Anda di halaman 1dari 70

MAKALAH

NUTRISI PADA IBU HAMIL


DAN MENYUSUI

OLEH
WIDYA ASTUTI
BT2001058
1B

AKADEMIK KEPERAWATAN
BATARITOJA WATAMPONE

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah “Nutrisi Pada Ibu Hamil Dan
Menyusui”, dengan tepat pada waktunya. Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi
dalam penyusunan makalah ini. Namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta
bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Dengan
adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah
pengetahuan para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan doa.
Tidak lupa pula kami mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah kami ini, di
karenakan banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah ini.

Cempa, 4 April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………...................i

Kata pengantar……………………………………………………………………………....ii

Daftar Isi …………………………………………………………………………………....iii

Pendahuluan ………………………………………………………......................................iv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................5

A. Latar Belakang...........................................................................................................5
B. Rumusan masalah......................................................................................................7
C. Tujuan penelitian.......................................................................................................8
D. Ruang lingkup............................................................................................................8
E. Manfaat penelitian......................................................................................................8

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................

1. Faktor Fisiologi Yang Mempengaruhi Keadaan Gizi Wanita Hamil & Menyusui........10
A. Status gizi ibu hamil...................................................................................................10
B. Berat Badan Bayi Lahir Rendah.................................................................................22
C. Kerangka Teori...........................................................................................................26
D. Kerangka Konsep.......................................................................................................27
E. Hipotesis.....................................................................................................................27
2. Kebutuhan Berbagai Zat Gizi Pada Wanita Hamil Dan Menyusui................................28
A. Kehamilan..................................................................................................................28
B. Pelayanan Kesehatan bagi Ibu Hamil.........................................................................30
C. Ibu Hamil KEK...........................................................................................................31
D. Pelayanan gizi ibu hamil KEK...................................................................................32
E. Perubahan Berat Badan pada Ibu Hamil KEK...........................................................36
F. Hipotesis.....................................................................................................................37
3. Pengaruh Gizi Terhadap Kesehatan Dan Daya Tahan Tubuh Juga Terhadap Infeksi
Pada Wanita Hamil & Menyusui....................................................................................37
A. Stunting......................................................................................................................37

3
B. Anemia dalam kehamilan..........................................................................................43
C. Berat Badan Bayi Lahir Rendah ( BBLR ).................................................................49
D. Karakteristik...............................................................................................................50
4. Pengaruh Gizi Pada Persalinan.......................................................................................52
A. Pengertian perkembangan pada bayi..........................................................................52
B. Gangguan kesehatan yang terjadi jika ibu hamil kurang gizi....................................53
C. Pengaruh ibu hamil kurang gizi terhadap janin.........................................................53
D. Pengaruh jangka panjang ibu hamil kurang gizi........................................................53
E. Masalah Gizi pada Ibu Hamil....................................................................................53
F. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia..........................................................56
G. Landasan Teori..........................................................................................................60

5. Pengaruh Keadaan Gizi Ibu Terhadap Perkembangan Dan Kecerdasan Bayi...............62

A. Pengertian perkembangan pada bayi..........................................................................62

6. Pengaruh Keadaan Gizi Ibu Terhadap Produksi Air Susu Ibu........................................66

1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)...............................................................................66

BAB VIII PENUTUP.............................................................................................................69

A. Kesimpulan.................................................................................................................69

B. Saran...........................................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................70

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi di Indonesia dan negara berkembang umumnya didominasi oleh masalah
Kekurangan Energi Protein , anemia besi, Kekurangan Vitamin A dan masalah obesitas
terutama di kota besar. Anemia gizi umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu
hamil, ibu menyusui, anak balita serta anak sekolah.15 Pemerintah menetapkan Rencana Aksi
Pembinaan Gizi Masyarakat dengan salah satu indikator kinerjanya adalah Air Susu Ibu (ASI)
eksklusif guna mendukung pencapaian Millenium Developmental Goals (MDGs).27 ASI
merupakan makanan terbaik bagi bayi karena mampu mencukupi kebutuhan gizi serta
melindungi bayi dari penyakit infeksi.
Cakupan pemberian ASI Eksklusif 0 – 6 bulan di Indonesia sesuai hasil Riskesdas tahun
2018 adalah sebesar mencapai 37%, sedangkan rencana straegi Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2018 target pemberian ASI Eksklusif adalah 50%.2 ASI
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi, namun tidak semua bayi yang mendapat ASI saja
dapat tumbuh dengan baik.
Asupan ASI yang tidak adekuat menyebabkan bayi berisiko mengalami kekurangan
gizi.30 Salah satu faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kulitas ASI adalah status gizi ibu
menyusui. Status gizi ibu menyusui mencerminkan kondisi gizi dan kesehatan ibu pada saat
menyusui. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa Wanita Usia Subur yang
tidak hamil yang mengalami anemia 48,9%, dengan persentase terbanyak pada usia 15-24 tahun
sebanyak 33 %, 25-34 tahun sebesar 33%, dan 35-44 tahun sebesar 33%. WUS yang sedang
hamil menurut riskesda tahun 2018 yang mengalami KEK sebesar 17,7% dan yang tidak hamil
sebesar 14,5%. Penilaian status gizi ibu hamil dan ibu menyusui meliputi pengukuran
antropometri serta biokimiawi. Status gizi ibu menyusui dapat diukur secara indeks
antropometri yaitu kombinasi antara beberapa parameter seperti mengukur berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas serta indeks masa tubuh yaitu berat badan dibagi tinggi badan
dikuadratkan. Untuk mengukur status gizi secara biokimiawi dengan pemeriksaan.17 Status
gizi ibu menyusui disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah pola makan

5
atau asupan zat gizi ibu. Pola makan yang baik adalah pola makan dengan gizi yang seimbang,
memenuhi kebutuhan gizi ibu baik dari jenis maupun jumlahnya.
Masalah gizi yang paling umum dijumpai pada ibu hamil dan ibu menyusui adalah
anemia besi. Pada ibu menyusui sering terjadi anemia karena ibu sudah mengalami anemia
selama hamil dilanjutkan saat menyusui. Anemia pada ibu menyusui akan menyebabkan
gangguan nutrisi dan produksi air susu ibu (ASI) menjadi kurang karena zat besi sangat
dibutuhkan pada masa menyusui, bila jumlahnya kurang maka dapat menimbulkan gangguan
peredaran zat nutrisi dalam tubuh ibu yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada bayi.28
Ibu dengan gizi buruk umumnya memproduksi ASI dalam jumlah yang lebih sedikit, tetapi
kualitasnya tergantung pada makanan yang dimakan, umumnya terdapat penurunan kadar
lemak, karbohidrat dan vitamin. Kuantitas dan kualitas ASI dari ibu dengan status gizi baik
lebih optimal dari pada ibu malnutrisi. Ibu yang berstatus gizi baik memiliki cadangan gizi yang
cukup sehingga mampu memproduksi ASI dengan lancar dengan kandungan gizi yang
cukup.29 Pada ibu severe underweight akan mengalami penurunan kuantitas dan kualitas ASI.
Rata-rata volume ASI wanita berstatus gizi baik sekitar 700-800 cc/ hari selama 1-3 bulan
pertama, sementara mereka yang berstatus kurang hanya sekitar 500-600 cc/ hari selama 1-3
bulan pertama. Namun demikian status gizi tidak berpengaruh terhadap mutu kecuali volume,
meskipun kadar vitamin dan mineralnya juga sedikit rendah.3 Ibu obesitas (Indeks Masa Tubuh
> 30) memiliki hormon prolaktin lebih rendah sehingga lebih berisiko mengalami hambatan
dalam proses menyusui. Cadangan lemak tubuh ibu akan mempengaruhi kandungan lemak
dalam ASI karena sekitar 60% lemak ASI berasal dari sintesis di jaringan dan cadangan di
adiposa. Kandungan protein dalam ASI dipengaruhi oleh kadar protein dalam aliran darah ibu
yang akan disintesis oleh kelenjar mamae. Kandungan karbohidrat dalam ASI sedikit
dipengaruhi oleh status gizi ibu karena persentase kadar karbohidrat dalam ASI hampir sama
pada setiap ibu.30 Volume, kandungan zat gizi, serta energi dalam ASI yang diasup oleh bayi
merupakan satu – satunya sumber tenaga dan zat pembangun untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Komposisi ASI dapat dipengaruhi oleh asupan makanan, asupan zat gizi
makro makanan selama menyusui. Kurangnya produksi dan kandungan gizi dalam ASI
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi tidak optimal. Asupan yang cukup
akan tercermin dengan penambahan berat badan bayi sesuai standar pertumbuhan, sehingga
tercapai status gizi bayi normal.

6
Gizi buruk adalah kondisi tubuh yang tampak sangat kurus karena makanan yang
dimakan setiap hari tidak dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, terutama kalori dan
protein. Tanda awal gizi buruk seperti berat badan anak letak titiknya dalam kartu menuju sehat
(KMS) jauh berada di bawah garis merah (BGM) dan bila hal ini tidak segera ditangani maka
akan terjadi KEP.17 Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 jumlah gizi buruk pada balita
adalah sebesar 3,9%, sedangkan gizi kurang pada balita adalah 13,8%, sedangkan jumlah gizi
kurang di DIY pada balita tahun 2018 adalah 15,8%. Berbagai upaya sudah dilaksanakan
diantaranya adalah pemberian PMT dan penyuluhan ASI Eksklusif.32 Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) pada balita menurut Riskesdas adalah sebesar 41%, sedangkan 59% tidak di
berikan PMT.33 Puskesmas Lendah II adalah puskesmas yang berada di wilayah kabupaten
Kulon Progo, berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo tahun 2018 cakupan
balita gizi kurang adalah adalah 8,26% angka balita gizi buruk adalah 1,03%, sedangkan angka
balita gizi kurang di Puskesmas Lendah II adalah 10,23% lebih dan gizi buruk sebesar 1,14%
di atas target yaitu < 1%, sedangkan prevalensi ibu hamil KEK tahun 2018 di Puskesmas
Lendah II adalah 16%, prevalensi ibu hamil anemia adalah 12%. Penilaian pertumbuhan bayi
yang paling mudah adalah dengan menggunakan berat badan. Sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan No 155/ Menkes/ I/ 2010 tentang pedoman penggunaan KMS menyebutkan bahwa
KMS bisa digunakan untuk menilai pertumbuhan. Di dalam KMS terdapat beberapa hal
diantaranya untuk menilai apakah pertumbuhan sesuai dengan kurva garis pertumbuhan atau
tidak dengan melihat kenaikan berat badan dibandingkan dengan Kenaikan Berat Badan
Minimal atau KBM. Apabila KBM tidak terpenuhi dalam jangka panjang, maka pertumbuhan
anak tidak sesuai kurva pertumbuhan dan akhirnya menjadi status gizi kurang. Apabila dilihat
dari awal pertumbuhan bayi usia 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Lendah II maka hanya 51%
bayi yang berat badannya naik dan kenaikannya sesuai KBM. Berbagai upaya sudah dilakukan
antara lain pemberian PMT kepada ibu hamil, penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui,
penyuluhan ASI Eksklusif, pemberian tablet tambah darah dan vitamin A pada ibu nifas.33
B. Rumusan Masalah
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi status gizi menurut BB/U yaitu cakupan balita KEP
tahun 2018 di Yogyakarta 15,28%, di kabupaten Kulon Progo 8,26%. Cakupan balita Gizi
Buruk tahun 2018 di kabupaten Kulon Progo 1,03% sedangkan di UPTD Puskesmas Lendah II
lebih dari target yaitu 1,14%, cakupan berat badan bayi yang naik diatas kenaikan berat badan

7
minimal pada Kartu Menuju Sehat ( KMS ) tahun 2017 hanya sekitar 52% kurang dari target
80%. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi Air Susu Ibu (ASI) antara lain
status gizi yaitu Indek Masa Tubuh (IMT) dan kadar haemoglobin, serta asupan nutrisi pada ibu
menyusui. ASI bisa memenuhi semua kebutuhan gizi bayi sampai 6 bulan. Berdasarkan data
diatas maka dirumuskan masalah apakah ada hubungan antara status gizi ibu menyusui dengan
kenaikan berat badan bayi yang mendapat ASI Eksklusif.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara status gizi ibu menyusui dengan kenaikan berat badan
bayi usia 1 - 4 bulan yang mendapat ASI Eksklusif.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik ibu menyusui yaitu : umur, paritas, tingkat pendidikan, pekerjaan
yang memberikan ASI secara Ekslusif di wilayah Puskesmas Lendah II
b. Mengetahui gambaran status gizi ibu yang menyusui secara eksklusif meliputi IMT, Kadar
haemoglobin, asupan nutrisi dan gambaran Kenaikan Berat Minimal (KBM) bayi yang
mendapat ASI Eksklusif di wilayah Puskesmas Lendah II
c. Mengetahui hubungan Indeks Masa Tubuh (IMT) pada ibu menyusui dengan kenaikan
berat badan minimal bayi usia 1 - 4 bulan yang mendapat ASI Eksklusif.
d. Mengetahui hubungan kadar haemoglobin ibu menyusui dengan kenaikan berat badan
minimal bayi usia 1- 4 bulan yang mendapat ASI Eksklusif.
e. Mengetahui hubungan asupan nutrisi ibu menyusui dengan kenaikan berat badan minimal
bayi usia 1 - 4 bulan yang mendapat ASI Eksklusif.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitan kesehatan ibu, anak dan gizi yaitu ibu menyusui dan bayi di
wilayah Puskesmas Lendah II tahun 2019.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan terutama epidemiologi dan penelitian ini
sebagai referensi penelitian yang sejenis.

8
b. Pembelajaran mahasiswa menambah dan memperluas khasanah keilmuwan serta sebagai
saran mengaplikasikan keilmuwan tentang ASI Eksklusif, gizi ibu menyusui dan
pemantauan pertumbuhan bayi usia 1 sampai dengan 4 bulan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi dinas kesehatan dan kepala puskesmas dalam hal evaluasi pengambilan kebijakan
dalam mengurangi kejadian Kekurangan Energi Protein (KEP) pada balita yang
berpotensi kearah gizi buruk.
b. Bagi bidan pelaksana berguna dalam penyuluhan dan konseling terutama pada bagi ibu
menyusui untuk menjaga kualitas dan kuantitas produksi ASI.

9
BAB II
PEMBAHASAN

1. Faktor Fisiologi Yang Mempengaruhi Keadaan Gizi Wanita Hamil & Menyusui
A. Status Gizi Ibu Hamil
1. Pengertian Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil.
Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Gizi ibu hamil adalah makanan
sehat dan seimbang yag harus dikonsumsi ibu selama masa kehamilannya, dengan
porsi dua kali makan orang yang tidak hamil
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil
a) Faktor Langsung
Gizi secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit, khususnya
penyakit infeksi. Faktor-faktor tersebut meliputi :
1) Keterbatasan ekonomi, yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang
berkualitas baik, sehingga mengganggu pemenuhan gizi.
2) Produk pangan, dimana jenis dan jumlah makanan di negara tertentu atau daerah
tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat untuk jangka waktu yang
panjang sehingga menjadi sebuah kebiasaan turun-temurun.
3) Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan) hendaknya jangan
sampai membuat kadar gizi yang terkandung dalam bahan makanan menjadi
tercemar atau tidak higienis dan mengandung kuman penyakit.
4) Pembagian makanan dan pangan masyarakat Indonesia umumnya masih
dipengaruhi oleh adat atau tradisi. Misalnya, masih ada kepercayaan bahwa ayah
adalah orang yang harus diutamakan dalam segala hal termasuk pembagian
makanan keluarga.
5) Pengetahuan gizi yang kurang, prasangka buruk pada bahanmakanan tertentu,
salah persepsi tentang kebutuhan dan nilai gizi suatu makanan dapat
mempengaruhi status gizi seseorang.

