Anda di halaman 1dari 17

KRITIK TEORI AKUNTANSI POSITIV

Abstract
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kritik dari teori akuntansi positif.
Menggunakan internet dan penelitian kepustakaan, penelitian ini berusaha untuk
mengumpulkan literatur penelitian menggunakan pendekatan teori akuntansi positif
dari awal hingga periode saat ini. Setelah tinjauan yang cermat dan mendalam dari
literatur yang ada menggunakan pendekatan teori akuntansi positif, penelitian ini
menyimpulkan bahwa teori akuntansi positif memiliki beberapa kritikan untuk
praktik dan penelitian saat ini dan di masa depan akuntansi selain ada beberapa
kritik terhadap teori akuntansi positif metodologi dan filosofi.

1. PENDAHULUAN
Tahun 90an merupakan decade yang penuh dengan perubahan mendalam.
Menjelang pergantian abad yang sekaligus pergantian millennium, dunia akuntansi
telah mengalami perubahan yang signifikan dalam riset akuntansi dan pendidikan.
Terjadinya pergeseran dari teori akuntansi normative yang berusah memberi
anjuran mengenai praktik akuntansi yang seharusnya dilakukan oleh akuntan dalam
proses penyajian informasi keuangan ke arah pendekatan teori positif yang
mencoba menjelaskan mengapa praktik akuntansi mencapai bentuk seperti
keadaannya sekarang.
Teori normative mulai dipertanyakn kembali relevansinya terutama pada
pertengahan tahun 1960-an, dengan munculnya hipotesis pasar modal efisien yang
berpengaruh besar pada berbagai penelitian akuntamsi, mulai muncul gagasan yang
berlawanan dengan konsep teori normative, yang menyatakan bahwa pasar modal
tidak menyesatkan secara sistematis oleh metode atau teknik akuntansi. Ross L.
Watts & Jerold L. Zimmerman, (1986) mengembangkan pendekatan yang berakar
pada positivism. Pendekatan yang dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman
bertujuan untuk menjelaskan mengenai pentingnya penelitian empiris untuk
menjustifikasi berbagai metode atau praktik akuntansi yang sekarang berlaku
dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan positif ini juga diharapkan dapat
memberi dasar untuk penelitian empiris yang mendalam dalm bidang teori
Sebelum munculnya teori akuntansi positif, penelitian akuntansi normatif telah
menjadi tradisi penelitian yang dominan dalam riset-riset akuntansi saat itu. Ahli
teori akuntansi normatif telah disibukkan dengan pengembangan prinsip-prinsip
akuntansi dimana perhatian utama dari para peneliti ini adalah masalah pengakuan
dan pengukuran dalam akuntansi. Pertanyaan yang umumnya muncul dikalangan
para peneliti dengan pendekatan akuntansi normative adalah apa yang seharusnya
dilakukan oleh akuntan. Sedangkan pertanyaan-pertanyaan dalam teori akuntansi
positif lebih berhubungan dengan “apa” dan “mengapa”. Sehingga, sebagai misal
ketika para akuntan sedang membahas sebuah dasar pengukuran dalam akuntansi,
pendekatan normative akan menanyakan dasar pengukuran apa yang “seharusnya”
digunakan dalam akuntansi, sedangkan pendekatan positif akan menanyakan model
pengukuran yang bagaimana yang lebih tepat digunakan oleh para akuntan supaya
informasi akuntansi lebih berguna bagi para penggunanya. Sehingga kemunculan
teori akuntansi positif (PAT) sebagai kritik atas kelemahan – kelemahan yang ada
pada teori akuntansi normatif tersebut, dimana Watts & Zimmerman (1978)
bermaksud membangun teori akuntansi positif yang diharapkan bisa menjelaskan
bagaimana peran teori dalam menentukan standar akauntansi dan bagaimana arah
penelitian di bidang akuntansi akan berubah seiring dengan perubahan hal-hal yang
mendasarinya.
