KEPERAWATAN KRITIS
Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Marizka Putri Wati Zega (21119112)
2. Monaliza Kasumadewi (21119113)
3. Muhammad Rahmadi (21119114)
4. Nia Rehma Lemna Depari (21119115)
5. Novi Lestari (21119116)
6. Nurul Aini (21119117)
7. Putri Nuraulia (21119118)
8. Rahmaisa Lubis (21119119)
9. Redy Novrian Utama (21119120)
10. Reni Apriyanti (21119121)
11. Restia Nora Susteny (21119122)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini sesuai dengan waktu yang di tentukan. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan bisa menyelesaikan laporan ini dengan baik. Tidak
lupa Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan Tugas Tutorial dari mata kuliah Keperawatan
Kritis untuk Laporan Tutorial I. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk laporan ini, agar laporan ini nantinya bisa menjadi laporan yang lebih baik lagi. Kami
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen kami
yang telah membimbing kami dalam menulis Laporan Tutorial I. Demikian, apabila ada
kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kelompok 3
i
Ketua : Putri Nuraulia
Notulen : Monaliza Kasumadewi
SKENARIO KASUS I
1
THE SEVEN JUMPS METHOD
2
Kateter Swan-Ganz juga disebut kateter paru, adalah alat yang digunakan untuk
mengukur aliran darah dan memantau fungsi jantung. (Novi Lestari)
7. NTG (Monaliza Kasumadewi)
Jawab:
Nitrogliserin adalah obat untuk mencegah dan meredakan angina pektoris
(nyeri dada) pada penderita penyakit jantung koroner. Obat ini juga bisa
digunakan dalam pengobatan gagal jantung dan serangan jantung. (Restia Nora
Susteni)
8. Sublingual (Nia Rehma Lemna D.)
Jawab:
Tablet Sublingual adalah tablet yang cara penggunaannya diletakkan di bawah
lidah. Tablet sublingual tidak ditelan langsung seperti tablet biasa. (Reni
Apriyanti)
9. Debutamin (Restia Nora Susteni)
Jawab:
Dobutamin adalah obat yang digunakan dalam pengobatan syok kardiogenik
dan gagal jantung berat. Ini juga dapat digunakan dalam beberapa jenis tes stres
jantung. Ini diberikan melalui IV saja, sebagai suntikan ke dalam vena atau
intraosseous sebagai infus terus menerus. (Novi Lestari)
3
7. Mengapa pasien merasa lebih nyaman apabila tidur dengan posisi 60 derajat?
(Redy Novrian Utama)
8. Apa penyebab pasien mengalami serangan IMA lateral anterior? (Nurul Aini)
9. Apa yang menyebabkan pasien mengalami nyeri dada? (Muhamad Rahmadi)
10. Mengapa BB pasien bisa meningkat? (Nia Rehma Lemna D.)
11. Mengapa ditemukan Crackles Bibasilar pada pasien tersebut? (Reni Apriyanti)
12. Mengapa JVP meningkat pada pasien tersebut? (Muhamad Rahmadi)
2. Indikasi pemasangan nasal kanul adalah sebagai terapi oksigen pada pasien
yang dapat bernafas spontan namun membutuhkan dukungan oksigen
konsentrasi rendah hingga sedang. Apabila oksigen diberikan pada
gangguan jantung, maka oksigen mudah masuk berdifusi kedalam paru-paru.
pemberian oksigen akan meningkatkan saturasi oksigen maka hemoglobin
mampu membawa oksigen lebih banyak dibandingkan jika seseorang
tidak diberikan oksigen, dengan pemberian terapi oksigen nasal kanul dapat
mengembalikan saturasi oksigen dari kondisi hipoksia ringan ke kondisi
normal secara bermakna. (Nurul Aini)
4
4. Dobutamin adalah obat untuk membantu kerja jantung dalam memompa darah
ke seluruh tubuh pada orang yang mengalami gagal jantung. Untuk mengobati
gagal jantung, obat ini bisa digunakan bersama dopamin. (Reni Apriyanti)
6. Karna injeksi NTG adalah obat golongan keras dimana semua obat akan
memiliki efek samping, seperti tekanan darah rendah dimana pasien IMA
tersebut diberikan injek untuk mengurangi rasa nyeri dada. (Nia Rehma L.D.)
7. Acute Myocard Infark (AMI) merupakan kematian sel-sel otot jantung karena
iskemia yang berlangsung lama akibat adanya okulasi di arteri koroner.
Penyumbatan ini dapat meluas dan mengganggu suplai oksigen ke seluruh
tubuh. Aktivitas pasien seringkali mengalami perubahan.Karena aktivitas
dapat memicu peningkatan kerja jantung, sehingga sesak nafas dan nyeri dada
dapat timbul. Posisi tidur 60 derajat memudahkan ekspansi dada sehingga
pasien lebih mudah bernapas. (Muhamad Rahmadi)
8. IMA disebabkan oleh karena aliran darah di koroner yang terhenti secara tiba-
tiba akibat oklusi yang disebabkan oleh karena pecahnya plak ateroma pada
pembuluh darah koroner, sehingga terjadi gangguan aliran darah ke
miokardium yang mengakibatkan iskemia yang signifikan dan berkelanjutan.
(Monaliza Kasumadewi)
5
peningkatan tekanan hidrostatis, kemudian akan terjadi perembesan cairan ke
alveoli dan akan terjadi kerusakan pertukaran gas. Perembesan cairan ke
alveoli menyebabkan edema paru sehingga pengembangan paru tidak optimal
dan akan terjadi pola napas tidak efektif pada penderitanya. (Marizka Putri
W.Z)
10. Pada pasien IMA lebih banyak mengalami BB berlebih ataupun obesitas
dibandingkan dengan yang mengalami BB normal. Kemungkinan disebabkan
oleh pemasukan kalori yang luar biasa dan gaya hidup tidak sehat, merupakan
penyebab terjadinya kelebihan BB dan obesitas yang dapat memicu terjadinya
penyakit IMA ataupun penyakit jantung lainnya. (Redy Novrian Utama)
11. Suara Crackle paru ini dapat memberikan gambaran adanya infeksi pada paru
atau peradangan pada bronkus, alveoli, paru pasien. Dapat juga memberikan
adanya indikasi edema paru atau cairan pada paru yang menunjukkan adanya
sindrome distres pada paru. (Rahmaisa Lubis)
12. Peningkatan JVP merupakan tanda dari gagal jantung kanan. Pada gagal
jantung kanan, bendungan darah di ventrikel kanan akan diteruskan ke atrium
kanan dan vena kava superior, sehingga tekanan pada vena jugularis akan
meningkat. Meningkatnya JVP diakibatkan adanya kegagalan jantung dalam
memompa darah ke dalam sirkulasi. (Restia Nora Susteni)
6
D. STEP IV–MAIN MAPPING/PATHWAY
Nekrosis
Timbunan asam
laktat Nyeri dada
Kontraktilitas
meningkat turun
Kurang
Kelemahan informasi Kegagalan
pompa jantung
8
KONSEP TEORI
9
karena kerusakan otot jantung hanya sebagian. Akan tetapi seringkali ditandai
denga meningkatnya enzim jantung dalam darah (CKMB atau troponin).
10
(pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup
membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah
antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu
dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk
meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap
penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin
memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas
yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu
terjadinya infark. Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak,
dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena
semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen
menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif.
Penyebab infark miokard akut adalah penurunan aliran darahkoroner.
Pasokan oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen,
sehingga terjadi iskemia jantung. Aliran darah koroner yang menurun bersifat
multifaktorial. Plak aterosklerotik secara klasik pecah dan menyebabkan
trombosis, berkontribusi pada penurunan aliran darah di koroner secara akut
(Massberg & Polzin, 2018). Etiologi lain dari penurunan oksigenasi/iskemia
miokard termasuk emboli arteri koroner, yang terjadi pada 2,9% pasien, iskemia
yang diinduksi kokain, diseksi koroner, dan vasospasme coroner (Scheen AJ,
2018).
Selain itu, terdapat faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu Seks,
Usia, Sejarah keluarga, Pola kebotakan pria. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi yaitu merokok, dislipidemi, diabetes mellitus, hipertensi,
kegemukan, kurang olah raga, kebersihan mulut yang buruk, adanya penyakit
vaskular perifer, dan peningkatan kadar homosistein. Penyebab IMA lainnya
adalah trauma, vaskulitis, penggunaan narkoba (kokain), anomali arteri coroner,
emboli arteri coroner, diseksi aorta, aktivitas berlebih pada jantung seperti kasus
hipertiroidisme dan anemia (Mechanic & Grossman, 2020).
