Maksiat Kepada Allah Itu Dapat Menghalangi Ilmu-MUSLEM ILYAS
Maksiat Kepada Allah Itu Dapat Menghalangi Ilmu-MUSLEM ILYAS
MAKALAH
HADIST TEMATIK
Dosen Pemangku
Dr. M. JAFAR, M.Ag
Oleh:
PROGRAM PASCASARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
2022 M / 1443 H
Maksiat Kepada Allah Itu Dapat Menghalangi Ilmu
A. PENDAHULUAN
1
Izzan, Ahmad dan Saehudin, Tafsir Pendidikan, Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, cet
I, (Tangerang: Pustaka Aufa Media (PAM Pres) 2012), h. 11
2
Masduki, Mahfudz, Tafsir Al-Mishbah M. Quraish Shihab: Kajian atas Amtsal Al-Qur’an,
cet I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012), h. 53
3
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an, Juz
‘Amma, Volume 15, cet I, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 67
4
Izzan, Ahmad dan Saehudin. Tafsir Pendidikan, Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, cet
I, (Tangerang: Pustaka Aufa Media (PAM Pres), 2012), h. 107
Ketika Imam asy-Syafi‘i duduk sambil membacakan sesuatu di hadapan Imam
Malik, kecerdasan dan kesempurnaan pemahamannya membuat syaikh ini
tercengang. Beliau pun berujar, "Sesungguhnya aku memandang Allah telah
memasukkan cahaya ke dalam hatimu, maka janganlah kamu memadamkan cahaya
tersebut dengan kegelapan maksiat".5 Imam asy-Syafi'i berkata dalam syairnya,
ص ْي ِ ْ فََأرْ َش َدنِ ْي َإلَى تَر، ت ِإلَى َو ِكي ٍْع سُوْ َء ِح ْفظَ ْي
ِ ك الم َعا ُ َْش َكو
َوفَضْ ُل هللاِ اَل يُْؤ تَاهُ عَا، صقَا َل اَ ْعلَ ُم بَِأ َّن ال ِع ْل َم فَضْ ٌل
2. Rumusan Masalah
5
https://www.republika.co.id/berita/qfzpz8366/maksiat-menghalangi-masuknya-ilmu
6
Ibid, h. 01
7
Baca (Al-Quran surat Al Ahzab ayat 36),
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
a. Apa saja Hadist Shahih yang menjelaskan tentang maksiat kepada Allah
Itu Dapat Menghalangi Ilmu?
b. Bagaimana Asbabul Wurud Hadist tentang maksiat kepada Allah Itu
Dapat Menghalangi Ilmu?
3. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan pembahasan
dalam makalah ini adalah:
a. Mampu menyebutkan dan menmendiskripsikan hadits tentang maksiat
kepada Allah Itu Dapat Menghalangi Ilmu.
b. Mampu memahami tentang asbabul wurud hadist yang berkaitan dengan
maksiat kepada Allah Itu Dapat Menghalangi Ilmu.
B. PEMBAHASAN
1. Hadist shahih yang menjelaskan tentang maksiat kepada Allah Itu Dapat
Menghalangi Ilmu.
Ada salah satu ungkapan yang berasal dari hadis Nabi saw., bahwa kebaikan
itu adalah apa yang membuat hati menjadi tenang, dan keburukan sebaliknya,
membuat hati menjadi gelisah. Kebaikan dan keburukan di dalam hati ini digambarkan
sebagai titik putih dan titik hitam di dalamnya. Hati kita pada awalnya bersih, tidak
ada satu noda sedikit pun. Namun, ketika ada dosa yang diperbuat, satu dosa membuat
hati kita memiliki satu noda hitam. Itu akan terus bertambah jika dosa terus kita
perbuat dan kita tidak kunjung bertobat.
إن اإليمان يبدو في القلب لمعة بيضاء ثم تزيد حتى يبيد القلب كله وإن النفاق يبدو في القلب نكتة سوداء
ثم تزيد حتى يسود القلب كله
Sesungguhnya keimanan di dalam hati itu muncul seperti cahaya putih. Cahaya
itu terus bertambah hingga memenuhi seluruh hati (ketika terus istiqamah dalam
keimanan). Sementara, kemunafikan itu seperti titik hitam di dalam hati. Titik hitam
akan terus bertambah hingga akan menghitamkan hati seluruhnya (jika kita terus
bertahan dalam dosa dan kemunafikan.Mencari ilmu adalah kewajiban agama yang
dibebankan kepada umat Islam sejak dari buaian hingga mau masuk liang lahat.
