sertifikasi guru dalam
jabatan yang mampu mengakomodasi guru-guru muda berprestasi yaitu melalui jalur pendidikan.
Pelaksana sertifikasi melalui jalur pendidikan ini adalah LPTK yang ditunjuk sesuai keputusan
Mendiknas No. 122/P/2007. Mengingat pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan
melalui jalur pendidikan ini melibatkan berbagai institusi terkait dan dalam upaya melakukan
penjaminan mutu maka diperlukan pedoman penyelenggaraan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Sertifikasi Guru?
2. Apa tujuan dan manfaat Sertifikasi Guru?
3. Bagaimana prosedur Sertifikasi Guru?
4. Bagaimana problematika sertifikasi guru?
C. Tujuan
a. Untuk Mendeskripsikan Pengertian Sertifikasi Guru
b. Untuk Mendeskripsikan Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru
c. Untuk Mendeskripsikan Prosedur Sertifikasi Guru
d. Untuk Mendeskripsikan Problematika Sertifikasi Guru
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SERTIFIKASI GURU


Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen atau
bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga professional. Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa
sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat
yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya,
dan symposium. Namun sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara
pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.1
Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan dosen Bab I pada Ketentuan Umum Pasal 1diterangan bahwa “Sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.2
Istilah sertifikasi dalam makna kamus berarti surat keterangan (sertifikat) dari
lembaga berwenang yang di berikan kepada jenis profesi dan sekaligus pernyataan
(lisensi) terhadap kelayakan profesi untuk melaksanakan tugas. Bagi guru agar
dianggap baik dalam mengemban tugas profesi mendidik. Sertifikat pendidik tersebut
diberikan kepada guru dan dosen yang telah memenuhi persyaratan.3
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional
guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sebuah sistem
dan praktik pendidikan yang berkualitas baik. Sertifikat dalam Kamus Besar Bahasa
IndonesiaTeliti (KBBI), merupakan tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis

1
E .Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya 2009). Hlm.39
2
UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen hal.3
3
Trianto dan Titik. Sertifikasi Guru Upaya Peningkatan Kualifikasi Kompetensi dan Kesejahteraan (Jakarta : Prestasi
Pustaka., 2007) hlm .11.
atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti
pemilikan atau suatu kejadian.4
Dari pengertian dalam KBBI tersebut, sertifikat bukan hanya sekedar kertas
berlogo, dengan cap stempel dan tanda tangan sebagai bukti pengesahan, setifikat
hanyalah sebuah sarana sebagai tanda bukti kepemilikan. Sebagai salah satu bukti
tertulis atas apa yang dicapai. Jadi Sertifikasi guru merupa proses pemberian serifikat
pendidikan untuk guru yang telah lulus uji kopetensi. Berdasarkan pengertian
tersebut, sertifikasi dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa
seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada
satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang telah diselenggarakan
oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji
kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang
sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.5
Menurut Martinis Yamin, sertifikasi adalah pemberian sertifikat pendidik untuk
guru dan dosen atau bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga profesional.6
Menurut Masnur Muslich sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu kualifikasi akademik,
kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang
layak.7
B. Tujuan Dan Manfaat Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan tingkat kelayakan seorang guru
dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus
memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus
uji sertifikasi.8

4
S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminto, Kamus Bahasa Inggris Indonesia-Indonesia Inggris (Bandung: Hasta, 1982),
hal. 895
5
Mulyasa.. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.34
6
Martinis, Yamin. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), hlm. 2
7
Mansur Muslich. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. (Jakarta: Bumi Akasara, 2007). Hlm.2

