Anda di halaman 1dari 4

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/350992793

ESSAY KRISIS LINGKUNGAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DI KABUPATEN


BANGGAI KEPULAUAN

Article  in  Jurnal Ilmu Lingkungan · April 2021

CITATIONS READS

0 26,913

1 author:

Krisman Tuyu
Universitas Gadjah Mada
4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

I don't have a project View project

NOT FROM A PROJECT View project

All content following this page was uploaded by Krisman Tuyu on 20 April 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


“KRISIS LINGKUNGAN, TANTANGAN DAN HARAPAN
DI KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN”
Krisman Tuyu
tuyukrisman@gmail.com

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pada hakikatnya
bahwa lingkungan di Banggai Kepuluan telah mengalami krisis merupakan satu fakta yang
harus dipahami dan disadari. Dan bahwa krisis tersebut akan mengancam keberlanjutan
Banggai Kepulauan, merupakan satu premis yang penting untuk direnungkan dan direspon.
Persoalannya adalah dimana akar sebabnya? sebagaimana kita ketahui, ideologi pembangunan
yang materialistik selama ini telah mendorong proses-proses pembangunan yang luar biasa.
Pada saat yang sama, akan tetapi, capaian pembangunan tersebut harus diakui belum
membawa kesejahteraan pada seluruh masyarakat yang ada di Banggai Kepulauan. Dilain
pihak, pembangunan yang terjadi berdampak buruk bagi ekosistem dan lingkungan hidup
masyarakat. Yang menjadi pertanyaan untuk kita sekalian bahwa ekosistem dan kebersihan
lingkungan di Kabupaten Banggai Kepulauan merupakan tanggung jawab siapa? Baik
lingkungan hidup di Desa maupun di Ibu Kota Kabupaten. Lalu pertanyaan kembali muncul
apa yang menarik di Kabupaten Banggai Kepulauan? Ada begitu banyak persoalan lingkungan
yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Meskipun Pemerintah Daerah telah berupaya
namun pada kenyataannya Kabupaten Banggai kepulauan tidak begitu menarik dibandingkan
dengan daerah-daerah yang lain.
Permasalahan lingkungan hidup yang terjadi dapat kita dianggap sebagai suatu krisis
lingkungan. Dalam krisis lingkungan ini, kita akan memahami dua pandangan lingkungan yang
harus menjadi fokus kajian kita. Pandangan yang pertama tentang kebersihan lingkungan hidup
di Kota Salakan dan di Pedesaan secara universal serta pandangan tentang pengelolaan sampah.
Kebersihan lingkungan harus menjadi perhatian kita bersama untuk menjawab pertanyaan dan
premis yang sudah disampaikan di awal. Misalnya saja lingkungan kotor Pantai Indah Salakan
(PIS), dimana banyak pembuangan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di area tersebut
sehingga di bibir pantai tersebut banyak sampah yang berserakan. Sementara itu, perawatan
pantai tidak dilakukan secara berkelanjutan. Padahal, jika area tersebut ditata dengan rapi,
dibersihkan dan difungsikan mungkin akan menjadi sebuah hal yang menarik untuk
diperbincangkan ditengah masyarakat pada umumnya.
Begitu juga lingkungan yang kotor di sekitar area Monumen Trikora Salakan. Padahal
kita ketahui bersama bahwa Monumen itu merupakan Monumen kebanggaan yang ada di
“KRISIS LINGKUNGAN, TANTANGAN DAN HARAPAN
DI KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN”
Krisman Tuyu
tuyukrisman@gmail.com