Kewajiban tersebut harus dilakukan sendiri setiap orang yang sudah baligh tanpa
kecuali, sedangkan bagi yang belum baligh, orang tua atau walinya yang harus
bertanggung jawab. Mereka wajib mendidik sendiri atau dengan menyerahkan kepada
guru untuk membantunya jika tidak mampu.8
8
https://bincangsyariah.com/kolom/dosa-itu-seperti-titik-hitam-di-hati-ini-penjelasan-ulama/
al-Imam Abdullah al-Haddad dalam karyanya al-Nashaih ad-Diniyyah wa al-Washaya al-Imaniyyah
(h. 6),
Penjelasan ini serupa dengan hadis Nabi Saw. yang diriwayatkan di antara oleh
Imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya,
“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya
satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat;
niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa; niscaya noda-noda
itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup
yang difirmankan Allah (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits
ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi).9
Orang dengan kecerdasan dan daya hafal istimewa diatas rata-rata saja sangat
terganggu dengan sedikit kemaksian yang menimpanya, lalu bagaimana dengan
zaman sekarang? Zaman penuh kemaksiatan, tentu lebih berat lagi jika ingin
mendapatkan ilmu. Tak heran jika Imam Malik ra pernah menasihati Iman Syafi’i
sebagai usaha ingin menjaganya. Ketika Imam Malik ra melihat kecerdasan ada pada
diri Imam Syafi’i muda yang luar biasa, maka beliau menasihatinya:
صيَ ِة ْ ُ فَاَل ت،ك نُورًا
ِ طفِْئهُ بِظُ ْل َم ِة ْال َم ْع َ ِِإنِّي َأ َرى هَّللا َ قَ ْد َأ ْلقَى َعلَى قَ ْلب
Sesungguhnya aku melihat (tanda) Allah ta’ala telah menganugerahkan
cahaya (ilmu) di hatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan
kegelapan maksiat. (Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52).10
Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya yang Allah curahkan di hati seorang
hamba, dan maksiat mematikan cahaya tersebut. (Al Jawaabul Kaafi, hal. 52).11
Kemaksiatan atau dosa bisa menghalangi ilmu masuk dalam kalbu sesuai
dengan kadarnya, semakin besar dosa yang dilakukan semakin banyak pula ilmu
agama yang tergerus karenanya. Aneka kemaksiatan juga menentukan jenis ilmu
yang bisa dihilangkan. Ibnu Taimiyah ra berkata dalam Majmu' Al-Fatawa, 14/160
bahwa;12
من الذنوب ما يكون سببا لخفاء العلم النافع أو بعضه بل يكون سببا لنسيان ما عُلم
Diantara dosa-dosa, ada yang dapat menjadi sebab yang menghalangi ilmu
yang bermanfaat atau sebagiannya, bahkan dapat menjadi sebab terlupanya ilmu yang
sudah diketahui. Proses atau urutan kemaksiatan bisa menutup dan menghilangkan
ilmu adalah hati menjadi gelap karenanya. Setiap perbuatan maksiat akan menutup
hatinya, jika terus berlangsung bisa sampai pada matinya hati. Allah Swt berfirman
tentang perbuatan maksiat.
11
CD Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam Hadits. Lidwa Pusaka i-Software.
12
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar, Juzu’ I. Jakarta: Pustaka Panjimas.
13
Tafsir Alquran Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Abu
Ishaq Al-Huwaini. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
membuat hati tampak hitam kelam. Jika seorang hamba bertambah kemunafikannya,
hatinya pun akan semakin gelap. Jika kalian membelah hati orang munafik, maka
kalian akan melihatnya hitam mencekam.” (Majmu’ Al-Fatawa, 15: 283).14
2. Asbabul wurud hadist yang berkaitan dengan maksiat kepada Allah Itu
Dapat Menghalangi Ilmu.
Hadist ini merupakan salah satu hadist sahih yang di riwayatkan langsung oleh
abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
(َّهَّللا ُ َذ َك َر الَّ ِذى الرَّانُ َوه َُو قَ ْلبَهُ تَ ْعلُ َو َحتَّى فِيهَا ِزي َد عَادَ… » )يَ ْك ِسبُونَ َكانُوا َما قُلُوبِ ِه ْم َعلَى َرانَ بَلْ َكال
“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu
noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat;
niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa; niscaya noda-noda
itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup
yang difirmankan Allah (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits
ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi).
Asbabul wurud dari hadist ini bermula dari kisah ketika Nabi Muhammad
SAW sampai di Madinah, diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang-
orang yang paling curang dalam menakar dan menimbang. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh An Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dan
bersumber dari Ibnu Abbas. Sehingga Allah Swt menurunkan ayat-ayat dalam surat
Al Muthaffifin sebagai ancaman. Khususnya kepada orang-orang yang berperilaku
curang dalam menimbang dan menakar. Setelah ayat-ayat dalam surat Al Muthaffifin
turun, orang-orang Madinah kemudian menjadi orang-orang yang jujur dalam
14
Sumber: https://rumaysho.com/12804-pernah-tahu-atau-rasakan-sendiri.html
menimbang dan menakar. Kemudian Rasulullah berkata dalam hadist terkait
kecurangan dan kemaksiatan ummat kepada Allah sehingga hadist ini hadist di
Madinah.
Sudah tidak asing lagi ditelingga kita perkataan Imam Syafi’i yang berbunyi,
“Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau
menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa
ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.”
(I’anatuth Tholibin, 2: 190). Saudaraku, hafalan Imam Syafi’i sungguh amat luar
biasa. Diumur 7 tahun sudah hafal Al-Quran dan diumur 10 tahun sudah hafal kitab
Al-Muwatho’ karangan Imam Malik. Dan diumur 15 tahun sudah menjadi mufti
(Thorh At Tatsrib, 1: 95-96).15
Namun, suatu hari Imam Syafi’i pernah mengadukan kepada gurunya atas
sulitnya mengulang hafalannya. Si guru menegurnya, “Engkau pasti pernah
melakukan suatu dosa. Cobalah engkau merenungkan kembali!”
Imam Syafi’i pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Apa yah dosa
yang kira-kira telah kuperbuat?” Beliau pun teringat bahwa pernah suatu saat beliau
melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas
tersingkap pahanya -ada pula yang mengatakan: yang terlihat adalah mata kakinya-
Lantas setelah itu beliau memalingkan wajahnya. Saudaraku, hafalan beliau bisa
terganggu karena ketidak-sengajaan. Itu pun sudah mempengaruhi hafalan beliau.
Bagaimana dengan kita yang keseharian tidak bisa lepas dengan barbagai aurat
wanita. Seperti rambut, betis, leher, bahkan bagian lutut keatas. Di zaman Imam
Syafi’i aurat tersebut tersingkap secara tidak sengaja. Namun, hari ini aurat diumbar
15
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi: Jilid 28. Cetakan II.
Semarang: CV. Toha Putra.
dan diperlihatkan di mana-mana. Bahkan lebih parahnya, banyak model yang dengan
bangga menontonkan aurat mereka.
بقدر ما يصغر الذنب عندك يعظم عند هللا وبقدر ما يعظم عندك يصغر عند هللا
“Jika engkau menganggap dosa itu kecil, maka itu sudah dianggap besar di
sisi Allah. Sebaliknya, jika engkau mengganggap dosa itu begitu besar, maka itu akan
menjadi ringan di sisi Allah.” Imam Ahmad berkata bahwa beliau pernah mendengar
Bilal bin Sa’id menuturkan,
ال تنظر إلى صغر الخطيئة ولكن انظر إلى عظم من عصيت
16
Tafsir Al Jalalain, Al Mahalli dan As Suyuthi, Mawqi’ At Tafasir, 12/360
17
Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 7/442.
18
Al-Farmawi, Abd. Al-Hayy. 1996. Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’y: Dirasah
Manhajiah Mawdhu’iyyah. (terj). Suryan A. Jamrah. Cetakan II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
“Janganlah engkau melihat pada kecilnya dosa. Akan tetapi lihatlah pada
agungnya siapa yang engkau maksiati (yaitu Allah Ta’ala).” (Muhammad bin Ibrahim
al-Bikri, Dalil Al-Falihin litarqi Riyadhus Shalihin, cet IV, jilid 1, hal 239).19 Ya
Allah, berilah taufik pada kami sehingga mudah melakukan ketaatan dan menjauhi
maksiat serta berilah hidayah pada kami untuk giat bertaubat. Semoga Kau bimbing
kami tetap dijalan-Mu, serta mendapatkan ilmu yang bermanfaat di dunia maupun di
akhirat
Hadis sebagai sumber ajaran utama bagi umat islam setelah Al-Qur’an
memiliki peran yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup beragama umat
islam, karenanya hadis tidak hanya sekedar hadis saja. Hadis juga memiliki disiplin-
disiplin ilmu yang dapat menuntun kita pada kebenaran beragama. Salah satu contoh
disiplin ilmu yang mendukung pemahaman hadis secara kontekstual adalah Asbabul
Wurud. Dengan adanya asbabul wurud kita dapat memahami hadis secara
kontekstual, tidak hanya secara tekstual.20
19
Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426,
15/283.
20
Benny Afwadzi, Membangun Integrasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Hadis Nabi, Jurnal Living
Hadis. Vol 1, No 1. Mei 2016. Malang.
Dengan memperhatikan asbabul wurud suatu hadis kita dapat mengetahui dan
memahami lebih dalam makna yang dikandung oleh hadis tersebut.21
Pada masa ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup beliau selaku utusan
Allah berinteraksi langsung dengan masyarakat sehingga setiap hadis yang beliau
sampaikan memiliki aspek historis didalamnya. Hadis Nabi Muhammad Saw ada
yang memiliki asbabul wurud khusus “Asbabul wurud al-khassah” dalam artian hadis
tersebut memiliki aspek historisitas tersendiri ketika munculnya, dan adapula asbabul
wurud umum “Asbabul wurud al-‘ammah” seperti keadaan sosial dan kebudayaan
masyarakat Arab pada masa itu.23
21
Munawwir Mu’in, Pemahaman Komprehensif Hadis Melalui Asbab al Wurud, Jurnal
Addin, Vol 7, No 2, Agustus 2013. Purwokerto.
22
Widia Putri, Asbab al Wurud dan Urgensinya dalam Pendidikan, Al-Tarbawi Al-Haditsah;
Jurnal Pendidikan Islam, Vol 4, No 1. Juni 2020. Yogyakarta.
23
Subehan Khalik, Sosio Kultural dalam Asbab Wurud Al-Hadis Al-Nabawi, Jurnal Al-
Daulah, Vol 7, No 2, Desember 2018. Makassar.
24
Ja’far Assagaf, Studi Hadis dengan Pendekatan Sosiologis: Paradigma Living
Hadis, Jurnal Holistic al-Hadis, Vol 1, No 2, Juli-Desember 2015, Surakarta.
Sungguh, maksiat tersebut boleh menutupi hati kita sehingga kita pun sukar
melakukan ketaatan, malas untuk beribadah, juga sukar dalam hafazan Al Qur’an dan
hafazan ilmu lainnya. Allah Ta’ala berfirman ;
Jiwa kita perlu sensitif dengan apa sahaja yang kita buat ; mata yang melihat,
telinga yang mendengar, lidah yang berbicara. Maksiat akan melemahkan perjalanan
jiwa menuju pada Allah dan hari Akhirat, hilanglah kekuatan perjuangan mujahadah
serta sukar perjalanan memperbaiki diri.
C. KESIMPULAN
1. Maksiat adalah sebuah perbuatan yang dilaknat oleh Allah Swt sesuai dengan
Alquran yang mengatakan bahwa maksiat merupakan salah satu dosa yang
tidak diampuni oleh Allah hanya dengan syarat bertaubat barulah dosanya
diampuni allah.
2. Sesuai dengan hadist Rasulullah Saw mengatakan bahwa maksiat akan
meredupkan cahaya pada hati setiap hamba dan bagi seorang yang menuntut
ilmu jika ia dalam keadaan bermaksiat maka ilmu yang ia pelajari tak akan di
pahami bahkan berguna bagi ia.
3. Jika seseorang melakukan maksiat kepada Allah namun ia dalam keadaan
menuntut ilmu di istilahkan seseorang itu cahaya hati nya akan padam dan
bernoda, namun jika seseorang dalam keadaan menuntut ilmu namun ia taat
kepada Allah maka di istilahkan bahwa hatinya bercahaya dan bersih dalam
menerima ilmu dari Allah.
DAFTAR PUSTAKA