Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM
SUNNAH/HADITS

Dosen Pengampu : Drs. H. M. Zuhri Manan, M.Pd.I

Disusun oleh :
1. Elvin Kinanti Paramuditha (2021143583)
2. Mutiara Friskilia (2021143577)
3. Septiani (2021143589)
4. Septiana (2021143588)
5. Ulfa Rizqiyatul Izzah (2021143590)
6. Rizki Veronica (2021143579)

KELAS:2.O PGSD

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas PGRI Palembang
Tahun Ajaran 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang
“SUNNAH/HADITS”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM. Selain itu, makalah ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu
pedoman dalam proses pembelajaran.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih.

Palembang, Juni 2022

Penyusun
Kelompok 7

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................2

BAB I.....................................................................................................................2

PENDAHULUAN.................................................................................................2

1.1.Latar Belakang.............................................................................................2

1.2.Rumusan Masalah........................................................................................4

1.3. Tujuan.........................................................................................................5

BAB II....................................................................................................................5

PEMBAHASAN....................................................................................................5

2.1. Pengertian Hadits........................................................................................5

2.2. Struktur Hadits............................................................................................6

2.4. Jenis-Jenis Lain.........................................................................................10

2.5. Periwayat Hadits.......................................................................................11

2.6. Pembentukan dan Sejarahnya...................................................................12

BAB III................................................................................................................14

PENUTUP...........................................................................................................14

Kesimpulan......................................................................................................14

Saran.................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Seiring dengan datangnya era zaman yangdisebut dimana menyebarkan ilmu
yang mehidupkan islam tidak kalah nilainya dengan jihad fi sabilillah, disaat ilmu
pendekatan pada agama ini tidak mendapat respon karena situasi dankondisi, seperti
ilmu mustalah hadits. Padahal ilmu ini tumbuh di zamanya atau atas
dasarMahabbatun Nabi yang kuat dan menunjukan nilai keimanan yang tinggi,
tumbuh dari tandakecintaan pada nabi yang beragam dan berbeda-beda sampai
menjadi sebuah disiplin ilmutersendiri dari sekian disiplin ilmu islam yang lain.
Tetapi ilmu Mustalah Hadits akhirnya hanyamenjadi sebuah kenangan bukan
renungan, karena tidak bias lagi di operasionalkan seperti dizamanya yang
menyimpulkan di jaganya hadits-hadits rosululloh SAW pleh Allah sepertidijaganya
Al-qur’an sebagai sumber kebenaran yang mutlak. Oleh karena itu untuk menjaga
hadits-hadits di perlukannya sebuah ilmu untuk memahami hadits secara mendalam
yaitu denganadanya Ulumul Hadits.

Mempelajari hadits Nabi SAW mempunyai keistimewaan tersendiri


sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya bahwa orang yang
mempelajari dan menghafal hadits-haditsnya akan dianugerahi oleh Allah SWT
wajah yang bercahaya, penuh dengan pancaran nur keimanan yang menandakan
ketenangan hati dan keteduhan batin. Hadits dan Sunnah, baik secara struktural
maupun fungsional disepakati oleh mayoritas kaum Muslimin dari berbagai mazhab
Islam, sebagai sumber ajaran Islam yang menduduki posisi kedua setelah al-Qur‟an,
karena dengan adanya Hadis dan Sunnah itulah ajaran Islam menjadi jelas, rinci dan
spesifik.

Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi


Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku
dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna,
sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang
3
dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata
infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda. Struktur Haditsh ada dua komponen
utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

As-Sunnah secara etimologi adalah jalan yang ditempuh, sedangkan secara


terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi shalallahu alahi
wasalam, baik berupa perbuatan, perkataan atau pernyataan di dalam masalah-
masalah yang berhubungan dengan hukum syariat. Ḥadiṡ menurut bahasa adalah
baru (lawan dari lama), sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shalallahu alahi wasalam, baik berupa ucapan, perbuatan
atau penetapan.

Ḥadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, setelah Al-Qur’an. Hal
ini dikarenakan ḥadiṡ merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktik atau penerapan
ajaran Islam secara faktual dan ideal. Mengingat bahwa pribadi Nabi merupakan
perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang
dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dari periwayatannya, ḥadiṡ berbeda
dengan Al-Qur’an.