8
Ibid, hal 2
Sertifikasi guru bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan seorang guru
dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus
memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus
uji sertifikasi.9
Menurut Wibowo, dalam bukunya E. Mulyasa, mengatakan bahwa sertifikasi dalam
kerangka makro adalah upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan
bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:10
a. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga
merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.
c. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan
menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap
pelamar yang kompeten
d. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan
e. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan.
Sedang dalam buku panduan dari kemendiknas, kita bias mengetahui
bahwa tujuan diadakannya sertifikasi guru ini sebagaimana barikut:11
a) Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b) Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c) Meningkatkan martabat guru.
d) Meningkatkan profesionalisme guru.
Sendangkan manfaat dari sertifikasi guru tidak hanya terkait dengan kualitas
semata, lebih jauh lagi dari itu, sertifikasi guru juga berakses pada peningkatan
kesejahtraan guru yang selama ini banyak disindir sebagai pahlawan tanpa tanda jasa,
9
Muchlas Samani, (dkk), Mengenal Sertifikasi Guru di Indonesia (SIC dan Assosiasi Peneliti Pendidikan Indonesia,
2006), hlm.27
10
Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.34
11
Nur Zulaekha. Panduan Sukses Lulus Sertifikasi Guru . (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2011). Hal.11
tapa imbalan uang untuk kesejahtraannya yang layak dan juga tanpa bintang dari
pemerintah, inilah beberapa manfaat sertifikasi guru :12
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat
merusak citra profesi guru.
b. Melindugi masyarakat dari praktik praktik pendidikan yang tidak professional dan
tidak berkualitas
c. Meningkatkan kesejahtraan guru. Manfaat dari diadakan program sertifikasi guru
dalam jabatan adalah sebagai berikut :13
a. Pengawasan Mutu
1) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan
seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
2) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para profesi untuk
mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.
3) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu
awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karir selanjutnya.
4) Proses yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun
usaha belajar secara mandiri untuk mencapai profesionalisme.
b. Penjaminan Mutu
1) Adanya pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja
praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi
lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya.
2) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pelanggan
atau pengguna yang ingin memperkerjakan orang dalam bidang keahlian
dan keterampilan tertentu.

Undang-Undang Guru dan Dosen menyatakan bahwa sertifikas sebagai


bagian dari peningkatan mutu guru dan peningkatan kesejahteraannya. Oleh karena
itu, lewat sertifikasi diharapkan guru menjadi pendidik yang profesional, yaitu yang
berpendidikan minimal S-I /D-4 dan berkompetensi sebagai agen pembelajaran yang
dibuktikan dengan memiliki sertifikat pendidik yang nantinya akan mendapatkan

12
Ibid, hal 11
13
Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009). Hal 35
imbalan (reward) berupa tunjangan profesi dari pemerintah sebesar satu kali gaji
pokok.14

Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi juga diharapkan sebagai


upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru
bagus yang diikuti dengan penghasilan bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus.
Apabila kinerjanya bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan
dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran itulah yang mendasari bahwa
guru perlu untuk disertifikasi.15 Undang-undang guru dan dosen menyebutkan bahwa
sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru
dan dosen sebagai tenaga professional.16

Sertifikat pendidik disebut dengan sertifikat guru dan sertifikat dosen.


Sertifikasi guru yang dimaksud disini adalah bertujuan untuk menentukan kelayakan
guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dalam tujuan pendidikan
nasional yang berkualitas, meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan,
meningkatkan martabat guru dan meningkatkan profesionalitas guru. Sehingga
nantinya diharapkan dengan adanya peningkatan kesejahteraan guru secara finansial
dapat menjadikan pendidikan nasional lebih berkualitas baik dari sisi pendidik maupun
peserta didik.

Kesimpulan yang dapat dituangkan dari penjelasan diatas adalah sebenarnya


jika merujuk pada tujuan dan manfaat sertifikasi menurut hemat penulis sangat besar
sekali karena tujuan dan manfaat yang diharapkan dari sertifikasi begitu luas dan
dalam jika dilaksanakan dengan bijak tanpa ada kecurangan sehingga tujuan yang
diharapkan akan terwujud dan maksimal.

14
Mansur Muslich. Sertifikasi Guru Profesionalisme Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2007). Hlm 7
15
Ibid, hal 8
16
U.U.R.I. NO 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN, hal 3
1. Yang Harus Disertifikasi

Secara umum siapa saja dalam dunia pendidikan ini yang harus di sertifikasi,
maka jawabnya dengan jelas dapat di tebak yaitu tenaga pendidik. Mengapa ? karena
mereka yang berkaitan langsung dengan proses pendidikan. Tetapi apabila dipilih dan
dipilih lebih sempit lagi mereka adalah guru dan dosen.17

