Anda di halaman 1dari 8

04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 2

Pendahuluan Perilaku Batuan


• Batuan mempunyai perilaku (behaviour) yang berbeda-beda pada saat menerima
beban.
• Perilaku batuan dapat ditentukan melalui perilaku konstitutif atau tegangan
regangan dan dapat ditentukan antara lain di laboratorium dengan uji kuat tekan,
geser, uji triaksial, dan tarik.
• Dari hasil uji dapat dibuat kurva tegangan-regangan, kurva creep dari uji dengan

PERILAKU BATUAN tegangan konstan, dan kurva relaksasi dari uji kuat tekan uniaksial, geser,
triaksial dengan regangan konstan.
MEKANIKA BATUAN • Dengan mengamati kurva-kurva tersebut dapat ditentukan perilaku atau
Romla Noor Hakim – Eko Santoso - Sari Melati kekuatan dari batuan sebagai fungsi waktu.
• Selain perilaku konstitutif fungsi waktu perilaku batuan yang juga penting
diperhatikan adalah sifat batuan lunak

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 3 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 4

Perilaku Kurva s - e
• Pada tahap awal batuan
dikenakan gaya, kurva berbentuk
landai dan tidak linier yang
Daftar Istilah dalam Perilaku Batuan
berarti bahwa gaya yang diterima Elastic material: an ideal rheology where the strains caused by stresses are fully recoverable
oleh batuan dipergunakan untuk when the load is removed; a special case is a linearly elastic material where the relationship
menutup rekahan awal (pre- between stress and resulting strain is linear, with a constant value of Young’s or shear
existing cracks) yang terdapat di modulus, and the strain is also recoverable, no provision for failure is implied in elastic
dalam batuan. behavior.
• Sesudah itu kurva menjadi linier
Viscous material: and ideal rheology in which an applied stress leads to a particular strain
sampai batas tegangan tertentu rate and flow; a special case is a linear viscous material with a constant value of viscosity.
yang kita kenal dengan batas Usually synonymous with viscous fluid.
elastik (sE) lalu terbentuk
rekahan baru dengan Plastic material: an ideal rheology involving two-fold behavior under stress; no deformation if
perambatan stabil sehingga the stress is less than a specified level, the “yield strength” and permanent deformation for
kurva tetap linier. greater value of stress. Important subtypes include elastic-plastic and visco-plastic materials.
• Sesudah batas elastik dilewati Plastic rheology: a deformation mechanism involving temperature dependent processes
maka perambatan rekahan such as dislocation movement, twinning and creep.
• Perilaku batuan sebenarnya yang menjadi tidak stabil, kurva tidak
Brittle: a pressure dependent deformation mechanism usually involving nucleation, growth,
linier lagi dan tidak berapa lama
diperoleh dari uji kuat tekan and coalescence of dilatant cracks.
kemudian batuan akan hancur.
digambarkan oleh Bieniawski • Titik runtuh ini menyatakan Ductile: the capacity for a rock to sustain distributed flow or large deformations; the specific
(1967). kekuatan batuan. deformation mechanism through which this occurs (brittle cataclasis or plastic creep) is not
specified in the term.

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 5 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 6

Daftar Istilah dalam Perilaku Batuan Perilaku Mekanik Batuan


• Perilaku mekanika batuan sedimen lunak adalah elasto-plastic, dilatant, strain hardening,
Brittle ductile transition: a widely used term to describe a change from faulting to strain softening dan time dependent (ISSMFE, TC22, 1994).
flow in the crust, sometimes considered to be a plannar mappable, interface;
• Model konstitutif elasto-plastik dengan sifat strain softening diusulkan oleh Adachi & Oka
because ductile deformation can occur using brittle mechanism (cataclasis), the
(1995). Pada model itu diasumsikan bahwa materialnya isotropik.
term has largely been replaced by “brittle plastic transition” in tectonic application
• Tetapi, seperti telah diketahui bahwa perilaku mekanik kebanyakan cebakan mineral dan
In rock deformation the brittle ductile transition separates localized deformation batubara bersifat anisotropic karena pembentukan selama sedimentasi mikrostrukturnya
(such as faulting) from distributed deformation (such as). anisotropik.
• Menurut Tavenas & Leroueil (1977), Ohtsuki et al. (1981), dan Leroueil & Vaughan (1990)
Brittle plastic transition: a change from brittle, pressure-dependent deformation
bahwa bentuk kurva yieldnya lempung terkonsolidasi dan batuan lunak menunjukkan
mechanisms, such as cracking and frictional sliding (faulting), to temperature-
material tsb bersifat anisotropik.
dependent deformation mechanisms such as creep; the transition is often gradual
and dependent on several factors such as grain size and mineralogy, so that • Boehler & Sawczuk (1977) menunjukkan bahwa karakter sifat mekanik batu pasir, lempung
regimes marked by simultaneous brittle and plastic deformation are not uncommon. dan batuan berlapis merupakan fungsi orientasi perlapisan pada hubungan beban vs.
deformasi dan pada kondisi runtuh.
Cataclastic deformation: localization of dilatant crack arrays either within a zone • Perbedaan perilaku mekanik terhadap orientasi atau dalam bidang transverse insotropik
or throughout the volume of a rock mass; can serve to accommodate large (ductile) dapat dilihat dengan jelas. Investigasi lainnya mengenai hubungan beban vs. deformasi dan
strains by brittle mechanisms. Leading to some confusion with other high strain sifat kekuatan batuan terhadap orientasi perlapisan juga telah banyak diperhatikan oleh
zones produced by non-brittle, plastic deformation mechanisms. beberapa peneliti seperti Lo & Hori (1979), khususnya untuk batuan lunak.

1
04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 4-7 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 8

Analisis Tegangan Regangan


Perilaku Mekanik Batuan
• Cara untuk menghubungkan tegangan dan regangan dalam sebuah material
• Model konsititutif material elasto-plastic untuk perilaku anisotropic batuan
yang dibebani digambarkan secara kualitatif oleh perilaku konstitutif
lunak dan batuan sedimen menarik untuk diperhatikan.
• Secara umum, anisotropik dari material alam bisa dibagi menjadi dua (constitutive behaviour) batuan tersebut.
komponen yaitu, anisotropik terinduksi karena tegangan dan anisotropik • Sejumlah model-model konstitutif telah dikembangkan untuk material
inherent.
rekayasa, yang menggambarkan baik response time-independent maupun
• Tetapi sungguhnya sangat sulit untuk membedakan kedua jenis anisotropik
tersebut. time-dependent material terhadap pembebanan yang dialaminya.
• Anisotropik batuan sedimen lunak adalah fabrik anisotropik yang • Dalam setiap model konstitutif, tegangan dan regangan, atau beberapa
mengandung anisotropik terinduksi tegangan dan inherent anisotropik.
kuantitas derifatif seperti laju tegangan dan laju regangan dihubungkan
• Walaupun anisotropik dapat berubah akibat pembebanan dan faktor lainnya,
hanya “initial fabric anisotropy” yang dipertimbangkan dalam perhitungan melalui satu set persamaan konstitutif.
mekanika batuan. • Elastisitas (Elasticity) mewakili perilaku konstitutif yang paling umum untuk
• Sungguhnya, bahwa anisotropik struktural alamiah seperti batuan lunak yang
material rekayasa, termasuk banyak batuan, dan membentuk dasar yang
dibentuk akibat sedimentasi dianggap tidak berubah karena pembebanan.
berguna untuk penjelasan perilaku yang lebih kompleks.