Al-Qur’an semuanya diriwayatkan secara muttawātir, sehingga tidak


diragukan lagi kebenaran atau keṣaḥīhannya. Adapun ḥadiṡ Nabi, sebagiannya
diriwayatkan secara muttawātir dan sebagian lainnya secara ahād. Dengan demikian,
jika dilihat dari periwayatannya ḥadiṡ muttawātir tidak perlu diteliti lagi karena tidak
diragukan kebenarannya, adapun ḥadiṡ ahad, masih memerlukan penelitian. Dengan
penelitian itu, akan diketahui, apakah ḥadiṡ yang bersangkutan dapat diterima
periwayatannya ataukah tidak. Sebagai sumber hukum Islam, ḥadiṡ juga banyak
memuat berbagai aspek kehidupan manusia, di antaranya adalah hukum tentang
keluarga. Di antara masalah yang timbul dalam kehidupan keluarga adalah masalah
pernikahan, kelahiran, serta kematian. Di antara aturan yang telah ditetapkan oleh
Nabi dalam ḥadiṡnya adalah sunnah dalam menyambut buah hati yang baru
dilahirkan, seperti mentaḥnik, mencukur rambut, mengaqiqahi, dan sunnah-sunnah
yang lainnya.

4
1.2.Rumusan Masalah

 Apa pengertian dari hadits?

 Bagaimana struktur hadist?

 Bagaimana Klasifikasi Hadits?

 Apa jenis-jenis lain dari hadits?

 Siapa saja periwayat dari hadits?

 Bagaimana pembentukan dan sejarah dari hadits?

1.3. Tujuan
 Untuk mengetahui apa itu hadits

 Untuk mengetahui struktur dari hadits

 Untuk mengetahui klasifikasi hadist

 Untuk mengetahui jenis-jenis lain dari hadits

 Untuk mengetahui siapa saja periwayat dari hadits

 Untuk mengetahui pembentukaan dan sejarah dari hadits

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hadits


Hadits (bahasa Arab: ‫ديث‬PPP‫ الح‬ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan
perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam
memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
Etimologi

Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi


Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku
dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna,
sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata
infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.

2.2. Struktur Hadits


Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad
(rantai penutur) dan matan (redaksi). Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahyaa
sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW
bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayat
Bukhari)

1.Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas


seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab
hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu
riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah

Al-Bukhari > Musaddad> Yalya Syu'bah Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW

6
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi
bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan
derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah:

 Keutuhan sanadnya

 Jumlahnya

 Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.


Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya.
Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits
Nabawi.

2. Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah: "tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya".

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam
memahami hadits ialah:

a. ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau bukan,

b. Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih
kuat sandalnya ( apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al-Qur'an.

7
2.3 Klasifikasi Hadits

Hadist dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya


ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian
hadist ( dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)

1. Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu


(terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu:

• hadits marfu adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi
Muhammad SAW ( Contoh: hadits sebelumnya)

• hadist mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa
ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat
marfu: contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan
bahwa abu bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "kakek adalah
(diperlakukan seperti) ayah". Kami dilarang untuk....", "Kami terbiasa... Jika sedang
bersama Rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara
dengan marfu.

• hadits Maqtu adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus).
Contoh hadist ini adalah: Iman Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahilnya
bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka
berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu"

Keaslian hadist yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa
faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturannya. Namun klasifikasi ini
tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan
Rasullullah SAW dari ucapan para sahabat maupun Tabi'in dimana hal ini sangat
membantu dalam area perdebatan dalam fikih (Subaib Hasan, science of hadist).

2. Berdasarkan keutuhan rantai/ lapisan sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni


Musnad, Munqati, Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya
8
ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi
untuk mendengarkan dari penuturan diatasnya.

Ilustrasi sanad: pencatat hadist > penutur 4 > penutur 3 > penutur 2 ( tabi'in) >
penutur 1 ( para sahabat) > Rasulullah SAW.

• Hadist musnad, sebuah hadist tergolong musnad apabila urutan sunad yang
dimiliki hadist tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur
memungkinkan terjadinya transfer hadist berdasarkan waktu dan kondisi.

• Hadist mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in
menisbatkan langsung kepada Rasullulah SAW (contoh :seorang tabi'in (penutur 2)
mengatakan "Rasullulah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang
menuturkan kepadanya).

•Hadist munqati'. Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3

• Hadist mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.

• Hadist mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (contoh:
"seorang pencatat hadists mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa rasullulah
mengatakan tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga rasullulah).

3. Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud ialah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari
sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadist tersebut.
Berdasarkan klasifikasi ini hadist dibagi atas hadist Mutawatir dan hadist Ahad.

• Hadist mutawatir, adalah hadist yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari
beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk
berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadist mutawatir memiliki beberapa sanad dan
jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda
pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadist mutawatir (sebagian menetapkan
20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadist mutawatir sendiri dapat dibedakan
antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan

9
ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap
riwayat).

• Hadist Ahad, hadist yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak
mencapai tingkatan mutawatir. Hadist ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis
antara lain:

a. Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat
hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur).

b. Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)

c. mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad(tiga atau lebih penutur pada
salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

4. Berdasarkan tingkat keaslian hadist

Kategorisasi tingkat keaslian hadist adalah klasifikasi yang paling penting dan
merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadist
tersebut. Tingkatan hadist pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih,
hasan, da'if, dan maudu'.

• hadist shahih, yakni tingkatkan tertinggi penerimaan pada suatu hadist. Hadist
shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Sanadnya bersambung;

2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yang adil, memiliki sifat istiqomag, berakhlak


baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-Nya,dan kuat ingatannya.

3. Matanya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada


sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadist.

• Hadist Hasan, bila hadist yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya,serta matanya tidak syadz serta
cacat.

10
• Hadist Dhaif (lemah), ialah hadist yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
mursal, mu'allaq,mudallas,munqati' atau mu'dal) dan diriwayatkan oleh orang yang
tidak adil atau tidak kuat ingatannya,mengandung kejanggalan atau cacat.

• Hadits Maudu', bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya
dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

2.4. Jenis-Jenis Lain


Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di
atas antara lain:

1. Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya
dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.

2. Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi
yang terpercaya/jujur.

3. Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang
didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al
Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi
setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits
Ma'lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu'tal (Hadits sakit atau cacat)

4. Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau
tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan

5. Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh
perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)

6. Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga


pengertiannya berubah

7. Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya

11
8. Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi
orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang
diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.

9. Hadits Mudallas, disebut juga hadis yang disembunyikan cacatnya. Yaitu


Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-
olah tidak ada cacatnya. padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada
gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan
sanadnya

2.5. Periwayat Hadits


A. Periwayat Hadits yang diterima oleh Muslim

1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)

2. Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H)

3. Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202 - 275H)

4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209 - 279H)

5. Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215 - 303H)

6. Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209 - 273).

7. Imam Ahmad bin Hambal

8. Imam Malik

9. Ad-Darimi

B. Periwayat Hadits yang diterima oleh Syi'ah

Muslim Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan


Muhammad saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang
memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau
diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklai memusuhi Ali, seperti
Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.

12
2.6. Pembentukan dan Sejarahnya
Hadist sebagai kitab berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi
Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat
bergaul dengan Nabi. Selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak
mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan
kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadist.

Masa Pembentukan Al Hadist

Masa pembentukan hadist tiada lain masa kerasukan Nabi Muhammad itu
sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadist belum ditulis, dan
hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja.

Masa Penggalian adalah masa pada sahabat besar dan taba'in, dimulai sejak
wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini Al Hadist
belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah
bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling
bertukaran Al Hadist dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

Masa Penghimpunan adalah masa ditandai dengan sikap para sahabat dan
tabi'in yang mulai menolak menerima Al Hadist baru, seiring terjadinya tragedi
perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah
dengan munculnya Al, Hadist palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal
betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan terlibat dalam permusuhan tersebut,
sehingga jika ada Al Hadist baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti
secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al hadist itu
maka pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Al Aziz sekaligus salah
satu seorang tabi'in memerintahkan perhimpunan Al hadist. Masa ini terjadinya pada
masa abad 2 H, dan Al hadist terhimpun belum terpisahkan mana yang merupakan
Al hadist marfuh dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu.

Masa Pandiawanan dan penyusunan adalah abad 3 H merupakan masa


pendiawanan atau pembukuan dan penyusunan Al hadist. Guna menghindari salah
pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadist sebagai perilaku nabi
Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadist dan memisahkan
13
kumpulan hadist yang termasuk marfuh (yang berisi perilaku nabi Muhammad) mana
yang mauquf (berisi perilaku sahabat) dan mana yang maqthu (berisi perilaku tab'in).
Usaha pembukuan Al hadist pada masa ini selain telah di kelompokkan (sebagai
mana maksud diatas) juga di lakukan penelitian sanad dan rawi-rawi pembawa
beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi atau verifikasi) atas Al hadist yang ada
maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4H usah pembukuan hadist terus
dilanjutkan hingga dinyatakannya pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan
maghligai Al hadist. Sedangkan abad 5 hijrah dan seterusnya adalah masa diperbaiki
kitab Al hadist seperti menghimpun yang terserakkan atau menghimpun untuk
memudahkan memperlajarinnya dengan sumber utamanya kitab-kitab al hadist pada
abad 4H.

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Kedudukan Sunnah dalam sumber ajaran Islam adalah sangat penting dalam
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum, yang mana ayat-ayat tersebut
membutuhkan penjelasan yang rinci dari Hadith atau Sunnah. Oleh karena itu dalam
hal ini Sunnah berfungsi sebagai bayan taqrir, bayan tafsir, bayan taqyid, bayan
nasakh dan bayan tasri.

Hadits merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an. Definisi


hadits yang paling komprehensif adalah segala sesuatu yang dinisabkan kepada Nabi
Muhammad Saw, baik ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi atau
yang dinisbahkan kepada sahabat atau tabi’in.

Sunnah adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik
sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.

Secara Struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad
( rantai penutur), Matan ( Redaksi hadits), dan mukharrij (Rawi), Sanad ialah rantai
penutur/isi dari hadits. Mukhrij atau mukharrij adalah orang yang berperan dalam
pengumpulan hadits.

Fungsi Hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Bila kita
lihat dari fungsinya hubungan hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena
pada dasarnya hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam
segala bentuknya sebagaimana disebutkan Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-
Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan
yang digariskan.

15
Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini kami berharap dapat menambah
wawasan para pembaca mengenai Sunnah/Hadits, kami sadar makalah ini jauh dari
kata sempurna karenanya kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah kami berikutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Bulan Bintang Jakarta, 1995.

Abu Bakar Jabir Al-Jaza'iri, Minhajul Muslim, Insan Kamil, Surakarta, 2009.

Bahrun Abu Bakar, et.al., Tafsir Jalalain, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2003.

Bustanudin Agus, Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial, Studi Banding 2008.

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, Tanjung Mas lati, Semarang,
1992.

Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dolam Islam, Jakarta, Bulan Bintang,
1983.

Hossein Bahreisj, Menengok Kejayaan Islam, PT. Bina Imu, Surabaya, 1995.

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008.

Moh. Abdai Rathomy, Shahih Bukhary, Al-Asriyah, Surabaya, 1979,

Muhammad Husain Hackal, Sejarah Hidup Muhammad, Litera Antar Nusa, Jakarta,
1996.

Musannif Effendie, Berita Alam Gaib Sebelum dan Sesudah Hari Kemudian, M.A.
Jaya,Jakarta, 1979.

Muslich Shabir, Rivadlus Shalihin, Toha Putra, Semarang, 1985.

M. Natsir Arsyad, Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah: Dari Jabir Hingga Abdus
Salam Penerbit Mizan, Bandung, 1992.

Nurchalis Bakry dkk., Bioteknologi dan Al-Qur'an Referensi Dakwah Dai Modern,
Gema Insani Press, Jakarta, 1996.

17
Nazwar Syamsu, Alquran Dasar Tanya Jawab Ilmiah, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1980.

Rachmat Ramadhana al-Banjari, Quantum Asma'ul Husna, Diva Press, Yogyakarta,


2009. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Alma'arif, Bandung, 1985.

Shabir Ahmed dkk., Islam dan Ilmu Pengetahuan, Al-Izzah, Bangil, 1999.

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menurut Al-Qur'an dan As-
Sunnah yang Shahih, Pustaka At-Taqwa, Bogor, 2001

Yusuf Al-Qardhawy, Fiqih Daulah dalam Perspektif Alquran dan Hadis, Pustaka
Al-Kautsar, 2006.

18

Anda mungkin juga menyukai