Selanjutnya guru yang mana yang berhak melakukan sertifikasi ? ada dua sasaran
yang menjadi tujuan dalam proses sertifikasi : Pertama mereka para lulusan sarjana
pendidikan maupun non pendidikan yang menginginkn guru sebagai piliha profesinya.
Kedua para guru dalam jabatannya. Bagi para lulusan sarjana pendidikan maupun non
kependidikan yang menginginkan guru sebagai pilihan profesinya, sebelum mengikuti
proses sertifikasi mereka harus terlebih dahulu mengikuti tes awal dan kemudian
menempuh pendidika proofesi baru mengikuti proses sertifikasi.18

Setelah mereka lulus uji kompetensi, maka mereka dikatakan sebagai guru
berspektif profesi. Oleh sebab itu harus ada mekanisme khusus bagi lulusan S-1
kepndidikan yang tidak ingin menjadi guru dan ‘pintu’ masuk bagi lulusan dari non-
pendidikan yang ingin masuk menjadi guru. Adapun bagi mereka yang sudah menjabat
guru, terdapat beberapa syarat yang harus dilalui. Secara yuridis dasr hukum kewajiban
sertifikasi bagi guru, tertuang dalam pasal 11 UUGD yang menjelaska, bahwa sertifikasi
pendidik hanya diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Adapun
persyaratan untuk memperoleh sertifikasi pendidikan, menurut pasal 9 UUGD, bahwa
guru tersebut harus memiliki kualifikasi pendidikanminimal program sarjana [S-1] atau
program diploma empat [D-IV].

Secara normative berdasarkan ketentuan tersebut tidak ada alaternatif lain untuk
mengikuti sertifikasi selain harus berpendidikan sarjana atau diploma empat. Menurut
ketentuan Rancangan Peraturan Pemerintah, bahwa bagi para guru yang sudah
memilikipendidikan minimal sarjana di katagrikan dalam dua kelompok, Pertama bagi

17
Trianto dan titik tri wulan tutik. Sertifikasi dan upaya peningkatan kuwalifikasi, kompetensi dan kesejahteraan.
(Jakarta; Prestasi Pustaka, 2011) cat. 3 hal. 19
18
Ibid, hal 19
guru yang memiliki sertifikasi pendidikan S1/D4 kependidikan atau memilki kualifikasi
pendidikan S1/D4 non-kependidikan ang telah menempuh akta mengajar yang relevan
langsung dapat mengikuti sertifikasi guru melalui uji kopetensi sesuai jenjang dan jenis
pendidikan sampai dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikasi pendidik; kedua, bagi
guru yang memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 non-kependidikan yang belum
memiliki akta mengajar yang relevan langsung wajib mengikuti pendidikan profesi
dengan mempertimbangkan penilaian hasil belajarmelalui pengalaman sebelum
mengikuti sertifikasi guru melalui koppetensi sesuai jenjang dan jenis pendidikan sampai
dinyatakan lulus da memperoleh sertifikasi pendidikan.19

2. Dasar Hukum Sertifikasi Guru


Dasar hukum dari sertifikasi guru ini kami mengutip dari Buku Pedoman
Sertifikasi Guru, Sertifikasi Guru Rayon 14 Unesa Surabaya dalam websaitnya
saifudin didalamnya tercantum 7 dasar hukum yaitu23 :
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasiona Pendidikan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pedoman Penetapan
Peserta Sertifikasi Guru 2010
e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
f. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan
g. Keputusan MendiknasNomor 76/P/2011tentang Pembentukan Konsorsium
Sertifikasi Guru (KSG).
h. Keputusan Mendiknas Nomor 75/P/2011tentang Penetapan Perguruan Tinggi
Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
C. PROSEDUR SERTIFIKASI GURU
Penyelenggaraan ujian sertifikasi guru melibatkan unsur lembaga, sumberdaya manusia,
dan sarana pendukung. Lembaga penyelenggara ujian sertifikasi adalah LPTK yang terakreditasi
dan ditunjuk oleh Pemerintah, yang anggotanya dari unsur lembaga penghasil (LPTK), lembaga
19
Ibid, hal. 20-21
pengguna (Ditjen Didasmen, Ditjen PMPTK, dan dinas pendidikan provinsi), dan unsur asosiasi
profesi pendidik.

Sumber daya manusia yang diperlukan dalam ujian sertifikasi adalah pakar dan praktisi dalam
berbagai bidang keahlian dan latar belakang pendidikan yang relevan. Sumber daya manusia
tersebut berasal dari anggota penyelenggara di atas.

