Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit reumatik meliputi osteoartritis (OA), reumatoid artritis (RA),

ankylosing spondylitis (AS), inflammatory bowel disease (IBD) dengan artritis

dan penyakit sistemik jaringan penghubung, termasuk sklerosis sistemik

(scleroderma). Arthritis disebut juga radang sendi dan mengacu pada sekelompok

penyakit yang menyebabkan rasa nyeri, bengkak dan kekakuan dibeberapa bagian

tubuh seperti otot, tendon, ligamen, dan tulang.

Reumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik

kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif

atau intermittent yang dapat mengakibatkan kecacatan yang menyerang seluruh

organ tubuh. Kerusakan sendi dalam RA berasal dari reaksi imun dan tampaknya

timbul pada individu dengan predisposisi genetik, pencetus tepat yang dapat

memulai reaksi autoimun masih belum jelas. Pada umumnya selain gejala

artikular, RA dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan

umum, cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya. Pada penderita

stadium lanjut, penderita tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari dan kualitas

hidupnya menurun.

Selama dekade terakhir ini telah banyak dilakukan penelitian tentang

penyakit ini yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam konsep RA sebagai

penyakit, termasuk etiologi, diagnostik, patogenesis, dan terapinya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Reumatoid artritis (RA) adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat

progresif yang cenderung untuk menjadi kronis dan mengenai sendi serta jaringan

lunak. RA adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi

tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi

pembengkakan, nyeri dan acap kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian

dalam sendi. Karakteristik RA adalah radang caiaran sendi (sinovitis inflamatoir)

yang persisten, biasanya menyerang sendi-semdi yang perifer dengan penyebaran

yang simetris.

Epidemiologi

Reumatoid artritis merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan

tersebar luas di seluruh dunia sekitar 1% orang dewasa yang menyerang semua

ras dan kelompok etnik. RA lebih sering dijumpai pada wanita, dengan

perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1, dengan insiden puncak antara usia 40

dan 60 tahun. Di Amerika serikat telah menyerang 0,5 – 3,8 % wanita dan 0,1 –

1,3 % laki-laki. Sedangkan di Indonesia berkisar 0,1 % - 0,3 % dari jumlah

penduduk.
Etiologi

Faktor - faktor resiko RA adalah faktor genetik, lingkungan, hormonal,

dan infeksi. Faktor genetik dan lingkungan telah lama diduga berperandalam

timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dengan terdapatnya hubungan antara

produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4

dengan RA seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk

menderita penyakit ini.

Kecenderungan wanita untuk menderita RA dan sering dijumpainya remisi

pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor

keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada

penyakit ini.

Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab RA juga timbul karena umumnya

onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai gambaran

inflamasi yang mencolok.Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab RA

antara lain adalah bakteri Berellia burgdorferi dan virus Eipstein-Barr serta

Parvo-virus.

Patogenesis

Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis RA terjadi akibat

rantai peristiwa imonologis sebagai berikut: Suatu antigen penyebab RA yang

berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cell (APC)

yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau

makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran

selnya.
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen

penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada RA,

antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian

sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya

destruksi persendian pada RA kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya

faktor rheumatoid. Faktor reumatoid adalah suatui antibodi terhadap epitop fraksi

Fc IgG yang dijumpai pada 70 sampai 90% pasien RA.

Diagnosa

Manifestasi Klinis RA

Dalam keadaan dini, RA dapat bermanifestasi sebagai palindromic

rheumatism, yaitu timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul yang

berlangsung antara 3 sampai 5 hari dan diselingi dengan masa remisi sempurna

sebelum bermanifestasi sebagai RA yang khas. Dalam keadaan ini RA juga dapat

bermanifestasi sebagai pauciartikular rheumatism, yaitu gejala poliartritis yang

melibatkan 4 persendian atau kurang.

Menurut American Rheumatism Association (1987), dignosis RA dapat

ditegakkan bila memenuhi 4 dari 7 kriteria di bawah ini, di mana 4 kriteria

pertama tersebut berlangsung selama 6 minggu.

No. Kriteria
1 Kaku pada pagi hari. Pasien merasa kaku pada persendian dan disekitarnya
sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis).
Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan dalam
observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria,
yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku,
pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembekakan
satu persendian,
4. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak
bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak.
5. Nodul reumatoid yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular dalam observasi seorang
dokter.
6. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal factor reumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang
dari 5 % kelompok kontrol.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis, yang khas pada pemeriksaan
sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Gambar 1. Sendi Normal, Osteoarthritis dan Rheumatoid Arthritis

Gambar 2. RA dini. Penebalan sinovial dari sendi PIP dan


pergelangantangan. Deformitas minimal.
Gambar 3. RA pada stadium yang lebih lanjut. Penebalan sendi MCP
yang cukup nyata, subluksasi dan deviasi ulnaris.

Gambar 4. RA lanjut. Deformitas leher angsa dan penebalan sinovia


pergelangan tangan.
Gambar 5. RA Nodula siku yang berukuran kecil atau sedang.

Gambar 6. RA Nodula besar pada ulna distal dan bursa olekranon.


Manifestasi Ekstraartikular RA

Organ .Manifestasi
Kulit Nodula subkutan
Vaskulitis, menyebabkan bercak-bercak coklat.
Lesi-lesi ekimotik.
Jantung Perikarditis
Tamponade perikardium (jarang)
Lesi peradangan pada miokardium dan katup jantung.
Paru-paru Pleuritis dengan atau tanpa efusi
Peradangan paru-paru.
Sistem saraf Neuropati perifer
Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom
terowongan karpal, neuropati saraf ulnaris, paralisis
peronealis, dan abnormalitas vertebra servikal.
Sistemik Anemia (sering)
Osteoporosis generalisata
Sindrom Felty
Sindrom Sjorgen (keratokonjuntivitissika).
Amiloidosis (jarang)
Mata Skleritis, episkleritis
Ginjal Nefritis interstitialis
Metabolik osteoporosis

Temuan Laboratorium

1. Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85 % pasien artritis reumatoid

mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal dengan faktor

reumatoid.
2. Laju endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang

bersifat tidak spesifik. Pada reumatoid artritis nilainya dapat tinggi

(100mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah

dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit.

3. Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda dengan

dengan jumlah sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada RA cairan

sinovial kehilangan viskositasnya dan jumlah sel darah putih meningkat

mencapai 15.000-20.000/mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak

jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak

kuat dan mudah pecah.

Diagnosa Terbaru

Tes ELISA kuantitatif yang sederhana dan spesifik menggunakan single

cyclic citrullinated peptide (cfc1-cyc2) sebagai immunosorbent dan dipasaran

dikenal sebagai anti CCP mark 1 test ( immunoscan RA). Test ini menunjukkan

bahwa anti CCP antibodi sangat spesifik untuk RA.

Anti CCP antibody mempunyai nilai prognostik karena biasanya muncul

pada pasien dengan penyakit erosit. Walaupun hanya beberapa studi yang meneliti

kemampuan prognostik dari antibodi ini, tapi penelitian-penelitian tersebut

mendukung bahwa pasien RA yang anti CCP nya positif secara signifikan akan

berkembang menjadi kerusakan sendi yang lebih parah dibandingkan dengan

pasien yang anti CCP nya negatif.

Anti CCP antibodi biasanya muncul pada tahap awal dari penyakit. Pada

penelitian terhadap pasien mulai dari arthritis awal dan kelompok pasien dengan
sinovitis awal, anti CCP antibody muncul sekitar 40-70 % dari kelompok pasien

tersebut. Pada beberapa kasus tersebut, antibody terdeteksi sampai 10 tahun

sebelum gejala RA pertama muncul. Hal ini menandakan bahwa citrulinasi dari

antigen sinovial dan produksi antibody terhadap antigen citrullinated diinisiasi

sangat awal pada perkembangan RA. Lebih jauh, anti CCP dapat digunakan untuk

membedakan RA dari penyakit reumatik lainnya.

Terapi RA

Terapi non farmakologi

1. Fisioterapi

Aktivitas latihan diperlukan untuk mendapatkan gerak sendi yang

baik dan optimal, agar massa otot tetap dan stabil. Dengan melakukan

fisioterapi, kekakuan dan nyeri pada sendi juga dapat diatasi dan

dikurangi. Teknik fisioterapi dapat dilakukan selain latihan gerak, terapi

listrik, pemanasan atau pendinginan, serta pelindung sendi seperti

penggunaan bingkai atau splint (papan penahan tungkai atau sendi).