11
C. Anatomi Fisiologi
Secara fisiologis, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital
fungsinya dibandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain,
apabila fungsi jantung mengalami gangguan maka besar pengaruhnya terhadap
organ-organ tubuh lainya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung
adalah sebagai single pompa yang memompakan darah ke seluruh tubuh untuk
kepentingan metabolisme sel-sel. (Aspiani: 2014)
12
a. Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang
melindungi jantung ketika jantung mengalami over distention. Lapisan
fibrosa bersifat sangat keras dan bersentuhan langsung dengan bagian
dinding dalam sternum rongga thorax, disamping itu lapisan fibrosa ini
termasuk penghubung antara jaringan, khususnya pembuluh darah besar
yang menghubungkan dengan lapisan ini (exp: vena cava, aorta, pulmonal
arteri dan vena pulmonal).
b. Lapisan parietal, yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa
c. Lapisan Visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan lapisan
luar dari otot jantung atau epikardium. Diantara lapisan pericardium
parietal dan lapisan pericardium visceral terdapat ruang atau space yang
berisi pelumas atau cairan serosa atau yang disebut dengan cairan
perikardium. Cairan perikardium berfungsi untuk melindungi dari
gesekan-gesekan yang berlebihan saat jantung berdenyut atau
berkontraksi. Banyaknya cairan perikardium ini antara 15-50 ml, dan tidak
boleh kurang atau lebih karena akan mempengaruhi fungsi kerja jantung.
3. Lapisan otot jantung
Lapisan otot jantung terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Epikardium, yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral
b. Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab
atas kemampuan kontraksi jantung.
c. Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan
tipis endotel sel yang berhubungan langsung dengan darah dan bersifat
sangat licin untuk aliran darah, seperti halnya pada sel-sel endotel pada
pembuluh darah lainnya.
4. Katup jantung
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan
antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan
katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal
dinamakan katup semilunar. Katup atrioventrikuler terdiri dari katup trikuspid
yaitu katup yang menghubungkan antara atrium kanan dengan ventrikel kanan,
katup atrioventrikuler yang lain adalah katup yang menghubungkan antara
13
atrium kiri dengan ventrikel kiri yang dinamakan dengan katup mitral atau
bicuspid. Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang
menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup
semilunar yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri
dengan asendence aorta yaitu katup aorta. Katup berfungsi mencegah aliran
darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik
dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap bagian daun katup jantung diikat
oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong
masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri
berikatan dengan otot yang disebut muskulus papilaris.
5. Ruang, dinding, dan pembuluh besar jantung
Jantung dibagi menjadi 2 bagian yaitu jantung bagian kanan (atrium kanan
dan ventrikel kanan) dan jantung bagian kiri (atrium kiri dan ventrikel kiri).
Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle, dimana
kedua atrium dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi menampung
darah apabila kedua atrium memiliki kelebihan volume. Terdapat beberapa
pembuluh besar yang perlu anda ketahui, yaitu:
a. Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari
bagian atas diafragma menuju atrium kanan.
b. Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari
bagian bawah diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor
dari jantung sendiri.
d. Pulmonary Trunk, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor
dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis.
e. Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paruparu.
f. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
g. Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih
dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggungjawab
dengan organ tubuh bagian atas.
14
h. Desending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
6. Arteri coroner
Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung
sendiri, karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat
penting agar jantung bisa bekerja sesuai fungsinya. Apabila arteri koroner
mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan
ischemia, hal ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung. Apabila
arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan serangan
jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa menyebabkan kematian.
Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia, ini juga akan
berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac infarction.
7. Siklus jantung
Atrium kanan menerima kotor atau vena atau darah yang miskin oksigen
dari superior vena cava, inferior vena cava dan sinus coronaries. Dari atrium
kanan, darah akan dipompakan ke ventrikel kanan melewati katup trikuspid.