Sarana pendukung yang diperlukan dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi adalah sarana
akademik, praktikum dan administratif. Sarana pendukung ini disesuaikan dengan bidang
keahlian, bidang studi, rumpun bidang studi yang menjadi tujuan ujian sertifikasi yang
dilaksanakan

Adapun prosedur dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi yang diselenggarakan oleh Ditjen
PMPTK sebagai berikut:

1. Mempersiapkan perangkat dan mekanisme ujian sertifikasi serta melakukan sosialisasi ke


berbagai wilayah (provinsi/ kabupaten/ kota) .
2. Melakukan rekrutmen calon peserta ujian sertifikasi sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan, baik persyaratan administratif, akademik, maupun persyaratan lain.
3. Memilih dan menetapkan peserta ujian sertifikasi sesuai dengan persyaratan, kapasitas,
dan kebutuhan.
4. Mengumumkan calon peserta ujian sertifikasi yang memenuhi syarat untuk setiap
wilayah.
5. Melaksanakan tes tulis bagi peserta ujian sertifikasi di wilayah yang ditentukan
6. Melaksanakan pengadministrasian hasil ujian sertifikasi secara terpusat, dan menentukan
kelulusan peserta dengan ketuntasan minimal yang telah ditentukan.
7. Mengumumkan kelulusan hasil tes uji tulis sertifikasi secara terpusat melalui media
elektronik dan cetak.
8. Memberikan bahan (IPKG I, IPKG II, instrumen Self-appraisal da portofolio, format
penilaian atasan, dan format penilaian siswa) kepada peserta yang dinyatakan lulus tes
tulis untuk persiapan uji kinerja.
9. Melaksanakan tes kinerja dalam bentuk real teaching ditempat yang telah ditentukan.
10. Mengadministrasikan hasil uji kinerja, dan mentukan kelulusannya berdasarkan
akumulasi penialian dari uji kinerja, self-appraisal, portofolio dengan ketuntasan minimal
yang telah ditentukan.
11. Memberikan sertifikat kepada peserta uji sertifikasi yang dinyatakan lulus.
D. PROBLEMATIKA SERTIFIKASI GURU DI INDONESIA
Untuk mewujudkan guru profesional bukan pekerjaan yang sederhana. Upaya
mewujudkan guru profesional merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks.
Mewujudkan guru profesional tidak sekedar perbaikan gaji guru, lebih dar itu banyak
faktor lain yang perlu dipertimbangkan. Upaya mewujudkan guru profesional ini
membutuhkan perhatian dan komitmen seluruh stakeholder, baik pemerintah, masyarakat,
guru sendiri, maupun pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan.
Namun, realitasnya program sertifikasi guru yang diselenggarakan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan selama ini ternyata tidak memberi dampak perbaikan
terhadap mutu pendidikan nasional yang cukup signifikan. Padahal, penyelenggaraannya
telah menguras sekitar dua pertiga dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20
persen APBN. Pada 2010, sebagai contoh, biaya sertifikasi mencapai Rp. 110 triliun.
Program sertifikasi guru sesungguhnya tuntutan yang diamanatkan UU Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, yang mewajibkan seluruh guru disertifikasi dan
diharapkan tuntas sebelum 2015. Upaya ini semata-mata dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru, yang selanjutnya akan berdampak pada
peningkatan mutu pendidikan nasional secara keseluruhan. Sejak 2005, guru-guru telah
diseleksi untuk mengikuti program sertifikasi berdasarkan kualifikasi akademik,
senioritas, dan golongan kepangkatan, seperti harus berpendidikan S-1 dan jumlah jam
mengajar 24 jam per minggu. Indikator ini digunakan untuk memperhatikan kompetensi
pedagogis, kepribadian, sosial, dan emosional mereka. Sekitar 2 juta guru telah
disertifikasi, baik melalui penilaian portofolio pengalaman kerja dan pelatihan yang telah
diperoleh ataupun melalui pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) selama 90 jam.
Para guru yang telah lulus disebut guru bersertifikasi dan berhak mendapatkan tunjangan
profesi sebesar gaji pokok yang diterima setiap bulannya. Pemerintah telah
mencanangkan, sejak 2015 hanya guru yang bersertifikasi yang diperbolehkan
mengajar.20
Dalam hal ini akan dianalisis sistem sertifikasi guru menjadi tiga problematika besar, di
antaranya yaitu:
1. Problematika terkait dengan pola portofolio
20
Dwi Rahmawati, Hubungan antara Motivasi Berpestasi dan Persepsi Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan
Kinerja Guru (Studi pada Penerima Tunjangan Sertifikasi Guru), dalam eprints.ums.ac.id, diakses pada tanggal 24
Juli 2016.
Pertama, bagi guru-guru yang ada di daerah terpencil, mungkin akan mengalami