2. Terapi rehabilitasi

Ada beberapa terapi rehabilitasi seperti yang disebutkan berikut :

- Edukasi : pasien diberi informasi yang lengkap dan benar mengenai

pengobatan dan perjalanan penyakit ke depan, serta meminta peran aktif

dan kerja sama penderita.

- Okupasi : bertujuan untuk membantu pasien agar dapat melakukan tugas

sehari-hari, yakni dengan memposisikan sendi secara baik sehingga


dapat berfungsi dengan baik dan terhindar dari gerakan berlebihan yang

dapat menimbulkan nyeri.

3. Terapi diet

Prinsip dasar pola diet untuk mendapatkan berat badan ideal adalah

dengan menerapkan pola makan secukupnya sesuai dengan energi yang

diperlukan dalam menjalani aktivitas pada hari tersebut.

Terapi Farmakologi

1. Obat NSAIDs (Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs)

Obat Dosis Indikasi Efek Samping


Aspirin Dewasa : 325- Antipiresis, Alkalosis respirator, asidosis
650 mg tiap 3 Analgesik, metabolik,urikosurik,
atau 4 jam. Demam, hipoprotrombinemia,
Anak: 15-20 reumatik akut, hepatotoksik, iritasi saluran
mg/kg BB Reumatoid cerna.
tiap 4-6 jam. artritis
Dewasa: Mencegah
5-8 g/hari. trombus,
Anak: 100- koroner
125 mg/kgBB dan trombus
/hari tiap 4-6 vena-dalam
jam.
Diflunisal Awal : Analgetik- Lebih ringan dari asetosal
2x250-500mg antipiretik dan tidak menyebabkan
Dosis Osteoartritis gangguan pendengaran.
penunjang
<1,5 g.
Obat Dosis Indikasi Efek Samping
Meklofenamat 200-400 Antiinflamasi Eritema kulit, diare,
mg/hari pada rematoid dyspepsia, bronkokonstriksi,
arthritis dan anemia hemolitik, tidak
osteoartritis. diberikan kepada anak usia
di bawah 14 tahun dan
wanita hamil.
Diklofenak Dewasa : Analgetik- Mual,gastritis,eritema kulit,
100-500 mg antiinflamasi sakit kepala.
Ibuprofen 1200-2400 Analgetik- Eritema kulit, sakit kepala,
mg/hari antiinflamasi trombositopenia.
Ketoprofen 2x100 Analgetik- Gangguan saluran cerna,
mg/hari antiinflamasi reaksi hipersensitivitas.
Naproksen 2 x 250-375 Rematik sendi Dispepsia, perdarahan
mg/hari lambung, sakit kepala, rasa
lelah, ototoksisitas,gangguan
hati dan ginjal.
Indometasin 5 - 10 mg Rematik Nyeri abdomen, diare,
pada malam perdarahan lambung,
hari sebelum pankreatitis,hiperkalemia,
tidur. urtikaria, gatal, serangan
asma.
Piroksikam 10-20 mg/hari Reumatoid Tukak lambung, pusing,
artritis, tinitus, nyeri kepala, eritem
osteoartritis, kulit.
spondilitis
ankilosa.
Nabumeton 1 g/hari Reumatoid Saluran cerna.
2. Obat kortikosteriod
Obat Dosis Indikasi Efek Samping
Prednison 7,5 mg/hari Reumatoid Demam,mialgia,artralgia,
artritis progresif malaise,osteoporosis,
psikosis, moipati.
Prednisolon 5 mg Reumatoid Demam,mialgia,artralgia,
artritis progresif malaise,osteoporosis,
psikosis, miopati.

3. Obat DMARDs (Disease Modifying Arthritis Rheumatoid Drugs)

Obat Dosis Indikasi Efek samping


Larutan 10 mg, minggu ke-2 : Reumatoid Kelainan pada ginjal,
garam emas 25 mg, minggu ke-3: artritis hati, penyakit oto,
50 mg.Dosis total 1 g. ruam kulit.
Penisilamin 1 x 150 mg Reumatoid Penekanan terhadap
artritis pembentukan sel darah
dalam sumsum tulang,
hiangnya rasa kecap.
Sulfasalazin 2 x 500 mg/hari Reumatoid Gangguan pencernaan,
(SSZ) artritis kelainan hati, kelainan
sel darah, ruam kulit.
Levamisol 150 mg/ hari Antelmintik, Mual, muntah, diare,
imunosupresif agranulositosis, flu like
syndrome.
Metotreksat 25 mg/minggu Reumatoid Ulserasi oral,
(MTX) arthritis. mukositis,
transaminitis,
pneumonitis.
Leflunomide 15 mg/minggu Reumatiod Teratogenik,
artritis. transiminitis.
Pemodifikasian Respon Biologik dan Terapi Kombinasi

