Anda di halaman 1dari 2

KEKAYAAN ALAM: SUMBER DAYA ATAU SUMBER PERANG?

Mohammad Fikri Zarkasyi

Dalam buku berjudul Natural Resoures and Violent Conflict ini, Bannon dan Coullier
mengemukakan bahwa fenomena perang sipil atau perang saudara dapat memberi dampak
yang berkelanjutan. Ketika konflik berkecamuk, pendapatan cenderung menurun,
kematian meningkat, dan penyakit menyebar. Selanjutnya, Bannon dan Coullier
mengeksplorasi tentang hubungan antara sumber daya alam dengan fenomena konflik
tersebut. Pada penelitiannya, mereka menemukan bahwa wilayah-wilayah yang kaya
dengan sumber daya alam memang memiliki potensi konflik yang sangat tinggi. Seperti
contoh yang terjadi di Aceh (Indonesia), Papua Barat (Indonesia), Biafra (Nigeria), Cabinda
(Angola), dan Katanga (ex-congo).

Bannon dan Coullier menemukan alasan dibalik perang saudara seringkali dipicu
oleh kelompok pemberontak yang ingin menguasai sumber daya alam di wilayahnya.
Penemuan sumber daya alam baru atau kekayaan alam yang lebih tinggi sangat
meningkatkan risiko konflik di negara berpenghasilan rendah, terutama jika sumber
dayanya adalah minyak. Perpecahan etnis dapat muncul untuk menyebabkan
pemberontakan. Di mana pun sumber daya yang berharga ditemukan, beberapa kelompok
etnis tertentu memiliki insentif untuk menegaskan hak-haknya. Selain itu, tata kelola yang
buruk dan korupsi juga dapat memperburuk kecenderungan gerakan
separatis/pemberontakan, terutama jika kelompok separatis memiliki kesempatan
berjuang untuk merebut kendali atas sumber daya alam yang berharga.

Salah satu contoh yang disebutkan dalam buku mereka yakni permasalahan Sierra
Leone pada tahun 1970 merupakan negara berpenghasilan rendah dengan sumber daya
berlian melimpah. 30 tahun berikutnya, berlian tersebut justru menjadi pusat keruntuhan
ekonomi yang menenggelamkan mereka ke dasar indeks pembangunan manusia. Lain
halnya dengan Botswana yang memiliki kasus hampir serupa namun kemudian berhasil
menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia saat itu. Bannon dan
Collier lantas menyimpulkan bahwa komoditas primer tak selalu menjadi penghambat,
tergantung bagaimana suatu negara mengadopsi kebijakan dan memanfaatkan potensi
dengan baik.

Setelah menemukan hubungan antara sumber daya dengan konflik, penulis menguji
beberapa hal dan menemukan tiga faktor terkait yaitu tingkat pendapatan perkapita, laju
pertumbuhan ekonomi, dan struktur ekonomi. Dalam rangka meminimalisir kemungkinan
terjadinya konflik, menurut mereka negara harus melakukan pendekatan ekonomi, yaitu
dengan meningkatkan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, diversifikasi ekonomi
dan mengatasi guncangan harga komoditas dengan lebih efektif. Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat bisa dilakukan dengan cara memperbaiki kebijakan di
dalam negeri dan membuka peluang masyarakat ke pasar global. Selain itu, kerja sama
secara global juga diperlukan dalam hal menjaga stabilitas harga skala internasional. Sebab
terjadinya guncangan harga skala global mendorong terjadinya korupsi pada skala nasional
yang tentunya semakin memperkuat potensi konflik.

Berdasarkan konsen pembahasan di atas, Saya kemudian teringat fenomena Saudi


Arabia yang terfokus pada sumber daya alam minyak buminya. Apa yang akan terjadi
dengan Saudi Arabia jika sumber daya utama mereka habis? Sementara selama ini
teknologi dan perangkat pengelola minyak bumi diatur oleh Amerika?

Anda mungkin juga menyukai