kesulitan untuk menyusun portofolio, sebab mereka tidak pernah mengikuti seminar,
pelatihan yang menjadi salah satu komponen portofolio. Bahkan berbagai kegiatan
yang mereka lakukan mungkin juga tidak ter-SK-kan sebagai bukti. Disisi lain guru-
guru di daerah terpencil waktunya mungkin juga dihabiskan untuk mengajar dan
mencari penghasilan tambahan, karena sering kali di daerah-daerah tersebut jumlah
guru tidak sebanding dengan jumlah murid dan kelas (kekurangan guru), sehingga
mereka harus merangkap. Kesibukan mengajar dan mencari tambahan pendapatan
mengakibatkan mereka tidak sempat melakukan pengembangan diri, dengan
membuat penelitian atau berbagai desain pembelajaran.
Kedua, ketidaktertiban dalam administrasi, serta rendahnya budaya menulis dan
meneliti (budaya akademis). Kebiasaan tidak tertib administrasi, mengakibatkan
banyak dokumen yang hilang, sehingga pada saat akan dipakai tidak ada. Rendahnya
budaya menulis dan meneliti di kalangan guru, mengakibatkan karya-karya ilmiah
mereka sangat minim. Akibatnya pada komponen karya ilmiah ini sering kali tidak
banyak dimiliki oleh para guru. Padahal besarnya harapan untuk memperoleh
tunjangan profesi di satu sisi, dan banyaknya kendala dalam menyusun
(mengumpulkan) portofolio, mengakibatkan sebagian guru mengambil jalan pintas
dengan melakukan tindak kecurangan, yang bukan hanya melanggar etika akademis,
tetapi juga moralitas sebagai pendidik.
Ketiga, sertifikasi dengan cara portofolio menghasilkan guru yang berkualitas
rendah daripada sertifikasi dengan cara pelatihan. Sertifikasi dengan pola PLPG
memang menjadikan guru lebih terlatih dan memiliki peningkatan kemampuan
pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial daripada sertifikasi dengan pola
portofolio. Hal ini disebabkan karena dengan cara pelatihan, seorang guru
mendapatkan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru yang
profesional. Sedangkan sertifikasi dengan cara portofolio, guru hanya berkewajiban
memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan tanpa adanya pembekalan.
2. Problematika terkait dengan pola PLPG
Pertama, seringkali sertifikasi guru dengan pola PLPG ini malah dapat
mengganggu proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan sertifikasi, banyak guru yang
lebih mementingkan pemenuhan persyaratan sertifikasi dari pada kepentingan
pembelajaran. Misalnya, guru seringkali mengosongkan kegiatan pembelajaran di
kelas karena mempersiapkan berbagai macam persyaratan. Begitu uga, pelaksanaan
sertifikasi guru melalui jalur PLPG telah mengakibatkan para guru meninggalkan
tugas mengajar dalam kurun waktu tertentu. Dalam kondisi yang demikian ini sudah
pasti akan mengganggu kegiatan pembelajaran di kelas.
Sertifikasi guru pada hakekatnya untuk meningkatkan kualitas guru, sehingga
membawa perbaikian mutu pendidikan nasional. Tetapi, hingga saat ini masih sulit
dilihat keterkaitan sertifikasi dengan peningkatan kualitas guru. Bahkan penelitian
yang dilakukan Bank Dunia kepada guru yang mendapat sertifikasi di Indonesia,
ternyata nyaris tidak ada perubahan sama sekali kualitasnya. Penelitian lain juga
dilakukan oleh Prof. Baedhowi di Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan bahwa
guru yang telah mengikuti sertifikasi tidak mengalami peningkatan kompetensi.
Beliau menyebutkan bahwa 50% dari 3.670 responden menyatakan guru yang telah
sertifikasi tidak mengalami peningkatan kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, maupun kompetensi sosialnya. Lebih lanjut
disebutkan hampir semua guru menyatakan bahwa motivasi utama mengikuti
sertifikasi adalah terkait masalah finansial.21
Kedua, masih banyaknya guru yang masih „gaptek‟ (gagap teknologi) terkait
dengan pelaksanaan Ujian Kompetensi Guru (UKG), serta kurang meng-update
dirinya dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman terkait dengan tugas utamanya
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, karakter peserta didik, dan
perkembangan IPTEK yang berlangsung dewasa ini. Berdasarkan data, guru yang
mengikuti UKG online 2015 nasional, rata-rata mendapat nilai 53,02.22 Kemudian
muncul pertanyaan, bagaimana seorang guru bisa membuat peserta didiknya cerdas
kalau dirinya sendiri buta informasi dan teknologi? Bagaimana mungkin guru yang
rata-rata nilai uji kompetensinya 53,02 dapat menghantarkan peserta didik mencapai
nilai ujian nasional? Kondisi seperti ini pada akhirnya menurunkan kualitas
pendidikan nasional atau hanya „jalan di tempat‟, bahkan mengalami kemunduran.

21
Baedhowi. 2009. Tantangan Profesionalisme Guru pada Era Sertifikasi. Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar
UNS, tanggal 12 November 2009.
22
http://news.okezone.com/read/2015/rata-rata-nilai-ukg-di-bawah-standar, diakses pada tanggal 24 Juli 2016.
3. Problematika terkait dengan pola PPG
Pertama, mengenai pasal 1 ayat 2 dalam Peraturan Menteri Pendidikan No. 87
Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan, Program PPG
adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1
Kependidikan dan S1/DIV Non-kependidikan yang memiliki bakat dan minat
menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar
nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah23. Ada sedikit
kejanggalan dalam peraturan tersebut yang membebankan lulusan S1 kependidikan.
Dikarenakan dalam peraturan tersebut lulusan jalur non-kependidikan bisa mengikuti
PPG berarti lulusan jalur nonkependidikan bisa menjadi guru hanya dengan
mengikuti PPG. Selain itu gelar sarjana pendidikan yang di raih dengan susah payah
kurang lebih selama 4 tahun untuk menjadi guru pada akhirnya di tentukan hanya
dengan PPG.
Yang perlu di benahi dari kebijakan tersebut yaitu apakah hanya dengan
mengikuti PPG selama kurang lebih 2 semester dalam 1 tahun bisa tercipta seorang
guru yang profesional? Jika seperti itu terkesan PPG menghasilkan guru instan. Yang
semula di persiapkan tidak utuk menjadi seorang guru hanya dengan mengikuti
pelatihan selama 1 tahun bisa menjadi seorang guru. Mungkin PPG bisa menciptakan
guru profesional apabila pesertanya dari lulusan kependidikan yang semula memang
di persiapkan untuk menjadi pendidik.
Kedua, biaya PPG yang cukup besar 6.000.000 (belum 'lain-lainnya') persemester
atau 12.000.000 pertahun. Biaya tersebut sangatlah membebani para peserta yang
mengikuti PPG. Mereka yang sebelum menanggung biaya kuliah yang tidak sedikit
harus membayar 12.000.000 (belum 'lain-lainnya') untuk mengikuti PPG. Apalagi
para lulusan sarjana kependidikan dituntut untuk mengikuti PPG yang bertujuan
untuk menjadikan guru profesional. Terlebih lagi, bagi guru swasta/sukwan, yang
untuk kebutuhan mengajar setiap harinya saja sudah kebingungan, malah dibebani
dengan biaya PPG yang segitu besarnya. Padahal ini adalah program pemerintah yang

23
Peraturan Menteri Pendidikan No. 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan pasal 1
ayat 2.
notabene juga harus disediakan anggarannya oleh pemerintah, bukan malah
'mencekik' para guru.
Ketiga, masalah pengakuan antara Akta IV dan PPG. Program Akta IV adalah
program pendidikan singkat bagi yang berprofesi sebagai guru tetapi dengan latar
belakang pendidikan yang bukan dari fakultas pendidikan. Ini merupakan pendidikan
yang harus dijalani pagi para lulusan di semua bidang (formal) agar bisa menjalani
profesi guru. Dengan adanya program ini lulusan non-kependidikan bisa menjadi
guru dengan menyelesaikan program ini. Pada dasarnya Akta IV dimiliki oleh para
sarjana-sarjana yang telah menempuh kuliah S-1 dalam bidang kependidikan.
Sedangkan, Program Profesi Guru (PPG) merupakan program yang dijalankan oleh
Kemendikbud untuk menghasilkan guru profesional atau sertifikasi guru dimana
untuk menjadi seorang guru maka calon guru harus mengikuti atau melaksanakan
program tersebut sebagai syarat kententuan calon guru. Adapun penjelasan mengenai
PPG yang tercantum dalam Permendiknas N0. 8 Tahun 2009 tentang PPG bahwa
Program Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan adalah program pendidikan yang
diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non
Kependidikan agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar
nasional pendidikan. Pada bulan desember 2013, Kemendikbud menegaskankan
bahwa Akta IV sudah tidak dipakai lagi, yang sejatinya bahwa akta IV itu sudah tidak
berlaku sejak tahun 2005. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 8
menjelaskan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Dari makna pada pasal tersebut menjelaskan bahwa calon
guru bisa dari semua bidang studi baik itu kependidikan maupun nonkependidikan.
Atas dasar pertimbangan itu maka akta IV yang merupakan surat ijin untuk menjadi
guru bagi para calon guru non-kependidikan di hapuskan dan di gantikan dengan
Program Profesi Guru yang dalam prosedurnya calon guru harus mengikuti program
matrikulasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang di rancang untuk mengungkapkan
penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemeberian sertifikasi pendidik. Dasar
hukum pelaksanaan sertifikasi guru adalah Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen ( UUGD ). Program sertifikasi guru di berikan kepada para guru yang menenuhi standar
profesional guru karna hal ini merupakan syarat mutlak untuk mencapai sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas. Manfaat Sertifikasi adalah Pengawasan Mutu, Penjamin Mutu.
Sertifikasi gurumerupakan amanat Undang-Undang Repulik Indonesia No.20 Tahun 2003
tentang sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikasi dapat berbentuk ijazah atau sertifikasi
kompetensi, tetapi bukan sertifikasi yang di peroleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar,
diskusi panel, lokakarya dan simposium. Portofolio adalah bukti fisik atau dokumen yang
mencerminkan prestasi dan yang mencerminkan prestasi dan pengalaman berkarya, yang di
capai seorang guru dala kurun waktu tertentu.
Sertifikasi guru berbentuk uji kompetensi, yang terdiri atas dua tahap, yaitu tes tulis dan
tes kinerja yang di barengi dengan self appraisal dan portofolio serta appraisal ( penilaian
atasan ). Materi tes tulis, tes kinerja dan self appraisal yang di padukan dengan portofolio, di
dasarkan pada indikator esensial kompetensi guru sebagai agen pembelajaran.

3. 2 SARAN
Bagi seorang guru ataupun calon guru hendaklah benar-benar memiliki kompetensi yang
sesuai dengan tujuan sertifikasi. Dan juga saran untuk pemerintah adalah bahwa dalam memilih
guru yang akan di sertifikasi benar-benar karna kemampuan yang di miliki guru tersebut yang
sesuai dengan kompetensi yang seharusnya bagi seorang guru sertifikasi

DAFTAR PUSTAKA

E .Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya 2009). Hlm.39
UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen hal.3
Trianto dan Titik. Sertifikasi Guru Upaya Peningkatan Kualifikasi Kompetensi dan Kesejahteraan
(Jakarta : Prestasi Pustaka., 2007) hlm .11.
S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminto, Kamus Bahasa Inggris Indonesia-Indonesia Inggris (Bandung: Hasta, 1982),
hal. 895
Mulyasa.. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.34
Martinis, Yamin. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), hlm. 2
Mansur Muslich. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. (Jakarta: Bumi Akasara, 2007). Hlm.2
Rahmawati, Dwi. Hubungan antara Motivasi Berpestasi dan Persepsi Kepemimpinan Kepala Sekolah
dengan Kinerja Guru; Studi pada Penerima Tunjangan Sertifikasi Guru. dalam eprints.ums.ac.id, diakses
pada tanggal 24 Juli 2016.
Peraturan Menteri Pendidikan No. 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan
pasal 1 ayat 2.
http://news.okezone.com/read/2015/rata-rata-nilai-ukg-di-bawah-standar, diakses pada tanggal 24 Juli
2016.

Anda mungkin juga menyukai