Lebih dari satu dekade terakhir, sejumlah obat – obatan baru telah

diselidiki dan secara formal telah disetujui untuk digunakan menangani penyakit

ini. Yang paling banyak digunakan adalah “pemodifikasi respon biologis,” yang

mencakup obat – obat seperti penghambat TNF (faktor necrosis anti tumor).

Penghambat respon biologis yang ada mencakup TNF-alfa dan penghambat

Interkulin (IL)-1. Anti TNF yang ada saat ini adalah etanercept, infliximab dan

adalimumab. Hanya etanercept dan adalimumab yang diakui sebagai monoterapi

untuk RA. Etanercept adalah protein fusi reseptor TNF-alfa mudah larut yang

mengikat TNF, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menstimulasirespon

kekebalan. Etanercept terbukti memiliki efikasi yang serupa dengan MTX dalam 2

tahun penggunaan, terutama dalam skor erosion. Adalimumab adalah suatu

antibodi monoklonal anti-TNF, juga dapat digunakan baik sebagai monoterapi

maupun kombinasi dengan MTX.

“Terapi triple” (hydroxychloroquine, sulfasalazine, dan MTX) dilaporkan

lebih efektif daripada kombinasi MTX dengan hdroxychloroquin, tanpa adanya

toksisitas tambahan. Semua terapi anti-TNF, dapat digunakan dalam kombinasi

dengan MTX dan dapat menjadi pilihan pada pasien dengan respon suboptimal

terhadap MTX. Infliximab, antibodi anti-TNF-alfa, disetujui untuk diberikan pada

pasien yang menggunakan MTX dengan dosis konstan. Agen ini terbukti dapat

memperbaiki tanda – tanda dan gejala RA.


Etanercept dan adalimumab juga telah diteliti sebagai terapi kombinasi

dengan MTX. Dalam percobaan TEMPO (Trial of Etanercept and Methotrexate

with radiographic Patient Outcomes), secara acak pasien diberi MTX saja,

etanercept saja, atau kombinasi keduanya. Kombinasi etanercept dan MTX

menunjukkan lebih baik daripada diberikan sebagai terapi tunggal, baik pada

respon klinis (respon ACR) dan dalam skor radiologik (perubahan Sharp Score).

Interaksi Obat

Obat RA Obat lain Interaksi obat


Kortikosteroid - Aspirin - Efek aspirin dapat berkurang, akibatnya
meningkatkan resiko perdarahan lambung
dan pembentukan tukak
- Antasida - Tubuh terlalu banyak kehilangan kalsium
- Asetazolamida
- Obat diabetes - Efek obat diabetes berkurang, akibatnya
kadar gula darah tetap tinggi.
- Digitalis - Efek digitalis dapat meningkat, akibanya dapat
terjadi denyut jantung yang tidak teratur
- Indometasin - Efek merugikan dari masing-masing obat
dapat meningkat, akibatnya meningkatnya
resiko perdarahan dan pembentukan tukak
Aspirin - Metotreksat - Efek metotreksat meningkat, akibatnya terjadi
efek samping yang merugikan antara lain
mual, diare, pemerahan kulit dan tukak
-Fenilpropanolamin dimulut.
- Efek fenilpropanolamin meningkat, akibatnya
efek tekanan darah dapat meningkat
Obat RA Obat lain Interaksi obat
Indometasin - Antikoagulan - Efek antikoagulan meningkat
- Fenilpropanolamin - Efek fenilpropanolamin dapat meningkat
- Probenesid - Efek indometasin dapat meningkat

Analisis Modern Pengobatan RA

Dalam suatu sesi di the Eropean League Againts Rheumatism (EULAR)

2005 Annual Meeting, Stephen Paget,MD, menyoroti pentingnya pengobatan

yang lebih aman dan lebih sensitif untuk RA. Analisanya mengenai konsep

modern yang digunakan untuk membentuk pengobatan RA adalah :

- Penggunaan farmakogenomik dalam pengobatan yang lebih efektif dan lebih

aman, dengan agen imunosupresif seperti azathioprine dan methotrexate.

- Penggunaan teknik pencitraan sensitif, seperti ultrasound dan magnetic

resonance imaging, untuk : memungkinkan diagnosa artritis sedini mungkin dan

menuntun dilakukannya terapi, menegakkan agresifitas dan potensi erosif dari

RA, mengkarakterisasi respon klinis dalam penelitian obat dan penanganan

pasien RA, dalam dunia nyata.

- Ada risiko infeksi pada pasien RA diatasi dengan anti-tumor necrosis faktor

(TNF), tapi dapat diatasi dan dikendalikan dengan skrining dan pengobatan

optimal.

- Membatasi komorbiditas yang berhubungan dengan RA seperti myocardial

infraction.

- Menilai rasa nyeri secara optimal.

Risiko Tuberkulosis dan Pentingnya Skrining pada Pasien RA


TNF-alfa memainkan peran dominan dalam kemampuan sistem kekebalan

untuk membentengi diri dari Mycobacterium tuberculosis (TB) pada granuloma

dengan efeknya terhadap sel dendritik, respon kekebalan adaptif, apoptosis

makrophage, upregulationnitric oxide, dan interferon gamma. Granuloma adalah

abgian aktif dari kontrol infeksi TB. Sehingga, seharusnya mudah dimengerti

mengapa agen biologis anti-TNF baru dapat menyebabkan berkembangnya

reaktivasi TB pada pasien yang ditangani dengan obat ini. RA menyebabkan

peningkatan insiden TB 2 kali lipat dan penambahan anti-TNF meningkatkan

risiko tersebut 4 kali lipat. Risiko tersebut nampak sangat tinggi dengan

infliximab dan lebih sedikit dengan etanercept dan adalimumab.

Dengan melakukan skrining sebelum menggunakan anti-TNF dan

menggunakan isoniazid (INH) selama 9 bulan plus vitamin B6, gangguan TB per

100 pasien berkisar antara 1,3 preskrining sampai 0,19 pasca skrining. Sebagian

besar antirematik memulai penggunaan anti-TNF sesegera mungkin setelah

diberikan INH.
BAB III

REUMATOID ARTRITIS JUVENIL

Definisi

Reumatoid artritis juvenil atau Still’s disease merupakan suatu bentuk lain

atau varian baru reumatoid artritis yang terdapat pada anak-anak sebelum pubertas

atau sebelum usia 16 tahun.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat 13,9/100.000 anak-anak terserang penyakit ini. Data

mengenai Reumatoid artritis juvenil sedikit sekali. Padahal Reumatoid artritis

juvenil bukan merupakan penyakit yang jarang karena penyakit ini dapt terjadi

pada semua anak tanpa perkecualian bangsa atau iklim.

Etiologi dan Patogenesis

Baik etiologi dan patogenesis reumatoid artritis juvenil sampai saat ini

belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa dugaan faktor etiologi yang akhir-

akhir ini sedang diselidiki antara lain infeksi, autoimunitas. Trauma, stres

psikologik, hereditas. Mikoplasma dan virus sering disebut sebagai factor infeksi

(rubella, hepatitis virus B). Defisiensi IgA selektif dan gama globulinemia akhir-

akhir ini disebut juga sebagai salah satu etiologi reumatoid artritis juvenil.
Gejala Klinis

Gejala Prodormal

Dikenal 3 tipe pada permulaan (onset) penyakit, yaitu :

1. Poliartikular

Lebih banyak diderita anak perempuan dibandingkan anak lelaki.

Gejala-gejala yang muncul antara lain : bengkak/rasa sakit berupa nyeri di

5 sendi atau lebih seperti lutut, paha, leher, telapak kaki, pergelangan kaki

atau juga jari-jari tangan, demam, benjolan dibeberapa bagian tubuh.

2. Oligoartikular atau Pausiartikular

Bila 4 sendi atau kurang yang terserang. Gejala-gejalanya meliputi

rasa nyeri, rasa kaku, bengkak di sendi-sendi. Pergelangan tangan dan

lutut adalah tempat yang paling sering terkena.

3. Sistemik

Menyerang diseluruh sendi dikenal juga sebagai still’s disease.

Gejalanya antara lain : demam tinggi dimalam hari tiba-tiba kembali

normal. Selama serangan berlangsung, anak biasanya akan merasa sangat

sakit, terlihat pucat/mungkin juga muncul ruam kulit yang hilang timbul.

Gangguan Pertumbuhan

Pertumbuhan yang lambat merupakan ciri khas. Pada stadium aktif

pertumbuhan linier berlangsung lambat, demikian juga denganpertumbuhan tanda

seks sekunder. Gangguan pertumbuhan tulang temporomandibular mengakibatkan

mikrognatia.Gangguan pertumbuhan sekunder ynag mengenai lutut, menyebabkan


terjadinya perbedaan panjang pada kedua tungkai, sedangkan pada jari-jari tangan

dapat mengakibatkan bradidaktili seluruh tangan atau salah satu jari.


Manifestasi Ekstraartikular

Kulit Nodula subkutan


Vaskulitis, menyebabkan bercak-bercak coklat.
Lesi-lesi ekimotik.
Jantung Perikarditis
Tamponade perikardium (jarang)
Lesi peradangan pada miokardium dan katup jantung.
Paru-paru Pleuritis dengan atau tanpa efusi
Peradangan paru-paru.
Mata Skleritis
Sistem saraf Neuropati perifer
Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom terowongan
karpal, neuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan
abnormalitas vertebra servikal.
Sistemik Anemia (sering)
Osteoporosis generalisata
Sindrom Felty
Sindrom Sjorgen (keratokonjuntivitissika).
Amiloidosis (jarang)

Patologi

Patologi reumatoid artritis juvenil sama seperti rheumatoid arthritis pada

orang dewasa. Jaringan tulang rawan dan sekitarnya mengalami erosi dan

destruksi yang progresif, dan pada stadium akhir terjadi deformitas, subluksasi,

ankilosis fibrosa dan ankilosis tulang.


Hasil Laboratorium

Kelainan-kelainan laboratorium yang ditemukan pada rheumatoid arthritis

juvenil adalah :

- Anemia normositik hipokrom

- Leukositosis : 30.000 – 50.000 leukosit/mm3.

- Laju endap darah (LED) meningkat nilai ini dapat dipakai sebagai tolok ukur

aktivitas penyakit.

- Elektroforesis protein serum menunjukkan peningkatan gama globulin dan alfa 2

globulin.

- Kadar imunoglobulin meningkat, juga titer antibody virus meningkat.

- Uji aglutinasi terhadap faktor reumatoid, positif pada sebagian kecil, terutama

anak-anak berusia di atas 7 tahun dengan nodul reumatoid dan artritis yang

erosif.

- Uji ANA (anti nuclear antibody) positif terutama pada oligoartritis dengan

uveitis.

- Sel LE positif pada sebagian kecil pasien, biasanya pada permulaan penyakit dan

bersifat sementara.

- Serologic typing. HLA DW 7 dan HLA DW11 positif pada 46% pasien, HLA DW4

yang khas untuk RA jarang ditemukan.

- Proteinuria sering ditemukan bila ada demam. Bila protein terus berlangsung,

dicurigai adanya amiloidosis.


Radiologi

Pada stadium dini terdapat pembengkakan jjaringan lunak, osteoporosis

ringan pada juksta artikular, pembentukan tulang baru di periosteum, penutupan

epifisis yang prematur. Pada stadium lanjut terlihat erosi marjinal, penyempitan

ruang antar sendi, sublukasiatlanto aksial yang khas, fusi sendi apofisial.

Selanjutnya dijumpai osteoporosis umum, yang dapat menyebabkan terjadinya

berbagai macam fraktur.

Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk reumatoid artritis juvenil :

1. Umur waktu mulai sakit kurang dari 16 tahun.

2. Artritis pada satu atau lebih sendi yang ditentukan berdasarkan tanda
pembengkakan atau penambahan caiaran dalam sendi, atau ditandai oleh
satu atau lebih tanda-tanda berupa berkurangnya keleluasaan sendi, nyeri
sendi waktu digerakkan dan perabaan panas di permukaan sendi
3. Lamanya sakit berlangsung 4 minggu sampai 3 bulan.

4. Gambaran penyakit selama 4 minggu sampai 6 bulan pertama


digolongkan ke dalam:
a. Poliartritis bila 5 sendi atau lebih yang terserang.
b. Oligoartritis bila 4 sendi atau kurang yang terserang.
c. Penyakit sistemik bila ditemukan panas intermiten dan reumatoid
rash, artritis, kelainan viseral (limfadenopati,
hepatosplenomegali,dan sebagainya).
5. Menyingkirkan penyakit reumatoid lainnya.
Terapi
Terapi Non Farmakologi

1. Terapi Fisik

Hal yang penting adalah memberi keterangan kepada orang tua tentang

sifat dan perjalanan penyakit dan tujuan pengobatan. Seringkali prognosis RA

juvenil baik. Terapi fisik dan pemasangan bidai bertujuan untuk

mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.

2. Operasi Ortopedis

Operasi yang dilakukan adalah sinovektomi, tenosinovektomi, total joint

replacement, dan pembedahan kosmetik pada mikrognatia.

Terapi Farmakologi

1. Obat NSAIDs
Obat Dosis Indikasi Efek Samping
Salisilat Semua umur : Nyeri, kaku, Iritasi
75-130 inflamasi sendi. gastrointestinal,
mg/kg /hari perdarahan
lambung,
salicylism dengan
gejala lemas
(lethargy),
hiperpnea, tinitus,
hepatitis.
Natrium Usia 14 tahun ke Nyeri, kaku, dan Iritasi/ perdarahan
diklofenak atas : 2-3 x 50 inflamasi sendi. gastrointestinal.
mg/hari

Obat Dosis Indikasi Efek Samping


Naproksen Usia 14 tahun ke Nyeri, kaku, dan Iritasi/ perdarahan
atas : 2-3 x 250 inflamasi sendi. gastrointestinal.
mg/hari
Indometasin Usia 14 tahun ke Nyeri, kaku, dan Iritasi/ perdarahan
atas : 2-3 x 25 inflamasi sendi. gastrointestinal.
mg/hari
Meklofenamat Usia 14 tahun ke Nyeri, kaku, dan Iritasi/ perdarahan
atas : 2-3 x 100 inflamasi sendi. gastrointestinal.
mg/hari

2. Obat DMARDs

Obat Dosis Indikasi Efek Samping


Larutan garam 10 mg, minggu Reumatoid artritis Kelainan pada
emas ke-2 : 25 mg, ginjal, hati,
minggu ke-3 : penyakit otot,
50 mg. ruam kulit.
Dosis total 1 g.
Penisilamin 1 x 150 mg Reumatoid artritis Penekanan
terhadap
pembentukan sel
darah dalam
sumsum tulang,
hiangnya rasa
kecap.
3.Obat Kortikosteroid

Obat Dosis Indikasi Efek Samping


Prednison Dosis awal : Bila pemberian Pertumbuhan menjadi
3 x 60 mg/hari obat NSAIDs lambat, osteoporosis,
Dosis pemeliharaan : tidak memberikan infeksi, retensi air,
5 mg/hari efek terapi. katarak, sindrom Cushing.
DAFTAR PUSTAKA

1. Noer, Sjaifoellah, Prof..dr, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia , Jakarta, 1996.

2. M.D Robbins L. Stanley & M.D Kumar Vinay . Patologi 1


(Basic Pathology Part 1). Edisi 4, EGC : Jakarta.

3. A.Price, Sylvia. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses- proses Penyakit,


Edisi 4, EGC, Jakata, 1994.

4. Delp&Manning, Major Diagnosis Fisik, Edisi IX, EGC, Jakarta, 1996.

5. Semijurnal Farmasi&Kedokteran, Rematik, Ethical Digest, No.27, Tahun


IV, PT. Etika Media Utama, Jakarta, Mei 2006.

6. Moll.J, M.H. Atlas Bantu Rheumatologi, Alih Bahasa: Caroline Wijaya,


Penerbit Hipokrates, Jakarta, 1992.

7. Harrison’s, Principles of Internal Medicine, Vol.2, 13th Ed., McGraw


Hill Inc, USA, 1994.

8. Goodman&Gilmans, The Pharmacological Basis of Therapeutic,


9th Ed., McGraw Hill Inc, USA, 1996.

9. Dipiro, T. Yoseph, Pharmacotherapy. A Pathophysiologic Approach,


5th Ed., McGraw Hill Inc., USA, 2002.

10. Rubin, Emmanuel. Essential Pathology, 3rd Ed., Lippincot


William&Wilkins, USA, 2001.

11. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Gaya Baru, Jakarta, 19.

12. Sub Bagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Diagnosis & Terapi Penyakit Reumatik.

Anda mungkin juga menyukai