10
6) Pemenuhan makanan berdasarkan pada makanan kesukaan saja akan berakibat
pemenuhan gizi menurun atau berlebih.
7) Pantangan pada makanan tertentu, sehubungan dengan makanan yang dipandang
pantas atau tidak untuk dimakan. Tahayul dan larangan yang beragam
didasarkan pada kebudayaan daerah yang berlainan. Misalnya, ada sebagian
masyarakat yang masih percaya ibu hamil tidak boleh makan ikan.
8) Selera makan juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi. Selera
makan dipicu oleh sistem tubuh (missal dalam keadaan lapar) atau pun dipicu
oleh pengolahan serta penyajian makanan.
9) Suplemen Makanan
Ada beberapa suplemen makanan yang biasanya diberikan untuk ibu hamil,
antara lain:
a) Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung zat besi (Fe) yang dapat
membantu pembentukan sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen dan zat nutrisi makanan bagi ibu dan janin. TTD mengandung 200 mg
ferrosulfat yang setara dengan 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat.
Tablet Tambah Darah diminum satu tablet tiap hari di malam hari selama 90
hari berturut-turut, karena pada sebagian ibu yang hamil merasakan mual,
muntah, nyeri pada lambung, diare, dan susah buang air besar. Usaha lain untuk
menambah asupan zat besi adalah daging segar, ikan, telur, kacang kacangan,
dan sayuran segar yang berwarna hijau tua.
b) Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan gigi
bayi, jika asupan kalsium kurang maka kebutuhan kalsiun diambil dari tulang
ibu. Kebutuhan akan 6 kalsium bagi ibu hamil adalah 950 mg tiap harinya.
Asupan Kalsium bisa didapat dari minum susu, ikan, udang, rumput laut, keju,
yoghurt, sereal, jus jeruk, ikan sarden, kacang kacangan, biji-bijian, dan sayur
yang berwarna hijau gelap.
c) Vitamin juga diperlukan untuk menjaga kesehatan ibu yang hamil. Beberapa
vitamin ibu hamil yang dibutuhkan adalah vitamin C (80 mg) yang berfungsi
untuk membantu penyerapan zat besi, vitamin A (6000 IU), vitamin D (4 mcg).

11
Vitamin ini dapt diperoleh dari cabe merah, mangga, pepaya, wortel, ubi,
aprikot, dan tomat.
b) Faktor Tidak Langsung
1) Pendidikan keluarga
Faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menyerap pengetahuan
tentang gizi yang diperolehnya melalui berbagai informasi.
2) Faktor budaya
Masih ada kepercayaan untuk melarang memakan makanan tertentu yang jika
dipandang dari segi gizi, sebenarnya sangat baik bagi ibu hamil.
3) Faktor fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi
ibu hamil, dimana sebagai tempat masyarakat memperoleh informasi tentang
gizi dan informasi Kesehatan lainnya, bukan hanya dari segi kuratif, tetapi juga
preventif dan rehabilitatif.

3. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil


Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu hamil dan janin yang
dikandungnya. Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15%
dibandingkan dengan kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan untuk
pertumbuhan rahim (uterus), payudara (mammae), volume darah, plasenta, air ketuban
dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil akan digunakan
untuk pertumbuhan janin sebesar 40% dan sisanya 60% digunakan untuk pertumbuhan
ibunya. Secara normal, ibu hamil akan mengalami kenaikan berat badan sebesar 11-
13 kg. Hal ini terjadi karena kebutuhan asupan makanan ibu hamil meningkat seiring
dengan bertambahnya usia kehamilan. Asupan makanan yang dikonsumsi oleh ibu
hamil berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, mengganti sel-sel tubuh
yang rusak atau mati, sumber tenaga, mengatur suhu tubuh dan cadangan makanan.
Untuk memperoleh anak yang sehat, ibu hamil perlu memperhatikan makanan yang
dikonsumsi selama kehamilannya. Makanan yang dikonsumsi disesuaikan dengan
kebutuhan tubuh dan janin yang dikandungnya. Dalam keadaan hamil, makanan yang
dikonsumsi bukan untuk dirinya sendiri tetapi ada individu lain yang ikut

12
mengkonsumsi makanan yang dimakan. Penambahan kebutuhan gizi selama hamil
meliputi:
a. Energi
Tambahan energi selain untuk ibu, janin juga perlu untuk tumbuh kembang.
Banyaknya energi yang dibutuhkan hingga melahirkan sekitar 80.000 Kkal atau
membutuhkan tambahan 300 Kkal sehari. Menurut RISKESDAS 2007 Rerata
nasional Konsumsi Energi per Kapita per Hari adalah 1.735,5 kkal. Kebutuhan
kalori tiap trimester antara lain:
1) Trimester I, kebutuhan kalori meningkat, minimal 2.000 kilo kalori/hari.
2) Trimester II, kebutuhan kalori akan meningkat untuk kebutuhan ibu yang
meliputi penambahan volume darah, pertumbuhan uterus,payudara dan lemak.
3) Trimester III, kebutuhan kalori akan meningkat untuk pertumbuhanjanin dan
plasenta.
b. Protein
Penambahan protein selama kehamilan tergantung kecepatan pertumbuhan
janinnya. Kebutuhan protein pada trimester I hingga trimester II kurang dari 6 gram
tiap harinya, sedangkan pada trimester III sekitar 10 gram tiap harinya. Menurut
Widyakarya Pangan dan Gizi VI 2004 menganjurkan penambahan 17 gram tiap
hari. Kebutuhan protein bisa didapat dari nabati maupun hewani. Sumber hewani
seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu. Sedangkan sumber nabati seperti
tahu, tempe dan kacang-kacangan Protein digunakan untuk: pembentukan jaringan
baru baik plasenta dan janin,pertumbuhan dan diferensiasi sel, pembentukan
cadangan darah dan Persiapan masa menyusui.
c. Lemak
Lemak dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin selama
dalam kandungan sebagai kalori utama. Lemak merupakan sumber tenaga dan
untuk pertumbuhan jaringan plasenta. Selain itu, lemak disimpan untuk persiapan
ibu sewaktu menyusui. Kadar lemak akan meningkat pada kehamilan tirmester III.
d. Karbohidrat
Sumber utama untuk tambahan kalori yang dibutuhkan selama kehamilan
untuk pertumbuhan dan perkembangan janin adalah karbohidrat. Jenis karbohidrat

13
yang dianjurkan adalah karbohidrat kompleks seperti roti, serelia, nasi dan pasta.
Karbohidrat kompleks mengandung vitamin dan mineral serta meningkatkan asupan serat
untuk mencegah terjadinya konstipasi.
e. Vitamin
Wanita hamil membutuhkan lebih banyak vitamin dibandingkan wanita tidak
hamil. Kebutuhan vitamin diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
janin serta proses diferensiasi sel. Kebutuhan vitamin meliputi:
1) Asam Folat
Asam folat merupakan vitamin B yang memegang peranan penting dalam
perkembangan embrio. Asam folat juga membantu mencegah neural tube defect, yaitu
cacat pada otak dan tulang belakang. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan
kehamilan prematur, anemia, cacat bawaan, bayi dengan berat bayi lahir rendah
(BBLR), dan pertumbuhan janin terganggu. Kebutuhan asam folat sekitar 600-800
miligram. Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi VI 2004 menganjurkan
mengkonsumsi asam folat sebesar 5 mg/kg/hr (200 mg). Asam folat dapat didapatkan
dari suplemen asam folat, sayuran berwarna hijau, jeruk, buncis, kacang-kacangan dan
roti gandum.
2) Vitamin A
Vitamin A mempunyai fungsi untuk penglihatan, imunitas, pertumbuhan dan
perkembangan embrio. Kekurangan vitamin A menyebabkan kelahiran prematur dan
berat badan lahir rendah. Sumber vitamin A antara lain: buah-buahan, sayuran warna
hijau atau kuning, mentega, susu, kuning telur dan lainnya.
3) Vitamin B
Vitamin B1, vitamin B2, niasin dan asam pantotenat yang dibutuhkan untuk membantu
proses metabolisme. Vitamin B6 dan B12 diperlukan untuk membentuk DNA dan sel-
sel darah merah. Vitamin B6 berperan dalam metabolisme asam amino.
4) Vitamin C
Vitamin C merupakan antioksidan yang melindungi jaringan dari kerusakan dan
dibutuhkan untuk membentuk kolagen serta menghantarkan sinyal ke otak. Vitamin C
juga membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Ibu hamil disarankan

14
mengkonsumsi 85 miligram per hari. Sumber vitamin C didapat dari tomat, jeruk,
strawberry, jambu biji dan brokoli.
5) Vitamin D
Vitamin D berfungsi mencegah hipokalsemia, membantu penyerapan kalsium dan
fosfor, mineralisasi tulang dan gigi serta mencegah osteomalacia pada ibu. Sumber
vitamin D terdapat pada susu, kuning telur dan dibuat sendiri oleh tubuh dengan
bantuan sinar matahari.
6) Vitamin E
Vitamin E berfungsi untuk pertumbuhan sel dan jaringan serta integrasi sel darah
merah. Selama kehamilan wanita hamil dianjurkan mengkonsumsi 2 miligram per hari.
7) Vitamin K
Kekurangan vitamin K dapat mengakibatkan gangguan perdarahan pada bayi. Pada
umumnya kekurangan vitamin K jarang terjadi, karena vitamin K terdapat pada banyak
jenis makanan dan juga disintesis oleh bakteri usus.
f. Mineral
Wanita hamil juga membutuhkan lebih banyak mineral dibandingkan sebelum
hamil. Kebutuhan mineral diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
janin serta proses diferensiasi sel. Kebutuhan mineral antara lain:
1) Zat Besi
Kebutuhan zat besi akan meningkat 200-300 miligram dan selama kehamilan yang
dibutuhkan sekitar 1040 miligram. Zat besi dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin, yaitu protein di sel darah merah yang berperan membawa oksigen ke
jaringan tubuh. Selain itu, zat besi penting untuk pertumbuhan dan metabolism energi
dan mengurangi kejadian anemia. Defisiensi zat besi akan berakibat ibu hamil mudah
lelah dan rentan infeksi, resiko persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah.
Untuk mencukupi kebutuhan zat besi, ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi 30
miligram tiap hari. Efek samping dari zat besi adalah konstipasi dan nausea (mual
muntah). Zat besi baik dikonsumsi dengan vitamin C, dan tidak dianjurkan
mengkonsumsi bersama kopi, the, dan susu. Sumber alami zat besi dapat ditemukan
pada daging merah, ikan, kerang, unggas, sereal, dan kacang-kacangan.
2) Zat Seng

15
Zat seng digunakan untuk pembentukan tulang selubung syaraf tulang belakang.
Resiko kekurangan seng menyebabkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah.
Kebutuhan seng pada ibu hamil sekitar 20 miligram per hari. Sumber makanan yang
mengandung seng antara lain: kerang, daging, kacang-kacangan, sereal.
3) Kalsium
Ibu hamil membutuhkan kalsium untuk pembentukan tulang dan gigi, membantu
pembuluh darah berkontraksi dan berdilatasi, serta mengantarkan sinyal syaraf,
kontraksi otot dan sekresi hormon. Kebutuhan kalsium ibu hamil sekitar 1000
miligram per hari. Sumber kalsium didapat dari ikan teri, susu, keju, udang, sarden,
sayuran hijau dan yoghurt.
4) Yodium
Ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi yodium sekitar 200 miligram dalam bentuk
garam beryodium. Kekurangan yodium dapat menyebabkan hipotirodisme yang
berkelanjutan menjadi kretinisme.
5) Fosfor
Fosfor berperan dalam pembentukan tulang dan gigi janin serta kenaikan metabolisme
kalsium ibu. Kekurangan fosfor akanmenyebabkan kram pada tungkai.
6) Fluor
Fluor diperlukan tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kekurangan fluor
menyebabkan pembentukan gigi tidak sempurna. Fluor terdapat dalam air minum.
7) Natrium
Natrium berperan dalam metabolisme air dan bersifat mengikat cairan dalam jaringan
sehingga mempengaruhi keseimbnagan cairan tubuh pada ibu hamil. Kebutuhan
natrium meningkat seiring dengan meningkatnya kerja ginjal. Kebutuhan natrium ibu
hamil sekitar 3,3 gram per minggu. Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi
memerlukan tambahan, namun yang sering kali menjadi kekurangan adalah energi
protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium. Kebutuhan energi untuk
kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 84.000 kalori selama masa kurang
lebih 280 hari. Hal ini perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap
hari selama hamil. Ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi makanan yang beraneka

16
ragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi
dari makanan lainnya.
4. Kenaikan Berat Badan Ibu Hamil
Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan umur kehamilan. Berat
badan yang bertambah dengan normal, menghasilkan anak yang normal. Kenaikan berat
badan ibu hamil meliputi beberapa unsusr/bagian. Sebagian memuat unsur anak, sebagian
lagi memuat unsur ibu.
Kenaikan berat badan ibu kemungkinan terasa sudah cukup, tetapi kenaikan itu lebih
banyak menambah berat badan ibu dibanding untuk menambah berat anak. Kenaikan berat
badan ibu belum tentu menghasilkan anak yang besar, demikian juga sebaliknya.
Penambahan berat badan ibu harus dinilai. Penambahan berat badan ibu hamil sudah lebih
dari 12,5 kg tetapi anak yang dikandungnya kecil maka berat badan masih harus ditambah.
Berat badan calon ibu saat mulai kehamilan adalah 45-65 kg. Jika kurang dari 45 kg
sebaiknya berat badan dinaikkan lebih dulu hingga mencapai 45 kg sebelum hamil dan
sebaliknya. Kondisi fisik dan kenaikan berat badan normal bagi wanita hamil pada setiap
trimester adalah sebagai berikut:
a. Trimester I (0 – 12 minggu)
Umumnya nafsu makan ibu berkurang, sering timbul rasa mual dan ingin muntah.
Kondisi ini ibu harus tetap berusaha untuk makan agar janin dapat tumbuh dengan baik.
Kenaikan normal antara 0,7 – 1,4 kg.
b. Trimester II (sampai dengan usia 28 minggu)
Napsu makan sudah pulih kembali. Kebutuhan makan harus diperbanyak. Kenaikan berat
badan normal antara 6,7 – 7,4 kg
c. Trimester III (sampai dengan usia 40 minggu)
Nafsu makan sangat baik, tetapi jangan berlebihan. Kenaikan berat badan normal antara
12,7 kg – 13,4 kg.
Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama hamil kurang
(underweight) atau lebih (overweihgt) dari normal akan membuat kehamilan menjadi
beresiko (low risk). Berat badan ibu yang kurang akan beresiko melahirkan bayi dengan
berat badan kurang atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR tentu akan
terganggu perkembangan dan kecerdasannya, selain kesehatan fisiknya yang juga kurang

17
bagus. Berat badan ibu berlebih atau sangat cepat juga beresiko mengalami perdarahan atau
bisa jadi merupakan indikasi awal terjadinya keracunan kehamilan (pre-eklamsia) atau
diabetes. Mula-mula overweight, lalu tensi naik, bengkak kaki, ginjal bermasalah, akhirnya
keracunan kehamilan. Hal tersebut akan beresiko menghambat pertumbuhan janin,
mengurangi pasokan makanan ke janin, karena adanya penyempitan pembuluh darah.
Apabila penyempitan pembuluh darah menghebat akan berakibat fatal bagi janin. Berat
badan ibu yang berlebihan juga dapat mempengaruhi proses persalinan. Jadi berat badan
ideal akan mempermudah berjalannya kelahiran tanpa komplikasi. Kalaupun ada hanya
sedikit (low risk), nifas juga akan segera usai. Berat badan yang ideal selama hamil akan
segera kembali bentuk tubuh ke berat semula setelah melahirkan.
5. Pengaruh Keadaan Gizi terhadap Proses Kehamilan
Pengaruh gizi terhadap proses kehamilan dapat mempengaruhi status gizi ibu
sebelum dan selama kehamilan.
a. Gizi pra hamil (Prenatal)
Konsep perinatal menjamin bahwa ibu dalam status gizi baik untuk terjadinya konsepsi
selama masa kehamilan dan setelah melahirkan mengalami sedikit komplikasi kehamilan
dan sedikit bayi prematur.
b. Gizi Pranatal
Wanita yang dietnya kurang atau sangat kurang selama hamil mempunyai kemungkinan
besar bayi yang tidak sehat seperti premature, gangguan kongenital, bayi lahir mati.
Wanita hamil kurang gizi kemungkinan akan melahirkan bayi yang premature dan kecil.
6. Hubungan KEK dengan BBLR
Status gizi sebelum dan selama hamil dapat mempegaruhi pertumbuhan janin yang
sedang dikandung. Bila staus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan
normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat terganntung pada keadaan gizi
ibu sebelum dan selama hamil. Salah satu cara mengetahui kualitas bayi adalah dengan
mngukur berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila
tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik.
Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil ynag mengalami masalah gizi
khusunya gizi kurang seperti Kurang Enargi Kronis (KEK) dan anemia gizi. Hasil SKRT

18
1995 menunjukkan bahwa 40% ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia
mempunyai kecnderungan melahirkan bayi denga Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Ibu
hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar
terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal.
Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar unmtuk melahirkan bayi
dengan BBLR, kematian saat persalinan, perdarahan, pasca persalinan yang sulit karena
lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan. Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat
pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu
kelangsungan hidupnya. Selain itu akan dapat menimbulkan resiko kesakitan dan kematian
bayi karena rentan terhadap infeksi saluran pernapasan bagian bawah. Bila ibu mengalami
kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah baik pada ibu maupun janin
antara lain sebagai berikut:
a. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara
lain: anemia, perdarahan dan berat badan ibu tidak bertambah secara normal serta terkena
penyakit infeksi.
b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit
dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan setelah persalinan serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin dan dapat
menimbulkan keguguran , abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan,
anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan) dan lahir dengan Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR).
7. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil
Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan
cara mengumpulkan data penting baik yang bersifat subjektif maupun yang bersifat objektif.
Status gizi janin ditentukan antara status gizi ibu sebelum dan selama dalam kehamilan dan
keadaan ini dipengaruhi oleh status gizi ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh keadaan

19
sosial ekonomi, keadaan kesehatan dan gizi ibu, paritas dan jarak kehamilan jika yang
dikandung bukan anak yang pertama. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil meliputi:
a. Berat Badan
Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan selama kehamilan
berlangsung merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksikan berat
badan bayi lahir rendah. Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan
berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada
saat hamil cenderung melahirkan bayi BBLR. Kenaikan berat badan selama 18
Kehamilan sangat mempengaruhi massa pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada ibu-
ibu hamil yang status gizi jelek sebelum hamil maka kenaikan berat badan pada saat hamil
akan berpengaruh terhadap berat bayi lahir. Kenaikan tersebut meliputi kenaikan
komponen janin yaitu pertumbuhan janin, plasenta dan cairan amnion. Pertambahan berat
badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pada akhir kehamilan
kenaikan berat hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang kurus. Sementara untuk yang
memiliki berat ideal cukup 10-12 kg sedangkan untuk ibu yang tergolong gemuk cukup
naik < 10 kg .
b. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin (Hb) adalah komponen darah yang bertugas mengangkut oksigen dari
paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Untuk level normalnya untuk wanita sekitar 12-16
gram per 100 ml sedang untuk pria sekitar 14-18 gram per 100 ml. Pengukuran Hb pada
saat kehamilan biasanya menunjukkan penurunan jumlah kadar Hb. Hemoglobin
merupakan parameter yang digunakan untuk menetapkan prevalensi anemia. Anemia
merupakan masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada ibu hamil. Kurang
lebih 50% ibu hamil di Indonesia menderita anemia. Anemia merupakan salah satu status
gizi yang berpengaruh terhadap BBLR. Pengukuran kadar haemoglobin dilakukan
sebelum usia kehamilan 20 minggu dan pada kehamilan 28 minggu 15.
c. Lingkar Lengan Atas (LILA)
1. Pengertian
Pengukurann LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan
energi protein (KEP) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat
digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran

20
LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa
saja.
2. Tujuan
Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik ibu
hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun
tujuan tersebut adalah:
a) Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis
wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
b) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
c) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
d) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.
e) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita
KEK.
3. Ambang Batas
Ambang Batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm
atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai
risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak.
4. Cara pengukuran LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan. Ada 7
urutan pengukuran LILA, Yaitu:
a) Tetapkan posisi bahu dan siku
b) Letakkan pita antara bahu dan siku
c) Tentukan titik tengah lengan
d) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
e) Pita jangan terlalu ketat
f) Pita jangan terlalu longgar

21
g) Cara pembacaan skala harus benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah pengukuran
dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal kita
ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan
dalam keadaan tidak tegang dan kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam
arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaanya sudah tidak rata.
d. Relative Body Weight (RBW)
RBW merupakan standart penilaian kecukupan kalori (energi) secara tidak
langsung16. Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan,
tubuh memperoleh energi dari makanan yang dimakan, dan energi dalam makanan ini
terdapat sebagai energi kimia yang dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Bentuk
energi yang berkaitan dengan proses-proses biologi adalah energi kimia, energi mekanis,
energi panas dan energi listrik. Penentuan kebutuhan kecukupan energi dengan teori
RBW adalah:
BB = Berat badan (Kg); TB = Tinggi badan (Cm); dengan ketentuan:
1) Kurus, jika RBW < 90 %
2) Normal, jika RBW = 90-100 %
3) Gemuk, jika RBW >110 % atau -<120 %
4) Obesitas ringan, RBW 120-130 %
5) Oesitas sedang, RBW > 130-140 %
6) Obesitas berat, RBW > 140 %
Kebutuhan kalori (energi) perhari
1) Orang kurus, BB x 40-60 kalori
2) Orang normal, BB x 30 kalori
3) Orang gemuk, BB x 20 kalori
4) Orang Obesitas, BB x (10 x15) kalori
Kalori untuk ibu hamil ditambah 100 kalori (tri semester I),ditambah 200 kalori (tri
semester II), ditambah 300 kalori (tri semester III).
B. Berat Badan Bayi Lahir Rendah
1. Pengertian

22
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2,499 gram) 17. Istilah prematuritas telah
diganti dengan berat bayi lahir kurang dari 37 minggu. Berat badan lahir rendah dari
semestinya sekalipun umur cukup atau karena kombinasi keduanya.
2. Klasifikasi BBLR Bayi BBLR
dibagi menjadi 2 golongan 19 yaitu:
a. Prematuritas Murni
1) Berat badan kurang dari 2500 gram, PB 45 cm, Lingkar kepala kurang dari 33 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm.
2) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3) Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin.
4) Kepala lebih besar dari pada badan
5) Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan.
6) Lemak sub kutan kurang
7) Ubun-ubun dan sutura lebar
8) Rambut tipis halus
9) Tulang rawan dan daun telinga immatur
10)Puting susu belum terbentuk dengan baik
11)Pembuluh darah kulit belum terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
12)Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora (pada
wanita), testis belum turun (pada laki-laki).
13)Bayi masih posisi fetal
14)Pergerakan kurang dan lemah
15)Otot masih hipotonik
16)Banyak tidur, tangis lemah, pemafasan belum teratur dan sering mengalami serangan
apnoe
17)Reflek tonik neck lemah
18)Reflek menghisap dan menelan belum sempurna
b. Dismaturitas
Pre term: sama dengan bayi dengan prematuritas mumi. Post term:
a) Kulit pucat, mekonium kering keriput, tipis

23
b) Vernik caseosa tipis / tak ada.
c) Jaringan lemak di bawah kulit kering.
d) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat.
e) Tali pusat berwarna kuning kehijauan
3. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
antara lain:
a. Faktor ibu
1) Penyakit (toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,
nefritis akut)
2) Usia ibu (usia <16 tahun, usia >35tahun, multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu
dekat)
3) Keadaan sosial (golongan sosial ekonomi rendah, perkawinan yang tidak syah)
4) Sebab lain (ibu yang perokok, ibu peminum alkohol, ibu pecandu narkotik)
b. Faktor janin
1) Hidramnion
2) Kehamilan ganda
3) Kelainan kromosom
c. Status Gizi (KEK, anemia, berat badan ibu )
d. Faktor Lingkungan (tempat tinggal dataran tinggi. Radiasi, zat-zat racun, karakteristik
keadaan yang dijumpai)
4. Diagnosa BBLR
Diagnosa BBLR ditentukan dari sebelum bayi lahir dan selesai bayi lahir 20 :
a. Sebelum bayi lahir
Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, dan lahir
mati.
1) Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
2) Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, walaupun kehamilannya sudah
agak lanjut.
3) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya.

24
4) Sering di jumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula disebut dengan
hidramnion; hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia
grafidarum atau perdarahan antepartum.
b. Setelah bayi lahir
1) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin secara klasik tampak seperti bayi yang
kelaparan tanda-tanda bayi ini adalah tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas,
vernik kaseosa sedikit atau tidak ada kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat.
Abdomen cekung atau rata, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tali pusat tipis, lembek
dan berwama kehijauan.
2) Bayi prematur yang labir sebelum kehamilan 37 minggu. Vernik kaseosa ada jaringan
lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti
boneka, abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot
hipotoni, dan kulit tipis, merah dan transparan.
3) Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin.
4) Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dan tubuhnya, karena itu sangat
peka terhadap gangguan pernafasan, dan sebagainya. Bayi kecil (small for date) alat-
alat dalam tubuh lebih berkembang dibandingkan dengan bayi premature berat badan
sama, karena itu akan lebih mudah hidup diluar rahim, namun tetap lebih peka terhadap
infeksi dan hipotermi dibandingkan bayi matur dengan berat badan normal. Perawatan
bayi BBLR 20. Yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhu lingkungan,
pemberian makanan dan siap sedia dengan tabung oksigen. Pada bayi prematur makin
pendek masa kehamilan, makin sulit dan banyak persoalan yang akan dihadapi, dan
makin tinggi angka kematian perinatal. Biasanya kematian disebabkan oleh gangguan
pernafasan, nifeksi, cacat bawaan, dan trauma pada otak.
a. Pengaturan suhu lingkungan
Bayi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu yang diatur: bayi berat
badan dibawah 2 kg 35° C, bayi berat badan 2 kg sampai 2,5 kg 34°C. Suhu
inkubator diturunkan 1°C setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada suhu
lingkungan sekitar 24-27°C.
b. Makanan bayi berat lahir rendah.

25
Umumnya bayi prematur belum sempurna refleks mengisap dan batuknya,
kapasitas lambung masih kecil, dan daya enzim pencemaan, terutama lipase, masih
kurang. Maka makanan diberikan dengan pipet sedikit-sedikit. Sedangkan pada
bayi small for date sebaliknya kelihatan seperti orang kelaparan, rakus minum dan
makan. Yang harus diperhatikan adalah terhadap kemungkinan terjadinya
pneumonia aspirasi.
5. Prognosis BBLR
Kematian perinatal pada bayi berat lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi normal pada
umur kehamilan yang sama. Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah.
Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan
komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pnemonia, perdarahan intrakranial, dan
hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan
terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan gangguan lainnya.
6. Pengamatan lanjut
Bila bayi berat lahir rendah ini dapat mengatasi problematika yang dideritanya, maka
perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan
pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat, dan penyakitpenyakit
seperti hidrosefalus, cerebal palsy dan sebagainya.
C. Kerangka Teori
Kerangka Teori Hubungan Status Gizi Ibu hamil Usia Kandungan 4-5 bulan Terhadap Berat
Badan bayi Lahir
1. Faktor Langsung:
a) Penyakit
b) Asupan Makanan
2. Faktor Tidak Langsung:
a) Pendidikan Keluarga
b) Sosial Budaya
c) Fasilitas Kesehatan
d) Suplemen Makanan
e) Status Gizi Ibu Hamil (LILA, RBW, Hb)
f) Berat Badan Bayi Lahir

26
g) Keterbatasan Ekonomi
h) Produksi Pangan
i) Sanitasi Makanan Adat / Tradisi
j) Pengetahuan Gizi
k) Pemenuhan Makanan
l) Pantangan Makan
m) Kebiasaan Makan Selera Makan
3. Faktor Ibu:
1.Penyakit
2.Usia
3.Sosial Ekonomi
4.Sebab Lain (perokok, alkohol, narkotika)
4. Faktor Janin:
1.Hidramnion
2.Kehamilan ganda
3.Kelainan Kromosom

D. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Kerangka Konsep Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Usia Kandungan 4-5 bulan terhadap Berat
Badan Bayi Lahir.

E. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara status gizi ibu hamil usia kandungan 4-5 bulan terhadap berat badan
bayi lahir.

27
2. Kebutuhan Berbagai Zat Gizi Pada Wanita Hamil Dan Menyusui
A. Kehamilan
1. PengertianKehamilan
Kehamilan merupakan suatu masa dimana didalam rahim seorang perempuan
terdapat janin yang terjadi karena adanya proses pembuahan
setelahbertemunyaselspermadanseltelur(Kemenkes,2014).
2. Perubahan Fisiologi Selama Kehamilan
Menurut Manuaba (1998), guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim terjadilah perubahan-perubahan pada tubuh ibu hamil :
(1) Rahim / uterus mengalami hipertropi dan hyperplasia
(2) Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah
(3) Ovarium
(4) Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan untuk persiapan memberikan
ASI sehingga payudara menjadi lebih besar, areola menghitam dan puting susu
menonjol,
(5) Sirkulasidarah.
a) Volumedarahmeningkat,curahjantungbertambah
b) Seldarahmerahmengalamipeningkatan.
c) Sistem respirasi mengalami perubahan untuk memenuhi kebutuhan
oksigendanadanyadesakandiafragmaolehpembesaranrahim.
d) Sistem pencernaan mengalami perubahan karena adanya hormon
estrogendanprogesteron.
e) Traktus urinarius mengalami penambahan filtrasi pada glomerolus
danpembesaranureter.
f) Kulitmengalamihiperpigmentasipadatempattertentu
g) Metabolisme mengalami perubahan dimana kebutuhan nutrisi makin
tinggiuntukpertumbuhanjanindanpersiapanpemberianASI
3. Kebutuhan Nutrisi Ibu Hamil
Menurut Kemenkes (2014), Ibu hamil membutuhkan gizi yang lebih banyak dari
pada kebutuhan dalam keadaan normal untuk memenuhi

28
kesehatanibuhamilsendiridancalonbayi yangmasihdikandungnya. Beberapa jenis zat gizi
yang dibutuhkan ibu hamil antara lain :
(1) Kalori,
(2) Asam folat untuk membentuk sel dan sistem syarat termasuk darah merah
(3) Zat besi untuk membentuk sel dan jaringan baru termasuk darah merah
(4) Protein untuk pertumbuhan janin dan mempertahankan kesehatan ibu
(5) Kalsium untuk membentuk jaringan baru pada janin
(6) Vitamin untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin
(7) Iodium untuk perkembangan otak dan sistem saraf janin. Kebutuhan zat - zat gizi
selama hamil disajikan pada table 2.1 Tabel2.1AKG Kebutuhan ibu sebelum hamil
Tambahan kebutuhan selama hamil 19-29(th) 30-49(th) TM1 TM2 TM3

Kebutuhan ibu sebelum hamil Tambahan


kebutuhan
selama hamil
Jenis zat gizi
19-29(th)
Energi(kkal) 2250 2150 180 300 300
Protein(g) 56 57 20 20 20
Lemaktotal(g) 75 60 6 10 10
Lemak n-6 (g) 12,0 12,0 2 2 2
Lemakn-3(g) 1,1 1,1 0,3 0,3 0,3
Karbohidrat(g) 309 323 25 25 25
Serat(g) 32 30 3 3 3
Air(ml) 2300 2300 300 300 300
VitaminA(mcg) 500 500 300 300 350
VitamainD(mcg) 15 15 0 0 0
VitaminE(mcg) 15 15 0 0 0
VitaminB6(mg) 1,1 1,1 0,3 0,3 0,3

29
VitaminB2(mg) 1,4 1,3 0,3 0,3 0,3
VitaminB3(mg) 12 12 4 4 4
VitB5Panthotenat 5 5 1 1 1
VitaminB6(mg) 1,3 1,3 0,4 0,4 0,4
Folat(mcg) 400 400 200 200 200
VitaminB12(mcg) 24 2,4 0,2 0,2 0,2
Biotin(mcg) 30 30 0 0 0
Kolin(mg) 425 425 25 25 25
VitaminC(mg) 75 75 10 10 10
Kalsium(mg) 1100 1000 200 200 200
Fosfor(mg) 700 700 0 0 0
Magnesium(mg) 310 320 40 40 40
Natrium(mg) 1500 1500 0 0 0
Kalium(mg) 4700 4700 0 0 0
Mangan(mg) 1,8 1,8 0,2 0,2 0,2
Tembaga(mcg) 900 900 100 100 100
Kromium(mcg) 25 25 5 5 5
Besi(mg) 26 26 0 9 13
Iodium(mcg) 150 150 70 70 70
Seng(mg) 10 10 2 4 10
Selenium(mcg) 30 30 5 5 5
Fluor(mg) 2,5 2,7 0 0 0

B. Pelayanan Kesehatan bagi Ibu Hamil


Menurut Kemenkes (2015), Pelayanan kesehatan bagi ibu hamil harus
diberikansecaraberkualitassesuaistandaryangterdiridari:
1. Timbang berat badan dan tinggi badan Penimbangan berat badan dilakukan untuk
mendeteksi gangguan pertumbuhan janin sedangkan pengukuran tinggi badan dilakukan
untuk menapis faktor risiko panggul sempit pada ibu hamil. Gangguan pertumbuhan janin
ditunjukkan dengan penambahan berat badan kurangdari1kgsetiapbulannya.

30
2. Ukur tekanan darah Pengukuran tekanan darah untuk mendeteksi adanya hipertensi dalam
kehamilan dan preeklamsia.
3. Nilai status gizi(Ukurlingkarlenganatas/LiLA) Pengukuran LiLA dilakukan untuk skrining
ibu hamil berisiko kekurangan energi kronis (KEK) yaitu ibu hamil yang mengalami
kekurangan gizi dalam waktu lama yang ditandai dengan ukuran LiLA kurangdari23,5cm.
4. Ukur Tinggi fundusuteri Pengukuran tinggi fundus dilakukan untuk mendeteksi
pertumbuhan janin.
5. Tentukan presentasi janin dan Denyut Jantung Janin(DJJ) Menentukan presentasi janin
dilakukan untuk mengetahui letak janin sedangkan pemeriksaan DJJ untuk menapis
adanya gawatjanin.
6. Skrining imunisasi Toxoid Tetanus (TT) dan pemberian imunisasi jika perlu untuk
mencegah terjadinya tetanus neonatorum
7. Beri tablet tambah darah (tablet zat besi dan asam folat) minimal 90 tablet untuk mencegah
anemia gizibesi.
8. Periksa laboratorium meliputi pemeriksaan golongan darah, kadar hemoglobin (Hb)
proteinurin, guladarah,HIV
9. Tata laksana / penanganan kasus terhadap setiap kelainan yang ditemukan sesuai standar
dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesua isi
stemrujukan.
10. Temuwicara(konseling) Temu wicara / konseling yang meliputi kesehatan ibu; perilaku
hidup bersih dan sehat; peran suami dan keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
persalinan; tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas; asupan gizi seimbang;
gejala penyakit menular dan tidak menular; inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI
eksklusif; KB pasca persalinan, imunisasi dan peningkatan kesehatan intelegensia
padakehamilan.
C. Ibu Hamil KEK
1. Pengertian
Ibu hamil KEK adalah ibu hamil dengan LiLA < 23,5 cm (Kemenkes, 2015).
2. Penyebab
Menurut Kemenkes (2015), Ibu hamil KEK disebabkan oleh penyebab langsung
maupun tidak langsung. Faktor penyebab langsung ibu hamil KEK adalah konsumsi gizi

31
yang tidak cukup dan adanya penyakit yang dideritaibu sedangkan penyebab tidak
langsungnya adalah persediaan makanan yang tidak cukup, pola asuh, kesehatan
lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Penyebab langsung dan tidak
langsung ini dipengaruhi oleh kurangnya pemberdayaan wanita, keluarga dan sumber daya
manusia sebagai masalah utama serta adanya krisis ekonomi, politik dan sosial sebagai
masalah dasar. Faktor penyebab tersebut terlihat pada gambar2.1

Ibu hamil KEK

Konsumsi gizi tidak cukup Penyakit Penyebab


langsung

Kesling dan Polaasuh Persediaan Penyebab tidak


Yangkestid tidak makanan langsung
ak memadai memadai tidak cukup

Kurang pendidikan, pengetahuan, & keterampilan

Masalah
Kurang pemberdayaan wanita,keluarga dan SDM utama

Pengangguran, inflasi, karang pangan dan kemiskinan

Masalah
Krisis ekonomi, politik dan sosial
dasar

D. Pelayanan gizi ibu hamil KEK

32
Ibu hamil KEK harus ditangani sesuai standar dan kewenangan. Pelayanan gizi ibu
hamil KEK dilakukan dengan mengikuti tahapan proses asuhangiziterstandaryangmeliputi:
1. Pengkajiangizidilakukandengan:
a. Interpretasi data antropometri menggunakan LiLA (KEK jika LiLA < 23,5 cm) dan IMT
prahamil/trimester 1 (gizi kurang/KEK jikaIMT<18,5cm)
b. Interpretasi data biokimia (Hb),Anemiajika b<11gr/dl
c. Interpretasidataklinismisalnya kurus,pucat
d. Interpretasidataasupanmakan/riwayatgizi
e. Riwayat personal yaitu sosial ekonomi & budaya (keyakinan terkaitpolamakan)
f. Membandingkan dengan standar yang ada
2. Menetapkan diagnosa gizi yaitu menentukan masalah gizi berdasarkan problem, etiologi
dan sign serta symptom yang bersifat spesifik serta terkait dengan mal nutrisi dan perilaku
makan.
3. Intervensigizi Strategi intervensi gizi pada ibu hamil KEK meliputi:
a. Penyediaan makan diawali dengan perhitungan kebutuhan energi yang dihitung
berdasarkan aktivitas dan status gizi ibu ditambah 500 kkal untuk usia kehamilan
trimester 1, 2 & 3 dilanjutkan dengan pemberian diet sesuai kebutuhan per
individunormal yang meliputi kebutuhan energi dan zat gizi ditambah 500 kkal sebagai
penambahan energi selama kehamilan. Bentuk penambahan energi 500 kkal pada ibu
hamil KEK dapat berasal dari pemberian makanan tambahan (PMT) yang berupa
makanan selingan padat yang berbasis pangan lokal, makanan pabrikan (biskuit lapis)
yang diberikan 90 hari maupun minuman padat gizi. Menurut Kemenkes (2017),
makanan tambahan yang diberikan untuk mencukupi kebutuhan gizi pada ibu hamil
dengan kategori KEK berupa biskuit lapis yang dibuat dengan formulasi khusus dan
difortifikasi dengan vitamin dan mineral. Karakteristik produk makanan tambahan
untuk ibu hamil KEK adalah berbentuk biskuit lapis (sandwich) yang pada permukaan
atas biskuit tercantum tulisan “MT Ibu Hamil”, tekstur biskuit renyah berisi krim/selai
padat dan lembut, berat rata-rata 20 mg/biskuit lapis, warna sesuai dengan hasil proses
pengolahan yang normal (tidak gosong), berasa manis dan memenuhi persyaratan mutu
dan keamanan yang sesuai untuk ibu hamil. Syarat mutu untuk makanan tambahan ibu
hamil ini harus memenuhi zat gizi

33
NO ZAT GIZI SATUAN KADAR
1 Energi G Minimum 500
2 Protein (kualitas protein tidak kurang dari G Minimum 15
65% kaseinstandar)
3 Lemak (kadar asam linoleat minimal 300mg G Minimum 25
per 100 kkal, atau1,5grper100grproduk
4 Karbohidrat: Mcg 15-17
Sukrosa
Serat Minimum 5
5 VitaminA Mcg Minimum 800
6 VitaminD Mg Minimum 5
7 VitaminE Mg Minimum 15
8 VitaminB1 Mg Minimum 1,3
9 VitaminB2 Mg Minimum 1,4
10 VitaminB3 Mg Minimum 18
11 VitaminB12 Mcg Minimum 2,6
12 VitaminB6 Mg Minimum 1,7
13 AsamFolat Mcg Minimum 600
14 Asampantothenat Mcg Minimum 7
15 VitaminC Mcg Minimum 85
16 Kalsium(asCalakat) Mcg Minimum 250
17 Fosfor Mcg Minimum 208
18 Natrium Mcg Maksimum 500
19 Besi(asFerofumarat) Mcg Maksimum 15
20 Iodium Mcg Maksimum 100
21 Seng Mg Minimum 7,5
22 Selenium Mcg Maksimum 35
23 Flour Mg Minimum 2,7
24 Air % Maksimum 5

34
Maksimum5 Sumber : Kepmenkes RI No 899 tahun 2009 Tentang Spesifikasi
teknis makanan tambahan anak balita 2-5 tahun, Anak Usia SD danIbuhamil Biskuit
lapis dikemas dalam kemasan primer, sekunder dan tersier. Kemasan primer terdiri
dari 3 (tiga) biskuit lapis berat 60 gram, setiap 7 (tujuh) kemasan primer dikemas dalam
1 (satu) kotak kemasan sekunder (berat 420 gram) dan setiap 4 (empat) kemasan
sekunder dikemas dalam 1 (satu) kemasan tersier. Tiap kemasan primer (3 keping/60
gram) Makanan Tambahan Ibu Hamil mengandung minimum 270 Kalori, minimum 6
gram protein, minimum 12 gram lemak, diperkaya 11 macam vitamin (A, D, E, B1,
B2, B3, B5, B6, B12, C, Folat) dan 7 macam mineral yaitu Besi, Kalsium, Natrium,
Seng, Iodium, Fosfor,Selenium. Pada kehamilan trimester 1 diberikan 2 keping/hari,
sedangkan pada trimester 2 diberikan 3 keping/hari hingga ibu hamil tidak lagi KEK
(Kemenkes,2017).
b. Konseling/edukasigiziyang dilakukan untukmembantuibu hamil KEK dalam
memperbaiki status gizinya melalui penyediaan makanan yang optimal agar tercapai
berat badan standar. Tahapan konseling:
1) Menentukan dan mendiskusikan prioritas perubahan perilaku yang perlu dilakukan
untuk mencapai kesehatan ibu hamil sesuai dengankondisinya
2) MenjelaskanprinsipgiziseimbangbagiibuhamildanPHBS
3) Menjelaskan pentingnya makanan yang cukup dan pemilihan makanan yang tepat
selama hamil serta mengajarkan cara mengganti bahan makanan dengan bahan
makanan sejenis.
4) Memberikan contoh polamakan yang tepat sertapenambahan energi sesuai dengan
trimester.
5) Memberikan contoh menu sehari-hari bergizi seimbang bagi ibu hamil dan contoh
makanan tambahan 500 kkal,15grprotein
6) Menyarankan ibu hamil menambah waktu istirahat dengan berbaring 1 jam pada
siang hari
7) Melakukanevaluasikonselingyangdilakukan
8) Mengatur dan memotivasi kunjungan ulang ke pelayanan kesehatan.
c. Kolaborasi dan koordinasi tenaga kesehatan dan lintas sektor terkait Kolaborasi dengan
masyarakat termasuk lembaga pemberdayaan masyarakat dalam hal:

35
(1) membuat makanan tambahan berbasis bahan makanan lokal
(2) Memotivasi ibu hamil KEK untuk meningkatkan asupan makanan sehari-hari dan
mengonsumsi PMT
(3) Memantau pemanfaatan PMT melalui pendampingan kader Koordinasi dengan
tenaga kesehatan lain misalnya dalam penanganan jika ada penyakit penyerta
,Kerjasama dengan perawat / bidan dalam memotivasi kesadaran makan ibu hamil,
kerjasama dengan bidan untuk mengelola PMT local melalui kelasibu.
(4) Monitoring-evaluasi Monitoring evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan kemajuan status gizi ibu hamil KEK dalam melaksanakan
pemberian makan ibu hamil dengan indikator yang meliputi kenaikan berat badan,
perbaikan laboratorium, perbaikan tanda klinis, asupan makanan termasuk asupan
makanan dari PMT.
E. Perubahan Berat Badan pada Ibu Hamil KEK
Proses biologik yang terjadi selama hamil ditandai dengan kenaikan berat badan yang
berasal dari beberapa komponen. Komponen kenaikan berat badan selama hamil tersaji dalam
tabel2.3 Tabel2.3Komponen Kenaikan Berat Badan Selama hamil
Deskripsi Komponen Berat(kg)
Produkkonsepsi Janin 3.23
Plasenta 0,64
Cairanamnion 1,44
Perubahan berat badan ibu Air 6.0*
terkait kehamilan Cairan plasma 1.2*
Cairan ekstra 2.2*
seluler Cairan intraseluler 2.6*
Proteintubuh 1.5
Total 12.5

Ibu hamil dengan cukup energi dan zat gizinya akan naik berat badannya sesuai umur
kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi yang sehat dan berat lahirnya cukup. Akan tetapi
jika kehamilan dengan gizi kurang/KEK maka kenaikan berat badan selama hamil harus lebih
besar dibandingkan ibu hamil normal karena mempertimbangkan defisit berat badan. Adapun

36
target kenaikan beratbadan ibuselamahamil yaitu 12,5-18 kgselamahamil dengan rincian
trimester11,5-2 kg, trimester24,5-6,5 kg, dantrimester36,5-9,5 kg.

F. Hipotesis
1. Ada hubungan antara kehadiran konseling gizi dengan pertambahan berat badan ibu hamil
KEK
2. Ada hubungan antara konsumsi PMT program dengan pertambahan berat badan ibu hamil
KEK

3. Pengaruh Gizi Terhadap KesehatanDan Daya Tahan Tubuh Juga Terhadap Infeksi
Pada Wanita Hamil & Menyusui
A. Stunting
1. Definisi
Stunting merupakan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur
berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U). stunting dapat terjadi mulai janin masih
dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Prevalensi stunting mulai
meningkat pada usia 3 bulan, kemudian proses stunting melambat pada saat anak berusia
sekitar 3 tahun. 1 Terdapat perbedaan interpretasi kejadian stunting diantara kedua
kelompok usia anak. Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, menggambarkan proses
gagal bertumbuh atau stunting yang masih sedang berlangsung/terjadi. Sementara pada
anak yang berusia lebih dari 3 tahun, menggambarkan keadaan dimana anak tersebut telah
mengalami kegagalan pertumbuhan atau telah menjadi stunted (Sandra Fikawati dkk,
2017). Berbagai ahli menurut Wamani et al.,dalam Sandra Fikawati dkk (2017)
menyatakan bahwa stunting merupakan dampak dari berbagai faktor seperti berat lahir
yang rendah, stimulasi dan pengasuhan anak kurang tepat asupan nutrisi kurang, dan
infeksi berulang serta berbagai faktor lingkungan lainnya.2 Stunting/pendek merupakan
kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi dalam
jangka waktu yang lama.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat
pendek adalah status gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang Badan menurut Umur

37
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan istilah stunted (pendek)
dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek adalah balita dengan status gizi
berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur bila dibandingkan dengan standar
baku WHO, nilai Z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai
Z-scorenya kurang dari -3SD. 14 Stunting merupakan suatu keadaan dimana tinggi badan
anak yang terlalu rendah. Stunting atau terlalu pendek berdasarkan umur adalah tinggi
badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2SD) dari tabel status gizi WHO
child growth standard.

2. Etiologi
Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis, dipengaruhi dari
kondisi ibu/calon ibu, masa janin dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita
selama masa balita. Dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui
pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ lainnya.
Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin
melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan
pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel
otak dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di
ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek.15 Menurut WHO (2013),
Stunting disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Household and family factor (faktor rumah tangga dan keluarga) Faktor rumah tangga
terbagi menjadi 2, yaitu faktor maternal dan lingkungan tempat tinggal. Faktor
maternal yaitu: nutrisi yang kurang selama persiapan kehamilan, kehamila, dan masa
menyusui; tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan usia remaja, kesehatan
mental, intrauterine growth retardation (IUGR) dan kelahiran preterm, jarak kehamilan
yang pendek dan hipertensi. Nutrisi yang kurang dapat dilihat salah satunya dari
anemia, menurut Kemenkes RI anemia pada ibu hamil dapat memperngaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin atau bayi saat kehamilan maupun setelah
dilahirkan. Diperkirakan 41,8% ibu hamil mengalami anemia, dan dinyatakan anemia
apabila hemoglobin kurang dari 11 mg/dl. Faktor lingkungan tempat tinggal yaitu
stimulai aktivitas anak yang tidak adekuat, perawatan yang kurang, sanitasi dan

38
pasokan air yang tidak adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang kurang , alokasi
dalam rumah tangga yang tidak sesuai dan edukasi pengasuh yang rendah.
2) Inadequate complementary feeding (Ketidakcukupan kelengkapan pangan)
Ketidakcukupan kelengkapan pangan yaitu kualitas makanan yang rendah, yang
terbagi atas rendahnya nutrsi makanan, varian makanan yang tidak beragam dan
rendahnya protein hewani, makanan yang dipilih adalah makanan rendah energy,
selain itu inadequate practice berupa pemberian makanan yang jarang, kurangnya
makanan selama dan setelah sakit, konsistensi dan kuantitas makanan yang sedikit.
Rendahnya kualitas makanan juga menjadi salah satu faktor penyebab stunting, yaitu
makanan yang dan minuman yang terkontaminasi, kebersihan yang rendah, dan
penyimpanan yang tidak aman.
3) Asi ekslusif Pemberian ASI yang dimaksud WHO yang menajdi penyebab stunting
adalah keterlambatan inisiasi menyusi, tidak asi ekslusif, menyapih bayi terlalu cepat.
Asi ekslusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara ekslusif adalah bayiyang hanya
diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, the,
dll. Pemberian ASI secara ekslusif ini dinjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 6 bulan. Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan yang
terlalu dini. Pemberian makanan terlalu dini dapat menganggu ASI ekslusif dan dapat
meningkatan angka kesakitan. (Roesli,2000)
4) Infeksi Clinical dan subclinical infeksi antara lain: enteric infection seperti diare,
wabah penyakit lingkungan, infeksi pernafasan, Malaria, inflamasi. Kejadian stunting
pada umumnya disebabkan oleh banyak faktor yang saling berhubungan. Konsumsi
zat gizi seperti energi, protein dan seng serta riwayat penyakit infeksi merupakan
faktor yang berpengaruh langsung terhadap proses pertumbuhan anak. Kurangnya
asupan nutrisi untuk anak akan menyebabkan bertambahnya jumlah anak dengan
growth faltering (gangguan pertumbuhan) (Kusharisupeni, 2011). Selain itu, seringnya
anak mengalami sakit infeksi juga akan berdampak terhadap pola pertumbuhannya.
Infeksi mempunyai kontribusi terhadap penurunan nafsu makan dan bila berlangsung
secara terus menerus akan menganggu pertumbuhan linier anak.16 Ida ayu, kadek
tresna dalam penelitian mengatakan dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian stunting, didapatkan bahwa variabel konsumsi seng dan riwayat penyakit

39
infeksi sebagai faktor dominan yang mempengaruhi stunting di wilayah Kerja
Puskesmas Nusa Penida III. Anak balita yang kekurangan konsumsi seng memiliki
risiko 9,94 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan anak balita yang
konsumsi sengnya mencukupi serta anak balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi
memiliki risiko 5,41 kali lebih tinggi untuk terkena stunting.17 Context (hal-hal yang
berhubungan) dengan stunting menurut WHO yaitu social dan masyarakat, yang
dibagi menjai beberapa faktor yaitu: ekonomi dan politik (kebijakan perdagangan,
harga pangan, regulasi pasar, pendapatan, pekerjaan dan mata pencaharian), kesehatan
dan pelayanan kesehatan (akses ke layanan kesehatan, kualitas penyedia layanan
kesehatan, sarana dan prasarana, system layanan kesehatan), pendidikan (akses
pendidikan, guru yang memenuhi persyaratan, qualified penyuluh kesehatan), Sosial
dan budaya (kepercayaan dan norma, dukungan masyarakat, perhatian kepada anak,
status ibu), Pertanian dan dan system makanan (hasil dan pengolahan pangan,
ketersediaan makanan bernutrisi, kualitas penyimpanan makanan), Air, sanitasi dan
lingkungan (infrastruktur dan layanan air dan sanitasi, kepadatan penduduk, iklim
yang beubah-ubah, urbarnisasi, bencana).

3. Tinggi badan/ Panjang badan


Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur tubuh dan panjang
tulang. Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer. Ada dua macam yaitu: ‘stadiometer
portabel’ yang memiliki kisaran pengukur 840-2060 mm dan ‘harpenden stadiometer
digital’ yang memiliki kisaran pengukur 600-2100 mm. Tinggi badan diukur dalam
keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki dan aksesoris kepala, kedua tangan tergantung
rileks di samping badan, tumit dan pantat menempel di dinding, pandangan mata
mengarah ke depan sehingga membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi
dari bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus acusticus eksterna bagian dalam).
Bagian alat yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh kepala (bagian verteks).
Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal. Pasien inspirasi maksimum
pada saat diukur untuk meluruskan tulang belakang. Pada bayi yang diukur bukan tinggi
melainkan panjang badan. Biasanya panjang badan diukur jika anak belum mencapai
ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2 tahun. Ukuran panjang badan lebih besar

40
0,5-1,5 cm daripada tinggi. Oleh sebab itu, bila anak diatas 2 tahun diukur dalam keadaan
berbaring maka hasilnya dikurangi 1 cm sebelum diplot pada grafik pertumbuhan.
Anak dengan keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak memungkinkan
dilakukan pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara pengukuran alternatif. Indeks
lain yang dapat dipercaya dan sahih untuk mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan
(arm span), panjang lengan atas (upper arm length), dan panjang tungkai bawah (knee
height). Semua pengukuran di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm. Panjang badan
bayi lahir normal menurut WHO adalah 42-56 cm. berikut adalah tabel perkembangan
panjang badan bayi usia 0-12 bulan menurut WHO:

4. Diagnosis stunting
Pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang dan
tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal.
Secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Penilaian status gizi
balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara
umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energy. Beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan
dengan standar deviasi unit z (Z- score). Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status
gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan
severely stunted (sangat pendek). Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan
indikator tinggi badan per umur (TB/U).

5. Dampak Stunting
Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang berkembang. Ini berarti 1 dari 3
anak Indonesia akan kehilangan peluang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan
dalam sisa hidup mereka. Stunting bukan semata pada ukuran fisik pendek, tetapi lebih
pada konsep bahwa proses terjadinya stunting bersamaan dengan proses terjadinya

41
hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya, termasuk otak.18 Dampak
buruk dari stunting dalam jangka pendek bisa menyebabkan terganggunya otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit, risiko tinggi munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit
jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas
kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktifitas ekonomi.

6. Pencegahan Stunting
Intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi stunting selain intervensi gizi
diperlukan intervensi dari berbagai sektor, antara lain:
1) Pencegahan stunting dengan sasaran ibu hamil
a) Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi
stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila mengalami
Kurang Energi Kronis (KEK), perlu diberikan makanan tambahan bagi ibu hamil
tersebut.
b) Setiap ibu hamil perlu mendapat tabelt tambah darah (TTD), minimal 90 tabelt selama
kehamilan.
c) Kesehatan ibu harus selalu dijaga agar tidak sakit.
2) Pencegahan stunting pada saat bayi lahir
a) Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan segera melakukan IMD setelah
bayi lahir
b) Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI secara eksklusif.
c) Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
d) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI) dan
ASI tetap dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun
e) Bayi dan anak memperoleh kapsul Vitamin A dan imunisasi dasar lengkap
f) Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.

42
g) Menurut Kemenkes RI, perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan
oleh setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan
fasilitas santasi serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian
sakit terutama penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk perumbuhan
teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, zat gizi sulit diserap oleh
tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.
B. Anemia dalam kehamilan
1. Definisi
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut
dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama
pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005).
a. Anemia
Pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, menurut WHO
kejadian anemia hamil berkisar antara 20 % sampai dengan 89 % dengan menetapkan
Hb 11 gr % sebagai dasarnya. Hb 9 – 10 gr % disebut anemia ringan. Hb 7 – 8 gr %
disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia berat 19 Kekurangan zat besi
dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh
maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin di dalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan.
b. Penyebab Anemia
Menurut Nugraheny (2010), Anemia umumnya disebabkan oleh kurang gizi,
kurang zat besi dalam diit, malabsorbsi, kehilangan darah pada persalinan yang lalu,
penyakit kronik seperti TBC, paru, cacing usus, malaria.Sebagian besar penyebab
anemia di Indonesia adalah kekurangan besi yang berasal dari makanan yang dimakan
setiap hari dan diperlukan untuk pembentukan Hemoglobin. Wanita hamil
membutuhkan gizi lebih banyak daripada wanita tidak hamil, dalam kehamilan
Triwulan III, pada saat ini janin mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat.21 Umumnya nafsu makan ibu sangat baik dan ibu sering merasa lapar
dan jangan makan berlebihan yang mengandung hidrat arang dan protein hingga
mengakibatkan berat badan naik terlalu banyak, hal ini untuk menghindari terjadinya

43
perdarahan, indikasi awal terjadinya keracunan kehamilan atau diabetes (Waryana,
2010). Menurut Arisman Penyebab anemia gizi besi dikarenakan kurang masuknya
unsur besi dalam makanan, karena gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan atau
terlampau banyaknya besi yang keluar dari badan misalnya perdarahan. Sementara itu
kebutuhan ibu hamil akan Fe meningkat untuk pembentukan plasenta dan sel darah
merah sebesar 200-300%.Perkiraan jumlah zat besi yang diperlukan selama hamil
adalah 1040 mg. Sebanyak 300 mg Fe ditransfer ke janin dengan rincian 50-75 mg
untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah dan
200 mg hilang ketika melahirkan. Kebutuhan Fe selama kehamilan trimester 1 relatif
sedikit yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama trimester III yaitu
6,3 mg sehari, jumlah sebanyak itu tidak mungkin tercukupi hanya melalui makanan.
c. Klasifikasi Anemia Klasifikasi
Menurut WHO dalam Waryana (2010) 1) Tidak anemia : 11 gr % 2) Anemia
ringan : 9-10 gr % 3) Anemia sedang : 7-8 gr % 4) Anemia berat : < 7 gr %.
d. Tanda Gejala
Menurut Arisman (2007) Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya
tidak khas dan sering tidak jelas. Gejalanya berupa keletihan, mengantuk, kelemahan,
pusing, malaise, pica, nafsu makan kurang, perubahan mood, perubahan kebiasaan
tidur, dan ditandai dengan keadaan yang berupa pucat, Ikterus, edeme perifer,
membran mukosa dan bantalan kuku pucat, lidah halus.
e. Dampak Anemia
Pada Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas Menurut Manuaba (2002) pada wanita
hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur),
gangguan proses persalinan (inertia uteri, atonia uteri, partus lama), gangguan pada
masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan produksi ASI rendah),
dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian
perinatal, dan lain-lain). Kadar hemoglobin ibu hamil berhubungan dengan panjang
bayi yang nantinya akan dilahirkan, semakin tinggi kadar Hb semakin panjang ukuran
bayi yang akan dilahirkan (Ruchcayati 2012). Ibu hamil yang terpapar anemia

44
mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke sel tubuh maupun otak sehingga
menimbulkan gejala-gejala letih, lesu, cepat lelah dan gangguan nafsu makan,
sehingga berdampak kepada keadaan gizi ibu, yang tercermin dalam berat badannya.
Bila hal ini terjadi pada saat trimester III, maka risiko melahirkan prematur ataupun
BBLR 3,7 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil trimester III non anemia. Anemia
berarti kurangnya hemoglobin darah dalam tubuh Hemoglobin sebagai transportasi
zat besi dari ibu ke janin melalui plasenta. Transfer zat besi dari ibu ke janin didukung
oleh peningkatan substansial dalam penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan
diatur oleh plasenta. Ferum fertin meningkat pada umur kehamilan 12–25 minggu.
Kebanyakan zat besi ditransfer ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu yang
sesuai dengan waktu puncak efisiensi penyerapan zat besi ibu. Serum transferin
membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk transferin reseptor yang terletak pada
permukaan apikal dan sinsitiotropoblas plasenta, holotransferin adalah endocytosied,
besi dilepaskan dan apotransferin dikembalikan ke sirkulasi ibu. Zat besi kemudian
bebas mengikat fertin dalam sel – sel plasenta yang akan dipindahkan ke apotransferin
yang masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai holotransferin ke dalam sirkulasi
janin.
f. Pencegahan Anemia
Pencegahan anemia terutama untuk wanita hamil, wanita pekerja, maupun
wanita yang telah menikah prahamil sudah dilakukan secara nasional dengan
pemberian suplemen pil zat besi. Ibu hamil sangat disarankan minum pil ini selama 3
bulan yang harus diminum setiap hari (Arief, 2008). Pencegahan Anemia menurut
Waryana (2010):
1) Selalu menjaga kebersihan
2) Istirahat yang cukup
3) Makan-makanan yang bergizi dam banyak mengandung Fe, misalnya: daun
pepaya, kangkung, daging sapi, hati ayam dan susu.
4) Pada ibu hamil dengan rutin memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama
hamil untuk mendapatkan tabelt Fe dan vitamin yang lainnya pada petugas
kesehatan, serta makan makanan yang bergizi 3 kali sehari dengan porsi 2 kali
lipat lebih banyak.

45
2. Anemia dan stunting
a. Pengaruh zat besi terhadap tinggi badan Zat besi memiliki peranan penting dalam
aktivitas sel darah merah, yaitu melalui hemoglobin. Hemoglobin disintesis di sel imatur
pada sumsum tulang. 24 zat besi memang mempunyai banyak kegunaan untuk tubuh
seperti manfaat utamanya yang baik untuk mendukung perkembangan dan juga
pertumbuhan. Tingginya peran zat besi dalam tubuh karena fungsi utamanya yang
membantu dalam metabolisme protein sehingga bisa memproduksi hemoglobin dalam
darah. Zat besi juga memiliki manfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan
menjadikan tubuh lebih kuat dalam melawan infeksi, selain itu zat besi juga bermanfaat
bagi tulang, yaitu:
1) Meningkatkan Produksi Kolagen Zat besi sangat dibutuhkan untuk berbagai sistem
enzimatik dalam tubuh manusia seperti sintesis kolagen. Sekitar 90% protein tulang
terdiri dari kolagen tipe 1 sehingga zat besi mempunyai peranan penting dalam
metabolisme tulang lewat aktivasi vitamin dan juga penonaktifan. Manfaat kolagen
tidak hanya terbukti untuk meningkatkan kesehatan kulit namun juga sangat baik
untuk menjaga kesehatan tulang.
2) Mencegah Penyakit Tulang Thalassemia yang merupakan kelainan hemoglobin dan
tidak bisa melakukan penyerapan zat besi dengan baik akan menyebabkan berbagai
masalah tulang seperti pembesaran tulang kepala, kelainan tulang belakang,
skoliosis, kompresi saraf, tulang keropos dan juga patah tulang. Semua penyakit
tulang ini akan terjadi apabila tubuh memiliki kelainan dimana tidak bisa menyerap
zat besi dengan sempurna sehingga akan berdampak pada kesehatan tulang.
3) Mencegah Osteoporosis Genital hemochromatosis merupakan penyakit keturunan
dimana terjadi mutasi gen HFE dan kelainan penyerapan zat besi. Hubungan dari
osteoporosis dengan hemochromatosis adalah menurunnya zat besi dalam hati
sehingga menyebabkan berbagai komplikasi pada sendi termasuk perubahan artritis,
osteoporosis dan juga dermokeleton. Manfaat olahraga bagi tulang dan mencegah
osteoporosis ternyata belum cukup sempurna untuk menjaga kesehatan tulang,
namun kebutuhan zat besi dalam tubuh juga harus terpenuhi untuk mencegah
penyakit tersebut.