Kabupaten Banggai Kepulauan, yang sejauh ini kebersihannya tidak dirawat secara
berkelanjutan. Selain itu, permasalahan kebersihan lingkungan yang ada di pedesaan. Misalnya
saja pembuangan sampah dimana-mana yang dilakukan oleh masyarakat karena arah kebijakan
pemerintah yang terkesan tidak serius mengurus kebersihan lingkungan sehingga pembuangan
sampah terjadi dimana-mana dan ditempat yang tidak menentu. Sejauh ini, kita telah
mengetahui bahwa tempat pembuangan sampah khususnya wilayah Kota Salakan telah
ditentukan di satu tempat sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupeten Banggai Kepulauan
Tahun 2016-2036. Sedangkan di Pedesaan tempat pembuangan sampahnya tidak menentu. Ada
yang membuang sampah di lahan perkebunan orang lain atau lahan kosong orang lain.
Sedangkan kita ketahui bersama bahwa Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) untuk Kota
Salakan bertempat di Km 9 Desa Saiyong. Menurut Pasal 17 ayat 2 huruf a bahwa tempat
pemprosesan Akhir (TPA) Saiyong dengan sistem Sanitary Landfill di Km 9 Desa Saiyong
Kecamatan Tinangkung di Pulau Peling dan sekurang-kurangnya 1 Km dari jalan utama.1
Namun, sejauh ini kita melihat bahwa belum dilakukan pemisahan sampah organik dan
anorganik. Selain itu, jarak antara Tempat Pemprosesan Akhir dan jalan utama tidak sesaui
dengan Peraturan Daerah tersebut yakni sekurang-kurangnya 1 Km dari jalan utama.
Harapannya supaya dilakukan penyesuaian dan pengelolaan sampah sebaik-baiknya sehingga
tidak melahirkan masalah baru di masa yang akan datang seperti pencemaran udara disekitar
jalan raya. Padahal jika sampah organik dapat didaur ulang maka akan memberikan nilai
manfaat. Begitu juga dengan sampah anorganik seperti kegiatan daur ulang sampah plastik
setidaknya mempunyai dua nilai positif yaitu mengurangi pencemaran limbah plastik di
lingkungan dan menciptakan lapangan kerja yang positif dan baik. Jadi, tantangannya ialah
terletak pada pengelolaan sampah sehingga bernilai manfaat dan kebersihan lingkungan demi
membahagiakan dan kesehatan masyarakat setempat dan juga bagi para pengunjung.

1
Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupeten Banggai Kepulauan Tahun 2016-2036.
“KRISIS LINGKUNGAN, TANTANGAN DAN HARAPAN
DI KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN”
Krisman Tuyu
tuyukrisman@gmail.com

Pandangan kedua yakni kerusakan ekosistem akibat eksploitasi, kebakaran hutan dan
penambangan pasir secara liar telah mempengaruhi jasa ekosistem. Jasa ekosistem adalah
segala keuntungan yang didapatkan dari suatu ekosistem, khususnya yang terkait dengan
kesejahteraan manusia.2 Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan Nomor
1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupeten Banggai Kepulauan Tahun
2016-2036 ternyata Kawasan Hutan Lindung sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19
huruf a, memliki luas kurang lebih 26.739 Ha.
Akibat dari proses pembangunan yang terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan baik
itu pembangunan rumah pribadi dan atau perkantoran memaksa untuk eksploitasi sumber daya
alam secara besar-besaran, ini bisa memungkinkan jumlah luas Kawasan Hutan Lindung bisa
berkurang atau bahkan kita tidak memiliki Kawasan Hutan Lindung Lagi diwaktu yang akan
datang. Eksploitasi hutan juga sering terjadi di pinggiran beberapa sungai tempat penambangan
pasir secara liar. Akibatnya perkebunan kelapa, cokelat dan cingkeh masyarakat menjadi
tempat jalannya air sungai ketika banjir terjadi. Sebagai contoh bisa kita lihat pada sungai
(kuala) yang ada di Desa Kampung Baru Kecamatan Tinangkung Selatan dan beberapa sungai
yang ada di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini jika tidak diatasi dengan kebijkan
yang sesuai, misalnya dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang yang terkait, maka bisa dipastikan tidak
ada jaminan dari Pemerintah Daerah untuk dapat melindungi dan mengelola lingkungan hidup
masayarakat sehingga kerusakan ekosistem terus terjadi.
Maka dari itu, harapannya ialah penataan dan perhatian terhadap lingkungan serta
pengelolaanya perlu dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan ketentuan hukum
yang sesuai. Sehingga tantangan kedepan adalah penegakan hukum oleh Pemerintah Daerah
dan di sinkronkan dengan kebutuhan perbaikan ekosistem dan lingkungan hidup masyarakat
demi keistimewaan Kabupetan Banggai Kepulauan sehingga memiliki daya tarik tersendiri
sesuai dengan harapan kita sekalian khususnya generasi penerus.

2
Woodruff, S.C., Bendor, T.K. 2016. Ecosystem Services in Urban Planning : Comparative Paradigms and Guidlines for High Quality Plans.
Landscape and Urban Planning, 2016 (152) 90-100.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai