TUMOR OTAK
Oleh :
Bagus Zulfana Aditya Arveo, S.Kep.
NIM 2201031035
Bagian Fungsi
Batang otak (brainstem) Menghubungkan sumsum tulang belakang ke otak
besar; terdiri dari medula oblongata, pons, dan otak
tengah, dengan formasi retikular yang tersebar di
ketiga daerah tersebut; memiliki banyak fungsi
penting, seperti menerima input sensorik, mengawali
output motorik, dan mengontrol proses kelangsungan
hidup (misalnya, respirasi, sirkulasi, pencernaan);
merupakan lokasi inti saraf kranial.
Medula oblongata Jalur untuk traktus saraf asending dan desending;
pusat untuk beberapa refleks penting (misalnya,
denyut jantung dan kekuatan kontraksi, diameter
pembuluh darah, pernapasan, menelan, muntah,
batuk, bersin, dan cegukan).
Pons Mengandung traktur saraf asending dan desending;
menyampaikan informasi dari otak besar (serebrum)
dan otak kecil (serebelum); pusat refleks; membantu
medula mengontrol pernapasan.
Otak tengah (midbrain) Mengandung traktur saraf asending dan desending;
mengrimkan impuls saraf sensorik dari sumsum
tulang belakang ke talamus dan impuls saraf motorik
dari otak ke sumsum tulang belakang; mengandung
pusat refleks yang menggerakkan bola mata, kepala,
dan leher dalam menanggapi rangsangan visual dan
pendengaran.
Formasi retikuler Tersebar di seluruh batang otak; mengontrol banyak
aktivitas batang otak, termasuk kontrol motorik,
persepsi nyeri, kontraksi ritme, dan siklus tidur-
bangun; mempertahankan kewaspadaan kortikal otak
(sistem pengaktivasi retikuler / reticular activating
system); koordinasi makan dan bernapas.
Otak kecil (serebelum) Mengontrol gerakan otot dan tonus; mengatur
keseimbangan dan postur yang tepat; mengatur
tingkat gerakan yang disengaja; terlibat dalam
keterampilan pembelajaran motorik; berkontribusi
terhadap perencanaan dan pemrograman..
Diensefalon Menghubungkan batang otak ke otak besar; memiliki
banyak fungsi pengiriman impuls dan homeostasis,
seperti yang tercantum di bawah setiap subdivisi.
Talamus Pusat pengiriman impuls sensorik utama; menerima
dan menyampaikan impuls saraf sensorik (kecuali
bau) ke otak dan impuls saraf motorik ke pusat otak
yang lebih rendah.
Hipotalamus Mempengaruhi mood dan gerakan; memberikan
kesadaran penuh terhadap nyeri, sentuhan, tekanan,
dan suhu; pusat integrasi utama dari sistem saraf
otonom; mengatur suhu tubuh (termoregulator),
asupan makanan, keseimbangan air dan mineral,
denyut jantung dan tekanan darah rasa haus, lapar,
pengeluaran urin, dan respon seksual; mempengaruhi
perilaku dan emosi; terlibat dalam siklus tidur
bangun dan emosi kemarahan dan ketakutan;
mengatur fungsi dari kelenjar hipofisis.
Epitalamus Mengandung inti yang merespon terhadap stimulasi
penciuman dan mengandung kelenjar pineal yang
memproduksi hormon melatonin.
Otak besar (serebrum) Mengontrol persepsi sadar, pikiran, dan aktivitas
motorik sadar; bisa mengabaikan kebanyakan sistem
lainnya.
Inti basal Mengontrol aktivitas otot dan postur; umumnya
menghambat gerakan yang tidak disengaja saat
istirahat.
Sistem limbik Respon otonom terhadap bau, motivasi, emosi,
mood, memori, dan fungsi lainnya.
Sumber: Chalik (2016)
berfungsi untuk gerakan sadar (volunter) otot rangka, kemampuan berbicara, serta
kemampuan intelektual, kepribadian, penilaian, dan perilaku yang lebih tinggi.
Lobus parietal berfungsi untuk pemrosesan dan integrasi informasi somatosensori,
memahami bahasa lisan dan tertulis, serta merumuskan pola berbicara logis
(menulis) untuk mengekspresikan pikiran dan emosi.
1.2 Definisi
Tumor (juga disebut neoplasma atau lesi) adalah jaringan abnormal yang
tumbuh dengan pembelahan sel yang tidak terkendali (The Iowa Clinic, 2013).
Menurut Brain and Spine (2018), tumor otak adalah pertumbuhan abnormal sel-
sel di otak. Istilah “tumor otak” merujuk pada berbagai grup neoplasma yang
berasal dari jaringan intrakranial, termasuk meningen (contoh: meningioma)
dengan berbagai derajat keganasan, dimulai dari yang jinak hingga ganas atau
agresif (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia / Kemenkes RI, 2019).
Menurut Smart Patient (2018), tumor otak adalah pertumbuhan sel abnormal di
dalam otak yang dapat bersifat ganas atau jinak. Tumor jinak dapat tumbuh relatif
lambat dan tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Sedangkan, tumor ganas adalah
kanker yang tumbuh relatif cepat dan dapat menyerang atau menekan jaringan di
sekitarnya, mempengaruhi fungsi otak, dan dapat mengancam nyawa.
Menurut The Iowa Clinic (2013), tumor otak dinamai berdasarkan jenis sel
tempat mereka tumbuh, dapat berupa primer (dimulai di otak) atau sekunder
(menyebar ke otak dari area lain). Jika ada sel otak yang tumbuh dan berkembang
biak secara tidak normal menyebabkan tumor otak, maka disebut tumor primer.
Jika ada sel-sel abnormal dari tumor kanker di bagian lain dari tubuh lalu
menyebar ke otak, maka disebut tumor sekunder atau metastasis (Brain and Spine,
2018).
1.3 Epidemiologi
Tumor otak jarang terjadi di Hong Kong. Statistik dari The Hong Kong
Neurosurgical Society menunjukkan bahwa ada sekitar 1.000 kasus baru tumor
otak pada tahun 2009, di mana 70 di antaranya adalah glioma ganas dan 200 di antaranya
adalah tumor otak sekunder. Namun, tumor otak primer lebih sering terjadi pada orang
berusia 0 – 19 tahun di Hong Kong, di mana menempati urutan kelima pada pria dan
keempat pada wanita (Smart Patient, 2018).
The American Brain Tumor Association memperkirakan bahwa sekitar
40.900 orang di Amerika Serikat didiagnosis dengan tumor otak primer pada
tahun 2013. Tumor otak metastatik (sekunder) lebih sering terjadi daripada tumor
otak primer dengan perbandingan 10 banding 1, dan terjadi pada 20 – 40% pasien
kanker. Jumlah pasti dari metastasis otak tidak diketahui, tetapi diperkirakan
bahwa 98.000 – 170.000 kasus baru didiagnosis di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Sekitar 12.690 orang di Amerika Serikat meninggal karena tumor otak
setiap tahunnya. Meskipun dapat terjadi pada semua usia, tumor otak paling
sering terjadi pada anak-anak berusia 3 – 12 tahun dan pada orang dewasa berusia
40 – 70 tahun (The Iowa Clinic, 2013).
The Charity Brain Tumour Research memperkirakan bahwa, secara total,
16.000 orang didiagnosis dengan beberapa jenis tumor otak setiap tahun di
Inggris, meskipun mungkin lebih dari ini. Diperkirakan juga ada lebih dari 60.000
orang yang hidup dengan tumor otak di Inggris. Tumor otak primer dapat
mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Namun, lebih sering terjadi pada
orang berusia antara 50 – 70 tahun, tetapi juga merupakan kanker paling umum
(setelah leukemia) yang menyerang anak-anak. Selain itu, jumlah orang yang
didiagnosis dengan tumor sekunder (metastasis) meningkat (Brain and Spine,
2018).
1.5 Klasifikasi
Menurut Kemenkes RI (2019), berdasarkan asal jaringannya, tumor otak
dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu tumor otak primer dan tumor otak
sekunder atau metastasis.
1. Tumor otak primer
Tumor otak primer adalah pertumbuhan abnormal yang dimulai di
otak dan biasanya tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya. Tumor otak
primer dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor otak jinak tumbuh dengan
lambat, memiliki batas yang jelas, dan jarang menyebar. Meski sel-selnya
tidak ganas, tumor yang terdiri dari sel-sel jinak dan terletak di area vital
bisa dianggap mengancam jiwa. Sedangkan, tumor otak ganas tumbuh
dengan cepat, memiliki batas yang tidak teratur, dan menyebar ke area otak
terdekat. Meskipun kadang-kadang disebut kanker otak, tumor otak ganas
tidak sesuai dengan definisi kanker karena tidak menyebar ke organ di luar
otak dan sumsum tulang belakang (The Iowa Clinic, 2013). Tumor otak
primer berasal dari berbagai jaringan intrakranial, termasuk neuron, sel glia,
astrosit, dan meningen (Kemenkes RI, 2019).
Menurut Kemenkes RI (2015); Kemenkes RI (2017); Kemenkes RI
(2019), tumor otak primer diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Meningioma: Meningioma atau kranial meningioma merupakan tumor
primer jinak yang paling sering ditemui, ekstra aksial, dan berasal dari
sel araknoid yang menempel pada duramater. Tumor ini berasal dari
arachnoid cap cells durameter dan umumnya tumbuh dengan lambat.
b. Schwannoma: Schwannoma disebut juga dengan neurilemoma
akustik, neurinoma akustik, atau schwannoma vestibular. Neuroma
akustik atau Acoustic Neuroma (AN) adalah tumor saraf
vestibulokohlearis (N VIII) yang berasal dari kompleks nervus
vestibulokohlearis di meatus akustikus internus atau selubung saraf
sel Schwann. Tumori ini biasanya termasuk tumor jinak dan tumbuh
dengan lambat, tapi dapat menimbulkan gejala efek desak ruang dan
tekanan pada struktur lokal yang akhirnya mengancam kehidupan.
1.8 Pemeriksaan
1.8.1 Tumor Otak Primer
Menurut Kemenkes RI (2015); Kemenkes RI (2017), pemeriksaan fisik dan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis tumor otak primer
secara umum, adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan fisik
Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual, penurunan
nafsu makan, muntah proyektil, kejang, defisit neurologik (penglihatan
ganda, strabismus, gangguan keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak,
dan lain-lain), perubahan kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi
kognitif. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan mencakup pemeriksaan
status generalis dan lokalis, serta pemeriksaan neurooftalmologi.
2. Pemeriksaan fungsi luhur
Fungsi kognitif juga dapat mengalami gangguan baik melalui
mekanisme langsung akibat destruksi jaras kognitif oleh kanker otak,
maupun mekanisme tidak langsung akibat terapi, seperti operasi,
kemoterapi, atau radioterapi.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis tumor otak
primer, adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat keadaan umum pasien dan
kesiapannya untuk terapi yang akan dijalani (bedah, radiasi, ataupun
kemoterapi). Pemeriksaan yang perlu dilakukan, yaitu darah lengkap,
hemostasis, Lactic Acid Dehydrogenase (LDH), fungsi hati dan ginjal, gula
darah, serologi hepatitis B dan C, serta elektrolit lengkap.
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis yang perlu dilakukan, antara lain
Computerized Tomography scan (CT-scan) dengan kontras; Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dengan kontras, Magnetic Resonance
Spectroscopy (MRS), dan Diffusion Weighted Imaging (DWI); serta
Positron Emission Tomography Computerized Tomography (PET CT).
Pemeriksaan radiologi standar adalah CT-scan dan MRI dengan kontras.
CT-scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk melihat kalsifikasi dan lesi
erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dapat melihat gambaran
jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor infratentorial,
namun mempunyai keterbatasan dalam hal menilai kalsifikasi. Pemeriksaan
fungsional MRI seperti MRS sangat baik untuk menentukan daerah nekrosis
dengan tumor yang masih viabel sehingga baik digunakan sebagai penuntun
biopsi serta untuk menyingkirkan diagnosis banding, demikian juga
pemeriksaan DWI. Pemeriksaan PET dapat berguna pascaterapi untuk
membedakan antara tumor yang rekuren dan jaringan nekrosis akibat
radiasi.
c. Pemeriksaan sitologi dan flowcytometry cairan serebrospinal
Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
limfoma pada susunan saraf pusat, kecurigaan metastasis leptomeningeal,
atau penyebaran kraniospinal seperti ependimoma.
1. Meningioma
Brain imaging dengan menggunakan CT-scan dan MRI membantu deteksi
meningioma, biasanya tampak sebagai tumor soliter yang menempel pada
duramater, serta menyangat kuat dengan pemberian kontras (contrast enhanced).
PET dapat membantu pada kasus-kasus meningioma di skull base yang biasanya
sulit untuk dilihat pada pemeriksaan CT dan MRI yang standar.
2. Schwannoma
Pemeriksaan CT-scan melengkapi pemeriksaan MRl untuk melihat kondisi
tulang dan selulae mastoid. Salah satu gambaran khas dari tumor ini adalah
pelebaran dari osteum kanalis akustikus internus (trumpeting). Gambaran tumor
pada pemeriksaan MRI berbentuk bulat atau oval yang menyangat kontras yang
terletak muncul dari meatus akustikus internus.
3. Tumor hipofisis
Rontgen tengkorak lateral secara insidental dapat menunjukkan pelebaran
fossa namun bukan merupakan pemeriksaan definitif. Pada pemeriksaan lapangan
pandang defek yang umum didapatkan adalah quadrantanopia temporal atas dan
hemianopia bitemporal. MRI merupakan pemeriksaan pilihan dan lebih unggul
dibanding CT-scan.
4. Meduloblastoma
Pada pemeriksaan radiologis umumnya berupa massa solid, menyerap
kontras pada CT atau MRI, lokasi pada midline di regio ventrikel 4, disertai
hidrosefalus. Pada CT-scan kepala nonkontras tampak hiperdense dan pada
pemberian kontras tampak menyerap kontras. Pada MRI T1WI tampak hipo
hingga isointens, sedangkan T2WI tampak heterogen karena kista, pembuluh
darah, dan kalsifikasi. Pada pencitraan spinal, dilakukan MRI dengan injeksi
gadolinium atau CT-mielografi dengan kontras water-soluble untuk melihat
adanya drop mets.
5. Astrositoma
CT-scan dengan kontras digunakan untuk skrining awal dan dapat
menggambarkan edema di sekitar tumor (peritumoral edema), dan biasanya akan
nampak hipodense. MRI sangat bagus untuk menggambarkan edema di sekitar
tumor (vasogenik), kompresi saraf kranial, kompresi otak, dan pembuluh darah
otak. Pada MRI fitur DWI, tumor tampak isointens sampai hiperintens ringan
yang menyangat pada T1. MR spekstroskopi digunakan untuk menegakkan
diagnosis banding, pemilihan lokasi biopsi, monitoring respons terapi, dan
membedakan tumor dengan efek terapi.
6. Kraniofaringioma
Gambaran kraniofaringioma pada CT-scan tergantung pada proporsi
komponen padat dan kistik. Komponen kistik memiliki densitas rendah dan
pemberian kontras menyebabkan penyangatan pada bagian padat termasuk kapsul
kista. Pemeriksaan MRI menggambarkan massa tumor tampak isointens atau
relatif hipointens terhadap parenkim otak pada sekuensi T1W yang menyangat
setelah pemberian gadolinium, sedangkan pada sekuens T2W biasanya tampak
campuran hipo- dan hiperintens.
7. Ependimoma
MRI merupakan pilihan diagnostik utama karena dapat memberikan
gambaran anatomi yang lebih jelas. MRI juga dapat membantu dalam mengetahui
metastatic seeding tumor. Ependimoma dapat berupa gambaran kistik, padat, atau
campuran. Ependimoma pada CT-scan dapat berupa masa kistik, kalsifikasi, dan
lesi yang berbatas tegas dengan gambaran isodens atau hiperdens.
8. Primary Central Nervous System Lymphoma (PCNSL)
Pada CT-scan nonkontras, dapat ditemukan gambaran hiperdens maupun
isodens yang menyangat pada pemberian kontras, disertai gambaran hipodens di
sekitar lesi yang menunjukkan peritumoral edema. Pada MRI terdapat gambaran
kontras patologis yang homogen pada masa tumor dengan batas yang jelas.
Edema vasogenik di sekitar tumor (peritumoral) merupakan gambaran MRI yang
sering ditemukan.
9. Tumor pineal
Pemeriksaan penunjang yang dikerjakan pada tumor pineal meliputi
pemeriksaan penanda tumor dan radiologis. Pemeriksaan penanda tumor
bertujuan untuk membedakan tumor yang berasal dari sel germinal atau bukan
dan juga untuk membedakan di antara tumor sel germinal sendiri.
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Terapi Farmakologi
1. Tumor otak primer
Menurut Kemenkes RI (2015); Kemenkes RI (2017), penatalaksanaan tumor
otak primer secara umum, adalah sebagai berikut:
a. Tatalaksana penurunan tekanan intrakranial
Pemberian kortikosteroid sangat efektif untuk mengurangi edema serebri
dan memperbaiki gejala yang disebabkan oleh edema serebri, yang efeknya sudah
dapat terlihat dalam 24 – 36 jam. Agen yang direkomendasikan adalah
deksametason dengan dosis bolus intravena 10 mg dilanjutkan dosis rumatan 16 –
i. Psikiatri
Diperlukan pendampingan mulai dari menyampaikan informasi tentang
diagnosis dan keadaan pasien (breaking the bad news) melalui pertemuan
keluarga (family meeting) dan pada tahap-tahap pengobatan selanjutnya. Pasien
juga dapat diberikan psikoterapi suportif dan relaksasi yang akan membantu
pasien dan keluarga, terutama pada perawatan paliatif.
j. Perawatan paliatif
Dilakukan pada pasien-pasien yang dinyatakan perlu mendapatkan terapi
paliatif dan dilakukan terapi secara multidisiplin bersama dokter penanggung
jawab utama, serta dokter gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan ahli terapi paliatif.
1.10 Komplikasi
Menurut Smart Patient (2018), otak adalah organ vital, sehingga komplikasi
tumor otak dapat membawa dampak buruk atau kerusakan permanen yang
menyebabkan cacat fisik, koma, atau bahkan kematian pasien. Berikut ini adalah
beberapa komplikasi yang perlu diingat:
1. Kemampuan kognitif dan logika yang lemah, kehilangan ingatan;
2. Masalah dalam penglihatan, pendengaran, bau, atau ucapan karena
kerusakan saraf;
3. Koma;
4. Stroke, lemah di lengan dan kaki, paraplegia;
5. Gangguan hormonal, kebocoran cairan cerebrospinal;
6. Kejang;
7. Meningitis;
8. Infeksi;
9. Gangguan pada kandung kemih dan usus;
10. Pneumonia; dan
11. Perubahan kepribadian.
Menurut The Iowa Clinic (2013), berikut ini komplikasi yang dapat timbul
berdasarkan lokasi tumor pada otak:
1. Tumor lobus frontal dapat menyebabkan perubahan perilaku dan emosi,
gangguan penilaian, gangguan indra penciuman, hilang ingatan,
kelumpuhan pada satu sisi tubuh, berkurangnya kemampuan mental, dan
kehilangan penglihatan.
2. Tumor lobus parietal dapat menyebabkan gangguan bicara,
ketidakmampuan untuk menulis, kurangnya pengakuan, dan gangguan
spasial.
3. Tumor lobus oksipital dapat menyebabkan kehilangan penglihatan pada satu
atau kedua mata.
4. Tumor lobus temporal dapat menyebabkan gangguan bicara dan kesulitan
memori.
5. Tumor batang otak dapat menyebabkan perubahan perilaku dan emosi,
kesulitan berbicara dan menelan, mengantuk, gangguan pendengaran,
kelemahan otot pada satu sisi wajah (mis., memiringkan kepala, tersenyum
miring), kelemahan otot pada satu sisi tubuh, gaya berjalan yang tidak
terkoordinasi, kelopak mata terkulai atau penglihatan ganda, dan muntah.
6. Tumor kelenjar hipofisis dapat menyebabkan peningkatan sekresi hormon
(penyakit Cushing, akromegali), berhenti menstruasi, sekresi susu yang
tidak normal, dan penurunan libido.
1.11 Prognosis
Menurut Kemenkes RI (2015); Kemenkes RI (2017); Kemenkes RI (2019),
prognosis pada tumor otak sangat bergantung pada lokasi, sifat infiltratif, dan
biologis tumor, yaitu:
1. Meningioma
Meningioma tipikal dan anaplastik dapat bermetastasis tetapi jarang.
Reseksi total dari tumor biasanya memberikan prognosis yang sangat baik. Angka
harapan hidup 5 tahunan untuk meningioma tipikal lebih dari 80%, dan turun
menjadi 60% pada meningioma malignan dan atipikal.
2. Schwannoma
Prognosis tergantung dari tipe AN berdasarkan ekstensi ke arah medial yang
menekan batang otak dan invasi ke arah fundus meatus akustikus internus.
Apabila AN dapat diangkat seluruhnya, maka prognosisnya sangat baik, tapi jika
tidak dapat diangkat seluruhnya, dikarenakan adanya perlengketan pada batang
otak, maka risiko pertumbuhan kembali tumor dapat dikontrol dengan
radioterapi/radiosurgeri.
3. Tumor hipofisis
Jika tidak ada kontraindikasi, pembedahan (biasanya trans-sfenoid) saat ini
merupakan terapi awal yang terbaik (prognosis yang buruk dengan
makroadenoma) yang mampu menurunkan kadar GH lebih cepat, dekompresi
struktur saraf, dan meningkatkan efikasi analog somatostatin berikutnya.
Prognosis paling buruk adalah pada pasien dengan adenoma hipofisis yang
menginvasi sinus kavernosus.
4. Meduloblastoma
Prognosis medulloblastoma buruk pada usia muda (<3 tahun), adanya
metastasis, ketidakmampuan untuk eksisi total (terutama bila sisa > 1,5 cm), dan
laki-laki.
5. Astrositoma
Angka harapan hidup pasien astrositoma bergantung pada tipe tumornya,
semakin rendah golongan tumornya maka akan semakin tinggi angka harapan
hidupnya. Secara statistika, dalam 5 tahun pada low grade astrositoma adalah 30
– 40%, sedangkan untuk astrositoma anaplastik adalah 25% dan glioblastoma
multiforme median survival-nya kurang dari 2 tahun.
6. Kraniofaringioma
Pertumbuhan tumor umumnya lambat, tetapi memiliki tingkat rekurensi
yang tergolong tinggi. Kesintasan dengan kranifaringioma pasca-pembedahan
setelah diterapi umumnya baik. Angka kesintasan hidup lebih dari 5 tahun adalah
antara 88 – 94%. Hal ini disebabkan perkembangan modalitas diagnostik dan
terapi yang sangat pesat.
7. Ependimoma
Pasien dewasa menunjukkan prognosis lebih baik daripada pasien anak.
Faktor yang mempengaruhi prognosa adalah umur dewasa, total eksisi, dan lokasi
supratentorial.
8. Primary Central Nervous System Lymphoma
Tanpa terapi, rerata survival 1,8 sampai 3,3 bulan setelah diagnosis. Dengan
terapi radiasi, rata–rata survival 10 bulan sampai 1 tahun. Pada pasien dengan
AIDS, prognosis tampak lebih buruk. Untuk PCNSL, terdapat dua skor prognostik
yang digunakan, yaitu:
a. The memorial sloan-kettering cancer center prognostic model
Skor ini membagi prognosis PCNSL menjadi 3 kategori. Kelompok
pertama, pasien dengan usia kurang dari 50 tahun memiliki prognosis yang paling
baik, dengan median survival 8,5 tahun. Kelompok kedua, pasien dengan usia >50
tahun dengan KPS baik (>70), dengan median survival sekitar 3,2 tahun.
Sementara kelompok ketiga, pasien dengan usia lebih dari 50 tahun dengan KPS
<70 memiliki median survival yang paling pendek yaitu 1,1 tahun.
b. The international extranodal lymphoma study group
Skor prognostik ini menentukan bahwa terdapat lima faktor yang berkaitan
dengan prognosis jelek pada pasien dengan PCNSL, yaitu usia di atas 60 tahun,
peningkatan kadar LDH serum, peningkatan konsentrasi protein cairan
serebrospinal, dan keterlibatan struktur dalam di otak.
9. Tumor pineal
Secara umum, pasien dengan germinoma memiliki prognosis yang sangat
baik karena tumor bersifat radiosensitif. Anak-anak dengan tumor sel germinal
non-germinoma memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada germinoma
ataupun tumor kelenjar pineal. Secara umum, tumor yang memiliki prognosis baik
antara lain germinoma murni dan teratoma matur. Prognosis sedang antara lain
germinoma dengan peningkatan β-hCG, germinoma ekstensif atau multifokal,
teratoma imatur, teratoma transformasi maligna, campuran germinoma dan
teratoma, kelenjar sel pineal. Prognosis jelek antara lain khoriokarsinoma, yolk
sac tumor, karsinoma embrional, dan tumor dengan campuran ketiganya.
1.12 Clinical Pathway
Paparan
mutagen Mutasi sel yang Penyakit bawaan
(misalnya, didapat menyebabkan (misalnya,
radiasi, pembelahan sel yang neurofibromatosis,
karsinogen) tidak terkendali di tuberous sclerosis)
otak
Kesalahan
Tumor Otak
replikasi Tumor Otak Primer Tumor Otak Sekunder
Tumor di otak
DNA (misalnya, glioma, (mis., tumor primer dari
yang timbul dari
meningioma, payudara, paru-paru,
jaringan otak itu
adenoma hipofisis) gastrointestinal, prostat)
sendiri (primer)
atau dari jaringan
non-otak
(metastasis)
Risiko Jatuh
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
IV. Pemeriksaaan Fisik: Meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dari
ujung rambut hingga ujung kaki.
1. Keadaan umum (status generalistik): Berisi informasi mengenai klien
tampak bagaimana dan kesadaran klien. Klienn dengan tumor otak biasanya
tampak lemah akibat gejala yang dialami, serta dapat mengalami penurunan
kesadaran sampai dengan koma.
2. Tanda-tanda vital: Terdiri dari tekanan darah, nadi, frekuensi napas, dan
suhu.
3. Keadaan lokal (status lokalis): Berupa look, feel, move, dan special test
sesuai penyakit.
4. Pengkajian fisik:
a. Kepala: Perhatikan bentuk dan kesimetrisan kepala, palpasi tengkorak,
periksa adanya nodus atau pembengkakan, perhatikan kebersihan kulit
kepala, lesi, kerontokan, dan perubahan warna. Klien dengan tumor
otak biasanya terdapat benjolan pada kepala, terjadi kerontokan
rambut, dan mengalami nyeri tekan.
b. Mata: Kaji bentuk mata dan kesimetrisan mata, pemeriksaan pada
konjungtiva dan sklera, reflek pupil terhadap cahaya, pengeluaran air
mata, struktur kelopak mata, dan keluhan pada mata. Klien dengan
tumor otak biasanya mengalami penurunan lapang pandang dan
penglihatan kabur.
c. Telinga: Kaji bentuk telinga, letak pina, kebersihan, fungsi
pendengaran, lesi ataupun edema. Klien dengan tumor otak biasanya
tmengalami penurunan fungsi pendengaran.
d. Hidung: Periksa hidung untuk menilai adanya kelainan bentuk,
kebersihan, distribusi bulu hidung, pernafasan cuping hidung, dan ada
tidaknya epitaksis. Klien dengan tumor otak biasanya mengalami
penurunan daya penciuman.
e. Mulut: Kaji bentuk bibir, warna, mukosa bibir, warna bibir, ada
tidaknya labiopalatoskizis, kebersihan mulut, keadaan lidah,
pembengkakan tonsil, dan lesi.
f. Leher: Kaji bentuk leher, letak trakea, peningkatan Jugularis Vena
Pressure (JVP), pembesaran kelenjar tiroid, kaku kuduk, dan reflek
menelan. Klien dengan tumor otak mungkin mengalami kaku pada
leher.
g. Dada: Inspeksi kesimetrisan dada, warna kulit, frekuensi napas,
kedalaman, dan kesulitan bernapas meliputi takipnea, dispnea,
pernapasan dangkal, retraksi dinding dada, pektus ekskavatum (dada
corong), paktus karinatum (dada burung), dan barrel chest. Palpasi
adanya nyeri tekan, massa, dan vocal fremitus. Perkusi apakah pekak
atau sonor. Auskultasi suara pernapasan tambahan dan bunyi jantung.
h. Abdomen: Kaji bentuk perut, warna, struktur dan tekstur perut, ada
tidaknya hernia umbilikalis, pengeluaran cairan, frekuensi bising usus,
massa, pembesaran hati dan ginjal, dan nyeri tekan.
i. Urogenital: Pemeriksaan vagina, vulva, uterus, penis, skrotum, serta
ada atau tidaknya lesi dan inflamasi. Kaji lubang anus, ada tidaknya
benjolan, kondisi kulit perianal, dan lesi. Kaji apakah ada hernia atau
terpasang kateter. Klien tumor otak yang mengalami penurunan
kesadaran biasanya terpasang kateter.
j. Ekstremitas: Kaji kelengkapan jumlah jari tangan maupun kaki,
adanya kelainan bentuk tulang, fraktur, edema, lokasi pemasangan
infus, dan kekuatan otot. Klien dengan tumor otak biasanya
mengalami kelemahan sendi, gangguan tonus otot, dan kelemahan
otot.
k. Kulit dan kuku: Kaji adanya edema, lesi, warna kulit, jejas, pitting
edema, massa, nyeri tekan, akral, turgor, dan CRT.
l. Keadaan lokal (sesuai penyakit): Berupa look, feel, move, dan special
test sesuai penyakit.
Diagnosa Intervensi
No Tujuan Manajamen Nyeri (I.08238)
Keperawatan 1. Identifiksi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan kualitas, intensitas nyeri
selama .. x 24 jam, diharapkan nyeri akut 2. Identifiksai skala nyeri
dapat teratasi dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Tingkat Nyeri (L.08066)
4. Identifikasi faktor nag memperberat dan
memperingan nyeri
Skala Skala
No Indikator 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
awal akhir
6. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
1 Keluhan nyeri 2 5 mengurangi rasa nyeri
2 Meringis 2 5 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3 Sikap protektif 2 5 8. Fasilitasi istirahat tidur
4 Gelisah 2 5 9. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
1: meningkat, 2: cukup meningkat, 3:
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
sedang, 4: cukup menurun, 5: menurun
11. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
12. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan ajemen Nutrisi (I.03119)
keperawaMtaann selama .. x 24 jam,
1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan
Stat kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
us Nutrisi (L.03030) Skala Skala 3. Identifikasi makanan yang disuka
No Indikator
awal akhir 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
1 Berat badan 3 5 5. Monitor berat badan
2 Frekuensi makan 3 5
6. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
3 Nafsu makan 3 5 sesuai
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
1: memburuk, 2: cukum memburuk, 3:
sedang, 4: cukup membaik, 5: membaik
Setelah dilakukan tindakan keperawataMn ajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial(I.06194)
an 1. Identifikasi penyebab penigkatan TIK
3 Risiko perusi selama .. x 24 jam, aliran darah serebral 2. Monitor tanda gejala peningkatan TIK
untuk menunjang fungsi otak adekuat
serebral tidak dengan kriteria hasi: 3. Monitor MAP, CVP, PAWP, PAP, ICP, CPP
efektif Skala Skala 4. Monitot status pernapasan
No Indikator
awal akhir 5. Monitor intake dan output cairan
1 Tekanan 6.
Hindari pemberian cairan hipotonik
3 5
intrakranial 7.
Atur vrntilator agar PaCO2 optimal
2 Sakit kepala 3 5 8.
Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan
1: meningkat, 2: cukup meningkat, 3: jika perlu
sedang, 4: cukup menurun, 5: menurun
Skala Skala
No Indikator
awal akhir
1 Nilai rata-rata
3 5
tekanan darah
12: ekmebsuadruakra, me3mbu uk5,
m n2: cukum r 3:
sedang, 4: cukup membaik, 5: membaik
4. Gangguan Setelah diberikan intervensi Dukungan Ambulasi (I. 06171)
mobilitas fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
berhubungan menunjukkan KH : Mobilitas 1. Pantau adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan penurunan Fisik (L.05042) 2. Pantau toleransi fisik dalam melakukan ambulasi
kekuatan otot 3. Pantau frekuensi jantung dan tekanan darah
Skala Skala
No Indikator sebelum memulai ambulasi
awal akhir
1 Rentang gerak Terapeutik
3 5
meningkat 4. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
2 Gerakan terbatas 5. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik
3 5
menurun 6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
3 Pergerakan
ekstremitas 3 5
Edukasi
meningkat 7. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
8. Anjurkan melakukan ambulasi dini
9. Ajarkan melakukan ambulasi sederhana
.