Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL

PROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT

KEGIATAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DALAM MENCEGAH DAN


MENURUNKAN ANGKA DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH
KALIMANTAN SELATAN

Oleh :

Jabatan Nama NIDN/NIK


Ketua Rifa’atul Mahmudah, S.kep., Ns., MSN 1119078901
Anggota 1 Dini Rahmayani, S.kep., Ns., MPH 1166122004007
Anggota 2 Paul Joae Brett Nito, S.Kep., Ns., M.Kep 1166102014068

Jabatan Nama NIM


Anggota 1 Noor Anisa 11194561910222
Anggota 2 Arini 11194561910170
Anggota 3 Putu Siska Ayu Rusmayanti 11194561910225
Anggota 4 Lidya Merarie 11194561910216
Anggota 5 Mela Febrianti 11194561910218
Anggota 6 Mukarromah 11194561910187
Anggota 7 Ni Wayan Elsi Nestriani 11194561910188
Anggota 8 Olvi Defitamira 11194561910191
Anggota 9 Risma Ananda Vania 11194561910226
Anggota 10 Ika Ismatul Hawa 11194561910180

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIIA
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa, Karena atas
limpahan rahmat dan berkat-Nya, kami dapat menyelesaikan Proposal Pengabdian Kepada
Masyarakat yang berjudul “(Kegiatan Pengembangan Masyarakat Dalam Mencegah Dan
Menurunkan Angka Demam Berdarah Di Wilayah Kalimantan Selatan)”.
Kami menyadari bahwa proposal ini masih belum sempurna dan masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat memelukan kritik dan saran, serta
tanggapan dari para pembaca. Agar proposal ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi.
Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih atas kerjasama dosen dan semua
pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam proses pembuatan proposal ini.
kami berharap semoga proposal ini dapat dimanfaatkan oleh para pembaca.

Banjarmasin, Maret 2021

Penulis

i
HALAMAN PENGESAHAN

1 Judul :Kegiatan Pengembangan Masyarakat dalam


. Mencegah dan Menurunkan Angka Demam Berdarah
Dengue di Wilayah Kalimantan Selatan
Nama Mitral PKM : Live Streaming Instagram
2 Ketua Tim Pengusul
. a. Nama : Rifa’atul Mahmudah, S.Kep., Ns., MSN

b. NIDN : 1119078901

c. Status : Ketua

d. Program Studi : Keperawatan Medikal Bedah

e. Perguruan Tinggi : Universitas Sari Mulia

f. No Telp : 085388334441

g. Alamat Institusi : Jln. Pramuka No.2 Banjarmasin

3 Anggota Tim Pengusul


. a. Jumlah Anggota :12

b. Nama Anggota : 1. Dini Rahmayani, S.kep., Ns., MPH


2. Paul Jose Brett Nito, S.Kep., Ns., M.Kep
3. Noor Anisa
4. Arini
5. Putu Siska Ayu Rusmayanti
6. Ika Ismatul Hawa
7. Lidya Merarie
8. Mela Ferbrianti
9. Mukarromah
10. Ni Wayan Elsi Nestriani
11. Olvi Defitamira
12. Risma Ananda Vania
4 Lokasi Kegiatan
a. Wilayah Mitral : Kalimantan Selatan
b. Kabupaten/Kota : Banjarmasin
c. Provinsi : Kalimantan Selatan
5Jangka Waktu Pelaksanaan : 2 Bulan
6Total Biaya : Rp. 350.000

ii
Mengetahui, Banjarmasin, Maret 2021
Ketua Jurusan Universitas Sari Mulia Ketua TIM Pengusul

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM Rifa’atul Mahmudah, S.Kep., Ns., MSN


NIDN 1128108502 NIDN 1119078901

Mengetahui,
Ketua LPPM Universitas Sari Mulia

Dini Rahmayani, S.Kep., Ns., MPH


NIK 1166122004007

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar belakang.............................................................................................................1
BAB II SOLUSI DAN TARGET LUARAN.............................................................................5
A. Solusi Yang Ditawarkan..............................................................................................5
B. Target Luaran..............................................................................................................5
BAB III METODE PELAKSANAAN......................................................................................6
A. Kegiatan.......................................................................................................................6
B. Waktu dan Tempat......................................................................................................6
C. Metode dan Media.......................................................................................................6
D. Sasaran Kegiatan.........................................................................................................6
E. Kepanitiaan.................................................................................................................6
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI....................................................................7
A. Kinerja Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat..........................................7
BAB V BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN.......................................................................10
A. Anggaran Biaya.........................................................................................................10
B. Jadwal Kegiatan.........................................................................................................10
BAB VI PENUTUP.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
LAMPIRAN.............................................................................................................................13

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus
dengue dari penderita DBD lainya. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di
Indonesia menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat. Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8 – 12 hari
sesudah menghisap darah penderita DBD sebelumnya. Nyamuk Aedes aegypti
merupakan penyebar penyakit (vektor) DBD yang paling aktif dan utama karena tinggal
di sekitar permukiman penduduk. Adapun nyamuk Aedes albopictus, banyak terdapat di
daerah perkebunan dan semak-semak (Purnama, 2017).
Menurut laporan WHO, Saat ini Kasus DBD tersebar di 472 Kabupaten/Kota di
34 Provinsi. Kematian Akibat DBD terjadi di 219 kabupaten/kota. Kasus DBD sampai
dengan Minggu Ke-49 sebanyak 95.893, sementara jumlah kematian akibat DBD sampai
dengan Minggu Ke 49 sebanyak 661. Info terkini DBD tanggal 30 November 2020 ada
51 penambahan kasus DBD dan 1 penambahan kematian akibat DBD. Sebanyak 73,35%
atau 377 kabupaten/kota sudah mencapai Incident Rate (IR) kurang dari 49/100.000
penduduk. Proporsi DBD Per Golongan Umur antara lain < 1 tahun sebanyak 3.13 %, 1
– 4 tahun: 14.88 %, 5 – 14 tahun 33.97 %, 15 – 44 tahun 37. 45 %, > 44 tahun 11,57 %.
Adapun proporsi Kematian DBD Per Golongan Umur antara lain < 1 tahun, 10.32 %, 1 –
4 tahun 28.57 %, 5 – 14 tahun 34.13 %, 15 – 44 tahun : 15,87 %. > 44 tahun 11.11 %.
Saat ini terdapat 5 Kabupaten/Kota dengan kasus DBD tertinggi, yakni Buleleng 3.313
orang, Badung 2.547 orang, Kota Bandung 2.363, Sikka 1.786, Gianyar 1.717. Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian
Kesehatan Didi Budijanto mengimbau masyarakat untuk menerapkan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus. M pertama adalah Menguras, merupakan kegiatan
membersihkan/menguras tempat yang sering menjadi penampungan air seperti bak
mandi, kendi, toren air, drum dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun
penampungan air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk
yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba,

1
kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat
bertahan di tempat kering selama 6 bulan. M Selanjutnya Menutup, merupakan kegiatan
menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi maupun drum.
Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah
agar tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang
nyamuk. M ketiga adalah Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai
ekonomis (daur ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur
ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
demam berdarah. Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti
memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, memasang
kawat kasa pada jendela dan ventilasi, dan gotong royong membersihkan lingkungan. Di
Indonesia DBD menyerang laki-laki sebanyak 53,11% dan perempuan sebanyak
46,89%. Pemerintah juga telah mengupayakan pengendalian DBD dengan melaksanakan
gerakan 1 rumah 1 jumantik di 131 kabupaten/kota, 7.454 koordinator Jumantik, 5.620
supervisor jumantik,dan 1.109 kader jumantik pelabuhan. (Kemenkes RI, 2020).
Di Indonesia, pada tingkat nasional atau pun daerah dikenal beberapa program
pengendalian DBD, yaitu: management lingkungan, pengendalian biologis,
pengendalian kimiawi, partisipasi masyarakat, perlindungan individu dan peraturan
perundangan (Sukowati, 2010). Kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Menfaatkan
kembali/ mendaur ulang) yang merupakan bagian dari PSN dipercaya efektif untuk
penanggulangan DBD (Tairas, 2015). Pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan
melalui managemen lingkungan, pengendalian biologis, pengendalian kimiawi dengan
didukung peran serta masyarakat secara aktif. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan
cara yang paling efektif dalam memberantas DBD.
Dari semua praktik pengendalian DBD yang ada di masyarakat, responden
penelitian banyak memilih tindakan terkait managemen lingkungan. Dari 10
management lingkungan, ada 2 praktik yang dilakukan oleh lebih dari separuh
responden, yaitu: membersihkan jentik nyamuk di tempat penampungan air (54,7%) dan
juga di kamar mandi (55,4%). Selain itu, management lingkungan yang juga cukup
banyak dilakukan adalah rutin memeriksa barang bekas yang dapat menampung air
(46%) dan membersihkan talang atap rumah (34%). Hal ini positip, karena didukung
oleh penelitian Putri (2015) yang menemukan bahwa menguras dan menutup tempat
penampungan air sangat berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti.

2
Sehingga diharapkan dengan managemen lingkungan dapat menurunkan jumlah jentik
nyamuk selanjutnya menurunkan insiden DBD dalam masyarakat. Akan tetapi,
keberhasilan pemberantasan jentik nyamuk juga sangat tergantung kepada frekuensi
pembersihan jentik (Ananda & Hidayatullah, 2015).
Manajemen lingkungan yang paling jarang dilakukan oleh mayoritas responden
penelitian adalah memeriksa jentik nyamuk pada vas bunga (14,2%), mengganti air pada
pot tanaman rutin setiap minggu (15,5%) serta membuang air di bagian bawah pot
tanaman (12,8%). Tindakan-tindakan tersebut merupakan tindakan yang luput dari
perhatian para responden, padahal tempat tersebut dapat menjadi tempat berkembang
biaknya jentik nyamuk demam berdarah. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) terbukti
lebih efektif dibandingkan fogging, selain itu juga dianggap lebih mudah membasmi
jentik nyamuk dibandingkan membasmi nyamuk dewasa (Kemenkes, 2016).
Selain manajemen lingkungan dan pengendalian kimiawi, perlindungan individu
secara lansung juga merupakan cara yang dipakai untuk pemberantasan DBD. Sebanyak
42,6% responden menggunakan kelambu dan obat nyamuk untuk di rumah. Hal ini
merupakan bagian dari PSN 3M plus (Kemenkes, 2016).
Peran serta masyarakat sangat penting untuk mendukung keberhasilan program
pemberantasan DBD. Dalam penelitian ini didapatkan 43% responden berpartisipasi
dalam kampanye pencegahan DBD. Hal ini sangat positif, mengingat pemerintah pun
menggalakan peran serta masyarakat. Salah satunya, program 1 rumah untuk 1 jumantik
(juru pemantau jentik) telah diperkenalkan sejak Juni 2015 oleh kemenkes (Kemenkes,
2016).
Pemahaman masyarakat yang terbatas merupakan faktor risiko terjadinya
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Kemenkes, 2016). Karena DBD merupakan penyakit
yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat, keberhasilan pemberantasan penyakit
ini sangat ditentukan oleh peran serta aktif masyarakat luas (Tairas, 2015).
Terkait dengan partisipasi warga di dalam kampanye pemberantasan DBD,
pengetahuan warga tentang pemantauan jentik nyamuk Aedes Aegepty sangat penting
(Chelvam & Pinatih, 2017). Keberadaan jentik nyamuk dipengaruhi oleh kemampuan
warga mengidentifikasi jentik nyamuk (Sukowati, 2010). Walaupun, dari penelitian
terhadap kader Jumantik di masyarakat ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara
kemampuan memantau jentik dan angka bebas jentik (ABJ) di masyarakat (Azizah &
Faizah, 2010). Untuk itulah, penting secara aktif menggalakkan program 1 rumah 1

3
jumantik yang berasal dari setiap rumah tangga, bukan hanya mengaktifkan kader
Jumantik yang harus mengawasi jentik di beberapa rumah. Dengan mengaktifkan
keluarga untuk memiliki jumantik di keluarga, harapannya program PSN dapat lebih
maksimal.

4
BAB II
SOLUSI DAN TARGET LUARAN

A. Solusi Yang Ditawarkan


Solusi yang ditawarkan dengan menggunakan leaflet sebagai media diskusi pemberian
pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana
cara pencegahan dan penularan demam berdah (DBD/DHF).

B. Target Luaran
No Jenis Luaran Indikator
Capaian
Luaran Wajib
1. Publikasi ilmiah pada Jurnal ber ISSN/Prosiding Published
2. Publikasi pada media masa cetak/online/recocitory PT Draf
3. Peningkatan daya saing (peningkatan kualitas, kuantitas, Tidak ada
serta nilai tambah barang, jasa, diverifikasi produk, atau
sumber daya lainnya)
4. Peningkatan penerapan iptek di masyarakat (mekanisasi, IT, Tidak ada
dan manajeemn.
5. Perbaikan tata nilai masyarakat (seni budaya, sosial, politik, Ada
keamanan, ketentraman, pendidikan, kesehatan)
Luaran Tambahan
1. Publikasi di jurnal internasional Tidak ada
2. Jasa: rekayasa sosial, metode atau sistem, produk/barang. Tidak ada
3. Inovasi baru TTG Tidak ada
4 Hak kekayaan intelektual (paten, paten sederhana, hak cipta, Tidak ada
merek dagang, rahasia dagang, desain produk industri,
perlindungan varietas tanaman, perlindungan desain
topografi sirkuit terpadu)
5. Buku ber ISBN Tidak ada

5
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan berupa pendidikan kesehatahatan tentang demam
berdarah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menggalakan “Kegiatan
Pengembangan Masyarakat Dalam Mencegah Dan Menurunkan Angka Demam
Berdarah Dengue Di Wilayah Kalimantan Selatan” di lingkungan masyarakat.

B. Waktu dan Tempat


Hari dan Tanggal : Kamis, 25 Maret 2021
Jam : 19:00 – Selesai
Tempat Kegiatan : Live Instagram

C. Metode dan Media


Metode : Edukasi dan tanya jawab melalui live streaming
Media : Handphone, Laptop, Instagram, Leaflet, WA.

D. Sasaran Kegiatan
Sasaran dalam kegiatan ini adalah masyarakat dari yang muda sampai orang
tua yang berada didalam dan luar Kalimantan Selatan.

E. Kepanitiaan
Kepanitiaan dalam kegiatan ini adalah dosen Fakultas Kesehatan Sari Mulia
yang merupakan anggota kelompok pengabdian masyarakat di Universitas Sari Mulia
Banjarmasin (terlampir).

6
BAB IV
KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI

A. Kinerja Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


Kinerja lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)
Universitas Sari Mulia Banjarmasin cukup baik dan berprestasi.LPPM merupakan unit
yang dapat mengkordinasi dan menjembatani dalam memberikan sumbangan yang berarti
bagi pembangunan masyarakat. Grafik kinerja LPPM dapat digambarkan pada grafik
berikut ini:

1. Gambar grafik jumlah Publikasi Penelitian Dosen di Lingkungan Kampus


Pendidikan Sari Mulia Banjarmasin.

Publikasi Penelitian
150 120
100 66
Total

42
50 22 14 19 32 7 24
1 11 3 0 11 0
0
Kebidanan Keperawatan Farmasi Other Jumlah

2016 2017 2018


Gambar Grafik.1Jumlah Program
Publikasi DosenStudi
di Kampus (tahun 2016-2018)

2. Gambar grafik jumlah Publikasi Nasional Penelitian Dosen di Lingkungan


Kampus Pendidikan Sari Mulia Banjarmasin.

Publikasi Nasional
60
39 38
40
22 24 21
Total

20 12 16 11
6 1 3 3 0 0 0
0
Kebidanan Keperawatan Farmasi Other (Baru) Jumlah
Program Studi

2016 2017 2018

Gambar Grafik.2 Jumlah Publikasi Dosen di Nasional(tahun 2016-2018)

7
3. Gambar grafik jumlah Publikasi Internasional Penelitian Dosen di Lingkungan
Kampus Pendidikan Sari Mulia Banjarmasin.

Publikasi Internasional
90 82
80
70
60
50 42
Total

40
30 21
20 11
8
10 0 2 3 1 0 0 0 0 3 3
0
Kebidanan Keperawatan Farmasi Other (Baru) Jumlah
Program Studi

2016 2017 2018


Gambar Grafik.3 Jumlah Publikasi Dosen di Internasional(tahun 2016-2018)

4. Gambar grafik jumlah Publikasi Pengabdian Kepada Masyarakat Dosen di


Lingkungan Kampus Pendidikan Sari Mulia Banjarmasin.

Pengabdian Kepada Masyarakat


6
5
5
4
3
3 2
Total

2
2 2
2
1 1
1
0 0
0
Kebidanan Keperawatan Farmasi Jumlah
Program Studi

2016 2017 2018

Gambar Grafik.4 Jumlah Publikasi Dosen di Kampus(tahun 2016-2018)

8
5. Gambar grafik sumber Dana Publikasi Penelitian Dosen di Lingkungan Kampus
Pendidikan Sari Mulia Banjarmasin.

Gambar Grafik..5 Sumber Dana Publikasi Dosen di Kampus (tahun 2016-2018)

6. Gambar grafik topik Judul Penelitian yang Terpublikasi Dosen di Lingkungan


Kampus Pendidikan Sari Mulia Banjarmasin.

Topik Judul Penelitian Terpublikasi


140
120
120
100
80 66
Total

60
42
40 32
22 19 24
20 14 11 11
7 1 3 0 0
0
Kebidanan Keperawatan Farmasi Other (Baru) Jumlah
Program Studi

2016 2017 2018


Gambar Grafik 6 Besaran topik Judul yang terpublikasi(tahun 2016-2018)

Pelaksanaan kegiatan penelitian ataupun pengabdian kepada masyarakat yang


dilakukan oleh Dosen Universitas Sari Mulia Banjarmasin diarahkan sesuai
dengan disiplin ilmu ataupun bidang keahliannya masing-masing.

9
BAB V
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

A. Anggaran Biaya

NO Uraian Jumlah
1 Kuota Rp. 100.000

2 Print Rp. 100.000

3 Doorprize Rp. 150.000

Jumlah Rp. 350.000

B. Jadwal Kegiatan

Tahun 2021

Jenis kegiatan
Januari Februari

Proposal

Penyusun Proposal

Sosialisasi

Penulisan Laporan

Pengumpulan Laporan

10
BAB VI
PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan


oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus
dengue dari penderita DBD lainya. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di
Indonesia menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat. Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8 – 12 hari
sesudah menghisap darah penderita DBD sebelumnya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan
penyebar penyakit (vektor) DBD yang paling aktif dan utama karena tinggal di sekitar
permukiman penduduk. Adapun nyamuk Aedes albopictus, banyak terdapat di daerah
perkebunan dan semak-semak (Purnama, 2017).
Pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan melalui managemen lingkungan,
pengendalian biologis, pengendalian kimiawi dengan didukung peran serta masyarakat
secara aktif. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan cara yang paling efektif dalam
memberantas DBD. (Putri. 2015)
Solusi dengan dilakukannya Pendidikan Kesehatan Tentang penularan nyamuk
demam berdarah (DBD) dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam melakukan
pencegahan penularan demam berdarah (DBD).

11
DAFTAR PUSTAKA

Astuti Risma, Teuku Samsul Bahri. (2018). Perilaku Kesehatan dalam pencegahan
Dengue Hemorragic Fever. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan 3 (3). 74-
76.
Azizah G., & Faizah B. (2010). Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue
Di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. Jurnal Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2: 11-17
Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin. Laporan Kasus DBD Di Kota Banjarmasin Tahun 2013-
2016. Banjarmasin: Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan;
2016.
Karyanti, M. R., & Hadinegoro, S. R. (2016). Perubahan epidemiologi demam berdarah
dengue di Indonesia. Sari Pediatri, 10(6), 424-32.
Kasman, Nuning Irnawulan Ishak. (2018). Analisis Penyebab Penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kota Banjarmasin Tahun 2012 - 2016. 2597-6052.
Purnama S.G., (2017).Penyakit Berbasis Lingkungan . Diktat Kuliah.
Sukowati, S. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pengendaliannya di
Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010. Vol 2: 25-27.
Tairas, S, Kandou, G dan Posangi, J. 2015. Analisis Pelaksanaan Pengendalian Demam
Berdarah Dengue di Kabupaten Minahasa Utara. JIKMU. Vol 5 No. 1. Hal: 28-29.

12
LAMPIRAN

13
Lampiran 1
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Tema : Kegiatan Pengembangan Masyarakat Dalam Mencegah Dan


Menurunkan Angka Demam Berdarah Dengue di Wilayah
Kalimantan Selatan
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus
dengue dari penderita DBD lainya. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di
Indonesia menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat. Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8 – 12 hari
sesudah menghisap darah penderita DBD sebelumnya. Nyamuk Aedes aegypti
merupakan penyebar penyakit (vektor) DBD yang paling aktif dan utama karena tinggal
di sekitar permukiman penduduk. Adapun nyamuk Aedes albopictus, banyak terdapat di
daerah perkebunan dan semak-semak (Purnama, 2017)
Menurut laporan WHO, Saat ini Kasus DBD tersebar di 472 kabupaten/kota di 34
Provinsi. Kematian Akibat DBD terjadi di 219 kabupaten/kota. Kasus DBD sampai
dengan Minggu Ke-49 sebanyak 95.893, sementara jumlah kematian akibat DBD sampai
dengan Minggu Ke 49 sebanyak 661. Info terkini DBD tanggal 30 November 2020 ada
51 penambahan kasus DBD dan 1 penambahan kematian akibat DBD. Sebanyak 73,35%
atau 377 kabupaten/kota sudah mencapai Incident Rate (IR) kurang dari 49/100.000
penduduk. Proporsi DBD Per Golongan Umur antara lain < 1 tahun sebanyak 3,13 %, 1
– 4 tahun: 14,88 %, 5 – 14 tahun 33,97 %, 15 – 44 tahun 37,45 %, > 44 tahun 11,57 %.
Adapun proporsi Kematian DBD Per Golongan Umur antara lain < 1 tahun, 10,32 %, 1 –
4 tahun 28,57 %, 5 – 14 tahun 34,13 %, 15 – 44 tahun : 15,87 %. > 44 tahun 11,11 %.
Saat ini terdapat 5 Kabupaten/Kota dengan kasus DBD tertinggi, yakni Buleleng 3.313
orang, Badung 2.547 orang, Kota Bandung 2.363, Sikka 1.786, Gianyar 1.717. Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian
Kesehatan Didi Budijanto mengimbau masyarakat untuk menerapkan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus. M pertama adalah Menguras, merupakan kegiatan

14
membersihkan/menguras tempat yang sering menjadi penampungan air seperti bak
mandi, kendi, toren air, drum dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun
penampungan air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk
yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba,
kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat
bertahan di tempat kering selama 6 bulan. M Selanjutnya Menutup, merupakan kegiatan
menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi maupun drum.
Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah
agar tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang
nyamuk. M ketiga adalah Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai
ekonomis (daur ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur
ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
demam berdarah. Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti
memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, memasang
kawat kasa pada jendela dan ventilasi, dan gotong royong membersihkan lingkungan. Di
Indonesia DBD menyerang laki-laki sebanyak 53,11% dan perempuan sebanyak
46,89%. Pemerintah juga telah mengupayakan pengendalian DBD dengan melaksanakan
gerakan 1 rumah 1 jumantik di 131 kabupaten/kota, 7.454 koordinator Jumantik, 5.620
supervisor jumantik,dan 1.109 kader jumantik pelabuhan. (Kemenkes RI, 2020).
...........................................Di Indonesia, pada tingkat nasional atau pun daerah dikenal beberapa pr
pengendalian DBD, yaitu: management lingkungan, pengendalian biologis,
pengendalian kimiawi, partisipasi masyarakat, perlindungan individu dan peraturan
perundangan (Sukowati, 2010). Kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Menfaatkan
kembali/ mendaur ulang) yang merupakan bagian dari PSN dipercaya efektif untuk
penanggulangan DBD (Tairas, 2015). Pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan
melalui managemen lingkungan, pengendalian biologis, pengendalian kimiawi dengan
didukung peran serta masyarakat secara aktif. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan
cara yang paling efektif dalam memberantas DBD.
Dari semua praktik pengendalian DBD yang ada di masyarakat, responden
penelitian banyak memilih tindakan terkait managemen lingkungan. Dari 10
management lingkungan, ada 2 praktik yang dilakukan oleh lebih dari separuh
responden, yaitu: membersihkan jentik nyamuk di tempat penampungan air (54,7%) dan
juga di kamar mandi (55,4%). Selain itu, management lingkungan yang juga cukup

15
banyak dilakukan adalah rutin memeriksa barang bekas yang dapat menampung air
(46%) dan membersihkan talang atap rumah (34%). Hal ini positip, karena didukung
oleh penelitian Putri (2015) yang menemukan bahwa menguras dan menutup tempat
penampungan air sangat berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti.
Sehingga diharapkan dengan managemen lingkungan dapat menurunkan jumlah jentik
nyamuk selanjutnya menurunkan insiden DBD dalam masyarakat. Akan tetapi,
keberhasilan pemberantasan jentik nyamuk juga sangat tergantung kepada frekuensi
pembersihan jentik (Ananda & Hidayatullah, 2015). Penelitian ini memiliki kelemahan,
karena tidak mengkaji frekuensi responden dalam membersihkan jentik nyamuk.
Manajemen lingkungan yang paling jarang dilakukan oleh mayoritas responden
penelitian adalah memeriksa jentik nyamuk pada vas bunga (14,2%), mengganti air pada
pot tanaman rutin setiap minggu (15,5%) serta membuang air di bagian bawah pot
tanaman (12,8%). Tindakan-tindakan tersebut merupakan tindakan yang luput dari
perhatian para responden, padahal tempat tersebut dapat menjadi tempat berkembang
biak nya jentik nyamuk demam berdarah. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
terbukti lebih efektif dibandingkan fogging, selain itu juga dianggap lebih mudah
membasmi jentik nyamuk dibandingkan membasmi nyamuk dewasa (Kemenkes, 2016).
Selain manajemen lingkungan dan pengendalian kimiawi, perlindungan individu
secara lansung juga merupakan cara yang dipakai untuk pemberantasan DBD. Sebanyak
42,6% responden menggunakan kelambu dan obat nyamuk untuk di rumah. Hal ini
merupakan bagian dari PSN 3M plus (Kemenkes, 2016).
Peran serta masyarakat sangat penting untuk mendukung keberhasilan program
pemberantasan DBD. Dalam penelitian ini didapatkan 43% responden berpartisipasi
dalam kampanye pencegahan DBD. Hal ini sangat positif, mengingat pemerintah pun
menggalakan peran serta masyarakat. Salah satunya, program 1 rumah untuk 1 jumantik
(juru pemantau jentik) telah diperkenalkan sejak Juni 2015 oleh kemenkes (Kemenkes,
2016).
Pemahaman masyarakat yang terbatas merupakan faktor risiko terjadinya
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Kemenkes, 2016). Karena DBD merupakan penyakit
yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat, keberhasilan pemberantasan penyakit
ini sangat ditentukan oleh peran serta aktif masyarakat luas (Tairas, 2015).
Terkait dengan partisipasi warga di dalam kampanye pemberantasan DBD,
pengetahuan warga tentang pemantauan jentik nyamuk Aedes Aegepty sangat penting

16
(Chelvam & Pinatih, 2017). Keberadaan jentik nyamuk dipengaruhi oleh kemampuan
warga mengidentifikasi jentik nyamuk (Sukowati, 2010). Walaupun, dari penelitian
terhadap kader Jumantik di masyarakat ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara
kemampuan memantau jentik dan angka bebas jentik (ABJ) di masyarakat (Azizah &
Faizah, 2010). Untuk itulah, penting secara aktif menggalakkan program 1 rumah 1
jumantik yang berasal dari setiap rumah tangga, bukan hanya mengaktifkan kader
Jumantik yang harus mengawasi jentik di beberapa rumah. Dengan mengaktifkan
keluarga untuk memiliki jumantik di keluarga, harapannya program PSN dapat lebih
maksimal.
B.

17
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat tentang DHF atau DBD dan
bagaimana cara pencegahannya.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami dan mengetahui pencegahan tentang DHF dan DBD.
b. Melaksanakan pencegahan DHF dan DBD.
D. Metode Pelaksanaan
Pada kegiatan pendidikan kesehatan di lakukan pengabdian kepada
masyarakat yang akan dilakukan melalui online menggunakan aplikasi instagram
untuk membantu pencegahan dan menurunkan angka demam berdarah.
E. Sasaran dan Target
Sasaran pada pelaksanaan kegiatan pengabdian ini adalah masyarakat
terkhusus untuk wilayah Kalimantan selatan. Sedangkan target dalam kegiatan ini
adalah masyrakat yang pernah mengalami sakit demam berdarah.
F. Strategi Pelaksanaan

NO TAHAP KEGIATAN

1 Pra Interaksi (5 menit) -Menyampaikan salam


-Mengulangi kontrak yang telah
disepakati
-Menjelaskan tujuan
-Memberikan reinforcement positif

2 Interaksi (20 menit) - Menjelaskan tentang pengertian


Demam Berdarah Dengue
-Menyampaikan angka Demam
Berdarah Dengue pada masyarakat
-Menjelaskan gejala yang muncul
pada penderita DBD
-Menjelaskan dan cara pencegahan
DBD
-Memberikan kesempatan

18
masyarakat untuk bertanya
-Menjelaskan kembali hal-hal yang
belum dimengerti
-Menanyakan kembali hal-hal yang
didiskusikan bersama
-Memberikan reinforcement positif
atas jawaban masyarakat yang
benar

3 Implementasi (30 menit) -Pemberian praktik pencegahan


DBD

4 Terminasi (5 menit) -Mengevaluasi perasaan -


Mengevaluasi pemahaman
-Memberikan pujian dan
mengucapkan terimakasih
- Salam penutup

G. Media
Media yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Aplikasi Instagram
2. Poster
3. Leaflet
4. PPT

H. Kriteria Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
a. Persiapan media dan materi pendidikan kesehatan sudah tersedia dan
dapat digunakan dalam kegiatan tersebut
b. Preplanning dan proposal sudah di konsultasikan kepada pembimbing
sebelum pelaksanaan kegiatan.
2. Evaluasi Proses
i. Pengabdian Masyarakat dilakukan sesuai dengan rencana
kegiatan yang telah ditetapkan.
ii. Selama proses penyampaian materi diharapkan terjadi interaksi
antara tim pemateri dengan peserta yang hadir.
iii. Peserta PKM memperhatikan materi yang diberikan.

19
iv. Peserta dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat aktif untuk
melaksanakan sesi tanya jawab dan diskusi.
3. Evaluasi Hasil
Peserta PKM mengerti dari apa yang telah disampaikan dengan kriteria
mampu menjawab pertanyaan dalam bentuk lisan yang akan diberikan tim
pemateri.

20
SURAT TUGAS
No. 294.2/ST-PkM/LPPM/UNISM/II/2021

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Dini Rahmayani, S.Kep., Ns., MPH
NIK : 1166122004007
Jabatan : Ketua LPPM
Dengan ini menugaskan kepada Dosen:
No Nama Peran NIK/NIDN
1 Rifa’atul Mahmudah, S.kep., Ns., MSN Ketua 1119078901
2 Dini Rahmayani, S.Kep., Ns., MPH Anggota 1166122004007
3 Paul Joae Brett Nito, S.Kep., Ns., M.Kep Anggota 1166102014068
untuk melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat sebagai wujud pelaksanaan Tridharma
Perguruan Tinggi pada semester Genap Tahun Akademik 2020/2021 dengan Judul
Pengabdian Kepada Masyarakat ”Kegiatan Pengembangan Masyarakat dalam Mencegah
dan Menurunkan Angka Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kalimantan Selatan”.
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada:
Waktu : Maret 2021
Tempat : Wilayah Kalimantan Selatan
Demikian surat tugas ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Banjarmasin, 23 Februari 2021


Universitas Sari Mulia
Ketua LPPM,

Dini Rahmayani, S.Kep., Ns., MPH


NIK. 1166122004007

21
SURAT TUGAS
No. 294.3/ST-PkM/LPPM/UNISM/II/2021

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Dini Rahmayani, S.Kep., Ns., MPH
NIK : 1166122004007
Jabatan : Ketua LPPM
Dengan ini menugaskan kepada Mahasiswa (daftar nama terlampir) untuk ikut serta
berperan aktif dalam melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat sebagai wujud
pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi pada semester Genap Tahun Akademik 2020/2021
dengan Judul Pengabdian Kepada Masyarakat ”Kegiatan Pengembangan Masyarakat
dalam Mencegah dan Menurunkan Angka Demam Berdarah Dengue Di Wilayah
Kalimantan Selatan”.
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada:
Waktu : Maret 2021
Tempat : Wilayah Kalimantan Selatan
Demikian surat tugas ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Banjarmasin, 23 Februari 2021


Universitas Sari Mulia
Ketua LPPM,

Dini Rahmayani, S.Kep., Ns., MPH


NIK. 1166122004007

22
Lampiran daftar nama Mahasiswa:
No Nama Peran NIM
1 Noor Anisa Anggota 11194561910222
2 Arini Anggota 11194561910170
3 Putu Siska Ayu Rusmayanti Anggota 11194561910225
4 Lidya Merarie Anggota 11194561910216
5 Mela Febrianti Anggota 11194561910218
6 Mukarromah Anggota 11194561910187
7 Ni Wayan Elsi Nestriani Anggota 11194561910188
8 Olvi Defitamira Anggota 11194561910191
9 Risma Ananda Vania Anggota 11194561910226
10 Ika Ismatul Hawa Anggota 11194561910180

Banjarmasin, 23 Februari 2021


Universitas Sari Mulia
Ketua LPPM,

Dini Rahmayani, S.Kep., Ns., MPH


NIK. 1166122004007

1
Lampiran 2
SUSUNAN ANGGOTA PENGABDIAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN

Ketua : Rifa’atul Mahmudah,Ns.,M.Kep


Wakil Ketua 1 : Dini Rahmayani, S.kep., Ns., MPH
Wakil Ketua 2 : Paul Joae Brett Nito, S.Kep., Ns., M.Kep
Anggota 1 : Arini
Anggota 2 : Ika Ismatul Hawa
Anggota 3 : Lidya Merarie
Anggota 4 : Mela Ferbrianti
Anggota 5 : Mukarromah
Anggota 6 : Noor Anisa
Anggota 7 : Ni Wayan Elsi Nestriani
Anggota 8 : Olvi Defitamira
Anggota 9 : Putu Siska Ayu Rusmayanti
Anggota 10 : Risma Ananda Vania

2
Lampiran 3
Susunan Acara

SUSUNAN ACARA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


“Kegiatan Pengembangan Masyarkat Dalam Mencegah Dan
Menurunkan Angka Demam Berdarah Dengue”
Waktu (WITA) Kegiatan Pengisi Acara
19.00-19.10 Pembukaan, Doa, Serta Semua Peserta
Pembacaan Materi Yang
Akan Disampaikan
19.10-19.50 Penyampaian materi Risma Ananda
Vania
19.50 – 20.20 Evaluasi Dengan Memberi Moderator
Pertanyaan
20.20-20.30 Penutup Semua Peserta

3
Lampiran 4
Materi PKM DBD/DHF
A. Pengertian DBD/DHF
..................................................Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan pen
disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainya.
Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia
dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indonesia
menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat. Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8 –
12 hari sesudah menghisap darah penderita DBD sebelumnya. Nyamuk
Aedes aegypti merupakan penyebar penyakit (vektor) DBD yang paling aktif
dan utama karena tinggal di sekitar permukiman penduduk. Adapun nyamuk
Aedes albopictus, banyak terdapat di daerah perkebunan dan semak-semak
(Purnama, 2017).

B. Penyebab DBD/DHF
Demam berdarah disebabkan oleh virus Dengue yang dibawa oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus tersebut akan masuk ke
aliran darah manusia melalui gigitan nyamuk. Biasanya, jenis nyamuk ini
menggigit di pagi hari sampai sore menjelang petang.
Penularan virus Dengue terjadi bila seseorang yang terinfeksi digigit
oleh nyamuk perantara. Virus dari orang yang terinfeksi akan dibawa oleh
nyamuk, dan menginfeksi orang lain yang digigit nyamuk tersebut. Virus
Dengue hanya menular melalui nyamuk, dan tidak dari orang ke orang. (dr.
Tjin Willy, 2018)
C. Gejala DBD/DHF
Gejala demam berdarah, antara lain adalah demam, nyeri perut,
muntah, dan tubuh lemas. Penderita demam berdarah juga mengalami
perdarahan, seperti pada hidung, gusi, atau di bawah kulit, sehingga tampak
seperti memar. Darah juga bisa terdapat dalam urine, feses, atau muntah.

4
Segera cari pertolongan medis, bila timbul sesak napas atau keringat dingin.
Sedangkan demam dengue adalah bentuk ringan dari infeksi virus
Dengue. Sama halnya dengan demam berdarah, demam dengue dimulai
dengan gejala demam. Gejalanya muncul 4-7 hari sejak gigitan nyamuk
(masa inkubasi DBD), dan bisa berlangsung selama 10 hari. Sejumlah gejala
demam dengue meliputi:
1. Suhu badan tinggi yang bisa mencapai 40 derajat Celcius atau lebih.
2. Sakit kepala berat
3. Nyeri pada sendi, otot, dan tulang.
4. Hilang nafsu makan.
5. Nyeri pada bagian belakang mata.
6. Mual dan muntah.
7. Pembengkakan kelenjar getah bening.
8. Ruam kemerahan (muncul sekitar 2-5 hari setelah demam).
D. Penularan DBD/DHF
Penularan virus dengue melaui gigitan nyamuk dan banyak terjadi di
tempat yang padat penduduknya, pasien penyakit DBD harus diobati secara
optimal karena penyakit ini bias menyebabkan kematian.
E. Pencegahan DBD/DHF
1. Membersihkan dan menguras tempat penyimpanan air.
2. Mengganti air pada vas bunga, pot tanaman, tempat minum hewan dan
lainnya seminggu sekali.
3. Menutup rapat tempat penampungan air.
4. Mengubur atau membuang barang bekas yang dapat menampung air
hujan.
5. Menutup lubang yang dapat menampung air.
6. Menaburkan bubuk ABATE ke penampungan air.
7. Memelihara ikan yang dapat memakan jentik – jentik nyamuk, seperti
ikan cupang.
8. Meminta fogging atau pengasapan di rumah dan lingkungan sekitar

5
Lampiran 5
Poster

Leaflet

Lampiran 6

6
7
8
Lampiran 7
Poster

Leaflet

9
Lampiran 8

Vol. 12 No. 2
DOI: 10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 ISSN: 1829 - 7285
E-ISSN: 2040 - 881X

ORIGINAL RESEARCHOpen Access

AUTOKORELASI KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE BERBASIS


SPASIAL DI WILAYAH AIR PUTIH, KOTA SAMARINDA
Autocorrelation of Spatial Based Dengue Hemorrhagic Fever Cases in Air Putih
Area, Samarinda City

Syamsir1*, Dwi Murdaningsih


Abstrak
Pangestuty2
1
Fakultas Kesehatan dan
Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Kalimantan
Timur, Jl. Juanda No. 15
Samarinda 75124, Indonesia
2
Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur, Jl. Juanda
No. 15 Samarinda 75124,
Indonesia

Corresponding Author*:
sya809@umkt.ac.id

Article Info
Submitted : 19
September 2019
In reviewed : 21 January
2020
Accepted : 02 March
2020
Available Online : 30 Aprl
2020

Kata Kunci : Pola, Dengue, Universitas Airlangga


Demam, Spasial

Keywords : Pattern, Dengue, Fever,


Spatial

Published by Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Pendahuluan: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menular dengan cepat,
khususnya di wilayah tropis dan subtropis. DBD dapat menular dengan cepat karena virus dengue
dipindahkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ke dalam tubuh manusia. Salah satu
provinsi yang merasakan dampak dari wabah DBD yaitu Provinsi Kalimantan Timur, khususnya Kota
10
Samarinda. Upaya penanggulangan DBD sebenarnya telah diupayakan oleh petugas puskesmas di
Kota Samarinda. Penyebab belum maksimalnya program pengendalian DBD di Kota Samarinda
karena belum adanya pemetaan terkait wilayah rentan DBD. Penelitian ini bertujuan untuk
memetakan pola sebaran DBD di wilayah kerja Puskesmas Air Putih sehingga dapat
memaksimalkan pelaksanaan program pengendalian DBD. Metode: Populasi dalam penelitian ini
yaitu seluruh penderita DBD yang tercatat di Puskesmas Air Putih pada tahun 2018. Penarikan
autokorelasi spasial dengan metode Moran’s I atau Indeks Moran. Metode Indeks Moran digunakan
untuk mengetahui autokorelasi sebaran kasus DBD. Hasil dan Pembahasan: Hasil analisis
autokorelasi menunjukkan Z score < -Z α/2, artinya Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
autokorelasi spasial pada sebaran DBD di Puskesmas Air Putih. Berdasarkan nilai indeks moran
(Moran’s I = -0,045850) yang bernilai negatif menunjukkan bahwa sebaran DBD di wilayah kerja
Puskesmas Air Putih cenderung menyebaratau termasuk kategori dispersed. Kesimpulan:
Kesimpulan penelitian ini yaitu semakin banyak kasus DBD di suatu wilayah padat penduduk maka
semakin besar peluang terjadinya autokorelasi spasial. Kedekatan jarak antar kasus DBD dapat
membentuk autokorelasi spasial dengan kategori dispersed.

Abstract

Introduction: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the disease that spread quickly in tropical and
subtropical regions. DHF can spread quickly because the dengue virus is transmitted through the
Aedes aegypti and Aedes albopictus into the human body. One of the provinces that felt the impact of
the dengue outbreak was East Kalimantan, especially Samarinda City. Efforts to prevent dengue have
been attempted by health center officials in Samarinda City. The cause has not yet been effective in
controlling DHF programs in Samarinda City because there is no mapping of DHF vulnerable areas.
This study aims to map the pattern of DHF distribution in the working area of the health center to
maximize the implementation of the DHF control program. Methods: The population in this study
were all DHF sufferers registered at the Air Putih Health Center in 2018. Withdrawal samples using
total sampling techniques. The analysis used in this study is spatial autocorrelation analysis by
Moran’s I. The Moran Index method is used to determine the autocorrelation of the distribution of
DHF cases. Result and Discussion: The results of the autocorrelation analysis showed a Z score <-Z
α/2, meaning Ho was rejected. This shows that there is spatial autocorrelation in the distribution of

DHF in the Health Center. Based on the Moran’s I value (Moran’s I =


-0.045850) which has a negative value indicates that the distribution of DHF in the working area of
the Health Center tends to spread or dispersed. Conclusion: This study concludes that the more
cases of DHF in a densely populated area, the greater the chance of spatial autocorrelation. The
closeness between DHF cases can form spatial autocorrelation with the dispersed category.

11

7
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
PENDAHULUAN penduduk (5). Meskipun jumlah kasus DBD di Kota
Samarinda berkurang pada
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit yang menular dengan cepat, khususnya di
wilayah tropis dan subtropis. DBD dapat menular
dengan cepat karena agent penyakit DBD berupa virus
dengue masuk ke dalam tubuh ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.
Bionomik (kebiasaan) Aedes aegypti memiliki
keterkaitan dengan lingkungan manusia sehingga
menyebabkan penularan DBD dapat terjadi dengan
cepat. Pada wilayah endemik, peningkatan kasus DBD
dapat terjadi dalam kurun waktu yang singkat bahkan
dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di
sebagian wilayah di dunia.
DBD menyebar dengan cepat di sebagian
besar wilayah di dunia. Menurut laporan WHO, jumlah
penderita DBD terbanyak berada di wilayah Pasifik
Barat, Asia Tenggara dan beberapa negara di Amerika.
Jumlah kasusnya tercatat lebih dari satu juta kasus
pada tahun 2008 kemudian meningkat menjadi lebih
dari tiga juta kasus pada tahun 2015. Bahkan pada
tahun 2016, terjadi wabah DBD di berbagai belahan
dunia, khususnya di negara yang berada pada wilayah
khatulistiwa (1). Indonesia termasuk negara dengan
jumlah kasus Demam Berdarah Dengue yang
terbanyak di benua Asia. Letak geografis Indonesia
yang berada di kawasan tropis memberikan pengaruh
terhadap kejadian DBD. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, jumlah
kasus DBD pada tahun 2015 hingga 2016 tercatat
sebanyak lebih dari seratus ribu kasus. Bahkan pada
tahun 2016, penderita Demam Berdarah Dengue yang
meninggal dunia sebanyak
1.598 orang (2).
Jumlah kasus DBD di Indonesia bersifat
fluktuatif, sebagaimana data Kementerian Kesehatan
RI menunjukkan bahwa terjadi penurunan kasus DBD
pada tahun 2017 jika dibandingkan dengan kasus DBD
pada tahun 2016. Namun DBD tetap menjadi penyakit
berbahaya karena kasus DBD terjadi di sebagian
besar kabupaten/kota di Indonesia setiap tahunnya (3).
Maka dari itu, DBD masih menjadi permasalahan yang
membutuhkan penanganan serius dari pemerintah.
Salah satu provinsi yang merasakan dampak
dari wabah DBD yaitu Kalimantan Timur, khususnya
Kota Samarinda. Dinas Kesehatan Kalimantan Timur
pernah mencatat jumlah kasus DBD pada tahun 2014
sebanyak 1.686 penderita yang tersebar di seluruh
kecamatan (4). Dua tahun setelahnya, kasus DBD di
Kota Samarinda mengalami peningkatan yang cukup
siginifikan sebanyak 2.814 penderita DBD. Selain itu,
Incidence Rate (IR) Demam Berdarah Dengue
mengalami peningkatan sebanyak 290 per 100.000
7
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
tahun 2017, tetapi kejadian DBD masih tersebar di lingkungan, sosial, 86)
sebagian besar wilayah yang ada di Kota Samarinda,
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Air Putih (6).
Tantangan yang dihadapi dalam mencegah
terjadinya wabah DBD yaitu belum adanya vaksin
yang dapat menjadi antibodi terhadap serangan virus
dengue. Saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat
menjadi antibodi bagi manusia dari infeksi virus
dengue. Maka dari itu, cara yang paling tepat untuk
memutus mata rantai penularannya penyakit DBD
adalah melakukan pengendalian vektor DBD. Maka
dari itu, upaya yang terus digalakkan oleh pemerintah
dalam mengendalikan penyebaran kasus DBD yaitu
dengan program pengendalian vektor DBD.
Pemaksimalan program pencegahan
penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) di instansi
kesehatan menjadi agenda utama yang harus
diprioritaskan agar dapat menurunkan kasus DBD.
Upaya penanggulangan DBD sebenarnya telah
diupayakan oleh petugas puskesmas. Salah satu
program pengendalian DBD yang dimaksimalkan oleh
puskesmas yaitu pengendalian vektor DBD. Program
tersebut telah dikampanyekan secara masif melalui
program 3M (Menguras, Menutup, Mendaur ulang).
Bahkan program ini kemudian didukung dengan
gerakan JUMANTIK (Juru Pemantau Jentik) di setiap
wilayah kerja puskesmas.
Permasalahan yang dihadapi oleh tenaga
kesehatan dalam mengendalikan penyebaran Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) di Kota Samarinda yaitu
belum maksimalnya pemetaan wilayah rentan,
termasuk di wilayah kerja Puskesmas Air Putih. Setiap
puskesmas harus mengetahui pola sebaran DBD
sebelum melakukan fogging atau program DBD
lainnya agar pelaksanaan program DBD dapat
berjalan efektif. Untuk memaksimalkan pelaksanaan
program DBD maka dibutuhkan pemetaan wilayah
rentan DBD yang akurat. Penggunaan peta spasial
akan membantu puskesmas untuk memprediksi letak
wilayah rentan DBD. Peta spasial dapat mendeteksi
wilayah rentan DBD khususnya di wilayah yang padat
penduduk. Bahkan peta spasial tidak hanya mampu
menyajikan sebaran kasus DBD saja, tetapi juga dapat
memetakan faktor risiko DBD seperti keberadaan
jentik dan kondisi lingkungan seperti breeding habit
(7).
Pemantaun penyebaran DBD dengan
menggunakan data spasial menjadi sangat penting
untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus
dengue. Penggunaan data spasial untuk mendapatkan
suatu informasi penting, dikenal dengan istilah Sistem
Informasi Geografis (SIG). SIG digunakan sebagai alat
bantu untuk memantau atau monitoring sejauh mana
penyebaran penyakit melalui media vektor, kondisi
8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
pelayanan kesehatan, dan menyelesaikan berbagai puskesmas Air Putih, Kota Samarinda. Latar belakang
masalah kesehatan masyarakat. Sistem informasi
geografis (SIG) atau Geographic Information System
(GIS) digunakan untuk melihat hubungan antara kasus
DBD dengan kondisi lingkungan. Sistem informasi
geografis dapat menganalisis tren curah hujan dengan
kejadian DBD. Maka dari itu, SIG dapat membantu
dalam mengetahui pola kejadian DBD bahkan
mengetahui pola sebaran kasus DBD (8). SIG dapat
menjadi alat analisis yang dapat memprediksi secara
akurat kejadian DBD beberapa tahun ke depan
berdasarkan pola kasus DBD terdahulu.
Dalam penggunaan data spasial, terdapat
beberapa metode yang telah dikembangkan untuk
dapat menjelaskan tingkat hubungan pada suatu
variabel. Jika dalam analisis yang tidak menggunakan
data spasial atau data statistik yang bersifat umum,
biasanya analisis yang digunakan jika melibatkan dua
variabel yaitu uji korelasi. Namun dalam data spasial,
satu variabel dapat diuji dengan sesama objek yang
ada di dalam variabel tersebut atau sering disebut
autokorelasi. Dalam istilah spasial, autokorelasi
diartikan sebagai analisis yang bertujuan untuk melihat
tingkat kesamaan pada suatu objek dalam suatu ruang
(9).
Uji autokorelasi akan menghasilkan output
berupa clustered (berkelompok), dispersed (menyebar),
dan random (acak). Metode yang dapat digunakan
dalam pengujian autokorelasi spasial suatu kejadian
yaitu Moran’s I atau disebut juga dengan istilah Indeks
Moran. Metode Moran’s I sangat aplikatif dalam
menganalisis berbagai permasalahan, termasuk bidang
kesehatan khususnya penyebaran penyakit (10).
Pemetaan wilayah rentan DBD dengan
menggunakan Moran’s I belum pernah dilakukan di
Kota Samarinda. Beberapa penelitian DBD yang telah
dilakukan di Kota Samarinda hanya sebatas uji statistik
pada variabel tertentu. Belum pernah dilakukan uji
autokorelasi spasial pada kasus DBD yang terjadi
setiap tahunnya di Kota Samarinda. Oleh karena itu,
dalam memaksimalkan pelaksanaan program
pengendalian DBD maka dibutuhkan pengelolaan data
spasial menjadi basis data surveilans DBD.
Pengembangan data spasial dalam mendukung
pemaksimalan program DBD diharapkan dapat
diterapkan oleh semua puskesmas yang ada di Kota
Samarinda. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui
pola sebaran DBD di wilayah kerja Puskesmas Air
Putih sehingga dapat memaksimalkan pelaksanaan
program pengendalian DBD.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja


8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
yang mendasari pemilihan lokasi penelitian di Metode 86)
Puskesmas Air Putih karena merupakan salah satu
puskemas yang memiliki kasus DBD tertinggi pada
tahun 2018. Oleh karena itu, puskesmas Air Putih
sangat representatif dijadikan objek penelitian. Desain
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cross
sectional, dimana data titik koordinat penderita DBD
yang dikumpulkan yaitu data DBD yang tercatat pada
tahun 2018. Penggunaan data DBD untuk penelitian
telah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan
Kota Samarinda dan Puskesmas Air Putih Kota
Samarinda. Pengumpulan titik koordinat dilaksanakan
pada bulan Mei – Agustus 2019. Lokasi penelitian
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Wilayah Kerja


Puskesmas Air Putih
Populasi penelitian ini yaitu seluruh penderita
DBD di wilayah kerja Puskesmas Air Putih pada tahun
2018. Teknik sampling yang digunakan yaitu total
sampling dengan menggunakan kriteria berupa alamat
penderita DBD lengkap. Berdasarkan teknik sampling
yang digunakan maka sampel penelitian ini yaitu data
titik koordinat (alamat) penderita DBD tahun 2018.
Variabel penelitian ini yaitu titik koordinat alamat
rumah penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Air
Putih, Kota Samarinda. Korelasi antar titik koordinat
alamat rumah penderita DBD diukur dengan
menggunakan Moran’s I atau Indeks Moran pada
ArcGIS Map.
Penelitian ini menjadikan data DBD sebagai
objek yang diteliti untuk mendapatkan pola sebaran
DBD dengan menggunakan peta. Data primer pada
penelitian ini yaitu titik koordinat alamat penderita DBD
tahun 2018 yang dikumpulkan dengan Global
Positioning System (GPS) Garmin. GPS Garmin
memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan GPS biasa seperti yang terdapat dalam
handphone sehingga dapat mendukung tingkat akurasi
penelitian. Adapun data sekunder yang digunakan
yaitu data alamat penderita yang tercatat di
Puskesmas Air Putih.
Analisis pada penelitian ini yaitu analisis
spasial dengan metode Moran’s I atau Indeks Moran.
8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
Indeks Moran digunakan untuk mengetahui software ArcGIS. Sebelum melakukan uji autokorelasi
autokorelasi sebaran kasus DBD. Indeks Moran juga spasial pada titik sebaran DBD, terlebih dahulu titik
dikenal sebagai metode yang mampu melihat koordinat dimasukkan ke dalam peta yang telah
dependensi dan heterogenitas spasial. Oleh karena itu, memiliki spatial reference. Peta sebaran DBD (gambar
Indeks Moran menjadi metode yang lebih representatif 2) yang telah memiliki spatial reference dan titik
digunakan untuk menentukan wilayah rentan DBD koordinat (penderita DBD tahun 2018) kemudian
melalui analisis dependensi dan heterogenitas spasial dianalisis dengan menggunakan ArcGIS tools yaitu
kasus DBD. Hawths Analysis Tools dan Spatial Statistics Tools.
Hasil analisis autokorelasi dilihat dari nilai
Z-score atau Zhitung dari output analisis ArcGIS yang
dibandingkan dengan . Ho ditolak jika Z score > α/2 HASIL
Z α/2
Z
atau -Z score < -Z α/2. Selain itu, untuk mengetahui Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai Z-score atau Z
apakah sampel (titik koordinat) yang diuji memiliki = -1,821455. Berdasarkan output ArcGIS nilai kritis
hitung
autokorelasi
positif atau negatif maka dilakukan perhitungan nilai sebesar 10% dan Z α/2= -1.65. Hasil ini menunjukkan -Z
Moran’s I. Perhitungan nilai Moran’s I dapat dilakukan score < -Z α/2, artinya Ho ditolak. Ini menunjukkan bahwa
dengan menggunakan rumus matematika dan kedua, Titik koordinat alamat penderita DBD yang telah
dengan menggunakan software ArcGIS (11). dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan
Perhitungan nilai Moran’s I dengan rumus
matematika sebagai berikut (9):

Keterangan:
I : Indeks Moran
Wij : Elemen penimbang spasial yang mengacu
pada letak wilayah i terhadap wilayah tetangga j
∑ : Rata-rata
Xi : Nilai variabel pengamatan wilayah i
Xj : Nilai variabel pengamatan wilayah tetangga j
Nilai Indeks Moran (I) < 0 menunjukkan bahwa
autokorelasi negatif, artinya pola sebaran dispersed
(menyebar). Jika nilai I = 0 menunjukkan bahwa tidak
terjadi autokorelasi spasial, artinya pola sebaran tidak
berkelompok. Sedangkan jika nilai I > 0 menunjukkan
bahwa autokorelasi positif, artinya pola sebaran
membentuk clustered atau berkelompok (10).

Gambar 2. Peta Sebaran DBD di Wilayah Kerja Puskes-


mas Air Putih Tahun 2018
8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
terdapat autokorelasi spasial pada sebaran DBD di 86)
Puskesmas Air Putih. Namun untuk mengetahui
apakah autokorelasi yang terjadi ke arah positif atau
negatif maka dapat dilihat dari nilai Moran’s Index.
Berikut nilai Moran’s Index yang ditunjukkan pada
gambar 3.
Tabel 1. Hasil Analisis Moran’s Index pada Sebaran
DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Air Putih Tahun 2018

Moran’s Expected
Variance Z-score p-value
I Index
-0,045850 -0,014706 0,000292 -1,821455 0,068538
*signifikansi pada α = 10%,

Gambar 3. Hasil Analisis Autokorelasi Spasial

Berdasarkan nilai indeks moran (Indeks Moran


= -0,045850) yang bernilai negatif menunjukkan
bahwa autokorelasi kasus DBD di puskesmas Air Putih
yaitu autokorelasi negatif sehingga sebaran DBD di
wilayah kerja Puskesmas Air Putih cenderung
menyebar atau termasuk kategori dispersed. Artinya
pola sebaran DBD di wilayah kerja Puskesmas Air
Putih tidak berkelompok pada suatu lokasi tertentu.
Pola sebaran DBD di

8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
Puskesmas Air Putih cenderung tersebar di beberapa Putih, dimana kasus DBD banyak terjadi di kawasan
wilayah di Kelurahan Bukit Pinang, Air Hitam dan Air perumahan padat penduduk sebagaimana Gambar 4.
Putih.

PEMBAHASAN
Autokorelasi Spasial Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah
satu emerging disease di sebagian besar wilayah di
dunia. Maka dari itu, tenaga surveilans dinas kesehatan
kabupaten/kota membutuhkan metode pemetaan
sebaran DBD yang akurat sehingga dapat membantu
dalam menanggulangi penyebaran Demam Berdarah
Dengue (DBD). Pola sebaran dan tingkat kerentanan
suatu wilayah terhadap penyebaran DBD dapat
dianalisa dengan menggunakan Moran’s I. Pendekatan Gambar 4. Peta Sebaran DBD di Kawasan Padat
yang digunakan dalam Moran’s I yaitu menghitung Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Air Putih Tahun
tingkat korelasi antar titik (autokorelasi spasial) 2018
sehingga memiliki tingkat akurasi yang baik dalam Sebaran kasus DBD dapat dihitung jarak
menentukan wilayah rentan DBD (12). penyebaran kasusnya dengan menggunakan average
Pola penularan DBD yang terjadi di berbagai nearest neighbor. Beberapa kasus DBD memiliki
belahan dunia menunjukkan adanya autokorelasi jarak penyebaran penyakit antara 100-200 meter (14-
spasial. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten 15). Namun terdapat juga metode lain yang dapat
Lumajang, Indonesia, menunjukkan pola sebaran kasus digunakan untuk memetakan radius kerentanan suatu
DBD termasuk kategori dispersed atau menyebar (13). wilayah terhadap DBD seperti buffer dan proximity
Pola sebaran kasus DBD di Kota Madurai, India, juga spatial. Sebagaimana penelitian yang pernah dilakukan
termasuk kategori dispersed (menyebar) (14). Selain di Kota Samarinda terkait analisis efektivitas fogging
itu, sebaran kasus DBD di wilayah Seksyen 7 Shah dengan menggunakan buffer. Pada penelitian tersebut
Alam, Malaysia, juga menunjukkan autokorelasi spasial menunjukkan bahwa program fogging belum mampu
dengan kategori clustered atau berkerumun (15). menjangkau seluruh wilayah rentan DBD di wilayah
Autokorelasi spasial pada kasus DBD dapat kerja Puskesmas Makroman, Kota Samarinda (17).
dipengaruhi oleh adanya riwayat kejadian DBD Penggunaan metode Moran’s I, average
sebelumnya pada suatu lokasi. Kasus DBD yang baru nearest neighbor dan buffer analysis dapat membantu
memiliki hubungan dengan kejadian DBD sebelumnya. dalam menentukan pusat lokasi penyebaran kasus
Virus dengue dalam tubuh nyamuk Aaedes aegypti DBD (18). Sebagai contoh, hotspot utama penyebaran
berasal dari penderita DBD sebelumnya kemudian kasus DBD di wilayah Taiwan Selatan terdapat di pusat
ditularkan ke manusia lain yang berada di lingkungan perkotaan yang padat penduduk. Penentuan hotspot
terdekat. Semakin banyak titik kasus DBD pada suatu DBD tersebut ditentukan dengan menggunakan
wilayah maka semakin memperbesar peluang Moran’s I (19). Hotspot DBD didasarkan pada pola
terjadinya autokorelasi spasial. korelasi antar titik kasus DBD di suatu wilayah.
Semakin banyak kasus DBD di suatu wilayah Hubungan antar titik kasus DBD ditunjukkan dengan
yang padat penduduk maka semakin besar peluang bobot spasial sehingga dapat diukur banyaknya titik
terjadinya autokorelasi spasial. Sebagaimana yang (neighboor point) yang saling berdekatan satu sama
terjadi di Kota Bandung, pola sebaran kasus DBD lain (20).
memiliki autokorelasi spasial yang bersifat positif (16). Risiko penyebaran DBD pada hotspot yang
Selain itu, fenomena autokorelasi spasial kasus DBD padat penduduk dapat meningkat jika masyarakat di
juga terjadi di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera wilayah tersebut masih belum berperilaku hidup bersih
Barat, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dan sehat, khususnya melaksanakan program 3M
kepadatan penduduk dengan pola sebaran kasus DBD. (Menguras, Menutup, Mendaur ulang). Maka dari itu,
Alasannya karena jarak terbang nyamuk sekitar 50 peran ibu rumah tangga menjadi sangat penting dalam
meter akan memudahkan perpindahan virus dengue memutus mata rantai perkembangbiakan nyamuk
pada perumahan yang padat penduduk (7). Kondisi Aedes aegypti di sekitar rumah. Pengelompokan rumah
yang sama juga terjadi di wilayah kerja puskesmas Air tangga berdasarkan kepadatan larva nyamuk Aedes
aegypti di sekitar rumah dapat membantu dalam
8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
memaksimalkan penanganan penularan DBD (21). 86)

8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
Program pengendalian penularan DBD Pemetaan Wilayah Rentan Demam Berdarah
di puskesmas harus dilaksanakan secara efektif. Dengue
Pelaksanaan program pengendalian DBD harus DBD dapat dengan mudah menjadi wabah
tepat pada radius penyebaran virus dengue. Misalnya karena nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor
pelaksanaan fogging, harus menjangkau seluruh radius (media pemindahan penyakit) yang dapat dengan
yang terdeteksi keberadaan nyamuk Aedes aegypti mudah berkembang biak di sekitar manusia. Apabila
yang telah membawa virus dengue atau di lokasi yang nyamuk Aedes aegypti telah terinfeksi virus dengue
masyarakatnya telah terkena penyakit DBD. Namun maka pemindahan virus dengue dari nyamuk Aedes
perlu dipahami bahwa pengendalian vektor DBD aegypti ke dalam tubuh manusia dapat berlangsung
melalui program thermal fogging dapat menimbulkan cepat. Virus dengue merupakan anggota genus dari
permasalahan baru jika tidak dikelolah dengan baik. flavivirus dimana terdiri dari empat serotipe. Semua
Penggunaan malation dalam program thermal fogging serotipe tersebut dapat menyebabkan epidemi DBD.
dapat membuat nyamuk Aedes aegypti menjadi Virus dengue yang terdapat dalam tubuh penderita
resisten (22). Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat berpindah ke
Faktor lingkungan fisik juga memberikan manusia lainnya (bukan penderita DBD) melalui gigitan
pengaruh terhadap peningkatan radius hotspot DBD. nyamuk Aedes aegypti.
Berdasarkan beberapa penelitian, faktor lingkungan
Dalam memaksimalkan pelaksanaan program
fisik seperti curah hujan dan kepadatan penduduk
pengendalian penularan DBD, setiap puskesmas harus
termasuk faktor risiko yang berkontribusi besar
melakukan surveilans atau pemantauan penyakit
terhadap penyebaran penyakit DBD. Selain itu, faktor
secara berkala dan akurat. Data surveilans penyakit
lainnya yang menyebabkan mudahnya DBD menjadi
akan memberikan gambaran yang jelas tentang
wabah yaitu keberadaan tempat bertelur (breeding
bagaimana mekanisme program pengendalian DBD
habit) nyamuk Aedes aegypti pada air jernih dan bersih
yang efektif. Namun sebagian besar puskesmas belum
di sekitar lingkungan rumah. Habitat yang paling disukai
mampu memaksimalkan program pengendaliaan DBD
oleh nyamuk Aedes aegypti yaitu lingkungan dalam
karena terkendala keterlambatan dan tidak lengkapnya
rumah terutama di bak mandi.
data penyakit yang dimiliki. Oleh karena itu, pembuatan
Kebiasaan menggigit nyamuk Aedes aegypti sistem informasi surveilans epidemiologi penyakit
bersifat antropofilik, artinya nyamuk Aedes aegypti lebih menular dapat mengatasi permasalahan pemantauan
cenderung menghisap darah manusia dibandingkan penyakit di puskesmas. Tidak hanya di puskesmas,
makhluk hidup lainnya. Pada saat nyamuk Aedes permasalahan serupa juga terjadi di beberapa dinas
aegypti menghisap darah penderita DBD maka virus kesehatan. Pelaksanaan surveilans penyakit yang
dengue menginfeksi tubuh nyamuk tersebut. Virus berpotensi KLB (Kejadian Luar Biasa) masih belum
dengue yang masuk ke dalam tubuh nyamuk Aedes optimal (25).
aegypti, akhirnya masuk ke dalam kelenjar ludahnya. Pencegahan penularan penyakit DBD tidak
Virus dengue membutuhkan lebih dari delapan hari cukup hanya dengan program penyuluhan semata.
untuk berkembang biak dengan baik sehingga menjadi Nyamuk Aedes aegypti mampu memindahkan virus
infektif. Setelah delapan hari, virus dengue dalam tubuh dengue di suatu wilayah dengan cepat. Agar tidak
nyamuk Aedes aegypti kemudian akan terus bersifat terjadi wabah DBD maka dibutuhkan sebuah strategi
infektif sepanjang hidupnya pencegahan penyakit berbasis wilayah. Pemantaun
Penanggulangan penyakit Demam Berdarah penyebaran DBD dengan menggunakan data spasial-
Dengue (DBD) harus dimulai dengan menghambat temporal (ruang-waktu) menjadi sangat penting untuk
perkembangbiakan jentik nyamuk. Salah satu cara memutuskan mata rantai penyebaran virus dengue.
untuk mengurangi penyakit DBD dapat dilakukan Dalam memaksimalkan program pengendalian DBD
dengan menekan populasi serangga vektor maka puskesmas harus memiliki sistem pemantauan
pembawanya (23). Selain itu, pengendalian yang mampu memberikan informasi dengan analisa
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat akurat terkait wilayah rentan penularan DBD. Sistem
dilakukan dengan pendekatan biologi seperti dengan pemantauan DBD yang dirancang harus mampu
menggunakan Teknik Serangga Mandul (TSM). TSM membantu pelaksanaan program pengendalian DBD
merupakan suatu metode pengendalian vektor DBD sehingga berjalan efektif. Selain itu, data spasial kasus
dengan membunuh serangga menggunakan serangga DBD dapat digunakan untuk membuat peta sebaran
itu sendiri (autocidal technique). Teknik ini dapat dengan menggunakan berbagai metode yang ada
mengurangi kepadatan nyamuk Aedes aegypti di suatu dalam Geographic Information System (GIS).
wilayah (24).
8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
Data surveilans DBD yang biasanya terdapat 86)

8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
di puskesmas hanya berbentuk laporan kasus seperti Secara spesifik, model aplikasi yang diterapkan
jumlah penderita DBD dari rumah sakit, identitas dalam pemantauan penyakit DBD yaitu aplikasi
penderita DBD, pemeriksaan epidemiologi (PE), berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) dimana
pemberian bubuk abate, penyuluhan dan program output yang dihasilkan berupa pemetaan kejadian DBD
pengendalian DBD lainnya (26). Data surveilans pada sebuah lokasi. Penggunaan Sistem Informasi
tersebut seharusnya masih bisa dikembangkan untuk Geografis (SIG) di bidang kesehatan bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang detail terkait pola memberikan informasi terkait hubungan lingkungan
penyebaran DBD. Oleh karena itu, GIS dapat menjadi manusia dengan kejadian penyakit, status gizi dan
solusi dalam pengolahan data surveilans DBD. GIS pelayanan kesehatan.
merupakan sebuah sistem informasi yang berfungsi GIS dapat membantu dalam menganalisa
untuk memetakan sebaran DBD dengan menggunakan kejadian DBD dengan faktor lingkungan seperti kondisi
titik koordinat yang diambil dengan menggunakan alat cuasa atau iklim. Kejadian DBD dapat terjadi secara
Global Position System (GPS) sehingga mampu musiman mengikuti curah hujan pada suatu wilayah.
mengidentifikasi wilayah penularan DBD. Namun tidak semua kejadian DBD memberikan
GIS meemetakan wilayah endemis sehingga dipengaruhi oleh curah hujan. Faktor curah hujan
mengoptimalkan sistem pemantauan DBD. Metode tidak memberikan pengaruh secara langsung
GIS dapat menghasilkan peta pola sebaran penyakit perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, tetapi
berdasarkan faktor risiko tertentu. Peta persebaran dipengaruhi oleh curah hujan yang menimbulkan
tersebut dapat digunakan dalam perencanaan, genangan air yang menjadi wadah perkembangbiakan
monitoring dan evaluasi program pemberantasan nyamuk Aedes aegypti (30).
DBD. Metode GIS berguna untuk memantau transmisi Faktor lingkungan fisik lainnya yang dapat
penyakit berbasis lingkungan dan dapat memberikan memberikan pengaruh terhadap penyebaran penyakit
rekomendasi strategi pencegahan penyakit (27) DBD yaitu kepadatan penduduk di suatu wilayah.
Data atribut surveilans/pemantauan DBD Kejadian DBD memiliki keterkaitan secara spasial
seperti angka bebas jentik (ABJ) dan data lainnya dengan kepadatan penduduk di suatu wilayah. Nyamuk
dapat dikolaborasikan dengan metode GIS untuk Aedes aegypti yang dapat terbang hingga jarak 100
menentukan strategi pengendalian nyamuk pembawa meter berpotensi besar memindahkan virus dengue
DBD yang efektif. Sebagaimana sebuah penelitian kepada manusia yang berada pada lingkungan yang
menunjukkan bahwa distribusi kasus DBD Kabupaten padat penduduk. Distribusi kasus DBD ditemukan
Kendal dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan berkelompok (clusters/gregorious) pada wilayah padat
radius buffer kasus DBD. Ketiga kelompok tersebut penduduk (31).
yaitu wilayah dengan tingkat kerentanan rendah, Mobilitas manusia juga memberikan pengaruh
wilayah dengan tingkat kerentanan sedang dan wilayah terhadap penyebaran DBD, dimana setiap hari manusia
dengan tingkat kerentanan tinggi (28). Penentuan berpindah tempat, termasuk berpindah ke wilayah
wilayah rentan DBD dapat didasarkan pada pola endemi DBD sehingga membuat mereka dapat tertular
penularan DBD yang dipengaruhi oleh perilaku nyamuk penyakit DBD melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
vektor DBD. Maka dari itu, dalam menentukan strategi DBD dapat menular dengan cepat di lokasi yang padat
pengendalian vektor pembawa DBD maka dibutuhkan penduduk. Nyamuk Aedes aegypti dapat memindahkan
pemetaan kasus DBD dengan menggunakan sistem virus dengue dengan durasi singkat di wilayah padat
informasi geografis yang dikolaborasikan dengan penduduk. Kemampuan nyamuk Aedes aegypti
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. untuk dapat terbang pada radius lebih dari 100 meter
Penggunaan aplikasi komputer dalam memudahkan virus dengue berpindah ke manusia.
pemantauan penyakit DBD menjadi solusi cerdas Tentu ini menjadi sinyal bahaya bagi sebuah lokasi
dalam menganalisa tingkat keparahan sebuah lokasi yang telah terdapat kasus DBD sebelumnya (32).
terhadap kejadian DBD. Sebagaimana pengembangan Pemantaun penyebaran DBD dengan
sistem pemantaun DBD berbasis web yang dilakukan menggunakan data spasial-temporal (ruang-waktu)
oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. Selain menjadi sangat penting untuk memutuskan mata rantai
membantu pelaporan DBD, sistem pemantauan DBD penyebaran virus dengue. Pemantauan penyakit DBD
tersebut juga dapat memudahkan dinas kesehatan berbasis spasial-temporal akan membantu tenaga
untuk menentukan wilayah berdasarkan tingkat kesehatan puskesmas untuk mengetahui wilayah mana
kerentanan DBD seperti endemis, sporadis dan bebas yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan program
DBD (29). pengendalian DBD. Tranmisi virus serotipe dengue

8
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
memiliki implikasi penting terhadap pengendalian DAFTAR PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue sehingga menjadi sangat
1. WHO. Dengue and Severe Dengue. WHO. 2017.
penting untuk melakukan pemantauan penularan virus http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/
dengue dengan spasial-temporal. en/
Peta spasial tidak hanya mampu menyajikan 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil
sebaran kasus DBD saja, tetapi juga dapat memetakan Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI;
2017.
faktor risiko yang berhubungan DBD seperti
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data
keberadaan jentik dan kondisi lingkungan breeding
dan Informasi, Profil Kesehatan Indonesia 2017.
habit. Distribusi kejadian DBD dapat dihubungkan Jakarta: Kemenkes RI; 2018.
dengan faktor lingkungan sehingga dapat digambarkan 4. Dinas Kesehatan Kalimantan Timur. Profil
secara spasial dalam bentuk peta sebaran DBD (33). Kesehatan Kalimantan Timur. Samarinda; 2015.
Pemantauan penyakit berbasis spasial-temporal akan 5. Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Profil Kesehatan
membantu tenaga kesehatan untuk mengetahui Kota Samarinda Tahun 2016. Samarinda; 2016.
wilayah mana yang menjadi prioritas dalam 6. Dinkes Kota Samarinda. Laporan Dinas
Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2017.
pelaksanaan program pengendalian DBD. Samarinda; 2017.
Salah satu program pengendalian vektor DBD 7. Mangguang MD, Ari NP. Analisis Kasus DBD
yang menggunakan sistem informasi geografis yaitu Berdasarkan Unsur Iklim dan Kepadatan
program JUMANTIK (Juru Pemantau Jentik). Program Penduduk melalui Pendekatan GIS di Tanah Datar.
JUMANTIK merupakan program yang bertujuan untuk Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas.
2017;10(2):166– 171.
mengurangi jentik nyamuk Aedes aegypti di sekitar https://doi.org/10.24893/jkma.v10i2.202
rumah. Program ini dilakukan oleh kader puskesmas 8. Nisaa A, Hartono, Sugiharto E. Analisis Spasial
yang telah dilatih. Untuk memaksimalkan pelaksanaan Dinamika Lingkungan Terkait Kejadian Demam
program JUMANTIK maka dibutuhkan pemetaan Berdarah Dengue Berbasis Sistem Informasi
wilayah rentan DBD berbasis spasial agar Geografis Di Kecamatan Colomadu, Kabupaten
Karanganyar. Journal of Information System Public
memudahkan kader JUMANTIK untuk mengidentifikasi Health. 2016;1(2):23–28. https://jurnal.ugm.ac.id/
rumah yang terdapat jentik. Selain itu, penggunaan jisph/article/view/8300
peta spasial dapat memudahkan untuk memprediksi 9. Yuriantari NP, Hayati MN, Wahyuningsih S.
wilayah rentan DBD. Analisis Autokorelasi Spasialtitik Panas Di
Kalimantan Timur Menggunakan Indeks Moran
dan Local Indicator Of Spatial Autocorrelation
ACKNOWLEDGEMENT
(LISA). Jurnal Eksponensial. 2017;8(1):63–70.
Ucapan terimakasih, penulis sampaikan http://jurnal.fmipa.
unmul.ac.id/index.php/exponensial/article/view/78
kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
10. Anuraga G, Sulistiyawan E. Autokorelasi Spasial
Tinggi yang telah mendanai penelitian ini. Ucapan
Untuk Pemetaan Karakteristik Indeks
terimakasih juga kami sampaikan kepada tim Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
pengumpul data yang telah berupaya maksimal pada Kabupaten/ Kota Di Jawa Timur. J Statistika.
sehingga penelitian dapat selesai sesuai dengan jadwal 2017;5(2):32-41.
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/statistik/article/
yang telah ditetapkan. Ucapan terima kasih, penulis
view/3193
juga sampaikan kepada pengelolah LPPM Universitas
11. Nisa EK. Identifikasi Spatial Pattern dan Spatial
Muhammadiyah Kalimantan Timur yang telah Autocorrelation pada Indeks Pembangunan
membantu administrasi penelitian ini. Manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2012. Jurnal
At-Taqaddum. 2017;9(2):202-226. http://journal.
walisongo.ac.id/index.php/attaqaddum/article/
KESIMPULAN view/1914
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian 12. Pertiwi KD, Lestari IP. Spasial Autokorelasi
ini yaitu semakin banyak kasus DBD di suatu wilayah Sebaran Demam Berdarah Dengue di Kecamatan
Ambarawa. Pro Health Jurnal Ilmiah Kesehatan.
padat penduduk maka semakin besar peluang
2020;2(1):29-34.
terjadinya autokorelasi spasial. Kedekatan jarak antar http://jurnal.unw.ac.id:1254/index.
kasus DBD dapat membentuk autokorelasi spasial php/PJ/article/view/29-34
dengan kategori dispersed. Saran dalam penelitian ini 13. Kurniadi A, Sutikno. Analisis Spasial Persebaran
yaitu petugas dinas kesehatan dan puskesmas harus dan Pemetaan Kerawanan Kejadian Kasus
berupaya memaksimalkan sistem surveilans DBD yang Dengue di Kabupaten Lumajang dengan Spatial
Pattern Analysis dan Flexibly Shaped Spatial Scan
lebih akurat dengan berbasis sistem informasi Statistic. Jurnal Sains dan Seni ITS.
geografis. 2018;7(2):D32-D39.
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/
9
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
view/36634 86)
14. Balaji D, Saravanabavan V. Geo Spatial Variation
of Dengue Risk Zone in Madurai City
Using

9
Jurnal Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.78-86 Vol. 12 No.2 April 2020 (78-
86)
Autocorrelation Techniques. Geo Journal. 2020; 1- Yuliawati S. Analisis Kepadatan Nyamuk dan
21. https://doi.org/10.1007/s10708-020-10143-1. Persepsi Masyarakat terhadap Penggunaan
15. Hasim MH, Hiong TG, Mutalip MHA, Mahmud Teknik Serangga Mandul. Jurnal Kesehatan
MAF, Lodz NA, Yoep N, et al. Spatial Density of Masyarakat Andalas. 2016;10(1):108–113. https://
Dengue Incidence : A Case Study of A Dengue doi.org/10.24893/jkma.v10i1.171
Outbreak in Seksyen 7 , Shah Alam. International 25. Mahfudhoh B. Komponen Sistem Surveilans
Journal of Mosquito Reseacrh. 2018;5(2):9–14. Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dinas
http://www. Kesehatan Kota Kediri. Jurnal Berkala
dipterajournal.com/archives/2018/5/2/A/5-1-9 Epidemiologi. 2015;3(1):95–107. https://e-
16. Hernawati R, Ardiansyah MY. Analisis Pola journal.unair.ac.id/
Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue di index.php/JBE/article/download/1319/1078
Kota Bandung Menggunakan Indeks Moran. 26. Sinawan, Martini S, Purnomo W. Pengembangan
Jurnal Rekayasa Hijau. 2017;I(3):221–232. Basis Data Surveilans Faktor Risiko Kejadian
https://doi. org/10.26760/jrh.v1i3.1774 Demam Berdarah Dengue Di Dinas Kesehatan
17. Syamsir S, Daramusseng A. Analisis Spasial Kota Mataram. Jurnal Berkala Epidemiologi.
Efektivitas Fogging di Wilayah Kerja Puskesmas 2015;3(2):254–264. http://dx.doi.org/10.20473/jbe.
Makroman, Kota Samarinda. Jurnal Nasional Ilmu V3I22015.254-264
Kesehatan. 2019;1(2):1-7. http://journal.unhas. 27. Megawaty DA, Simanjuntak RY. Pemetaan
ac.id/index.php/jnik/article/view/5996 Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue
18. Latif ZA, Mohamad MH. Mapping of Dengue Menggunakan Sistem Informasi Geografis Pada
Outbreak Distribution Using Spatial Statistics and Dinas Kesehatan Kota Metro. Explore Jurnal
Geographical Information System. In: 2015 2nd Sistem Informasi dan Telematika. 2017;8(2):147–
International Conference on Information Science 151. http://dx.doi.org/10.36448/jsit.v8i2.954
and Security (ICISS). Seoul: IEEE; 2012. https:// 28. Wijaya AP, Sukmono A. Media Pengembangan
ieeexplore.ieee.org/document/7371016 Ilmu dan Profesi Kegeografian Informasi Geografis
19. Huang C, Tam TYT, Chern Y, Lung SC, Chen N, (SIG) akan diperoleh Berdarah. Jurnal Geografi.
Wu 2017;14(1):40–53. https://journal.unnes.ac.id/nju/
C. Spatial Clustering of Dengue Fever Incidence index.php/JG/article/view/9776
and Its Association with Surrounding Greenness. 29. Novita R, Karluci. Sistem Informasi Pemetaan
International Journal of Environmental Research Daerah Terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD
Public Health. 2018;1869(15):1–12. https://www. Wilayah Kota Pekanbaru (Studi Kasus : Dinas
mdpi.com/1660-4601/15/9/1869 Kesehatan Kota Pekanbaru). Jurnal Rekayasa dan
20. Suryowati K, Bekti RD, Faradila A. A Comparison Manajemen Sistem Informasi. 2015;1(1):44–48.
of Weights Matrices on Computation of Dengue http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/RMSI/
Spatial Autocorrelation. In: IOP Conf Series: article/view/1304
Materials Science and Engineering. IOP 30. Kirana K, Pawenang ET. Analisis Spasial Faktor
Publishing; 2018. Available from: Lingkungan pada Kejadian Demam Berdarah
https://iopscience.iop.org/ article/10.1088/1757- Dengue di Kecamatan Genuk. Unnes Journal
899X/335/1/012052 of Public Health. 2017;6(4):225-231. https://doi.
21. Putra FH, Kurniawan R. Clustering for Disaster org/10.15294/ujph.v6i4.10543
Areas Endemic Dengue Hemorrhagic Fever 31. Kusuma AP, Sukendra DM. Analisis Spasial
Based on Factors Had Caused in East Java Using Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan
Fuzzy Geographically Weighted Clustering - Kepadatan Penduduk. Unnes Journal of Public
Particle Swarm Optimization. Jurnal Aplikasi Health. 2016;5(1):48-56. https://doi.org/10.15294/
Statistika & Komputasi Statistik. 2016;7(2):27–37. ujph.v5i1.9703
https://jurnal.
stis.ac.id/index.php/jurnalasks/article/view/10 32. Novasari AM, Sasongkowati R. Efektivitas Larutan
Biji Srikaya (Annona Squaamosa L) Sebagai
22. Sukmawati, Ishak H, Arsin AA. Uji Kerentanan Insektisida Terhadap Kematian Nyamuk Aedes
untuk Insektisida Malathion dan Cypermethrine
Aegypti dengan Metode Liquid Electric. Jurnal
(Cyf 50 EC) Terhadap Populasi Nyamuk Aedes
Kesehatan Lingkungan. 2017;9(2):200-208. http://
aegypti di Kota Makassar dan Kabupaten Barru.
dx.doi.org/10.20473/jkl.v9i2.2017.200-208
Higiene. 2018;4(1):41–47. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/ 33. Yana Y, Rahayu SR. Analisis Spasial Faktor
index.php/higiene/article/download/5838/5069 Lingkungan dan Distribusi Kasus Demam
Berdarah Dengue. Higeia Journal of Public Health
23. Syam I, Pawenrusi EP. Efektifitas Ekstrak Buah
Research Development. 2017;1(3):106-116.
Pare (Momordica Charantia) dalam Mematikan
https://journal.
Jentik Aedes aegypti. Jurnal Kesehatan
unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/14779
Masyarakat Andalas. 2016;10(1):19–23. https://
doi.org/10.24893/jkma.v10i1.158
24. Sutiningsih D, Rahayu A, Sari DP, Santoso L,

Anda mungkin juga menyukai