Selanjutnya, satu dasawarsa kemudian yaitu di tahun 1990 Watts dan Zimmerman
(1990 dalam jurnal Setijaningsih, 2012) kembali mengeluarkan tulisan yang
berjudul “Positive Accounting Theory: A Ten Years Perspective” yang juga terbit
dalam The Accounting Review. Tulisan tersebut bertujuan untuk: (1) untuk
menyampaikan perspektif tentang evolusi dan keadaan teori akuntansi positif saat
itu dan untuk meringkas bukti keteraturan empiris sistematis dalam akuntansi; (2)
mengevaluasi metode penelitian yang digunakan untuk mendokumentasikan
keteraturan empiris dimana tulisan tersebut membahas kritik terhadap konsep teori
akuntansi positif; (3) memberikan pandangan tentang arah masa depan literatur
akuntansi positif.
Dengan perkembangan-perkembangan di atas, bisa disimpulkan bahwa tujuan dari
teori akuntansi adalah untuk menyediakan seperangkat prinsip dan hubungan yang
diobservasi mengenai praktik akuntansi di sebuah negara untuk menjelaskan dan
memprediksi operasi sebuah perusahaan. Dengan kata lain, dalam prinsip dan
metode teori akuntansi positif harus dapat memberikan penjelasan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan praktik akuntansi, seperti unit laba akuntansi melalui
metode yang dapat diterima oleh kalangan praktisi. Selanjutnya, melalui berbagai
penelitian di bidang akuntansi, teori akuntansi positif harus dapat diuji dari masa ke
masa, baik melalui penalaran deduktif maupun induktif. Dengan demikian, PAT
merupakan perubahan besar dalam paradigma penelitian akuntansi Kabir, (2011)
telah berusaha melegitimasi dan mempromosikan PAT, dimana PAT mempunyai
kesamaan pandangan tentang konsep-konsep teori dalam sains secara umum.
Sehingga Ross L. Watts & Jerold L. Zimmerman, 1986 telah mengutip berbagai
filosofi penulis-penulis di sains secara umum, khususnya yang berasal dari ilmu
penhetahuan alam untuk menegaskan bahwa pandangan mereka tentang teori
adalah sama dengan yang ada dalam sains secara umum, yang sekaligus digunakan
untuk menonjolkan kelebihan-kelebihan PAT dibandingkan dengan teori normatif.

2. KAJIAN LITERATUR
a. Perkembangan Teori Akuntansi Positif
Perkembangan PAT dimulai dengan adanya kritik dan koreksi beberapa asumsi
yang mendasari konsep-konsep akuntansi normatif selama akhir periode 1960-
an. Terdapat dua kelompok penelitian yang dilakukan saat itu. Kelompok
penelitian pertama Ball & Brown, 1968; Beaver et al., (1980); McNichols &
Manegold, (1983) dan lain-lain dalam jurnal I. U. Osagie & Henry Kehinde,
(2017) meneliti hubungan antara angka laba akuntansi dan harga saham. Hasil
penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa angka-angka akuntansi
mencerminkan beberapa faktor, seperti arus kas dan risiko yang relevan dengan
penilaian saham. Menurut Ross L. Watts & Jerold L. Zimmerman, (1986)
temuan-temuan dari penelitian tersebut mampu memberikan koreksi atas
kelemahan klaim dalam literatur akuntansi normatif yang menyatakan bahwa
angka laba akuntansi tidak berarti karena dihitung dengan menggunakan basis
penilaian ganda. Sedangkan kelompok penelitian kedua studi Kaplan, 1972
berusaha untuk membedakan antara dua hipotesis yang saling bertentangan,
yaitu hipotesis tanpa efek (no-effects hypothesis) dan hipotesis mekanistik.
Bukti empiris yang ditemukan dalam kelompok penelitian-penelitian kedua
masih saling bertentangan dan tidak berhasil membedakan dua hipotesis yang
saling bertentangan tersebut
Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap
teori normatif Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran untuk
menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatifterlalu sederhana dan
tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan mendasar
terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu:
a. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara
empiris, karena didasarkan 'pada premis atau asumsi yang salah sehingga
tidak dapat diuji keabsahannya secara empiris.
b. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor
secara individual daripada kemakmuran masyarakat luas.
c. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya
alokasi sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal.
Hal ini mengingat bahwa dalam sistem perekonomian yang mendasarkan pada
mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi
masyarakat dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien(Saksessia
& Firmansyah, 2020). Selanjutnya Watt & Zimmerman menyatakan bahwa
dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan
normatifterlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Untuk
mengurangi kesenjangan dalam pendekatan normatif, Watt & Zimmerman
mengembangkan pendekatan positif yang lebih berorientasi pada penelitian
empirik dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang
sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori
akuntansi dikemudian hari. Apabila teori normatif menunjukkan cara terbaik
untuk melakukan sesuatu berdasar premis, norma atau standar, teori
positifberusaha menjelaskan atau memprediksi fenomena nyata dan mengujinya
secara empirik (Godfrey et.a1,1997 dalam Baridwan, 2000). Penjelasan atau
prediksi dilakukan menurut kesesuaiannya dengan observasi dengan dunia
nyata. Aliran positif merupakan perspektif yang dikenal luas oleh kalangan
akademisi saat ini. Aliran ini pertama kali diperkenalkan di Universitas
Chichago, kemudian meluas ke beberapa Universitas lainnya di Amerika
Serikat seperti Rochester, Barkley, Stanford, UCLA, NY. Teori akuntansi
positif mempunyai suatu kepercayaan bahwa realita sosial berada secara
independen dari manusia yang memiliki sifat atau esensi tersendiri.
Aliran positif beranggapan bahwa antara kekuasaan dan politik sebagai sesuatu
yang tetap dan sistem sosial dalam organisasi terdiri dari fenomena empiris
konkrit dan bebas nilai (tidak tergantung) pada manajer dan karyawan yang
bekerja didalamnya (Machintosh,1994 dalam Januarti, 2004). Kemudian
Positivist menganggap dirinya sebagai pengamat yang netral, obyektif dan
bebas nilai dari fenomena akuntansi yang diamati. Teori akuntansi positif juga
dibangun berdasarkan asumsi - asumsi tentang the nature of human society.
Diasumsikan bahwa manusia selalu menentukan tujuan terlebih dahulu sebelum
memilih untuk melakukan suatu aksi. Dalam hal ini manusia memiliki "a single
superordinate goal" yaitu "utility maximization"' asumsi ini muncul dalam teori
agensi akuntansi.
Menurut teori ini seorang agen (manajer) akan selalu menyukai untuk bekerja
sedikit dari pada banyak, sementara pemilik (principal) berharap
memaksimumkan pengembalian investasinya. Sistem ekonomi kapitalis
merupakan landasan yang kuat untuk berkembangnya akuntansi positif. Rasyid
(1997 dalam jurnal Fransesco et al., 2021). Asumsi ini akibat logis dari asumsi
ontologis (asumsi tentang obyek penelitian) yaitu pertanyaan tentang
keberadaan suatu obyek penelitian dan realita sosial. Peneliti harus dapat
meyakinkan dirinya tentang keberadaan sesuatu yang sedang dipelajari atau
diteliti, apakah real ita sosial yang akan diteliti merupakan suatu obyek yang
konkrit atau merupakan suatu konsep (Michael, 2006)
Implikasinya dalam dunia akuntansi adalah bahwa akuntansi dan akuntan
menyediakan informasi seefisien dan seefektif mungkin, sementara bagaimana
manajer menggunakannya tidaklah menjadi perhatian akuntan dan akuntansi.
Sejauh ini aliran positif selalu berupaya melakukan riset akuntansi dengan cara
mengevaluasi hubungan antar variabel dengan hasil yang menyatakan
signifikansi antar variabel tersebut. Oleh karena itu dalam evaluasi dan anal
isisnya aliran positif sangat mengandalkan penggunaan alat statistik. Semua
kasus diupayakan untuk melihat dan disederhanakan menjadi rumusan statistik,
akibatnya sering peneliti merasa kebingungan dengan hasil penelitian yang
diperoleh karena semua permasalahan disederhanakan dengan rumusan statistik.
Pendekatan positif telah memberikan sumbangan yang berarti bagi
pengembangan akuntansi menurut Watt Zimmerman (1986)
a. Menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan memberikan
penjelasan spesifik.
b. Memberikan kerangka yang jelas dalam memahami akuntansi
c. Menunjukkan peran utama contracting cost dalam teori akuntansi.
d. Menjelaskan mengapa akuntansi digunakan dan memberikan kerangka
dalam memprediksi pilihan akuntansi.
e. Mendorong riset yang relevan dengan akuntansi dan menekankan pada
prediksi serta penjelasan terhadap fenomena

3. PEMBAHASAN
Riset akuntansi positif pertama kali diketahui dilakukan oleh Mcneill, (1982)
dengan terbitnya artikel yang berjudul “The Information Content of Annual
Earnings Announcements” (Jensen, 1976:4,8). Selanjutnya teori akuntansi positif
diakui kemunculannya ketika Watts dan Zimmerman mempublikasikan artikelnya
yang berjudul “Towards a Positive Theory of The Determination of Accounting
Standard” pada tahun 1978. Artikel tersebut telah menjadikan teori akuntansi
positif sebagai paradigma riset akuntansi yang dominan yang berbasis empiris
kualitatif dan dapat digunakan untuk menjustifikasi berbagai teknik atau metode
akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan
teori akuntansi dikemudian hari. Dalam hal ini teori akuntansi positif berusaha
menjelaskan atau memprediksi fenomena nyata dan mengujinya secara empirik
(Godfrey, el al, 1997 dalam Siallagan, 2016). Penjelasan atau prediksi dilakukan
menurut kesesuaiannya dengan observasi dengan dunia nyata.
Tujuan teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan (to explain) dan
memprediksi (to predict) praktik akuntansi. Penjelasan berarti memberikan alasan-
alasan terhadap praktik yang diamati. Misalnya, teori akuntansi positif berusaha
menjelaskan mengapa perusahaan tetap menggunakan akuntansi cost historis dan
mengapa perusahaan tertentu mengubah teknik akuntansi mereka. Sedangkan
prediksi terhadap praktik akuntansi berarti teori berusaha memprediksi fenomena
yang belum diamati. Kehadiran teori akuntansi positif telah memberikan
sumbangan yang berarti bagi pengembangan akuntansi (Hooks, 2015). Adapun
kontribusi teori akuntansi positif terhadap pengembangan akuntansi adalah
menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan memberikan penjelasan
spesifik terhadap pola tersebut, memberikan kerangka yang jelas dalam memahami
akuntansi, menunjukkan peran utama contracting cost dalam teori akuntansi,
menjelaskan mengapa akuntansi digunakan dan memberikan kerangka dalam
memprediksi pilihan-pilihan akuntansi, mendorong riset yang relevan dimana
akuntansi menekankan pada prediksi dan penjelasan terhadap fenomena akuntansi.
Dorongan terbesar dari teori akuntansi positif dalam akuntansi adalah untuk
menjelaskan (to explain) dan meramalkan (to predict) pilihan standar manajemen
melalui analisis atas biaya dan manfaat dari pengungkapan keuangan tertentu dalam
hubungannya dengan berbagai individu dan pengalokasian sumber daya ekonomi.
Teori akuntansi positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer, pemegang
saham, dan aparat pengatur adalah rasional dan bahwa mereka berusaha untuk
memaksimalkan kegunaan mereka yang secara langsung berhubungan dengan
kompensasi mereka, dan tentunya kesejahteraan mereka pula. Pilihan atas suatu
kebijakan akuntansi oleh beberapa kelompok tersebut bergantung pada
perbandingan relatif biaya dan manfaat dari prosedur akuntansi alternatif dengan
cara demikian untuk memaksimalkan kegunaan mereka.
a. Riset Yang Mendukung Teori Akuntansi Positif.
Penelitian positif di bidang akuntansi dimulai pada pertengahan tahun 1960 dan
menjadi paradigma yang dominan pada tahun 1970an dan 1980an (Deegan,
2014). Teori akuntansi positif telah banyak diuji dengan menggunakan pilihan-
pilihan metode akuntansi. Christie (1990 dalam jurnal Nathalie lahire, Richard
Johanson, 2011) menyimpulkan bahwa terdapat enam proksi yang telah
diketahui memiliki kemampuan dalam menjelaskan praktek-praktek yang
merupakan cerminan dari aplikasi teori akuntansi positif. Keenam proksi
tersebut meliputi ukuran perusahaan, tingkat resiko, kompensasi manajerial,
porsi utang terhadap aktiva atau modal, pembatas-pembatas dalam penyelesaian
utang, dan rasio pembayaran dividen.
Hasil penelitian menemukan bukti yang kuat bahwa keputusan manajemen untuk
memilih atau mengadopsi suatu peraturan akuntansi terkait erat dengan seberapa
sensitif bonus yang ada dikaitkan dengan pencapaian target keuntungan.
Hasil tersebut mencerminkan pentingnya pemahaman atas perilaku manajer
terhadap keberadaan rencana kompensasi yang dapat mempengaruhi
kemakmurannya baik saat ini maupun masa waktu yang akan datang. Budiarto
& Murtanto, (1999) mengkaji perubahan perusahaan untuk menurunkan income
netto yang dilaporkan untuk keringanan impor. Pemberian keringanan impor
pada perusahaan tidak adil karena dipengaruhi oleh kompetisi asing dimana
yang sebagian merupakan keputusan politik. Penelitian berikutnya adalah yang
dilakukan oleh Januarti, (2004) dengan hipotesis perjanjian hutang. Hasil
penelitian membuktikan bahwa perusahaan sering melanggar perjanjian hutang
dalam bentuk pemeliharaan modal kerja dan ekuitas pemegang saham.

b. Riset Yang Mengkritik Teori Akuntansi Positif.


Pendekatan positif melihat pada “mengapa praktek akuntansi dan/atau teori
akuntansi berkembang sebagaimana adanya dengan tujuan untuk menjelaskan
(to explain) dan meramalkan (to predict) peristiwa akuntansi. Oleh karenanya
pendekatan positif berusaha untuk menentukan berbagai faktor yang mungkin
mempengaruhi faktor rasional dalam bidang akuntansi. Pada dasarnya
pendekatan positif berusaha untuk menentukan suatu teori yang menjelaskan
fenomena yang diamati. Pendekatan positif secara umum dibedakan dari
pendekatan normatif yang berusaha untuk menentukan suatu teori yang
menjelaskan “apa yang seharusnya” dan bukannya “apa yang ada”. Pendekatan
positif sepertinya menimbulkan rasa optimisme yang cukup besar di antara
pendukungnya. Namun rasa optimisme ini tidak dimiliki secara alamiah oleh
semua orang.
Kritik terhadap teori akuntansi positif yang disampaikan sebelum Wattz dan
Zimmerman menulis artikel pada tahun 1990, pertama diungkapkan oleh
Christenson (1983: 5) dalam jurnal Gumanti, (2002) yang menyatakan bahwa
riset positif lebih berkaitan dengan sosiologi akuntansi. Hal ini disebabkan
karena isinya berupa deskripsi dan prediksi mengenai perilaku individu, baik
akuntan maupun manajer, dalam memilih metode akuntansi. Menurut
Christenson, pada sisi pembangunan teori akuntansi, perilaku yang dijelaskan
dan diprediksi seharusnya adalah perilaku entitas akuntansi.