Hubungan s - e Untuk Perilaku Batuan


Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 9 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 10

s – e Batuan Elastik Linear & Isotrop


Elastik Linier & Isotrop 1. Batuan dikenakan tegangan sebesar s1 pada arah (1), sedangkan pada arah (2) & (3) = 0
0.5 DL 1  1  1
1  2  3  
E E E
2. Batuan dikenakan tegangan sebesar s2 pada arah (2), sedangkan tegangan pada
[e1, e2, e3] = f [s1, s2, s3]
2
arah (1) dan (3) = 0
 2  2
L/D=2 1   2  3 
s1
E E E
3. Batuan dikenakan tegangan sebesar s3 pada arah (3), sedangkan tegangan pada

3
arah (1) dan (2) = 0
 3  3
1   2  3 
0.5 DL
1 
  2   3 
D + DD
E E E
 1 pada arah (1) #  1 total 
s2
4. Batuan dikenakan tegangan
E E
2 
s3  2 pada arah (2) #  2 total    1   3 
E E
3 
 3 pada arah (3) #  3 total    1   2 
E E

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 11 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 12

Contoh Soal Penyelesaian


s1, s2, dan s3, ditentukan berdasarkan

sampai yang terkecil. s1= sz , s2 = sx


nilai tegangan dari yang terbesar

dan s3 = sy.
• Sebuah contoh batuan elastis
mengalami pembebanan dalam tiga Perubahan panjang dihitung dengan
arah seperti terlihat pada gambar terlebih dahulu menentukan regangan
ke arah tiga sumbu menggunakan
berikut. Parameter elastisitas rumus regangan total.
contoh batuan tersebut: E = 5000
MPa, n = 0,25.

• Tentukan perubahan panjang


contoh batuan tersebut pada arah
x, y, dan z (DDx, DDy, DDz)

2
04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 13 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 14

Material Elastik Isotrop


Penyelesaian Hubungan Regangan-Tegangan
• Untuk material elastik isotrop, hubungan {e} = [S]{s} dapat

Regangan searah sumbu z
e1 = − dinyatakan sebagai:
.
+ = − 50 + 25 = 0.01625

D
Perubahan panjang searah sumbu z (D ) Ukuran contoh
e1 =  D = e 1.z = 0.01625 x 50 = 0.8125
 x  1 - -  σ x 
setelah mengalami

    
Jadi, contoh batuan mengalami pemendekan 0.8125 cm tegangan 0 0 0

 y  -  1 - 0 0  σ y 
0
  z  1 -  -   σ z 

Regangan searah sumbu x
e2 = −
    
.
+ = − 100 + 25 = 0.00375 1 0 0 0
D  xy  E  0 0 2( 1   )  xy 
Perubahan panjang searah sumbu x (D )
e2 =  D = e 2.x = 0.00375 x 25 = 0.09375
 yz  0 0  
0 0 0
2( 1   )
    yz 
0 0 0
 zx   0 0 2( 1   )  zx 
Jadi, contoh batuan mengalami pemendekan 0.09375 cm 49.1875 cm

0 0 0

Regangan searah sumbu y
e3 = −
.
+ = − 50 + 100 = -0.0025

D
Perubahan panjang searah sumbu z (D )
e3 =  D = e 1.y = 0.0025x 25 = -0.0625 25.0625 cm

Jadi, contoh batuan mengalami pelebaran 0.0625 cm

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 15 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 16

Material Elastik Isotrop Material Elastik Isotrop


Regangan Hubungan Tegangan-Regangan
• Yang menunjukkan bentuk umum Hukum Hooke untuk material • Bentuk {s} = [D]{e} untuk material elastik isotrop:
elastik isotrop:

  
   
 1 
x  σ x   σy  σ z  xy   xy 
(1   ) (1   )
0 0 0

1 1
    

 
 x   (1   )  x 

 y  σ y   σ x  σ z 
(1   )
E G
     y 
1 0 0 0
 
 yz   yz  y 

 
1 1
  z  E( 1 -  )  (1   ) (1   )   z 

  

1 0 0 0
   (1  2 )   xy 
 xy  ( 1   ) ( 1 - 2 )  0
E G
 
z  σ z   σ x  σy  zx   zx  yz   2(1   )   yz 
1 1 0 0 0 0
   0 (1  2 )   
 zx  
 2(1   )   zx
E G 0 0 0 0
 (1  2 ) 
 0
2(1   ) 
G 
0 0 0 0
E
2( 1   )

Hubungan s & e Pada Bidang Untuk


Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 17 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 18

Material Elastik Isotrop


Tegangan Normal dan Tegangan Geser
• Yang dikenal sebagai persamaan-persamaan Lame:
Perilaku Batuan Elastik Linier & Isotrop

 x  (  x   y   z )  2G x  xy  G xy
 y  (  x   y   z )  2G y  yz  G yz • Untuk menyederhanakan perhitungan hubungan antara

 z  (  x   y   z )  2G z  zx  G zx
tegangan dan regangan maka dibuat model dua dimensi di
mana pada kenyataannya adalah tiga dimensi.
• Model dua dimensi yang dikenal adalah :
 l adalah konstanta Lame: • Regangan bidang (plane strain)

2 G E
 
• Tegangan bidang (plane stress)

( 1 - 2 ) ( 1   ) ( 1 - 2 )
• Symmetrical revolution

3
04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 4-19 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 4-20

z 
z    ( x   y )  0
Regangan Bidang (Plane Strain) z 
E E
 ( x   y )
• Misalkan sebuah terowongan yang mempunyai sistem sumbu E E
 x  ( x   y   z )  ( x   y   2 x   2 y )  (1   2 ) x   (1   ) y )
1 1 1
kartesian x, y & z dipotong oleh sebuah bidang dengan sumbu x, y, E E E
 y  ( y   x   z )  ( y   x    x    y )   (1   2 ) y   (1   ) x )
1 1 2 2 1
sehingga :
(1   ) E E
• ez = 0
E E E
x   x   y  (   2  ) x   y
Y (1   )(1  2 ) (1   )(1  2 )
• yz = 0 (yz = e23) y 
(1   ) E
 y  
E
 x  (   2  ) y   x
(1   )(1  2 ) (1   )(1  2 )
• xz = 0 (xz = e13)
 xy   xy  dengan  xy   12 dan  xy   12
2 (1   )
E

 xy   xy
 z   ( x   y )
X

 (1   ) E E 
 (1   )(1  2 ) (1   )(1  2 ) 
 x     x 
0
   E (1   ) E    
 y    (1   )(1  2 )  y 
  (1   )(1  2 )
0
 xy   E   xy 
Z
 
 2 (1   ) 
0 0

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 21 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 22

Tegangan Bidang (Plane Stress) Symmetrical Revolution


• Pada tegangan bidang maka seluruh tegangan pada salah satu sumbu sama dengan nol. • Jika sebuah benda berbentuk silinder diputar pada sumbunya
• sz = 0, txz = 0, tyz = 0. maka benda tsb dapat diwakili oleh sebuah bidang.
• Penyelesaian problem planar dengan plane stress. Semua tegangan adalah sejajar pada
• Karena sumbunya merupakan sumbu simetri maka benda tsb
Z ez = 0 & sz = 0
bidang yang ingin dievaluasi
cukup diwakili oleh bidang yang diarsir
sy ey
x  ( x   y )
1
E  z #0
 y  ( y   x ) 
z  ( x   y )
1
sx ex

E E

 xy  xy  x  ( x  y )
(1   2 )
E Elemen yang mewakili

 z  0   xz   yz
G
y  ( y  x )
(1   2 )
E

 xy  G xy

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 23 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 24

Hukum Hooke (Hubungan Tegangan-


Regangan) Untuk Material Orthotropik Material Elastik Isotrop Transverse
 1  21  31   
• Contoh material yang mempunyai sifat elastik isotrop
E - E - E  x 
 
0 0 0 transverse: Material berlapis artificial dan batuan-batuan

  12 1    
1 2 3
berlapis seperti serpih (shale).

 x   E 1 E 2  y 
- 32 0 0 0
  
-
 
  y   -  13 -  23 1 0 0 0
E3
 
   z 
  z   E 1
• Bidang x,y = Bidang isotropi

    
 • E1, n 1 = Sifat elastititas pada
  xy   0
E2 E3

    xy 
1
 
0 0 0 0 bidang isotropi
     • E2, n 2, G2 = Sifat elastisitas pada
G 11

  xz   0 
yz

  yz 
1
 
0 0 0 0

bidang yang mengandung normal
 
G 12

 0   
1 terhadap bidang isotropi

   xz 
0 0 0 0
G 13

4
04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 25 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 26

Hukum Hooke (Hubungan Regangan-Tegangan) Material Elastik Isotrop Transverse


Untuk Material Isotrop Transverse (Hubungan Regangan-Tegangan)
 1 1  2 
E - E - E 0 0 0   x 
 
• Hubungan {e} = [S]{s}:

 1  
 1 1  2     1 - 1 - 2 0 
1 2

 x   E 1 E 1 E 2
0 0 0  y
   
0 0

    
 x  - 1 - 2 0  σ x 
- -
   
1 0 0
 y  - 1 -  2 1    -  - 2 0  σ y 
0 0 0  z    2 
E1
 z   E     z  1   σ z 
0 0
  
y

      0 2( 1  1 ) 0  
E2
 0
 xy   xy  E1   xy 
E 2 E1

0 0   xy 
1
0 0

      yz  0  
1
  yz
E1

 yz    
0 0 0
   
0 0 0 0

 zx  E1  zx 
G1
  
G2
 xz   0 0   0
 G2 
  
1

0 0 0 0 0 0 0

 
G2 yz

1  
 0 
 G 3   xz 
0 0 0 0

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 27 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 28

Material Elastik Isotrop Transverse


(Hubungan Tegangan-Regangan)
Kekuatan Jangka Panjang
• Hubungan {s} = [D]{e}: • Tegangan yang dikenakan pada
contoh batuan dalam uji rayapan
biasanya lebih kecil daripada tegangan
 n(1- n22) n(1 n22) n2(11) 
yang dikenakan pada uji standar
 
0 0 0
n(1 n2 ) n(1- n2 ) n2(11)
seperti uji tekan uniaksial, dan uji
x  x 
2 2 geser langsung. Dengan memplot
 n2(11) n2(11) (1-12)  
0 0 0
 
y 
besarnya tegangan terhadap waktu
 y 
0 0 0 keruntuhan, kekuatan jangka panjang
z   0 z 
0.5*n* dari contoh batuan dapat diperkirakan

  2  (11 2n2 )  
0 0 0 0 seperti pada Gambar.

xy (11)(11 2n2 )   xy


E2
m(11)*
2
• Uji rayapan dapat dilakukan
yz  0  
berdasarkan pada beban tetap

   (11 2n2 )  yz


0 0 0 0 menerus (continuous constant)

zx  m(11)* zx 


2
ataupun beban banyak tahap
 0 
(multistage loads). Pada beban tetap

 (11 2n22)
0 0 0 0 menerus memerlukan banyak contoh
batuan, sedangkan pada beban
banyak tahap memerlukan lebih sedikit
contoh batuan walaupun beban yang
n = E1/E2 diberikan telah terpengaruh oleh
beban sebelumnya
m = G2/E2

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 29 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 30

Rayapan (Creep) Proses Rayapan


• Menurut ASTM (American Standard of Testing and
Material) D 4406 – 84 (Reapproved 1989), rayapan
(creep) didefinisikan sebagai regangan atau deformasi
bergantung terhadap waktu yang terjadi sebagai akibat
adanya tegangan aksial konstan.
• Rayapan juga dapat terjadi karena adanya pengaruh
suhu (Kraus, 1980).
• Pada batuan, rayapan dapat dilihat sebagai fenomena
proses terjadinya dan penambahan regangan sebagai • Tahap regangan elastik seketika (OA) terjadi segera sesaat setelah pembebanan diberikan. Selanjutnya diikuti oleh

akibat adanya pembebanan konstan secara terus tahap terjadinya rayapan primer atau rayapan sementara (AB/daerah I), di mana laju regangan berkurang terhadap
waktu. Rayapan primer atau rayapan sementara kadang-kadang disebut juga dengan deformasi elastik tertunda,
menerus selama suatu kurun waktu tertentu. karena belum terjadi deformasi permanen pada kondisi ini. Jika tegangan yang dikenakan pada contoh batuan
dibebaskan sebelum mencapai titik (B), maka pada contoh batuan akan terjadi pemulihan seketika (BP) yang diikuti
oleh pemulihan elastik tertunda (PQ).

5
04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 31 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 32

Proses Rayapan Proses Rayapan

• Jika regangan dibiarkan melewati titik B, contoh batuan memasuki tahap di mana terjadi rayapan sekunder (BC/daerah II)
• Selanjutnya, apabila contoh batuan tetap dibebani hingga mencapai titik C, maka laju regangan akan mengalami
dengan laju regangan konstan (percepatan = 0) serta mengalami deformasi permanen (ditunjukkan dengan kurva yang
peningkatan pada suatu besaran tertentu (ditunjukkan dengan kurva CD cekung ke atas) dan contoh batuan akhirnya
mempunyai kemiringan konstan). Dan apabila pada tahap ini tegangan pada contoh batuan dihilangkan, maka akan
runtuh pada suatu titik tertentu. Tahap ini disebut rayapan tersier atau kadang juga disebut rayapan yang dipercepat.
terjadi suatu kondisi yang dapat ditunjukkan oleh kurva TUV, di mana TU adalah penurunan regangan elastik seketika
Berbeda dengan dua tahap deformasi sebelumnya, rayapan tersier tidak menunjukkan prose deformasi murni melainkan
dan UV adalah penurunan regangan elastik tertunda yang nantinya akan menjadi deformasi permanen. Besarnya
menggambarkan keruntuhan yang cepat.
deformasi permanen ditentukan oleh laju regangan konstan dan waktu t yang dibutuhkan.

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 33 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 34

Analogi Uji Rayapan vs. Uji UCS Faktor Yang Mempengaruhi Rayapan
Jenis Beban
• Wawersik & Brown (1973): Rayapan UCS & UTS batu granit Westerly - percepatan
rayapan meningkat sedikit demi sedikit hingga tercapai rayapan tersier. Sebelum
contoh runtuh ada tanda-tanda keruntuhan yang ditunjukan oleh pengukur deformasi.
Uji rayapan Uji kuat tekan uniaksial Sedang pada beban tarik, rayapan tersier terjadi begitu cepat dan tidak ada tanda-
tanda sebelum terjadi keruntuhan.
Regangan elastik seketika Penutupan rekahan • Chugh (1974): Rayapan UCS & UTS - laju rayapan UTS batu pasir = 6 kali laju
rayapan UCS batupasir. Laju rayapan UTS batu gamping & granit = x kali laju rayapan
UCS batu gamping & granit.
Rayapan primer Deformasi elastik sempurna Tingkat Tegangan
• Besarnya rayapan = f (tegangan yang diterima batuan).

Rayapan sekunder Perambatan rekahan stabil • Jika tegangan yang diterima kecil → regangan yang terjadi terlampau kecil.
• Jika tegangan yang diberikan besar → kurva akan langsung menuju tahap tersier &
disusul dgn keruntuhan & tahap ini berlangsung sangat cepat.
Rayapan tersier Perambatan rekahan tidak stabil • Afrouz dan Harvey (1974): uji batuan kondisi jenuh air dan kering pada tingkat
tegangan yang berbeda dan memperoleh data bahwa pada tingkat beban dua kali lipat
rayapan sekunder naik 90% sedangkan rayapan primer naik 50%-80%.

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 35 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 4-36

• Rayapan pada massa batuan  perambatan rekahan

Tingkat • Tahap rayapan primer: batuan beradaptasi dengan tegangan yang diaplikasikan
dan perambatan rekahan berjalan lambat hingga mencapai stabil hampir
Tegangan mendekati konstan.
• Tahap rayapan sekunder: kerusakan batuan semakin bertambah hingga pada
akhirnya mencapai tahap tersier terjadi percepatan perambatan rekahan yang
tidak terkontrol dan batuan mengalami runtuhan.
• Pada suhu kamar dan tekanan atmosfir, rekahan mikro berperan dominan dalam
perilaku rayapan batuan, terutama pada batuan dengan kekuatan lebih rendah
• Rayapan dipengaruhi oleh tingkat tegangan yang dialami oleh batuan. dibandingkan dengan kekuatan butir. Rekahan mikro akan meningkatkan efek
• Laju perubahan regangan dan besarnya regangan pada waktu tertentu bergantung pada pada tahap rayapan tersebut.
tingkat tegangan relatif yang berkaitan dengan batas tegangan elastis (yield limit) batuan • Beberapa orientasi rekahan akan menjalar pertama kali sebagai tekanan
• Jika aplikasi pembebanan pada tingkat tegangan yang rendah (di bawah 50% σc), akan
minimum kritis dan diikuti oleh rekahan lainnya, dimana sebagian kecil orientasi
terjadi rayapan atenuasi atau rayapan deformasi, di mana tidak akan menyebabkan
akan menimbulkan rayapan sekunder. Pada tahap akhir, karena kerusakan
terjadinya keruntuhan karena deformasi yang terjadi terlampau kecil sehingga sukar
untuk diamati, dan rayapan hanya malalui tahap primer sampai mencapai tahap sekunder semakin besar pada spesimen, perambatan rekahan menjadi tidak stabil dan
saja memberikan rayapan tersier (Lama & Vutukuri, 1978).

6
04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 37 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 38

Faktor Yang Mempengaruhi Rayapan Persamaan Empiris Rayapan


Kandungan Air dan Kelembaban
• Menganalisis perilaku rayapan untuk mendapatkan persamaan pendekatan terhadap
• Griggs (1940) batuan Alabaster yang dicelup dalam larutan HCl & kecepatan
kurva regangan-waktu hasil pengujian dilakukan dengan pendekatan empiris.
rayapannya lebih cepat dibandingkan dalam air walaupun kelarutannya lebih kecil tapi
bukan fungsi waktunya. • Pendekatan empiris rayapan adalah pendekatan bentuk kurva regangan-waktu tanpa
• Kanagawa & Nakaarai (1970) pada batusabak (slate) dan porfirit kondisi kering laju memasukkan parameter sifat-sifat fisik dari material, dan hanya pendekatan secara
regangan awalnya lebih besar 2-5 kali, tetapi setelah 20-100 hari laju regangan pada matematik terhadap plot data hasil pengujian rayapan
kondisi rayapan sekunder cenderung sama. Jenis batuan yang berbeda akan

   e  1 (t )  At   2 (t )
• Persamaan umum kurva rayapan pada tegangan konstan untuk sejumlah material
mempunyai kemampuan untuk menyerap air yang berbeda khususnya pada batuan
sedimen. Afrouz & Harvey (1974) menyatakan bahwa pada batuan lunak (soft rock)
yang jenuh, laju rayapan akan meningkat, sebesar tiga kali pada batubara dan delapan
kali pada batuserpih (shale)
Faktor Struktur
• Lacomte (1965) meneliti pengaruh ukuran butiran terhadap perilaku rayapan pada batu  ε = regangan total
garam (salt-rock), peningkatan ukuran butir mengurangi kecepatan rayapan.  εe = regangan elastik/regangan seketika

Temperatur
ε1(t) = fungsi dalam waktu yang menunjukkan rayapan primer

• Mc Clain dan Bradshaw (1970) pengaruh panas pada pilar batugaram - pemanasan
meningkatkan laju regangan sekitar 100 kali. At = fungsi regangan linier terhadap waktu t (laju regangan konstan) rayapan
• Kuznetsov dan Vashcillin (1970) menguji batupasir menyatakan bahwa deformasi sekunder, A konstanta
rayapan sekunder akan meningkat dengan meningkatnya temperatur.  ε2(t) = fungsi dalam waktu yang menunjukkan rayapan tersier.

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 4-39 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 40

• Sejumlah persamaan empiris telah dikembangkan untuk menyatakan regangan primer


dan regangan sekunder, tetapi sejauh ini belum ada persamaan sederhana yang dapat
digunakan untuk regangan tersier.
Rheologi

t   A t n
• Hubungan yang paling sederhana yang sesuai dengan kurva rayapan primer
• Metode lain dalam menganalisis perilaku rayapan dapat dilakukan dengan menggunakan rheologi.

• Rheologi adalah ilmu yang membahas fenomena aliran atau deformasi dari suatu zat, yang merupakan
studi mengenai perilaku rayapan atau regangan sebagai fungsi waktu dalam padatan dan cairan.
 Cottrell (1952) merumuskan persamaan yg dapat digunakan pada beberapa jenis kasus • Rheologi:
dengan A bergantung pada tingkat tegangan, suhu, dan struktur material

t   A t n (0  n  1)
• bentuk sederhana yang dibangun oleh elemen-elemen dasar tunggal,
• bentuk kompleks yang merupakan kombinasi dari beberapa elemen dasar yang dapat
dihubungkan secara seri, paralel, maupun gabungan keduanya.

   B log t
• Model Rheologi disusun oleh elemen-elemen dasar perilaku mekanik: elastisitas, viskositas, dan
Griggs (1939) menyarankan persamaan logaritmik plastisitas.
• Elemen-elemen dasar tersebut adalah

  B1  exp( Ct )


Hardy (1967) menggunakan model Burger yang memberikan rayapan primer 1. Pegas, yang mewakili perilaku elastis.
2. Peredam kejut (dash pot), yang mewakili perilaku viskos.
3. Tahanan gesek pada benda bergerak, yang mewakili perilaku plastis.
• Sistem ini hanya mewakili perilaku mekanik material pada kondisi pengujiannya, dan tidak mewakili
perilaku material sebenarnya secara umum

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 41 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 42

Model Rheologi Model Rheologi

• Model reologi untuk rayapan:


• Model sederhana: 1) Hooke (elastis), 2) Newton (viskos), 3) Plastik sempurna

• Model kompleks - Kelvin, Maxwell, dan Burger

• Model Burger model kompleks yang paling banyak digunakan karena


dianggap mampu mengakomodasi tahapan dalam rayapan
• Tahap regangan seketika & rayapan sekunder → model Maxwell
• Tahap rayapan primer → model Kelvin
• Tahap rayapan: regangan seketika, rayapan primer & rayapan sekunder →
model Burger [seri antara Maxwell & Kelvin] representatif untuk kepentingan
praktis

7
04/ 04/ 2015

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 43 Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 44

Model Rheologi untuk Tipe Batuan yang Berbeda


(Lama & Vutukuri, 1978) Contoh data rayapan dan rheologi
Pe rbandingan Hasil Persamaan Rayapan
Tipe Batuan Model Rheologi Perilaku Sumber Contoh C02
Batuan keras padat Hookean Elastik Obert & Duvall, 1967 3.00
Batuan secara umum Kelvin Viskoelastik Salustowicz, 1958
Batuan pada 2.50

Regangan Aksial (%)


Maxwell Viskoelastik Salustowicz, 1958
kedalaman besar
Batuan yang terbebani pada 2.00
Kelvin Umum atau Nakamura Viskoelastik Nakamura, 1949
interval singkat
Batu pasir, Ruppeneit &
Hooke paralel dengan Maxwell Viskoelastik 1.50
batu gamping, dll. Libermann, 1960
Hardy, 1959 ;
Asli
Batubara Burger dimodifikasi Viskoelastik
Bobrov, 1970 1.00 Burger
Hooke + beberapa seri model
Dolomit, batulempung, anhidrit Viskoelastik Langer, 1966, 1969
Kelvin
0.50
Batuan carboniferous Kelvin Viskoelastik Kidybinski,1966
St. Venan paralel Loonen & Hofer,
Batuan carboniferous Elastoviskoplastik 0.00
dengan Newtonian 1964
Batulempung Burger Viskoelastik Gunadi, 2002 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00
Batulanau Burger Viskoelastik Wiyono, 1997 Waktu (jam)
Batupasir Burger Viskoelastik Kopa, 1998

Mekanika Batuan - Perilaku Batuan 45

Referensi
• Rai, M.A., Kramadibrata, S., dan Wattimena R.K. 2014.
Kuliah Mekanika Batuan untuk mahasiswa S1 Teknik
Pertambangan – Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh.
Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai