PENGUMPULAN FAKTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan materi
“Pentingnya Wawancara Sebagai Cara Pengumpulan Fakta”.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Dasar Jurnalistik Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis,
serta kami ucapkan terimakasi kepada ibu Suci Emelsi Jefri, S.Sos.., M.IKom yang
telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat belajar lebih dalam mengenai
jurnalistik.
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
2.1 Definisi Wawancara.......................................................................................................5
2.2 Definisi Wawancara Menurut Para Ahli.........................................................................5
2.3 Model Wawancara..........................................................................................................6
2.4 Jenis Wawancara............................................................................................................7
2.5 Tahapan Dalam Wawancara...........................................................................................9
2.6 Etika Wawancara..........................................................................................................11
2.7 Tujuan Wawancara.......................................................................................................13
2.8 Faktor-Faktor Penting dalam Wawancara.....................................................................14
2.9 Sifat Wawancara...............................................................................................................15
BAB III...................................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam jurnalistik wawancara memiliki peran yang sangat penting karna ketika
menggali suatu berita harus bedasarkan fakta yang akurat, wawancara membantu
untuk mengumpulkan informasi yang lebih dalam, kegiatan wawancara tidak hanya
sekedar bertanya untuk mendapatkan informasi dalam wawancara wartawan bertanya
kepada narasumber, untuk menggali lebih dalam informasi atau fakta tentang suatu
peristiwa atau masalah. Untuk menjadi seorang wartawan, selain dibutuhkan
keberanian, jadi wartawan juga butuh komitmen dan passion untuk menyalurkan
berita yang akurat dan layak dikonsumsi masyarakat luas. Karena jikalau hanya
sekadar melapor tanpa menguji, maka siapapun pasti bisa jadi wartawan. Maka dari
itu wartawan harus paham kode etik jurnalistik tentang ke akuratan berita, karna
berita yang di ambil harus bedasarkan suatu fakta agar tidak menimbulkan berita
berita hoax. Selanjutkan Informasi informasi yang telah di dapatkan dari hasil
wawancara itu nantinya dapat di ubah menjadi suatu narasi agar penyampaiannya
kepada khalayak dapat dimengerti dan dipahami.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Anas Sudijono
Sutrisno Hadi
Sutrisno Hadi mengungkapkan bahwa wawancara adalah alat yang sangat baik untuk
mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, serta proyeksi
seseorang terhadap masa depannya, mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk
menggali masa lalu seseorang serta rahasia-rahasia hidupnya.
Menurut Robert Kahn dan Channel pengertian wawancara adalah pola khusus dari
interaksi dimulai secara lisan untuk tujuan tertentu, dan difokuskan pada daerah
konten yang spesifik, dengan proses eliminasi dari bahan-bahan yang tidak ada
hubungannya secara berkelanjutan.
Wawancara langsung atau wawancara tatap muka ini adalah salah satu bentuk
wawancara yang dilakukan secara berhadap-hadapan yang sangat banyak memberikan
kemungkinan panggilan informasi lebih dalam dan luas karena sebelumnya dilakukan
berjanjian lebih dulu dengan narasumber, topiknya atau fokusnya sudah dirancang
lebih dulu dan dalam hal kesempatannya pun lebih khusus, baik tempat maupun
waktu yang disediakan.
6
wawancara telepon lebih terbatas. Pewawancara tidak bisa melihat langsung mimik
lawan bicaranya.
7
suatu peristiwa atau berita besar. wawancara jenis ini juga biasa disebut dengan
wawancara cantelan berita (News peg). Wawancara berita umumnya dilakukan
untuk memperoleh keterangan atau pendapat dari seseorang atas pertimbangan
kewenangan, prestasi, atau keahliannya untuk diterbitkan sebagai staright news.
3. Wawancara Jalanan (Man in the Street Interview) adalah jenis wawancara
yang dilakukan di jalan-jalan umum dengan menyetop dan menanyai orang-orang
yang lewat tentang pendapat mereka berkenaan dengan suatu berita penting.
Dengan wawancara tersebut diharapkan diperoleh pendapat umum tentang
kejadian penting yang sedang hangat dibicarakan.
4. Wawancara Sambil Lalu (Casual Interview) adalah jenis wawancara yang tidak
direncanakan secara khusus tetapi berlangsung secara kebetulan. Pertemuan dan
dialog dengan orang yang berwenang dalam suatu resepsi adalah sarana
wawancara untuk memperoleh keterangan dari orang besar yang ditemui pada
kesempatan itu.
5. Wawancara Telepon (Telephone Interview) adalah wawancara untuk
memperoleh keterangan dari seseorang yang berwenang, dilakukan melalui
telepon yang sewaktu-waktu dapat diadakan antara wartawan dengan narasumber.
Memperoleh berita dengan cara ini akan lebih lancar jika sudah ada saling percaya
diantara wartawan dengan narasumber. Artinya, di mata narasumber, wartawan
yang bersangkutan memiliki integritas tinggi dan dapat dipercaya tidak akan
melakukan kesalahan. Sebaliknya, pihak wartawan tidak memiliki kepentingan
lain dengan narasumber kecuali hanya untuk memperoleh keterangan atau
informasi.
6. Wawancara Tertulis (Written Interview) adalah wawancara yang dilakukan
dengan cara surat-menyurat atau korespondensi. Kelemahan dalam wawancara ini
adalah kemungkinan akan ada bagian-bagian yang tidak jelas dari jawaban
narasumber, wartawan yang mewawancara tidak dapat meminta penjelasan dari
sumber yang bersangkutan seperti yang dilakukan dalam wawancara berita,
misalnya. Keuntungannya, berita yang disusun berdasarkan jawaban tertulis
diasumsikan tidak akan dibantah oleh narasumber, kecuali jika susunan berita
bertentangan dengan maksud berita.
7. Wawancara Kelompok (Discussion Interview) adalah wawancara yang
dilakukan dengan sekelompok orang, seakan-akan wartawan adalah peserta dalam
suatu seminar atau simposium. Hasil wawancara yang akan diberitahukan bukan
8
pendapat satu orang dalam seminar, tetapi merupakan rangkuman pendapat yang
transparan dalam seminar (Mappatoto, 1999:22).
Sesudah pokok persoalan atau materi dikuasai, reporter harus menentukan arah,
informasi apa saja yang di butuhkan dari orang yang akan diwawancarai itu. Hal ini
perlu dilakukan agar dalam wawancara tersebut tidak terjadi percakapan yang
berkepanjangan yang tidak tentu arahnya. Dalam hal ini prinsip efisiensi, bukan saja
menyangkut waktu, tetapi juga materi perlu ditaati.
Dalam hal ini harus jelas kriterianya, mengapa untuk masalah itu kita harus
mewawancarai orang tersebut. Ada beberapa kriteria dari orang yang akan
diwawancarai, yaitu mempunyai otoritas tentang sesuatu hal atau mempunyai human
interest yang tinggi.
5. Menghubungi narasumber
Membuat janji mengenai pelaksanaan wawancara. Cara ini bisa ditempuh melalui
telepon, namun yang perlu diketahui mengenai hal ini, perjanjian tersebut dibuat
apabila wawancara yang akan dilaksanakan adalah wawancara khusus.
9
6. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan
Untuk melakukan wawancara tidak boleh lupa untuk membawa alat tulis yang
diperlukan. Ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan dalam wawacara yaitu
Alat tulis atau pena, Buku, Alat Perekam dan Kamera.
Untuk menciptakan suasana yang baik, kita memang memerlukan waktu dan
pendekatan seperti tanyakan dulu soal kesenangan-kesenangan atau hobi-hobi
seseorang. Jika dia sudah asyik bicara, baru hubungkan dengan persoalan-persoalan
yang menjadi topik pewawancara. Namun kita harus mengetahui secara tepat apakah
orang tersebut memiliki waktu yang panjang atau tidak. Kalau tidak, sebaiknya kita
langsung pada materi yang akan dipertanyakan
2. Bersikap wajar
Apabila berhadapan dengan orang yang pandai, kita merasa rendah diri dan kita harus
bisa mengimbanginya. Oleh karena itu ditekankan dalam persiapan perlu mempelajari
materi atau pokok persoalan sebelum mengadakan wawancara. Sebaiknya apabila
yang kita hadapi orang yang bodoh, kita harus dapat mengarahkan tanpa harus
mengguruinya. Dengan demikian orang tersebut dapat memahami persoalan yang
akan kita gali.
3. Memelihara situasi
dalam wawancara, memelihara situasi amat penting. Sebagai orang yang sedang
berupaya untuk mendapatkan bahan atau pendapat, kita tidak boleh terjebak dalam
situasi perdebatan dengan orang yang sedang kita wawancarai atau menjurus kearah
interogasi apalagi menghakimi.
Pada waktu mengadakan wawancara, kita dituntut untuk tetap setia mengikuti setiap
kata yang diucapkan orang yang kita wawancarai. Oleh karena itu juga harus
menyimpulkan pokok-pokok persoalan yang disampaikan secara tepat. Sebab dengan
kesimpulan yang tepat kita dapat melanjutkan wawancara secara lancar.
10
5. Menjaga pokok persoalan
Menjaga pokok persoalan sangat penting dalam kita mengadakan wawancara, supaya
apa yang kita inginkan dari wawancara tersebut bisa kita dapatkan dan kita bisa
menggali informasi sebanyak mungkin. Tetapi tidak jarang kita temui orang yang
secara sadar dapat lari dari persoalan pokok yang dibicarakan
6. Kritis
Dalam melakukan wawancara kita dituntut untuk jeli menangkap persoalan yang kita
percakapkan. Kekritisan tersebut tidak hanya menyangkut pokok persoalan atau isi
wawancara tetapi juga gerakan- gerakan orang-orang yang kita waancarai. Tentang
pokok persoalan, dengan kekritisan kita dapat meluruskan data apabila orang yang
kita wawancarai salah mengungkapkannya.
7. Sopan santun
Dalam menghadapi orang yang akan kita wawancarai, kita tidak boleh bersikap
sembarangan, sombong, atau seenaknya. Hal-hal praktis yang berkaitan dengan sopan
santun dalam mengadakan wawancara.
Wawancara yang baik dilakukan dengan cara yang baik juga. Dengan wawancara
yang baik, akan mendatangkan banyak keuntungan bagi jurnalis, seperti bisa
menambah informasi dan juga menambah relasi.
Wawancara langsung bisa dilakukan dengan tatap muka, atau lewat sambungan
telepon. Sebelum melakukan wawancara, jurnalis harus mencari narasumber yang
relevan dengan isu yang akan ditanyakan. Setelah menemukan narasumber yang pas,
segera hubungi dengan cara yang sopan, salah satunya lewat email atau pesan singkat.
11
Jangan lupa untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum menyampaikan
tujuan. Saat menghubungi narasumber, pastikan dengan bahasa yang sopan dan jelas.
Setelah itu, lakukan lobbying untuk menentukan waktu dan tempat wawancara. Jika
sudah ada kesepakatan, pastikan untuk datang tepat waktu.
Etika wawancara juga dibutuhkan saat sudah melakukan wawancara. Pastikan untuk
tidak memotong penjelasan narasumber, tapi jika terpaksa harus memotong,
lakukanlah dengan sopan dan tidak menyinggung. Jurnalis juga harus menghormati
jawaban dan privasi narasumber. Jangan langsung membantah jawaban narasumber
jika tidak setuju. Lakukan dengan sesopan mungkin.
Tak jauh berbeda dari wawancara langsung, etika wawancara saat konferensi pers
juga harus memperhatikan kesopanan. Sebelum datang ke konferensi pers, pastikan
Anda sudah memahami isu yang akan disampaikan. Riset kecil juga diperlukan agar
jurnalis mampu mengulik lebih dalam mengenai isu terkait.
Sedangkan saat menyampaikan pertanyaan, jangan lupa untuk menyebutkan nama dan
asal media. Setelah itu, sampaikan pertanyaan dengan singkat dan jelas. Saat sesi
tanya jawab, jurnalis akan dipersilakan bertanya, namun terkadang dibatasi karena
masalah waktu. Jika itu terjadi, jangan ngotot untuk terus bertanya.
Wawancara cegat atau doorstop, kerap dilakukan dalam kondisi genting. Walau
begitu, jurnalis tidak boleh melupakan etika wawancara yang baik. Jika memang
memerlukan wawancara doorstop, jurnalis harus mempersiapkan diri, tak hanya
pertanyaan tapi juga fisik, karena harus berdesakan dengan rekan media lain. Saat
hendak bertanya, jurnalis bisa langsung menanyakan pertanyaan kepada narasumber
tanpa harus memperkenalkan diri. Asalkan, jurnalis sudah menunjukkan identitasnya
dengan ID Card atau atribut pers lainnya. Sampaikan pertanyaan dengan singkat, jelas
dan padat.
Selain etika wawancara tersebut, ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan
saat wawancara, yaitu merekam dan mencatat poin penting saat wawancara. Jika
narasumber meminta off the record, jurnalis harus menghormatinya. Jangan lupa juga
etika jurnalisme harus dijaga, yakni akurasi, independensi, objekivitas, berimbang,
12
dan mementingkan kepentingan publik. Berikut prinsip inti jurnalisme yang harus
dianut dan dikembangkan oleh seorang jurnalis, menurut Committee of Concerned
Journalist:
Guna memperoleh fakta yang penting dari suatu wawancara, reporter harus
menemukan sumber yang kredibel dan bisa dipercaya, dengan informasi akurat.
Wartawan bisa saja mewawancarai orang yang kebetulan ditemui di jalan untuk
dimintai pendapatnya tentang kondisi krisis ekonomi Indonesia. Ucapan orang itu
mungkin bagus untuk dikutip, namun tidak memiliki kredibilitas. Seorang ekonom
jelas lebih kredibel diwawancarai tentang kondisi ekonomi, walaupun ekonom sering
bicara dengan jargon-jargon disiplin ilmunya yang harus diterjemahkan ke bahasa
yang mudah dimengerti.
Begitu wartawan sudah menyelesaikan riset faktual untuk tulisannya, wartawan itu
perlu menambahkan sesuatu agar tulisannya lebih menarik. pembaca dapat lebih
menghayati makna statistik itu dengan membaca kutipan wawancara mereka yang
terlibat atau menjadi penerima penyaluran kredit tersebut.
13
3. Untuk mengumpulkan anekdot.
Penuturan cerita anekdot dapat memberi tambahan warna dan wawasan pada tulisan.
Anekdot biasanya berupa kata-kata singkat yang sengaja diselipkan dalam tulisan,
dengan tujuan agar lebih segar dan tidak membuat orang menjadi jenuh.
14
narasumber ini bersifat vital bagi peliputan, wartawan harus realistis tentang
prospek wawancara ini.
Reliabilitas (reliability). Apakah orang ini bisa dipercaya sebelumnya?
Apakah informasi yang diberikan bisa dibuktikan benar oleh sumbersumber
independen lain? Apakah narasumber ini pakar yang betul-betul mengetahui
permasalahan? Apa latar belakang kepentingannya sehingga ia bersedia
diwawancarai? Wartawan harus hati-hati, karena ia akan terlihat bodoh jika
melaporkan isu atau desas-desus yang belum jelas kebenarannya.
Akuntabilitas (accountability). Apakah orang ini secara langsung
bertanggungjawab atas informasi yang diinginkan wartawan atau atas
tindakan-tindakan yang sedang diinvestigasi? Apakah ada sumber lain yang
lebih punya otoritas tanggungjawab langsung ketimbang orang ini? Berapa
orang sebenarnya yang diwakili oleh seseorang yang menyebut diri sebagai
juru bicara?
Dapat-tidaknya dikutip (quotability). Mewawancarai seorang pakar yang fasih
dan punya informasi lengkap mungkin dapat mengembangkan tulisan, seperti
seorang pejabat publik yang blak- Wawancara/Diktat Kuliah 3 Dede
Mulkan/Fikom-Unpad blakan dan suka membuat pernyataan-pernyataan
kontroversial. Para tokoh masyarakat atau selebritis biasanya sudah tahu,
ucapan macam apa yang suka dikutip wartawan. Sedangkan orang awam
biasanya tidak ahli dalam “merekayasa” komentar yang bagus buat dikutip
wartawan.
15
jabatan pemberi wawancara sebagai sumbernya. Misalnya, digunakan istilah
“sumber di departemen/badan...” menurut persyaratan yang disepakati dengan
pemberi wawancara. Kadang-kadang disebut juga “not for attribution”.
Deep Background. Tidak boleh menggunakan kutipan langsung atau
menyebut nama, jabatan, dan instansi pemberi wawancara.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wawancara sangat penting dalam tugas jurnalistik wartawan karena
merupakan sarana atau teknik pengumpulan data dan informasi. Setiap peliputan
hampir selalu membutuhkan wawancara dengan sumber informasi. Dalam mencari
berita, seorang reporter mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Namun, semua
itu tidaklah cukup untuk dijadikan sebagai berita. Reporter harus terjun langsung ke
lokasi terjadinya suatu peristiwa atau lebih dikenal dengan observasi. Hal ini
bertujuan agar informasi yang diperoleh benar-benar valid sesuai dengan peristiwa
yang sedang berlangsung atau terjadi. Sajian informasi yang baik pada umumnya
menggunakan bahan- bahan informasi yang diperoleh melalui teknik wawancara,
observasi, dan teknik lainnya. Jadi, observasi dan wawancara merupakan sama-sama
hal yang penting
17
DAFTAR PUSTAKA
18