SYARIAT
Kelompok 10
Muhammad Tri Harsono (2217031160)
Hana Firda Shara (2217031162)
Dyah Permata Octavia (2217031179)
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, yang telah
memberi rahmat serta hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan makalah
ini. Tak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW sang pilihan dan sang pemilik ukhwah.
Kami membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas pendidikan agama
islam. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhisom M.Pd.I yang
juga selaku dosen pendidikan agama islam kami.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
karena masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kami dengan terbuka akan menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami sendiri dan para pembaca khususnya
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian dari syariah terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus
maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah, sedangkan
hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan
ra'yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam
Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariat hidup kita akan selamat
dunia dan akhirat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis sajikan dalam makalah ini adalah :
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang dapat dirasakan oleh penulis dengan adanya penulisan makalah
ini adalah lebih mengetahui lebih dalam tentang Syari'at Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syariat
» Secara Etimologi
Kata Syariat berasal dari bahasa Arab, dari kata Syara'a yang berarti jalan. Syari'at
Islam berarti jalan dalam agama Islam atau peraturan dalam Islam.
» Secara Terminologi
Syariat adalah suatu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan
selain ciptaan Tuhan di alam semesta.
Berdasarkan pengertian diatas, syariat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu :
Tujuan Syari'at Islam yang paling utama adalah untuk membangun kehidupan
manusia atas dasar ma'rufat (kebaikan-kebaikan) dan membersihkannya dari munkarat
(keburukan-keburukan).
1. Ma'rufat adalah nama untuk semua kebajikan atau sifat-sifat yang baik, yang
sepanjang masa telah diterima sebagai sesuatu yang baik oleh hati nurani manusia.
2. Munkarat adalah nama untuk segala dosa dan kejahatan yang sepanjang masa
telah dikutuk okh watak manusia sebagai sesuatu yang jahat.
Kemaslahatan yang hakiki pada dasarnya adalah kemaslahatan yang ditentukan oleh syariat
bukan yang ditentukan oleh akal yang serba relatif. Dalam hal ini, penting untuk dipahami
bahwa syariat pasti mengandung maslahat. Artinya, di mana ada syariat, di situ pasti ada
maslahat. Demikianlah sebagaimana yang dinyatakan oleh kaidah ushul berikut :
Menurut Oleh: K.H. Athian Ali M. Da'i, MA Diturunkannya Syariat Islam kepada manusia
tentu memiliki "tujuan" sangat mulia. Antara lain :
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-
jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam
memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran: "Tidak ada
paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).." QS. Al-Baqarah : 256. Akan tetapi, untuk
terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil'alamin, maka Allah SWT
telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barang
siapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar."
QS. An-Nisaa 48. "Barang siapa mengantikan agamanya (murtad), maka
bunuhlah ia." Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, "...Maka barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah
ia kafir" (QS. Al Kahfi, 18:29). Hadits Nabi saw, riwayat Imam Bukhari dari ibn
Abbas ra. Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan
ditumpas.
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa
lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki.
Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan
yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha
Bijaksana" Al-Maidah:38. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan
dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.
Termasuk melindungi nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap
orang berhak dilindungi kehormatannya di mata orang lain dari upaya pihak-pihak
lain melemparkan fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan
kejahatan. Karena itu betapa luarbiasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam
bentuk cambuk atau "Dera" delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu
membuktikan kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT berfirman:
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh
itu) dengan delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
untuk selama lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik" (QS. An Nuur,
24:4). Juga dalam firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-
wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat
di dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar" (QS. An Nuur,24:23). Dan
larangan keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan
menggunjing terhadap sesama mukmin (QS. Al Hujurat, 49:12).
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang harus aman dari rasa lapar dan
takut. Sehingga seorang pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan
yang kondusif agar masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu "tidak
mengalami kelaparan dan ketakutan". Allah SWT berfirman: "Yang telah memberi
makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan" (QS. Al Quraisy, 106:4).
8. Melindungi kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, digantung atau
dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33).
Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi SAW
menyatakan, "Apabila datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah maka
penggallah lehernya".
1. Bahwa ketentuan Allah dan Rasul-Nya tentang pelaksanaan Syariat Islam tidak
semata mata didasarkan atas klasifikasi hukum saja, misalnya wajib, sunah,
mubah, makruh maupan haram
Tetapi juga harus didasarkan pada niat yang khas karena niat dapat mengubah klasifikasi
hukum tertentu. Misalnya amalan syari'at yang termasuk dalam kategori wajib seperti shalat
Jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah, maka kewajiban terpenuhi dan sekaligus
mendapatkan pahala.
Dalam melaksanakan Syari'at Islam hendaknya disertai dengan sikap wara' dan hati-hati,
serta niat yang ikhlas agar pelaksanaan syari'ah tersebut tidak menjadi sia-sia di sisi Allah
swt.
Perubahan situasi dan kondisi sama sekali tidak boleh dijadikan alasan untuk meningka
kewajiban yang telah ditetapkan oleh syari'ah Kewajiban malak hans dilaksanakan dalam
situasi dan kondisi apapun juga, namun peraturan pelaksanaannya boleh mengalami
perubahan sesuai dengan ketentuan syari'at, karena dalam pelaksanaan syari'at terdapat
kategori ruklah (keringanan).
E. Sumber Syariat Islam
1. Al-Qur'an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
3. Ra'yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur'an dan As-Sunnah untuk
menetapkan hukum yang bekam ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur'an dan As-
Sunnah
Dalil-dalil hukum lainnya yang dipegang oleh ulama Ushul secara singkat teruraikan
sebagai berikut :
1. Ijma' menurut istilah ulama Ushul kesepakatan semua itahidin atas sesuatu hukum
pada suatu sesudah Rasulullah Firman Allah swt, yang erat hubungannya "Hai orang-
orang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya, dan Ulil Anri diantara kamu (QS. An-
Nisa: 59). Tidaklah mungkin para ulama berkumpul untuk melakukan sesuatu
kebohongan (dusta). Rasul bersabda yang artinya "Tidaklah Allah menghimpun
ummatku untuk melakukan kesesatan. (H.R. Ibnu Majah)".
2. Qiyas menurut ulama ushul menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya
dengan kejadian lain yang sudah diatur oleh nash, karena adanya persamaan antara
keduanya yang disebut "Ilah hukumnya".
3. Istihsan adalah merupakan kebaikan dari Qiyas, karena istihsan memindahkan hukum
suatu peristiwa dengan hukum peristiwa lainnya yang sejenis dan memberikan hukum
lain karena ada alasan kuat bagi pengecualian tersebut.
4. Maslahat Mursalah, terdiri dari dua rangkaian kata yaitu: Mashalat (kebaikan,
kepentingan) yang tidak ditur oleh ketentuan syara yang menggunakan pertimbangan
kebaikan akan sesuatu keputusan di ambil dengan melihat kemaslahatan yang akan
timbul dan Mursalah ialah pembinaan (penetapan) hukum berdasarkan
5. Sadduz zari'ah yaitu menutup segala jakin yang akan menuju pada perbuatan yang
merusak atau mungkar.
6. Al-'Urf adalah sesuatu apa yang bisa dijalankan orang, merupakan kebiasaan baik
dalam kata-kata maupun perbuatan keseharian. Urf ialah suatu yang telah sering
dikenal oleh manusia dan telah menjadi tradisinya. Bak berupa perbuatan maupun
adat kebiasaan yang baik dalam masyarakat.
F. Prinsip-Prinsip Syariat Islam
Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri sangat memperhatikan
berbagai aspek, baik natural spiritual, kutural maupun sosial umat. Dalam menetapkan
hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap
untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan
prinsip kedua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariat dalam al-Quran
tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang final, melainkan secara bertahap,
dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya,
wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu
itu.
Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran
yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di
mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi
kebutuhannya.
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang
berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi
umat Islam, tapi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum
sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta
keputusan hukum sesuai hukum Islam
G. Hukum Tidak Berubah Karena Faktor Waktu Dan Tempat
Karakteristik hukum Islam sangat berbeda secara diametral dengan hukum produk
kapitalisme man Sosialisme, hukum Islam dibangan berdasarkan nash-nash syariat yang
tetap. Dalam Islam, nash-nash syariat adalah sumber hukum yang kemudian menghukumi
realitas. Sebaliknya, dalam kapitalisme, misalnya, realitaslah yang menjadi pijakan hukum
yang kemudian menghasilkan produk-produk hukum yang sesuai dengan (mengakomodasi)
realitas.
Akibatnya, hukum produk kapitalisme ini berubah-ubah dari waktu ke waktu dan
berbeda-beda antara satu tempat dan tempat hinnya. Ini adalah konsekuensi dari dijadikannya
realitas yang terus berubah dan berkembang sebagai pijakan hukum UU pemilu Tahun 1999,
misalnya, yang notabene baru dan dianggap paling baik dibandingkan dengan UU pemilu
sebelumnya, kini telah direvisi dengan alasan mempunyai kelemahan-kelemahan seiring
dengan hutan dan perkembangan baru jagat perpolitikan di Tanah Air. Sementara ina,
hukumproduk Sosialisme dibangan berdasarkan hipotesis-teoretis yang disumsikan ada dalam
permasalahan yang terjadi
Sebagaimana telah dijelaskan, produk hukum Islam digali dari nash-nash syariat,
sementara pada saat yang sama nash-nash tersebut tidak tetap dan tidak pernah mengalami
perubahan. Karena itu produk hukum tersebut harus selalu terikat dengan nash dan tunduk
pada apa yang dinyatakan oleh dalalah-nya. Pertimbangan atas dasar perubahan zaman dan
perbedaan tempat tidak mempunyai nilai sama sekali di sini, sebagaimana pertimbangan atas
dasar kemaslahatan atau kemudaratan
Perbedaan kultur, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat juga tidak boleh
mempengaruhi hukum Islam Sebab, kultur, kebiasaan, dan adat-istiadat bukanlah illat (motif
diberlakukannya hukum) dan sumber hukum. Bahkan, kultur, kebiasaan, dan adat-istiadat
acapkali banyak yang bertentangan dengan syariat. Apalagi kultur, kebiasaan, dan adat-
istiadat yang ada pada masa sekarang ini pada dasarya menupakan kristalisasi dari pemikiran
dan hukum-hukum yang bersumber dari sistem sekular yang telah terbukti mengakibatkan
kerusakan masyarakat. Namun demikian jika kuhur, kebiasaan, dan adat-istiadat tersebut
tidak bertentangan dengan hukumlslam, ia dibolehkan (mubah). Hanya saja, kebolehannya
bukan karena pertimbangan apa-apa kecuali karena memang dibolehkan oleh nash-nash
syariat
Sebagaimana dimaklumi, syariat Islam adalah yang itu-itu juga tidak pernah berubah
Yang hal akan tetap halal dan yang haram akan tetap haram Selamanya begitu hingga Hari
kiamat, karena wahyu Allah telah terputus dan syariat Islam telah sempurna. Karena itu.
khamar, misalnya, tidak akan pernah haram pada satu waktu, kemudian berubah menjadi
halal pada waktu lain. Demikian juga keharaman riba, memata-matai oranglslam menipu
meminta bantuan kepada orang kafir, suap, dan sebagainya. Statemen bahwa hukum harus
berubah karena faktor perubahan waktu dan tempat tentu merupakan bentuk keberanian yang
luar biasa terhadap Allah. Allah SWT berfirman :
( وال تقولوا لما نصف السنتكم الكتب هذا حالل وهذا حرام لتقتروا على هللا الكتب إن الذين يفترون على هللا الكذب
)ال يفلحون
Janganlah kalian berdusta dengan sebah apa yang disifatkan oleh lidah kalian, "Ini
halal dan ini haram." untuk mengada-adakan sesuatu yang dusta terhadap Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang berdusta terhadap Allah tidak akan berhasil. (QS an-Nahl
[16]: 116)
Apabila hukum Islam harus berubah karena faktor waktu dan tempat, berarti akan ada
satu fakta atau kasus yang memiliki dua hukum sekaligus, halal dan haram meskipun dalam
wilayah dan rentang waktu yang tidak sama. Ini jelas mustahil karena Allah tidak mungkin
menurunkan dua hukum yang berlawanan untuk kasus yang sama. Hal ini juga sangat
kontradiktif dengan karakter kesempurnaan syariat Islam.
Memang, realitas yang menjadi obyek hukum boleh jadi mengalami perubahan, tetapi
hukum atas realitas itu sendiri tentu saja tidak berubah. Dalam istilah para ahli fikih
(fuqaha’), obyek hukum biasa disebut manáth al-hukm. Dalam al-Quran dan as-sunnah,
misalnya, khamar sampai kapanpun dan di mana pun tetap diharamkan. Akan tetapi, ketika
esensi khamar berubah menjadi cuka, maka ia menjadi halal Dalam dua keadaan ini
sebetulnya tidak dapat dikatakan telah terjadi perubahan hukum. Yang terjadi adalah
perubahan manath al-hukm yang memungkinkan dihasilkannya dua hukum yang berbeda:
khamar tetap khamar dengan keharamannya; cuka tetaplah cuka dengan kehalalannya. Sebab,
keduanya memiliki esensi dan manath al-hukm yang berbeda.
Contoh lain, orang sakit yang tidak mampu berdiri, boleh menunaikan shalat sambil
duduk atau berbaring. Perubahan posisi dari sebelumnya wajib berdiri menjadi boleh duduk
tidak dapat dikatakan sebagai perubahan hukum karena kondisi berbeda, tetapi karena
memang adanya perbedaan hukum yang didasarkan pada dua manath al-hukm yang memang
berbeda: orang sehat tidak sama dengan orang sakit. Karena itu, orang sehat tetap wajib
menunaikan shalat dengan berdiri, sedangkan orang sakit dibolehkan melaksanakan shalat
sambil duduk atau berbaring Jika hukum untuk orang sehat diberlakukan juga pada orang
sakit, jelas keliru, karena masing masing mempunyai manath al-hukm yang berbeda.
Demikian seterusnya.
Di samping itu, syariat Islam diberlakukan atas manusia dalam kapasitasnya sebagai
manusia, bukan karena faktor suku, etnik, geografis, ataupun karena faktor Arab atau non
Arabnya. Di mana pun dan kapan pun, manusia, baik Arab atau non-Arab, esensinya sama;
masing-masing mempunyai kebutuhan jasmaniah dan naluriah yang sama. Kondisi ini tidak
pernah berubah. Karena itu, gagasan bahwa hukum harus berubah karena faktor waktu dan
tempat sebenarnya bukan merupakan keniscayaan hidup manusia. Sebab, esensi kemanusiaan
pada diri manusia tidak pernah mengalami perubahan. Yang berubah hanyalah sarana fisik
dan wujud materi yang melingkupinya. Dengan demikian, dinamisasi, perkembangan, dan
perubahan tersebut sebenarnya hanya menyangkut bentuk-bentuk materi atau sarana-sarana
fisik yang dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah dan
naluriahnya. Sebaliknya, kebutuhan-kebutuhan manusia, baik untuk memenuhi tuntutan
jasmaniah maupun nahariahnya, tidak pernah berubah. Contoh, manusia memerlukan
makanan, minuman, pakaian, tidur, beristirahat. Sema ini diperlukan oleh manusia pada
zaman mana pun dan di mana pun meskipun boleh jadi alat pemas dan kualitasnya berbeda-
beda. Alat pemas dan kualitas kebutuhan manusia zaman purba, misalnya, tentu berbeda
dengan alat pemuas dan kualitas yang dibutuhkan manusia pada zaman modem meskipun
kebutuhan mereka untuk makan, minum berpakaian, tidur, dan istirahat tidak pernah berubah.
Karena itulah berkaitan dengan benda-benda sebagai alat pemuas kebutuhan manusia, Islam
telah menggariskan kaidah hukum yang sama yang berlaku untuk segala tempat dan segala
zaman, yakni :
Hukum asal benda (barang) adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Alhasil, propaganda atas gagasan bawha hukum harus berubah karena waktu dan
tempat tidak mempunyai pijakan syariat yang jelas dalam Islam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syariah adalah jalan yang menuntun kita kepada Allah dengan mengikut
ketetapan Nya dalam Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad, sehingga kita
mendapat ridho dan surg Nya, ju agar dijauhkan dari kemakaan Allah.
Syariat Islam mempunyai peranan dan fungsi untuk mengatur dan menata
kehidupan manusia, mengarahkan kepada jalan kebenaran yang diridhai oleh Allah
swt. Tujuan Syariat Islam adalah mengatur dan menata kehidupan unik kebahagian
dan kemaslahatan manusia baik sewaktu hidup di atas dunia fana ini maupun kelak di
negeri akhirat harus dijalankan Syari'at Islam sebagai suatu pedoman hidup yang
hakki dan sebagai aturan perundang-undangan yang maha lengkap, mengantar
manusia ke pintu kebajikan dan menutup pintu kesesatan.
B. SARAN
1. Untuk para pembaca tingkatkanlah takwa saudara, taati perintah Allah dan jauhi
larangannya.
2. Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi, oleh karena itu selayaknya Khalifah kita
jaga kehidupan dibumi cintai alam dan penuh kasih sayang sesama makhluk.
3. Aturan syariat secara umum bersumber dari 4 mahzab, dan diantara itu
memungkinkan berbeda aturan dan semuanya itu adalah benar, oleh karena itu jangan
dipermasalahkan.
4. Walaupun ibadah umum itu berkaitan dengan badah terhadap sesama mamusia tapi
niatkanlah ibadah hanya karena Allah.
5. Ibadah khusus tentama ibadah yang berkaitan dengan harta jangan karena pamer atau
karena iri terhadap sesama, tapi niatkankah untuk mengharap ridho Allah.
6. Sebagian besar hukum berkehidupan telah ditentukan dalam Al-Quran dan hadis, oleh
karena itu pelajariah Al-Quran dan Hadis dan maknanya.
DAFTAR PUSTAKA
https://arfahpallaka.wordpress.com/agama/syariah-islam/
http://hizbut-tahrir.or.il/2008.07/03/substansi-syariat-islam