Dari ventrikel kanan, darah dipompakan e paru-paru untuk mendapatkan
oksigen melewati katup pulmonal, pulmonal trunk dan empat arteri pulmonalis,
2 ke paru-paru kanan dan 2 ke paru-paru kiri. Darah yang kaya akan oksigen
dari paru-paru akan di alirkan kembali ke jantung melalui 4 vena pulmonalis
(2 dari paru-paru kanan dan 2 dari paru-paru kiri) menuju atrium kiri. Dari
atrium kiri darah akan dipompakan ke ventrikel kiri melewati katup biskupid
atau katup mitral. Dari ventrikel kiri darah akan di pompakan ke seluruh tubuh
termasuk jantung (melalui sinus valsava) sendiri melewati katup aorta. Dari
seluruh tubuh, darah balik lagi ke jantung melewati vena kava superior, vena
kava inferior dan sinus koronarius menuju atrium kanan. Secara umum, siklus
jantung dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: sistole atau kontraksi jantungdan
diastole atau relaksasi atau ekspansi jantung.
15
D. Patofisiologi
Infark miokard merupakan manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian
ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan
menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau
menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang
lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis atau infark miokard.
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015)
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Fikriana, 2018) tanda gejala yang muncul pada IMA antara lain:
1. Nyeri Dada
Nyeri dada terasa sangat berat dan terjadi pada pertengahan dinding dada,
menyebar ke daerah leher, rahang, bahu, punggung maupun lengan bagian kiri.
2. Sesak Nafas
Sesak nafas muncul akibat terjadinya iskemik ventrikel kiri atau regurgitasi
mitral sehingga akan terjadi gangguan aliran darah dari vena pulmonaris.
3. Nausea/Vomiting
Nausa atau vomiting terjadi akibat pengaruh dari sistem saraf otonom.
4. Sinkop
Terkadang pasien mengalami sinkop atau penurunan kesadaran karena
aritmia atau hipotensi berat.
5. Takikardi
Peningkatan denyut nadi terjadi karena peningkatan aktivitas saraf simpatis.
16
6. Bradikardi
Pasien dengan infark miokard akut inferior dapat muncul bradikardi karena
aktivitas saraf vagus.
7. Syok Kardiogenik
Gangguan fungsi miokard dapat menyebabkan jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah sehingga menimbulkan syok kardiogenik.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Majid (2016), untuk menegakkan diagnosis STEMI yang perlu
dilakukan anamnesis (tanya jawab) seputar keluhan yang dialami pasien secara
detail mulai dari gejala yang dialami, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit
personal dan keluarga, riwayat pengobatan, riwayat penyakit dahulu, dan kebiasaan
pasien. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
1. Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan adalah pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG). Dengan pemeriskaan ini maka dapat ditegakkan
diagnosis STEMI. Gambaran STEMI yang terlihat pada EKG antara lain:
a. Lead II, III, aVF: Infark inferior
b. Lead V1-V3: Infark anteroseptal
c. Lead V2-V4: Infark anterior
d. Lead 1, aV L, V5-V6: Infark anterolateral
e. Lead I, aVL: Infark high lateral
f. Lead I, aVL, V1-V6: Infark anterolateral luas
g. Lead II, III, aVF, V5-V6: Infark inferolateral
h. Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu.
2. Echocardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung khususnya
fungsi vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasound
3. Foto thorax
Foto thorax tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat pada
bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi
ventrikel
17
4. Percutaneus Coronary Angiografi (PCA)
Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras dan memonitor
x-ray untuk mengetahui sumbatan pada arteri coroner
5. Tes Treadmill
Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas.
6. Laboratorium:
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah:
a. Creatinin Kinase (CK) MB. Meningkat setelah 3 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal
dalam 2-4 hari.
b. cTn (cardiac specific troponin). Ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim
ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
c. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
1) Mioglobin
Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam
4-8 jam.
2) Creatinin kinase (CK)
Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
3) Lactic dehydrogenase (LDH)
Meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai
puuncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
G. Komplikasi
Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015), komplikasi Infark Miokard Akut
meliputi:
1. Mati mendadak
2. Aritmia
3. Nyeri menetap
4. Angina
18
5. Gagal jantung
6. Ketidakmampuan mitral
7. Pericarditis
8. Ruptur jantung
9. Thrombosis mural
10. Aneurisma ventrikel
11. Emboli pulmo
H. Faktor Resiko
Menurut Kasron (2016), Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko
bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu faktor resiko yang bisa di modifikasi
dan faktor resiko yang tidak bisa di modifikasi.
1. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi
tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini
diantaranya:
a. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini diantara lain:
menimbulkan aterosklerosis, peningkatan trombogenessis dan
vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah, pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari
bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibandingkan yang tidak merokok.
b. Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis
rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis
endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam
sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua
literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alkohol
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovaskuler karena aritmia,
hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c. Infeksi
19
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negatif intraseluler
dan penyebab umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya
berhubungan dengan penyakit koroner ateroslerotik.
d. Hipertensi Sistemik
Hipertensi sistemik menyebabkan peningkatan after load yang
secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi
seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari
meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan
tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin,
dan tingkat aktivitas yang rendah.
f. Kurang Olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena
penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40%.
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM
sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan
dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi
sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet
dan peningkatan trombogenesis).
2. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu
diantaranya:
a. Usia
Resiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55
tahun (umunya setelah menopause).
b. Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua
kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan
estrogen endogen yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini
20
terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan
laki pada wanita setelah masa menopause.
c. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum
usia 70 tahun merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada
keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga
mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
d. RAS
Insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di
Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan
angka yang rendah terdapat pada ras Apro-Kribia.
e. Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara,
Skotlandia, dan bagian Inggri Utara dan dapat merefleksikan perbedaan
diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi dan kehidupan
urban.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar,
sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk
terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnormalitas
metabolisme lipid.
g. Kelas Sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar
laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal:
dokter, pengacara, dan lain-lain). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar
ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK
dibandingkan istri pekerja profesional/non-manual.
21
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas:
a. Identitas pasien: Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian data
a. Aktifitas dan istirahat
b. Sirkulasi
c. Respirasi
d. Pola makan dan cairan
e. Eliminasi
f. Neuorologi
g. Interaksi social
h. Rasa aman
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan Darah
2) Nadi
3) Pernapasan:
4) Suhu Badan
c. Head to toe examination:
1) Kepala
2) Mata
22
3) Mulut
4) Telinga
5) Muka
6) Leher
7) Dada
8) Abdomen
9) Ekstremitas
10) Pemeriksaan khusus jantung: inspeksi, palpasi, perkusi, auskulatsi
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri coroner (D.0077)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan (D.0056)
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan irama dan frekuensi jantung
(D.0008)
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perpusi (D.0003)
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan & Intervensi
Kriteria Hasil
Nyeri akut berhubungan Tujuan: Manajemen nyeri
dengan iskemia jaringan Setelah dilakukan (I.08238).
sekunder terhadap tindakan
sumbatan arteri coroner keperawatan diharapkan Observasi:
(D.0077) tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik nyeri,
23
Kriteria Mayor: Kriteria hasil: durasi, frekuensi,
1. Subjektif: Mengeluh Tingkat nyeri (L.08066) intensitas nyeri
nyeri 1. Pasien mengatakan 2. Identifikasi skala
2. Objektif: tampak nyeriberkurang dari nyeri
meringis, bersikap skala 7 menjadi 2. 3. Identifikasi faktor
protektif, gelisah, 2. Pasien menunjukan yang memperberat
frekuensi nadi ekspresi wajah dan memperingan
meningkat, sulit tenang. nyeri
tidur 3. Pasien dapat
beristirahat dengan Terapeutik:
Kriteria Minor: nyaman. 1. Berikan terapi non
1. Subjektif: farmakologis untuk
Tidak ada mengurangi rasa
2. Objetif: nyeri (mis:
Pola nafas berubah, akupuntur, terapi
bb naik, proses musik hopnosis,
berfikir terganggu, biofeedback, teknik
diaphoresis. imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis:
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi:
1. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
24
Kolaborasi:
1. Ajarkan teknik non
farmakologis
untuk mengurangi
nyeri
2. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
25
TTD berubah, Edukasi:
sianosis 1. Jelaskan
pentingnya
melakukan
aktivitas fisik atau
olahraga secara
rutin
2. Ajarkan cara
menginditifikasi
kebutuhan istirahat
3. Ajarkan cara
mengidentifikasi
target dan jenis
aktivitas sesuai
kemampuan
26
kontraktilitas berupa 2. Identifikasi
proxymal nocturnal tanda/gejala
dypsnea (PND), skunder penurunan
ortopnea, batuk. curah jantung (mis.
Kemudian diliahar Peningkatan berat
dari data badan,
2. Objektif: hepatomegali,
Pasien mengalami distensi vena
perubahan iram jugularis, palpitasi,
ajntung berupa ronkhi basah,
bradikardia atau taki oligurua, batuk,
kardia, gambaran kulit pucat)
EKG aritmia atau 3. Monitor tekanan
gangguan konduksi, darah
perubahan afterload 4. Monitor intake dan
berupa edema, output cairan
distensi vena 5. Monitor berat
jugularis, Central badan setiap hari
Venous Pressure pada waktu yang
(CVP), perubahan sama
afterload berupa 6. Monitor saturasi
tekanan darah oksigen
meningkat, nadi 7. Monitor EKG 12
perifer teraba lemah, sedapan
capillary refill time 8. Monitor aritmia
>3 detik, oliguriia, (kelainan irama
warna kulit sianosis dan frekuensi)
atau pucat,
perubahan Terapeutik:
kontraktilitas berupa 1. Posisikan pasien
terdengar suara semi-fowler atau
jantung S3 atau S4 fowler dengan kaki
27
dan Ejection kebawah atau
Fraction (EF) (Tim posisi nyaman
Pokja SDKI DPP 2. Berikan diet
PPNI, 2016). jantung yang
sesuai (mis. Batasi
asupan kafein,
natrium, kolestrol,
dan makanan
tinggi lemak)
3. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi setres,
jika perlu
4. Berikan dukungan
emosional dan
spiritual
5. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%
Edukasi:
1. Anjurkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan aktivitas
fisik secara
bertahap
3. Tindakan
kolaborasi
28
4. Kolaborasi
pemberian anti
aritmia, jika perlu
5. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
29
warna kulit Edukasi:
abnormal 1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2. Informasi hasil
pemantauan jika
perlu
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, factor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan pasien (Dinarti & Muryanti, 2017).
30
TREND DAN ISU INFARK MIOKARD AKUT
Judul:
BMV-CSC PATCH: SEL PUNCA JANTUNG DENGAN BIOMIMETIC
MICROVESSEL BERBASIS HUVEC SEBAGAI INOVASI POTENSIAL
UNTUK TERAPI INFARK MIOKARDIUM AKUT
(Firyali Rahmani Shidqi1, Namira Assyfa Nurazizah1, Yitzchak Millenard
Sigilipu1, 2021)
31
diperlukan untuk meningkatkan viabilitas sel punca dan efektivitas terapi dapat
ditingkatkan.
Kebanyakan strategi yang dikembangkan berfokus pada penanaman sel
pembentuk pembuluh ke dalam kerangka sintetis, pembentukan lembaran atau
spheroid berupa sel dan implantasi fragmen mikrovaskuler. Patch BMV dengan sel
endotel vena umbilikalis manusia (HUVECs) memiliki struktur endotel yang
menyerupai arsitektur dan fungsi alami pembuluh kapiler dan venule. BMV
mendukung penempelan, proliferasi dan maturasi dari sel endotel HUVEC,
angiogenesis dan peningkatan pembuluh darah di jaringan iskemik. Pembuatan
cardiac stem cell patch tervaskularisasi (BMV-CSC patch) sehingga dapat menjadi
titik terang perkembangan teknologi sel punca pada jaringan iskemik, yakni dalam
hal menjaga viabilitas sel punca.
32
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, S., Rosjidi, C. H., Dhesa, D. B., Wurjatmiko, A. T., & Hasrima, H.
(2022). Faktor Resiko Penyakit Infark Miokard Akut di Rumah Sakit Umum
Dewi Sartika Kota Kendari. Jurnal Ilmiah Karya Kesehatan, 2(02), 21-29.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.
Aswania, G. M., & Yasmin, A. A. D. A. (2020). DISLIPIDEMIA SEBAGAI
PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN
INFARK MIOKARD AKUT. E-Jurnal Medika Udayana, 9(11), 91-99.
Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentalis of
Nursing (10th Ed). USA Pearson Education.
Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi
Keperawatan
Fikriana, Riza. (2018). Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Deepublish
Hariyanto, A & Sulistyowati, R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah I.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media
Kasron. (2016). Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Transinfomedia
Majid, A. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Kardiovaskular. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Massberg S & Polzin A. (2018). Update ESC-Guideline 2017: Dual Antiplatelet
Therapy. Dtsch Med Wochenschr. 2018 Aug;143(15):1090-1093. [PubMed].
Mechanic OJ, Grossman SA. (2020). Acute Myocardial Infarction. [Updated 2020
Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2020 Jan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Pedoman
tatalaksana Sindroma koroner akut
Scheen AJ. (2018). From atherosclerosis to atherothrombosis: from a silent
chronic pathology to an acute critical event. Rev Med Liege. 2018 May;73(5-
6):224-228. [PubMed].
33