46
4) Meningkatkan Metabolisme Tulang Manfaat zat besi sangat penting dalam
pertumbuhan dan juga fungsi sel sehingga anemia desisiensi akan sangat
berpengaruh terhadap metabolisme tulang. Dalam sebuah eksperimen terbukti jika
sel osteoblas manusia berpengaruh terhadap zat besi dalam metabolisme tulang.
Kekurangan zat besi akan meningkatkan aktivitas osteoblas dan menghambat
osteogenesis.
5) Meningkatkan Pembentukan Tulang Dari sebuah penelitian juga membuktikan jika
kurangnya zat besi dalam tubuh juga berkaitan dengan kesehatan tulang dan
menemukan jika kekurangan zat besi akan berdampak parah untuk tulang yang
berpengaruh pada BMD, kandungan mineral dalam tulang dan juga kekuatan femur.
Penurunan pembentukan tulang atau peningkatan marker resorpsi tulang terlihat pada
seseorang yang kekurangan zat besi di dalam tubuh. Semuanya ini bisa diatasi dengan
baik jika mengkonsumsi makanan yang tinggi akan kandungan zat besi.
6) Mengurangi Risiko Patah Tulang Hipotesis yang merupakan penyakit kekurangan zat
besi dengan atau tanpa anemia juga akan berpengaruh negatif pada tulang lewat
mekanisme yang berbeda. Penderita hipotesis juga akan meningkatkan beberapa
risiko masalah tulang seperti osteoporosis dan juga patah tulang. Namun, penelitian
belum bisa menemukan seberapa jauh hubungan dari zat besi ini akan berpengaruh
pada tulang dan masih terus dieksplorasi
7) Mencegah Rheumatoid Arthritis Rheumatoid arthritis atau disingkat RA merupakan
penyakit autoimun yang sangat berpengaruh terhadap sendi. RA terjadi karena
salahnya sistem kekebalan tubuh dalam menyerang zat asing dan akhirnya sistem
kekebalan tubuh justru menyerang bantalan pelindung jaringan dan juga cairan
diantara sendi dan mengakibatkan kaku, nyeri pada sendi dan juga bengkak. Sistem
kekebalan tubuh ini juga bisa menyerang jaringan lunak tubuh seperti tulang rawan.
RA ini sangat erat kaitannya dengan defisiensi zat besi dimana peradangan akan
menurunkan produksi sel darah merah yang akhirnya menjadi penyebab dari
pelepasan protein tertentu dan berpengaruh terhadap penggunaan zat besi tersebut.
Manfaat zat besi untuk tulang terbukti sangat penting dimana jika tubuh manusia
kekurangan zat besi yang mengalir bersama darah, maka secara tidak langsung juga
akan menurunkan kinerja serta kesehatan beberapa organ dalam tubuh termasuk

47
salah satunya adalah tulang yang semakin lemah. Studi yang dilakukan oleh Angeles
et al pada tahun 1993 di Indonesia mengenai suplementasi zat besi pada anak usia 2-
5 tahun menunjukkan bahwa terjadi perubahan tinggi badan dan height-for-age Z-
score yang signifikan setelah suplementasi. Studi yang dilakukan oleh Lawless et al
pada tahun 1994 di Kenya dengan topik yang samapada usia 6-11 tahun
menunjukkan hasil perubahan mean untuk tinggi badan, height-for-age Zscore, berat
badan, weight-for-age Z-score setelah suplementasi.26 Selain itu studi dengan topik
yang sama dilakukan oleh Rahman et al pada tahun 1999 di Bangladeshdan
memberikan hasil tidak ada perbedaan signifikan dari tinggi badan dan berat badan
setelah dilakukan suplementasi zat besi.

b. Penelitian hubungan anemia dengan stunting Faktor dari orang tua yang menjadi
penyebab stunting dilihat pada kondisi ibu saat hamil yaitu ukuran Lingkar Lengan Atas
(LILA) yang menggambarkan Kurang Energi Kronik atau KEK (Shrimpton and
Kachondham, 2003), Indeks Massa Tubuh (Mbuya et al., 2010) dan Tinggi Badan
(Adair dan Guilkey, 1997). Pendidikan dan pekerjaan ibu dinyatakan oleh Hizni (2010)
turut mempengaruhi kejadian stunting. Rahayu (2011) juga menyatakan Tinggi Badan,
pendidikan dan pekerjaan ayah mempengaruhi kejadian stunting. Dengan dipengaruhi
oleh pendapatan dan jumlah anggota keluarga akan berdampak pada penerapan pola
asuh seperti yang diungkapkan oleh Wahdah (2012). Sedangkan faktor yang mendasar
adalah asupan gizi anak diantaranya pemberian Inisiasi Menyusui Dini dan Makanan
Pendamping Air Susu Ibu atau MP-ASI (Ergin et al., 2007). Tak lupa pula ASI Eksklusif
sebagaimana penelitian Umeta et al. (2003) serta penyakit infeksi seperti diare yang
dinyatakankan oleh Fikree et al. (2000) dan Taguri et al. (2008). Berbagai penelitian
diantaranya Ricci dan Becker di Filipina tahun 1996, Chopra di Afrika Selatan tahun
2003, Taguri et al. di Libya tahun 2008 dan Ergin et al. Di Turki tahun 2007 menyatakan
berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi mempunyai risiko lebih besar menyebabkan
kejadian stunting dibandingkan bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. Adair
dan Guilkey (1997) yang meneruskan penelitian Ricci dan Becker di atas menekankan
BBLR sebagai penyebab stunting paling banyak terjadi pada 6 bulan pertama. Begitu
pula dengan penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Rahayu tahun 2008 di Kota

48
Tangerang menyatakan BBLR sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada bayi 6-12 bulan. Sedangkan Nabuasa tahun 2011 di Propinsi Nusa
Tenggara Timur menyatakan BBLR masih sebagai penyebab stunting pada anak usia
24-59 bulan.11 Tingginya angka kurang gizi pada ibu hamil mempunyai kontribusi
terhadap tingginya angka BBLR di Indonesia yang diperkirakan mencapai 350.000 bayi
setiap tahunnya (Hadi, 2005). Menurut Soekirman et al. (2010) kekurangan gizi yang
terjadi pada ibu hamil trimester I dapat mengakibatkan janin mengalami kematian dan
bayi berisiko lahir prematur. Jika kekurangan gizi terjadi pada trimester II dan III, janin
dapat terhambat pertumbuhannya dan tak berkembang sesuai dengan umur kehamilan
ibu. Ibu hamil yang terpapar anemia mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke sel
tubuh maupun otak sehingga menimbulkan gejala-gejala letih, lesu, cepat lelah dan
gangguan nafsu makan, sehingga berdampak kepada keadaan gizi ibu, yang tercermin
dalam berat badannya. Bila hal ini terjadi pada saat trimester III, maka risiko melahirkan
prematur ataupun BBLR 3,7 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil trimester III non
anemia (Hidayati et al., 2005). WHO (2013) membagi penyebab terjadinya stunting
pada anak menjadi 4 kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan
tambahan dan komplementer yang tidak adekuat, menyusui dan infeksi.
C. Berat Badan Bayi Lahir Rendah ( BBLR )
1. Definisi
Definisi dari bayi berat badan lahir rendah menurut Saputra (2014), bayi berat lahir
rendah ialah berat badan bayi yang lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa
gestasi atau usia kehamilan. Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia / IDI (2014), BBLR
yaitu bayi berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa maemandang masa gestasi dengan
catatan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir.
Menurut Hasan & Alatas (2005), bayi yang berat badan saat lahir kurang dari 2500
gram dengan batas maksimal 2499 gram. Klasifikasi bayi berat lahir, menurut Ikatan
Dokter Anak Indonesia (2014), adalah bayi berat lahir rendah dengan berat lahir < 2500
gram tanpa memandang masa gestasi. Bayi berat lahir cukup/normal dengan berat lahir >
2500 – 4000 gram. Bayi berat lahir lebih dengan berat lahir > 4000 gram. Bayi dengan
kurang bulan (BKB), bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu (< 259 hari).
Bayi cukup bulan (BCB), bayi lahir dengan masa gestasi 37 - 42 minggu (259 hari – 293

49
hari). Bayi lebih bulan (BLB), bayi lahir dengan masa gestasi lebih dari 42 minggu (294
hari). Bayi kecil untuk masa kehamilan atau small for gestational age (SGA), berat lahir
< 10 persentil menurut grafik Lubchenco. Bayi besar untuk masa kehamilan atau large
for gestational age (LGA), berat lahir > 10 persentil menurut grafik Lubchenco.
Klasifikasi bayi berat lahir menurut Saifuddin dkk (2009) adalah bayi berat lahir rendah
(BBLR), dengan berat badan 1500 – 2500 gram. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR),
dengan berat badan bayi kurang dari 1500 gram. Bayi berat lahir ekstrem rendah
(BBLER) dengan berat bayi kurang dari 1000 gram.
2. Dampak BBLR
Kejadian BBLR mempunyai dampak bagi kesehatan bayi yang terbagi menjadi 2 yaitu:
1) Dampak jangka pendek
a) Hipotermia, hipoglikemia, dan hiperglikemia.
b) Masalah pemberian ASI.
c) Gangguan imunologik.
d) Ikterus.
e) Sindroma gangguan pernafasan, meliputi penyakit membran hialin, dan aspirasi
mekonium. f) Asfiksia dan apnea periodik.
g) Retrolental fibroplasia disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan.
h) Masalah pembuluh darah pada bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah,
pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadinya
perdarahan dan nekrosis, serta perdarahan dalam otak memperburuk keadaan
sehingga dapat menyebabkan kematian bayi.
2) Dampak jangka panjang
a) Bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
b) Kemampuan berbicara dan berkomunikasi menjadi terganggu.
c) Gangguan neurologis dan kognisi.
D. Karakteristik
1. Usia Ibu
Umur/usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin
cukup umur maka tingkat daya tangkap dan pola pikir seseorang akan lebih matang dalam
dalam berfikir sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. 28 Umur

50
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan.
Primi tua adalah usia ibu yang melahirkan lebih dari 35 tahun. Pada wanita umur tersebut
ada kecenderungan besar untuk terjadinya pre eklamsi dan hipertensi yang dapat
menyebabkan perdarahan dan persalinan dini ( Kristiyanasari, 2010).29 Kehamilan di
bawah usia 20 tahun dapat menimbulkan banyak permasalahan karena bisa
mempengaruhi organ tubuh seperti rahim, bahkan bayi bisa prematur dan berat lahir
kurang. Hal ini disebabkan karena wanita yang hamil muda belum bisa memberikan
suplai makanan dengan baik dari tubuhnya ke janin di dalam rahimnya (Marmi, 2012).
Kehamilan di usia muda atau remaja (di bawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu
mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk
hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan
terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil
(Prawirohardjo, 2012).
2. Tingkat Pendidikan ibu dan penghasilan keluarga
Menurut Soekirman dan UNICEF bahwa status gizi rendah secara langsung dapat
dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang rendah dan keganasan penyakit infeksi. Asupan
gizi rendah dapat disebabkan ketersediaan pangan tingkat rumah tangga yang tidak
cukup. Ketersediaan pangan ini akan terpenuhi, jika daya beli masyarakat cukup. Sosial
ekonomi masyarakat merupakam faktor yang turut berperan dalam menentukan daya beli
keluarga. Salah satu parameter untuk menentukan sosial ekonomi keluarga adalah tingkat
pendidikan, terutama tingkat pendidikan pengasuh anak. Peranan ibu sebagai pengasuh
utama anaknya sangat diperlukan mulai dari pembelian hingga penyajian makanan. Jika
pendidikan dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak mampu untuk memilih hingga
menyajikan makanan untuk keluarga memenuhi syarat gizi seimbang. Hal ini senada
dengan hasil penelitian di Meksiko bahwa pendidikan ibu sangat penting dalam
hubungannya dengan pengetahuan gizi dan pemenuhan gizi keluarga khususnya anak,
karena ibu dengan pendidikan rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi
sehingga anak dapat berisiko mengalami stunting.

51
4.Pengaruh Gizi Pada Persalinan
A. Status gizi pada ibu hamil
penting untuk menentukan apakah seorang wanita dapat melewati masa kehamilannya
dengan baik tanpa gangguan. Gizi yang diterima ibu hamil haruslah cukup, karena jika ibu
hamil mengalami gizi kurang akan banyak komplikasi yang mungkin terjadi saat masa
kehamilan. Ibu hamil kurang gizi akan menimbulkan dampak pada kesehatan janin dalam
kandungannya.
Masalahnya, janin yang dikandung hanya akan mendapatkan asupan gizi dari ibunya. Jadi
jika ibu tidak mendapatkan gizi yang baik maka anak yang dikandungnya pun tidak akan
mendapatkan gizi yang baik juga.

Ibu hamil kurang gizi terjadi jika diet seorang ibu hamil mengandung nutrisi yang tidak
mencukupi yang tidak memenuhi persyaratan tubuhnya. Kurang gizi selama kehamilan
mungkin terjadi karena beberapa faktor meliputi:
• Diare, mual dan muntah menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga tidak ada gizi
yang masuk.
• Kehilangan nafsu makan karena kondisi kesehatan lainnya seperti infeksi kronis atau
depresi.
• Penggunaan obat tertentu yang bisa mengganggu penyerapan nutrisi.
• Asupan gizi dan kalori yang tidak memadai.
B. Gangguan kesehatan yang terjadi jika ibu hamil kurang gizi
Ibu hamil dengan gizi buruk juga akan mempengaruhi kesehatan dirinya sendiri. Gizi yang
tidak cukup selama kehamilan akan menyebabkan beberapa gangguan kesehatan seperti
anemia, merasa lelah dan lesuh, produktivitas rendah, dan menurunnya sistem kekebalan
tubuh sehingga mudah terserang infeksi. Kekurangan gizi pada ibu hamil tidak hanya terjadi
jika kurangnya nutrisi makronutrien. Namun, ini juga akan berdampak buruk jika ibu hamil
kekurangan nutrisi mikronutrien. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi meliputi:
• Defisiensi zinc dan magnesium dapat menyebabkan preeklampsia dan kelahiran prematur.
• Kurangnya zat besi dan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia.
• Asupan vitamin B12 yang tidak memadai juga dapat menyebabkan masalah pada sistem
saraf.

52
• Kekurangan vitamin K bisa menyebabkan perdarahan yang berlebihan saat melahirkan.
• Asupan yodium yang tidak memadai selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran dan
bayi lahir mati.
C. Pengaruh ibu hamil kurang gizi terhadap janin
Kurang nutrisi pada ibu hamil dikaitkan dengan berbagai dampak buruk pada janin yang
sedang berkembang, termasuk lambatnya pertumbuhan janin dan berat lahir rendah.
Kekurangan gizi selama kehamilan akan meningkatkan risiko:
• Stillbirth (bayi lahir mati)
• Lahir prematur
• Kematian perinatal (kematian bayi tujuh hari setelah lahir). Bayi yang memiliki berat
kurang dari 2,5 kilogram (kg) kemungkinan 5 hingga 30 kali lebih besar untuk meninggal
dalam tujuh hari pertama kehidupan dibandingkan dengan bayi dengan berat normal
(≥2,5kg). Bayi yang memiliki berat badan kurang dari 1,5 kg memiliki peningkatan risiko
kematian 70 hingga 100 kali dalam tujuh hari sejak lahir.
• Gangguan sistem saraf, pencernaan, pernapasan, dan peredaran darah.
• Cacat lahir
• Kurang berkembangnya beberapa organ
• Kerusakan otak
D. Pengaruh jangka panjang ibu hamil kurang gizi
Dampak kurang gizi pada ibu hamil berbeda-beda, tergantung kapan terjadinya selama
kehamilan. Hal ini akan berpengaruh dalam jangka panjang yang memengaruhi kualitas hidup
bayi Anda sampai dewasa.
Kekurangan gizi selama kehamilan bisa meningkatkan risiko diabetes tipe 2 pada bayi Anda,
penyakit jantung, osteoporosis, gagal ginjal kronis, gangguan kejiwaan dan disfungsi organ.
E. Masalah Gizi pada Ibu Hamil
Kehamilan adalah proses pemerliharaan janin dalam kandungan yang disebabkan
pembuahan sel telur oleh sel sperma. Pada saat hamil akan terjadi perubahan fisik dan hormon
yang sangat berubah drastis. Proses kehamilan adalah mata rantai yang berkesinambungan
dan terdiri atas ovulasi pelepasan ovum, terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi
implantasi pada rahim, pembentukan plasenta, tumbuh kembang hasil konsepsi sampai

53
kehamilan matur/atern (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016). Tanda-tanda kehamilan menurut
Susilowati dan Kuspriyanto (2016) sebagai berikut:
a) Teraba bagian-bagian janin pada kehamilan 20 minggu (bokong, kepala, kaki, dan lengan
janin).
b) Denyut jantung janin akan terdengar pada kehamilan 18-20 minggu. Jika menggunakan
Doppler, maka denyut jantung janin dapat terdengar pada kehamilan 12 minggu.
c) Adanya gerakan janin. Primigravida dapat dirasakan pada kehamilan 18 minggu, sedangkan
untuk multigravida dapat dirasakan pada kehamilan 16 minggu.
d) Terlihat kerangka janin. Bila dilakukan pemeriksaan rontgen akan jelas terlihat kerangka
janin.
e) Terlihat kantong janin. Pada pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dapat diketahui ukuran
kantong janin, panjang janin, diameter biparietalis hingga diperkirakan usia kehamilan.
Bila terdapat kecurigaan seperti kehamilan anggur (mola hidatidosa), kehamilan ganda,
selain dengan USG juga dapat dilakukan fetoskopi.
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang
sedang dikandung. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu
sebelum dan selama hamil. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat
kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih banyak
ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti anemia gizi (Waryana,
2010).
Menurut Depkes RI (2000) anemi merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
(Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nilai normal menurut kelompok orang tertentu.
Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi yang berasal dari
makanan yang dimakan setiap hari dan diperlukan untuk pembentukan hemoglobin sehingga
disebut “anemia kekurangan besi” (Waryana, 2010).
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa.
Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan
keluhan mual pada kehamilan muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan metode sahli, dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu trimester I dan
trimester III (Proverawati dan Asfuah, 2009).

