Ketika huruf wawu atau ya’ berharokat (asli) dan huruf sebelumnya itu berharokat fathah, maka
wawu atau ya’ tersebut harus diganti menjadi alif.[11]
Adapun syarat-syarat wawu atau ya’ bisa dirubah menjadi alif adalah:
1. Ketika keduanya berada pada tempat ‘ain fi’il, dan huruf setelah wawu atau ya’ tersebut
berharokat. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz ٌ َب َيان.
2. Huruf setelahnya tidak berupa alif, atau ya’ yang ber-tasydid. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz
فتيانatau ٌّ َعلَ ِوي.
3. Keduanya tidak menjadi ‘ain fi’il dari wazan َف ِع َلyang mu’tal lam. Maka tidak boleh mengi’lal
َ َق ِوatau ي
lafadz ي َ َه ِو.
4. Tidak berkumpulnya dua proses peng-i’lal-an. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz ( ي
َ ) َه َوى = َه َو
5. Tidak berupa ‘ain isim yang mengikuti wazan ٌ َف َعاَل ن. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz ٌح َي َوان.
َ
6. Tidak berupa ‘ain isim dari isim musyabihat yang berwazan َأ ْف َع ُل. Maka tidak boleh mengi’lal
lafadz َأعْ َو ُر.
7. Tidak berupa wawu yang menjadi ‘ain fi’il dari wazan ا ْف َت َع َلyang menunjukkan makna
musyarokah. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz ]12[.اِجْ َت َو َر ْال َقو ُم
Penggantian wawu atau ya’ menjadi hamzah berlaku pada empat keadaan, yaitu:
1. Ketika wawu atau ya’ bertempat pada akhir kata, dan terletak setelah alif tambahan. Contoh: (
) ِبنا ٌء = ِبنايٌ ← ِبنا ٌء
2. Ketika keduanya (wawu atau ya’) menjadi ‘ain fi’il pada isim fa’il.
( ُصحاِئف
َ ← ُحايف
ِ ص َ ص ِح ْي َف ٌة ج
َ = ُصحاِئف َ )
4. Ketika ada dua huruf (dari salah satu wawu atau ya’) yang ditengah-tengahi oleh alif, yaitu pada
wazan َم َفاعِ ُل.
4. Ketika bertempat pada tengah kata, dan terletak diantara harakat kasrah dan huruf Alif, yaitu
pada isim mashdar bina’ ajwaf yang ‘ain fi’ilnya dii’lal. Contoh: ( )قِ َيا ٌم = ق َِوا ٌم ← قِ َيا ٌم
5. Ketika menjadi ‘ain fi’il yang jatuh setelah harokat kasroh, yaitu pada bentuk jama’ shohihul
lam yang mengikuti wazan ِف َعا ٌلdan ف َِع ٌل.
6. Ketika berkumpulnya wawu dan ya’ dengan syarat huruf yang pertama (dari wawu atau ya’
tersebut) berharakat sukun dan berupa huruf Asli (tidak gantian), dan juga harakat sukunnya asli.
ٌ ت ← َمي
Contoh: (ِّت ٌ ِّت = َمي ِْو
ٌ ) َمي
a) Huruf yang pertama (dari wawu atau ya’ tersebut) berupa huruf gantian ( ٌ) ِدي َْوانٌ = دِوَّ ان.
Contoh: ( ٌّ)دَ ْلوٌ ج ُدلُيٌّ = ُدلُ ْووٌ ← ُدلُ ْويٌ ← ُدلُيْيٌ ← ُدلُي
8. Ketika menjadi ‘ain fi’il pada jama’ yang mengikuti wazan فُ َّع ٌلyang shohih lam fi’ilnya. Contoh:
(ص َّي ٌم
ُ ← ص َّي ٌم = ص َُّو ٌم
ُ )صَاِئ ٌم ج
Dan juga boleh men-tashhih-kannya (tidak dii’lal) menjadi صُوَّ ٌم, dan inilah yang banyak dipakai.[14]
I’lal merubah ya’ menjadi wawu berada pada dua tempat, yaitu:
1. Ketika berharokat sukun dan terletak setelah harokat dhamah pada selain jama’ yang mengikuti
wazan فُعْ ٌل. Contoh: ()ي ُْوسِ ُر = ُييْسِ ُر ← ي ُْوسِ ُر
b. Wazan ُفعْ َلىjika lam fi’ilnya berupa ya’, maka pada bentuk isim () ُف ْت َياdan sifat ( )وُ ْل َياtidak di-i’lal.
Dan jika berupa wawu, maka pada bentuk isim ( ) ُخ ْز َوىtidak di-i’lal, sedangkan pada bentuk sifat
diganti menjadi ya’ [16].( ) ُد ْن َيا = ُد ْن َوى ← ُد ْن َيا
f. إعالل األلف
1. Ketika alif jatuh setelah ya’ tasghir, maka diganti dengan ya’ dan kemudian diidghomkan
kepada ya’ tersebut.
Contoh: (" ٌ) ِك َتابٌ " ُك َتيِّبٌ = ُك َت ْي ِابٌ ← ُك َتي ِْيبٌ ← ُك َتيِّب.
4. إعالل الهمزة
Jika yang hamzah yang pertama berharakat, dan yang kedua mati (sukun), maka hamzah yang kedua
harus diganti dengan huruf mad yang sesuai dengan harkat hamzah yang pertama.[19] Contoh:
()ِإيْمانٌ = ِإْئ مانٌ ← ِإيْمانٌ ( )ُأ ْومِنُ = ُأْأمِنُ ← ُأ ْومِنُ ( )آ َم َن = َأْأ َم َن ← آ َم َن
Dan jika keduanya berharakat fathah, maka yang kedua diganti dengan wawu. Biasanya terjadi saat
pembuatan isim tafdhil. Contoh:
Jika yang kedua berharakat dhammah, dan terletak setelah hamzah mudhara’ah, maka boleh
menggantinya (hamzah kedua) dengan wawu. Dan apabila berharakat kasrah, maka hamzah kedua
boleh diganti dengan ya’. Atau boleh juga keduanya (hamzah dhamah dan kasrah) ditetapkan.
Namun apabila terletak setelah selain hamzah mudhara’ah, maka hamzah yang kedua harus diganti
dengan huruf mad yang sesuai dengan harakat hamzah pertama. Contoh: ( ٌّ َأوُ ب- ٌّ)َأُؤ ب
b. Jika berharakat sukun dan terletak setelah huruf shahih selain hamzah, maka hamzah tersebut
boleh diganti dengan huruf mad yang sesuai dengan harakat huruf sebelumnya, dan juga boleh
menetapkannya.
Namun apabila wawu atau ya’ tersebut adalah huruf asal, maka yang lebih utama adalah
menetapkannya. Contoh: ( ٌّ) َشيْ ٌء = َشي
d. Jika berharakat fathah dan berada pada tengah-tengah kata dan terletak setelah harakat
dhamah atau kasrah, maka boleh menetapkannya atau menggantinya dengan huruf mad yang sesuai
dengan harakat sebelumnya.
e. Jika berharakat dan berada pada akhir kata, maka boleh menetapkannya atau menggantinya
dengan huruf mad yang sesuai dengan harakat sebelumnya.[20]
Contoh: (ي( ) َج ُرَؤ = َجر َُو( ) َق َرَأ = َق َرا ِ ارُئ = ْال َق
ُ ار ِ ) ْال َق