54
Berdasarkan SK Menkes RI Nomor : 736a/Menkes/XI/1989 ibu hamil dikatakan
mengalami anemia bila kadar Hbnya <11 gram/dl (Depkes RI, 2006).
Dampak dari anemia pada masa kehamilan menurut Proverawati dan Asfuah (2009) adalah
abortus, persalinan prematur, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, berat badan bayi
lahir rendah, mudah terkena infeksi, janin lahir dengan anemia, ibu cepat lelah, luka susah
sembuh.
Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu kehilangan darah secara
kronis sebagai dampak pendarahan kronis, seperti penyakit ulkus peptikum dan hemoroid,
asupan zat besi tidak cukup untuk penyerapan dan tidak adekuat serta peningkatan kebutuhan
akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada pertumbuhan
bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman, 2010).
Pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan akibat peristiwa
menstruasi. Jika banyak darah yang keluar selama menstruasi banyak maka akan terjadi
anemia defisiensi zat besi. Jumlah darah yang hilang selama satu periode haid berkisar antara
20-25 cc, jumlah ini menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12,5-15 mg/bulan atau 0,4-0,6
mg sehari, bila ditambah dengan kehilangan basal maka jumlah total zat besi yang hilang
sebesar 1,25 mg.
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari
daging hewan. Selain itu, serapan zat besi dari sumber tersebut sebesar 20-30% (Arisman,
2010). Namun biasanya ibu hamil enggan makan daging, ikan, hati atau pangan hewani
lainnya dengan alasan yang tidak rasional. Selain karena adanya pantangan terhadap makanan
hewani, tidak semua masyarakat dapat mengonsumsi lauk hewani dalam setiap kali makan
(Wirakusumah dalam Waryana, 2010).
Kekurangan besi dalam tubuh disebabkan karena kekurangan konsumsi makanan kaya
besi, terutama yang berasal dari sumber hewani, kekurangan besi karena kebutuhan yang
meningkat seperti pada kehamilan. (Waryana, 2010). Peningkatan ini dimaksudkan untuk
memasok kebutuhan janin untuk bertumbuh karena pertumbuhan janin memerlukan banyak
sekali zat besi, pertumbuhan plasenta, dan peningkatan volume darah ibu. Sebagian
peningkatan ini terpenuhi dari cadangan zat besi, serta peningkatan adaptif jumlah persentase
zat besi yang terserap melalui saluran cerna (Arisman, 2010).

55
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defieisensi zat besi, yaitu
pemberian tablet atau suntikan besi, pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan
peningkatan asupan zat besi melalui makanan, pengawasan penyakit infeksi, dan fortifikasi
makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2010).
Pencegahan anemia melalui suplementasi tablet besi diprioritaskan salah satunya kepada
ibu hamil, pada awal kehamilan morning sickness dapat mengurangi keefektifan obat. Namun
cara ini dapat berhasil bila dilakukan pengawasan secara ketat. Konsumsi tablet besi dapat
menimbulkan efek yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang
diberikan. Penolakan tersebut bersumber dari ketidaktahuan mereka bahwa kehamilan
memerlukan tambahan zat besi. Maka ibu hamil harus diberi pendidikan mengenai bahaya
yang timbul akibat anemia dan meyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah
defisiensi zat besi. Asupan zat besi dapat ditingkatkan melalui meningkatkan ketersediaan
hayati zat besi yang dimakan dengan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan
menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi, seperti tanin yang terdapat
dalam teh.
Pengobatan yang efektif dapat mengurangi dampak gizi yang diinginkan, pelayanan
pengobatan yang tepat telah terbukti dapat mengurangi lama, serta beratnya infeksi. Selama
penyakit infeksi berlangsung, tindakan yang penting dilakukan adalah mendidik keluarga
penderita mengenai cara makan yang sehat selama dan setelah sakit. Pengawasan penyakit
infeksi memerlukan upaya pencegahan kesehatan masyarakat seperti penyediaan air bersih,
perbaikan sanitasi lingkungan, dan kebersihan perorangan.
Fortifikasi makanan merupakan ini pengawasan anemia, terutama makanan yang banyak
dikonsumsi. Proses ini ditargetkan untuk merangkul beberapa atau seluruh kelompok
masyarakat. Kelompok masyarakat yang dijadikan target harus dilatih membiasakan
mengonsumsi makanan fortifikasi itu dan memiliki kemampuan untuk mendapatkannya.
F. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia
Menurut Arisman (2010) terdapat beberapa penyebab yang mempengaruhi kebutuhan gizi
ibu, diantaranya adalah tingkat pendidikan, umur, ibu hamil yang bekerja dan paritas
(Budianingrum dan Handayani, 2011) dan (Istiany, 2013).
a. Pendidikan

56
Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dengan pendidikan
tinggi maka seseorang akan cenderung mendapatkan informasi baik dari tingkat
pendidikan baik dari orang lain maupun media. Sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan. Pendidikan dapat mempengaruhi pola makan ibu hamil, tingkat pendidikan
yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki lebih
baik sehingga bisa memenuhi asupan gizinya (Suparyanto dalam Akbar, A., 2017).
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang positif
dengan pengembangan pola konsumsi makanan dalam keluarga (Mulyono dalam Akbar,
A., 2017). Bagi masyarakat yang berpendidikan tinggi dan cukup tentang gizi, banyak
menggunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan (Irianto,
2014). Tingkat pendidikan yang tinggi memudahkan ibu hamil dalam menerima informasi
kesehatan khususnya dalam bidang gizi, namun apabila tidak menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari secara benar maka tidak akan mengubah kondisi kesehatan
seseorang (Melorys, 2017). Tidak terdapat kecenderungan ibu dengan tingkat pendidikan
tinggi untuk tidak menderita anemia pada kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan oleh
faktor lain yaitu perilaku ibu yang kurang memperhatikan kesehatan dan kurang mampu
mengatasi kesehatannya. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku dan tindakan yang dihasilkan oleh pendidikan
didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran yang terbentuk melalui proses pembelajaran
dan perilaku ini diharapkan akan berlangsung lama dan menetap karena didasari oleh
kesadaran (Amallia, 2015).
Menurut Fauziah (2018) ibu hamil tidak hanya mendapat informasi mengenai
kehamilan dari bangku sekolah, namun juga dari berbagai sumber, salah satunya yaitu saat
kunjungan kehamilan di Puskesmas, kelas ibu hamil atau saat Posyandu. Selain itu, hal ini
bisa dikarenakan ibu-ibu telah mempunyai pengetahuan akan pentingnya zat besi tanpa
mengenal tahapan pendidikan. Di samping itu, setiap kali mendapatkan pelayanan
kesehatan, para tenaga kesehatan memberikan pengarahan mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan anemia ibu hamil (Fifi, dkk, 2012) Kesadaran dan pengetahuan
masyarakat mengenai pentingnya gizi masih kurang, oleh karena itu upaya peningkatan

57
pengetahuan dan pendidikan gizi kepada masyarakat perlu dijadikan prioritas dan
mendapat dukungan dari berbagai sektor termasuk dari masyarakat. Secara bertahap mutu
pendidikan ditingkatkan, karena dalam jangka panjang akan memberikan konstribusi yang
besar dalam mengatasi masalah kesehatan dan gzi masyarakat (Aritonang, 2014). Menurut
Sianturi (2002) pada tingkat pendidikan yang relatif tinggi akan mendukung pekerjaan dari
perempuan dimana perempuan mampu memiliki akses terhadap pekerjaan dan pendapatan
yang lebih baik karena proses seleksi lebih terbuka. Pendidikan merupakan aspek dalam
penentuan kemampuan dari seseorang dimana semakin baik pendidikan akan menentukan
kualitas seseorang dalam berproduksi didunia pekerjaan. Dengan pendidikan yang baik
diharapkan akan semakin baik juga taraf kehidupan dan kesejahteraan dalam hal
pemanfaatan dari sumber daya manusia.

b. Umur
Umur seorang ibu berkaitan dengan perkembangan organ reproduksinya. Umur seorang
ibu yang sehat dan aman adalah 16-35 tahun. Umur tersebut baik untuk terjadinya
kehamilan, sehingga banyak ibu yang hamil pada umur 16-35 tahun di mana organ
reproduksinya sangat subur dan aman untuk kehamilan dan persalinan. (Yuni, 2016).
Wanita yang hamil pada usia reproduksi mengalami kecil kemungkinan untuk menderita
komplikasi dibandingkan dengan wanita yang hamil dengan usia di bawah maupun di atas
usia reproduksi (Bona, 2016).
Kehamilan kurang dari 16 tahun organ reproduksinya belum siap untuk terjadinya
proses pembuahan. Kehamilan diusia <16 tahun secara biologis belum optimal emosinya
cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang
mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan pemenuhan kebutuhan zat-zat
gizi selama kehamilannya (Astriana, 2017).
Sedangkan kehamilan di atas umur 35 tahun menjadi masalah karena akan terjadi
penurunan fungsi dari organ yaitu melalui proses penuaan seiring bertambahnya umur.
Adanya kehamilan membuat seorang ibu memerlukan tambahan energi untuk
kehidupannya dan kehidupan janin yang sedang dikandungnya. Selain itu pada proses
kelahiran diperlukan tenaga yang lebih besar, ditambah dengan kelenturan dan jalan lahir
yang dengan bertambahnya umur maka keelastisannya semakin berkurang (Proverawati,

58
2009). Kemudian pada ibu hamil dengan umur kehamilan lebih dari 35 tahun hal ini terjadi
karena pengaruh turunnya cadangan zat besi dalam tubuh akibat masa fertilisasi (Arisman,
2010).
c. Pekerjaan
Salah satu kemungkinan terjadinya anemia adalah pekerjaan, dengan adanya
peningkatan beban kerja akan mempengaruhi hasil kehamilan (Manuaba, 2010). Pada ibu
hamil yang bekerja mempunyai beban kerja ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan
sebagai ibu bekerja. Ibu yang mempunyai pekerjaan tetap akan mempengaruhi kesempatan
untuk memeriksakan kehamilannya, penyebabnya karena mereka lebih mengutamakan
pekerjaan dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup. Hal ini berdampak dengan tidak
adanya waktu ibu untuk memeriksakan kehamilan. Padahal pekerjaan ibu rumah tangga
termasuk berat meliputi mencuci, mengepel, memasak, membersihkan lingkungan rumah
serta ditambah dengan pekerjaan di luar rumah yang menuntut ibu untuk bekerja dalam
waktu lama, hal ini dapat menyebabkan ibu kelelahan dan dapat mengganggu proses
kehamilan (Ernawatik dan Khasanah, Y U., 2017). Aktifitas fisik yang berat bisa
menyebabkan kelelahan, bila ibu hamil terlalu sering mengalami kelelahan fisik, maka
perkembangan janin tidak baik (Irianto, 2014).
Menurut Bona (2016) tingkat pendapatan keluarga mempengaruhi pemilihan bahan
makanan yang akan dikonsumsi selama kehamilan yang berdampak pada status anemia ibu
hamil. Pekerjaan merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat kesehatan, pekerjaan
dapat mempengaruhi pendapatan yang mana pendapatan akan mempengaruhi nutrisi yang
akan dibeli maupun diperoleh ibu hamil. Ibu hamil yang tidak bekerja biasanya pendapatan
lebih rendah dibandingkan ibu yang bekerja sehingga mereka kurang mempunyai akses
untuk membeli makanan yang cukup mengandung zat besi.
d. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita. Semakin
banyak jumlah kehamilan, baik bayi yang dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati dapat
mempengaruhi status gizi ibu hamil (Istiany, 2013).
Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu dan telah dilahirkan, tanpa mengingat
jumlah anaknya. Kelahiran kembar tiga hanya dihitung satu paritas. Seorang primipara
adalah seorang wanita yang pernah melahirkan satu kali, tanpa mengingat janinnya hidup

59
atau mati saat lahir. Primipara meliputi wanita yang sedang dalam proses melahirkan anak
pertama. Multipara adalah wanita yang telah mengalami dua atau lebih kehamilan. Seorang
wanita yang hamil untuk pertama kali disebut para 0, dan akan tetap disebut para 0 bila
terjadi kehamilan kemudian abortus. Dalam kehamilan kedua adalah para 1, setelah
melahirkan yang kedua adalah para 2 (Oxorn dan Forte, 2010).
Menurut Varney (2009) nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan.
Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan satu kali. Dan multipara adalah
wanita yang pernah melahirkan dua kali atau lebih.
Seorang ibu yang sudah memiliki anemia pada kehamilan pertama, akan mudah terkena
anemia pada kehamilan berikutnya jika tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi (Yuliza,
2017). Menurut Manuaba (2010), wanita yang sering mengalami kehamilan dan
melahirkan semakin anemia karena banyak kehilangan zat besi, hal ini disebabkan karena
selama kehamilan wanita menggunakan cadangan zat besi yang ada di dalam tubuhnya
(Astriana, 2017).

G. Landasan Teori
Selama kehamilan, masalah gizi ibu hamil mempengaruhi ibu dan pertumbuhan janin. Ibu
hamil merupakan golongan yang rentan terkena masalah gizi, salah satunya adalah anemia.
Ibu hamil yang mengalami anemia dapat menimbulkan masalah baik kepada ibu maupun
kepada janin. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil, diantaranya
adalah umur, pekerjaan, pendidikan, paritas (Marmi dan Istiany, 2013).
Menurut Depkes RI (2000) anemi merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
(Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nilai normal menurut kelompok orang tertentu
(Waryana, 2010). Berdasarkan SK Menkes RI Nomor : 736a/Menkes/XI/1989 ibu hamil
dikatakan mengalami anemia bila kadar Hbnya <11 gram/dl (Depkes RI, 2006).
Pendidikan dapat mempengaruhi pola makan ibu hamil, tingkat pendidikan yang lebih
tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki lebih baik sehingga
bisa memenuhi asupan gizinya (Suparyanto dalam Akbar, A., 2017). Pendidikan formal dari
ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang positif dengan pengembangan pola
konsumsi makanan dalam keluarga (Mulyono dalam Akbar, A., 2017). Bagi masyarakat yang

60
berpendidikan tinggi dan cukup tentang gizi, banyak menggunakan pertimbangan rasional dan
pengetahuan tentang nilai gizi makanan (Irianto, 2014).
Umur seorang ibu yang sehat dan aman adalah 16-35 tahun. Kehamilan kurang dari 16
tahun organ reproduksinya belum siap untuk terjadinya proses pembuahan. Sedangkan
kehamilan di atas umur 35 tahun menjadi masalah karena akan terjadi penurunan fungsi dari
organ yaitu melalui proses penuaan seiring bertambahnya umur.
Pada ibu hamil yang bekerja mempunyai beban kerja ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga
dan sebagai ibu bekerja. Ibu yang mempunyai pekerjaan tetap akan mempengaruhi
kesempatan untuk memeriksakan kehamilannya, penyebabnya karena mereka lebih
mengutamakan pekerjaan dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup. Hal ini berdampak
dengan tidak adanya waktu ibu untuk memeriksakan kehamilan. Padahal pekerjaan ibu rumah
tangga termasuk berat meliputi mencuci, mengepel, memasak, membersihkan lingkungan
rumah serta ditambah dengan pekerjaan di luar rumah yang menuntut ibu untuk bekerja dalam
waktu lama, hal ini dapat menyebabkan ibu kelelahan dan dapat mengganggu proses
kehamilan (Ernawatik dan Khasanah, Y U., 2017).
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita. Semakin
banyak jumlah kehamilan, baik bayi yang dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati dapat
mempengaruhi status gizi ibu hamil (Istiany, 2013).

61
5.Pengaruh Keadaan Gizi Ibu Terhadap Perkembangan Dan Kecerdasan Bayi

A. Pengertian perkembangan pada bayi


Perkembangan otak manusia dimulai sejak awal pembuahan dan terus berkembang
sampai lahir dan hampir sempurna pada usia dewasa muda. Sebelum lahir, otak memproduksi
sel saraf (neuron) sejak alur saraf dibentuk pada minggu ke-3 dan berkembang cepat seiring
usia kehamilan. Selama dalam kandungan, rata-rata pertumbuhan sel otak sekitar 250.000 per
menit sehingga pada saat lahir sudah terbentuk 100 milyar sel saraf. Antara satu sel saraf
dengan sel-sel saraf lainnya dihubungkan oleh sinaps dan setelah lahir pembentukan sinaps
ini berjalan sangat cepat dan pada puncak pembuatannya maka dalam satu detik bisa terbentuk
2 juta sinaps. Hal yang mencengangkan adalah satu sel saraf bisa membuat hubungan sampai
dengan 10.000 sel-sel saraf lainnya. Ini dapat dianalogikan seperti tersedianya 10.000 jalan
tol untuk membawa barang antara dua kota atau tersedianya 10.000 sambutan telepon untuk
menyalurkan informasi antara satu rumah ke rumah-rumah lainnya.
Sel-sel saraf yang telah ada membentuk cabang utama yang disebut akson. Selain itu, sel
saraf juga membentuk percabangan yang lebih kecil lagi. Ini disebut dendrit. Pembentukan
dendrit-dendrit amat cepat dan masif. Fungsi transmisi bioelektrik dari sel saraf
disempurnakan dengan dibentuknya mielin yang membungkus akson. Pada periode ini juga
terjadi percabangan-percabangan dendrit yang sangat rimbun (wiring). Sejalan dengan
dibentuknya dendrit dalam jumlah yang luar biasa tersebut, pada periode ini terjadi juga
pembentukan sinaps berupa hubungan antara dua sel saraf yang dibentuk oleh ujung dari
akson satu sel saraf yang menempel ke dendrit dari sel yang lain.
Di pertemuan itu ada celah antara ujung dari akson dan ujung dari dendrit yang disebut
dengan sinaps (LeDoux, J, 2002). Bila dua sel saraf yang telah terhubung melalui sinaps
mendapat rangsangan maka kedua sel saraf tersebut secara elektrik aktif. Dan kalau
rangsangan ini terjadi berulang-ulang maka ikatan antara kedua sel saraf ini akan menjadi
semakin kuat (cells that fire together wire together). Untuk menguatkan hubungan antara dua
sel saraf agar sel saraf tetap aktif dan kuat diperlukan stimulasi sensori-motorik sehingga
menghasilkan hubungan elektrik antara kedua sel saraf tersebut.

62
Salah satu keistimewaan sel saraf adalah setiap menerima rangsangan atau stimulus baru
sel saraf akan melahirkan sambungan baru atau memperkuat sambungan yang sudah ada.
Namun, bila dua sel saraf yang terhubungkan dengan sinaps tidak mendapatkan rangsangan
maka sinaps-sinaps tersebut akan mati. Dengan demikian sangat penting untuk memastikan
agar sel-sel saraf dan sinaps-sinaps tersebut menerima rangsangan sehingga berkembang dan
tidak mati karena tidak dirangsang (use it or lose it).
Rangsangan pada masa kanak-kanak juga merupakan hal sensitif dan kritikal karena
jumlah sinaps yang terbentuk dan aktif merupakan penentu kemampuan literasi, perilaku, dan
kesehatan. Kebutuhan gizi buat pertumbuhan dan perkembangan dibagi atas dua bagian yaitu
kebutuhan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak dan kebutuhan zat gizi mikro
yaitu vitamin dan mineral. Pengaruh zat gizi makro pada struktur anatomi otak bekerja melalui
proses pembelahan sel-sel saraf yang akan menentukan jumlah dari sel-sel saraf dan melalui
proses pertumbuhannya yang akan menentukan ukuran sel saraf serta melalui proses
perkembangan sel-sel saraf menuju terbentuknya sel saraf dengan komponen yang lengkap
(akson, dendrit, sinaps, dan komponen lain).
Dalam proses pembelahan, pertumbuhan, dan perkembangan sel-sel saraf ini dibutuhkan
energi, protein, dan lemak yang cukup. Dalam keseluruhan proses pertumbuhan dan
perkembangan otak maka protein-energi menjadi zat gizi makro yang sangat dibutuhkan.
Kekurangan asupan protein-energi pada ibu hamil muda di bawah 24 minggu, akan
menyebabkan jumlah sel-sel otak berkurang, sedangkan kekurangan asupan pada protein-
energi pada akhir kehamilan akan menyebabkan ukuran sel saraf menjadi kecil. Kekurangan
asupan protein-energi yang berat pada ibu hamil dapat menurunkan berat otak anak sampai
25 persen (Jansen E, 2006). Zat gizi mikro yang diperlukan dalam pertumbuhan dan
perkembangan otak adalah iodium, asam folat, zat besi, seng, tembaga, vitamin D, vitamin A,
vitamin E, vitamin B (B1, B6, B12), cholin, dan vitamin C. Iodium adalah zat gizi mikro yang
paling penting dalam mencegah gangguan otak yang dapat menimbulkan menurunnya
kemampuan intelektual, melambatnya kemampuan psikomotor dan menyebabkan retardasi
mental. Iodium berperan dalam membentuk hormon tiroid yang berfungsi untuk diferensiasi
sel saraf, migrasi sel saraf dan pembentukan jaringan antar sel saraf serta dalam pembentukan
sinaps.

63
Asam folat berfungsi untuk pembentukan tabung saraf dan zat besi dibutuhkan untuk
pembentukan mielin serta mendukung metabolisme energi di sel saraf. Adapun vitamin dan
mineral lainnya diperlukan untuk membantu pembentukan neurotransmitter, untuk
pembentukan dan pengembangan struktur sel saraf dan untuk memproteksi sel saraf dari
berbagai ancaman. Mengenal stunting Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang
disebabkan oleh kekurangan asupan gizi kronik serta karena terjadinya infeksi yang berulang
terutama pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, di Indonesia terdapat 30,8 persen
anak mengalami stunting, itu berarti 3 dari setiap 10 anak Indonesia mengalami stunting.
Kalau tidak diintervensi dengan kecukupan gizi yang memadai dan stimulasi yang beragam
serta efektif, maka anak stunting akan kehilangan masa depannya karena pertumbuhan
otaknya terganggu yang berdampak pada kecerdasan, pertumbuhan fisiknya tertinggal yang
berdampak pada rendahnya produktivitas dan daya tahan terhadap penyakit, serta pada usia
dewasa akan lebih rentan untuk diserang oleh penyakit tidak menular seperti penyakit jantung,
stroke, dan penyakit kencing manis.
Perhatian untuk pencegahan stunting harus sudah dimulai sejak dari kecukupan gizi
remaja dan calon pengantin, pola makan ibu semasa kehamilan, memastikan bayi baru lahir
mendapat susu jolong pada 1 jam pertama sesudah kelahiran dan hanya memberikan ASI
secara ekslusif selama 6 bulan serta memberikan makanan pendamping ASI yg sesuai sampai
umur dua tahun, sambil meneruskan pemberian ASI, dan dilanjutkan dengan memberikan gizi
seimbang pada umur berikutnya. Selain itu pemberian rangsangan atau stimulasi pada anak
usia dini dengan bermain, berinteraksi dan berkomunikasi juga sangat berpengaruh pada
kecerdasan anak. Kita bersyukur pemerintah, mulai dari Presiden Joko Widodo beserta
kabinetnya, gubernur, bupati/walikota, dan camat sampai kepala desa beserta jajarannya,
menunjukkan komitmen yang tinggi untuk mencegah stunting baru dan menanggulangi
stunting yang sudah ada dengan menjadikan program stunting adalah proritas nasional
didukung dengan pendanaan yang sangat memadai. Tapi itu belum cukup. Mengingat
penyebab stunting sangat komplek dan memerlukan kerjasama lintas sektor dan lintas jenjang
pemerintahan serta lintas pelaku, maka partisipasi dari organisasi internasional dan pihak
swasta seperti Tanoto Foundation dibutuhkan sebagai katalisator untuk membantu pemerintah

64
pusat, daerah, dan juga masyarakat supaya semua anak mendapatkan hak mereka untuk bisa
tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dalam rangka menyambut Hari Gizi Nasional 2020, mari kita gelorakan semangat
“penanggulangan stunting itu penting” melalui penyadaran akan pentingnya gizi dan stimulasi
guna menciptakan generasi muda cerdas yang bisa memberikan sumbangsih bagi
kesejahteraan dan kejayaan bangsa.

65
6.Pengaruh Keadaan Gizi Ibu Terhadap Produksi Air Susu Ibu
1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia
sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. Pemberian ASI berarti memberikan zat-
zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa
penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Depkes RI,
2005).Pemberian ASI sampai bayi usia 6 bulan ternyata tidak mudah dilakukan.
Menurut Tjekyan (2003), alasan ibu berhenti memberikan ASI secara eksklusif adalah
32% karena mengeluh ASI kurang, 28% karena bekerja, 16% karena iklan, 16%
kondisi puting, 4% ingin disebut modern, 4% ikut-ikutan. Ibu berfikir bayi mereka
tidak akan mendapat cukup ASI, sehingga ibu sering mengambil langkah berhenti
menyusui dan menggantinya dengan susu formula oleh sebab itu bayi akan mudah
terserang penyakit infeksi (Ludvigsson, 2005). Bagi seorang ibu, menyusui merupakan
kewajiban yang harus dijalankan, karena kelancaran produksi ASI sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan si buah hati. Nutrisi dan gizi memegang peranan penting
dalam hal menunjang produksi ASI yang maksimal, makanan ibu menyusui
berpedoman pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS) sebanyak 6 kali perhari namun, ibu-
ibu sangat menjaga pantangannya, bahkan ada diantara mereka yang mengkonsumsi
makanan seperti biasanya, tidak seperti wanita menyusui yang harus makan ekstra (Depkes
RI, 2010). Dalam hal ini terkait mitos kebudayaan di Indonesia tentang makanan ibu
menyusui tak lepas dari tatanan budaya.Mitos seringkali membuat ibu menyusui
kesulitan memilih makanan sehingga para ibu mempunyai pantanganuntuk
mengkonsumsi berbagai jenis makanan oleh sebab itu produksi ASI terganggu
(Perinasia, 2009). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009,
mempublikasikan bahwa hampir seluruh bayi di Indonesia (96%) pernah mendapatkan
ASI tetapi tidak eksklusif (Nurmiati, 2008). Salah satu sasaran Millennium
Development Goals (MDGs) tahun 2015 tentang pemberian ASI Eksklusif adalah
sekurang-kurangnya 80% ibu menyusui memberikan ASI eksklusif pada bayi. Menurut
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan, sebanyak 30,2% bayi umur
kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Menurut Riskesdas tahun 2013 di

66
Provinsi Yogyakarta cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan di Yogyakarta sebesar
39,9%. Kabupaten Bantul berdasarkan profil kesehatan kabupaten kota tahun 2013,
cakupan bayi yang diberi ASI eksklusif di Kabupaten Bantul tahun 2013 sebesar
62,05% menurun bila dibandingkan tahun 2012 sebanyak 63,51%. Salah satu
kecamatan di Kabupaten Bantul, Kecamatan Sewon pada tahun 2012 pencapaian
pemberian ASI sebesar 35,5%. Hasil pencapaian dari seluruh Kabupaten di Bantul,
Kecamatan Sewon berada pada posisi keempat, dimana posisi teratas adalah
Kecamatan Srandakan sebesar 66,9% dan terendah Kecamatan Pajangan 16,6%
(Dinkes Kabupaten Bantul, 2013). Hasil yang ditunjukkan tersebut belum mencapai
target pemerintah Indonesia yaitu 80% (KeMenKes, 2012). Target pemberian ASI
agar bisa mencapai keberhasilan maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak.
Pemerintah memberikan peraturan dan kebijakan untuk kesuksesan pemberian ASI
eksklusif melalui Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia nomor:
450/MENKES/SK/VI/2011 dan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 128. Dalam rekomendasi tersebut,
dijelaskan bahwa
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis,
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan
waktu dan fasilitas khusus, dan
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di
tempat kerja dan tempat sarana umum (Depkes, 2010). Selanjutnya, demi
tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu mulai memberikan makanan pendamping ASI
dan ASI hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih (Prasetyono, 2009). Pemberian
ASI eksklusif pada bayi bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan ibu saja.
Dukungan dari suami, keluarga dan masyarakat serta pihak terkait lainnya sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan kembali pemberian ASI pada bayi. Tingkat
keberhasilan pemberian ASI eksklusif bisa berhasil sukses dengan adanya
dukungan suami kepada ibu, perhatian masyarakat dalam memberikan dukungan
kepada ibu menyusui. Mengingat pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi

67
maka masyarakat secara penuh mendukung ibu dan mendukung perundang-
undangan pemerintah tentang pemberian ASI eksklusif. Dukungan tersebut
misalnya dengan disediakannya tempat khusus menyusui di mall perbelanjaan,
stasiun, bandara, dan lainnya walaupun hanya terbatas. Selain itu, adanya
kelompok masyarakat yang beranggota di luar petugas kesehatan yang secara
sukarela memberikan bimbingan peningkatan penggunaan ASI. Kelompok ini
diberi nama Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI). Adanya perkumpulan
komunitas ayah penggiat ASI eksklusif yaitu beranggotakan ayah atau suami
yang memberi dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif (Perinasia,
2009). Salah satu penyebab produksi ASI tidak maksimal karena asupan nutrisi ibu
yang kurang baik, menu makanan yang tidak seimbang dan juga mengkonsumsi
makanan yang kurang teratur maka produksi ASI tidak mencukupi untuk bayi.
Nutrisi dan gizi memegang peranan penting dalam hal menunjang produksi ASI
yang maksimal karena produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh hormon
prolaktin yang berkaitan dengan nutrisi ibu, oleh karena itu makanan ibu
menyusui berpedoman pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS). Ibu menyusui
dianjurkan makan sebanyak 6 kali perhari, minum 3 liter air perhari sesuai
frekuensi menyusui bayinya karena setelah menyusui ibu akan merasa lapar. Ibu
dianjurkan minum setiap kali menyusui dan mengonsumsi tambahan 500 kalori
tiap hari (Wiknjosastro, dkk. 2006). Ibu menyusui dengan gizi yang baik, mampu
menyusui bayi minimal 6 bulan. Sebaliknya pada ibu yang gizinya kurang baik
tidak mampu menyusui bayinya dalam jangka waktu selama itu, bahkan ada
yang air susunya tidak keluar (Proverawati, 2009).

68
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak merupakan generasi penerus dan merupakan tumpuan masa depan bagi bangsa dan
negara. Dengan digalakkannya sumber' daya manusia saat ini, maka anak pun merupakan
salah satu sasaran dari 8DM. Agar anak dapat tumbuh dan kembang dengan normal, maka
peranan gizi sangatlah diperlukan dan harus diperhatikan.
Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi, seperti karbohidrat sebagai sumber energi (tenaga),
protein sebagai zat pembangun dan vitamin/mineral sebagai zat pengatur. akan membantu
mencegah terjadinya penyakit. yang berakibat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
anak. Susunan gizi yang tepat akan memacu pertumbuhan dan perkembangan, makanan yang
baik adalah makanan yang disesuaikan dengan tingkat umur dan jenis aktivitasnya.
Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi, maka diharapkan unsur pemeliharaan,
pertumbuhan, perbaikan tubuh yang rusak/aus atau hilang, reproduksi" kerja fisik dan Spesific
Dynamic Action (SDA) akan baik pula.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan
senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri. Akhirnya penulis hanya bisa berharap,
bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan
sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca.

69
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, 2005.Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Eva Ridana, SKM, 2013. Profil Kesehatan Tahun 2012.

Dinas Kesehatan Aceh Barat.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007. Gizi Dan

Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Hananto, 2002. Peningkatan Gizi Bayi, Anak, Ibu Hamil dan menyusui dengan

bahan makanan lokal. Jakarta. Sagung Seto.

Abdurrahman (2003) Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta ; PT

Grafindo, Persada.

Ahmad1 (2003) Gizi Dalam Daur Kehidupan.Jakarta ; EGC.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Penerbit Rineka

Cipta : Jakarta

Apriadji, 2006). Beban Ganda Masa/ah Gizi dan lmplilrasinya Terhadap

Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional .Jakarta.

70

Anda mungkin juga menyukai