Lebih lanjut Christenson (1983 dalam jurnal Alayemi & Abdul-Lateef, 2017)
mengatakan bahwa memandang ilmu pengetahuan tidaklah harus dipandang dari
perbedaan antara normatif dan positif, tetapi bisa dipandang sebagai produk,
yaitu seperangkat pengetahuan yang tersistem atau dipandang sebagai proses,
yaitu aktivitas manusia dalam menghasilkan pengetahuan. Namun pendukung
positivis menekankan pandangan bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu
produk, yang ditunjukan melalui struktur formal dalam bentuk proposisi empiris
yang melahirkan teori positif yang induktif. Sedangkan filsafat ilmu
menekankan pada pandangan bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu proses,
yang berawal dari idealis kemudian diturunkan menjadi teori normatif yang
deduktif. Christenson berpendapat adalah tidak penting apakah pencapaian ilmu
pengetahuan dilakukan secara normatif atau positif karena semuanya sah-sah
saja dan semuanya juga benar. Lebih lanjut Christenson menyatakan bahwa pada
satu waktu pencapaian ilmu pengatahuan perlu dilakukan secara normatif,
kemudian pada akhirnya bersifat positif. Dalam hal ini yang berbeda adalah
pencapaian ilmu pengetahuan yang empiris lebih didasarkan pada produk dan
proses.
Kritik kedua disampaikan oleh Sterling (1990) dalam jurnal Silva et al., (2019)
yang dibagi dalam tiga bagian, yaitu
1) Dua pilar utama terkait studi fenomena dan value free
2) Asumsi dasar ekonomi yang berakar pada teori ekonomi positif
3) Sciense yang berakar dari positivis logis dan pencapaian yang aktual dan
potensial.
Pilar pertama kritik Sterling terdiri dari studi fenomena yang berkaitan dengan
penelitian praktek akuntansi, praktek akuntan, dan utility maximization. Studi
fenomena praktek akuntansi mengungkapkan bahwa teori dianggap ilmiah
apabila berdasarkan praktek karena dengan demikian teori dapat digunakan
untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku individual, baik akuntan maupun
manajer, terkait pemilihan metode akuntansi. Hal ini implisit menyatakan bahwa
yang dianggap ilmiah adalah teori positif. Sedangkan teori yang tidak
dipraktekkan, yaitu teori normatif dianggap tidak ilmiah.
Pilar kedua kritik Sterling adalah terkait value free. Value free yaitu
menghindari pertanyaan mengenai nilai menjadi positif atau deskriptif adalah
ilmiah. Sedangkan pertanyaan mengenai nilai normatif dianggap tidak ilmiah.
Berdasarkan argumen ini, science adalah bebas nilai atau positif, karena science
berawal dari pengamatan atas objek yang bebas ruang, waktu dan wilayah
geografis, sedangkan yang sarat nilai atau normatif adalah tidak ilmiah. Teori
akuntansi positif telah mereduksi dengan tidak mengakui teori normatif sebagai
sesuatu yang ilmiah. Padahal realitas akuntansi sendiri tidak bebas nilai, bahkan
sarat dengan nilai. Jadi realitas akuntansi tidak bebas dari aspek normatif. Hal ini
dipertegas ketika pada tahun 1986 Watts dan Zimmerman mendefinisikan teori
akuntansi positif sebagai buku teks, menurut Sterling sejak saat itu pula teori
akuntansi positif telah menjadi normatif dan Wattz dan Zimmerman telah
memasukkan nilai bahwa yang benar adalah proses empiris.
Dalam hal ini realitas akuntansi sebenarnya juga mempraktekan aspek normatif
akuntansi, yang kemudian diuji secara statistik yang merupakan konstruksi
matematis (teori positif) untuk selanjutnya dilakukan konfirmasi teori. Jadi dapat
disimpulkan bahwa science memiliki rantai hubungan aktivitas, dimana peneliti
mencari dan menemukan teknik yang lebih maju (teori positif), akademisi
kemudian mengajarkan teknik tersebut (teori normatif), dan praktisi
mengimplementasikan teknik tersebut dengan lebih baik. Kritik Sterling
berikutnya dibangun dalam dua asumsi dasar utama, yaitu Ilmu Ekonomi Positif
dan Positivisme logis. Basis teori akuntansi positif dalam ekonomi seharusnya
mengacu pada akuntansi pendapatan nasional (National Income Accounting).
Dimana akuntansi merupakan cabang dari ekonomi, dan oleh karenanya ideologi
akuntansi bersumber pada ideologi ekonomi.
Hal ini sejalan dengan konsep utility dari teori akuntansi positif yang merujuk
pada konsep Optimality Pareto (Jensen, 1976: 10) dalam jurnal Osho &
Ayorinde (2018). Tetapi ternyata basis teori akuntansi positif dalam science
merujuk pada positivisme logis. Dalam hal ini, positivisme merupakan turunan
langsung dari positivisme logis dari Hempel dan Popper. Namun Hempel dan
Popper sendiri menolak konsep positivisme logis karena dianggap masih banyak
kerumitan di dalamnya. Sedangkan kata “positif” sesungguhnya merujuk pada
ilmu ekonomi yang banyak dipengaruhi oleh positivisme.
Kritik Sterling terakhir terkait pencapaian aktual dan potensial teori akuntansi
positif, sebagaimana sudah diprediksi oleh teori normatif, merujuk pada
argumen Watts dan Zimmerman (1986) bahwa setiap individu, baik akuntan
maupun manajer, akan memaksimalkan utilitasnya ketika melakukan pemilihan
metode akuntansi. Dalam hal ini, teori akuntansi positif berusaha menjawab
pertanyaan apakah biaya yang dikeluarkan untuk memilih metode akuntansi
sesuai dengan manfaat yang diperoleh, apakah biaya regulasi dan proses
penentuan standar akuntansi sesuai dengan manfaatnya, apakah laporan
keuangan berpengaruh terhadap harga saham. Atas dasar pertanyaan dan asumsi
tersebut, teori akuntansi positif berusaha menguji tiga hipotesis, yaitu hipotesis
program bonus (bonus plan hypothesis), hipotesis hutang/ekuitas (debt/equity
hypothesis), dan hipotesis cost politic (political cost hypothesis).
Kritik berikutnya terhadap teori akuntansi positif adalah kritik yang disampaikan
sesudah Watts dan Zimmerman menulis sebuah artikel pada tahun 1990. Artikel
tersebut sebagai evaluasi atas perkembangan teori akuntansi positif secara
konseptual dan sekaligus sebagai tanggapan atas kritik terhadap teori akuntansi
positif. Watts dan Zimmerman melakukan evaluasi atas konsep metodologi,
bagaimana perkembangannya sampai saat ini, dan pengembangan hipotesis yang
dapat menunjang konsep utama teori akuntansi positif, yaitu untuk memprediski
(to predict) dan menjelaskan (to explain) perilaku individu, baik akuntan
maupun manajer, sebagai upaya memaksimalkan utilitasnya.
Watts dan Zimmerman mengakui tidak konstruktifnya asumsi filosofis dan
saintifik dan juga mengakui bahwa science tidak bebas nilai. Kritik asumsi dasar
teori akuntansi positif sesudah artikel Watts dan Zimmerman dilakukan oleh
Boland dan Gordon (1992: 145) yang menyatakan bahwa asumsi dasar teori
akuntansi positif berasal dari Economics-based Accounting Theory. Secara
terperinci menurut Boland dan Gordon (1992), asumsi Watts dan Zimmerman
(1978, 1979, 1990) merupakan penggabungan dari instrumentalismenya Milton
Friedman. Dimana instrumentalisme menyatakan teori dan penjelasannya harus
dijustifikasi untuk kepentingan pengguna daripada realismenya.
Lebih lanjut Boland dan Gordon mengatakan bahwa asumsi Watts dan
Zimmerman juga berasal dari positivismenya Paul Samuelson yang menyatakan
bahwa dalam kondisi ideal, teori berbasis empiris tidak akan berjalan.
Sedangkan asumsi Watts dan Zimmerman pada tahun 1986 berasal dari
kombinasi Hampel dan Popper, yaitu mengenai konvensionalism. Dalam hal ini,
konvensionalism menyatakan bahwa teori tidak pernah sepenuhnya benar atau
salah. Jadi sepanjang teori itu belum digantikan oleh teori baru yang diakui
kebenarannya, maka teori bisa terus digunakan. Kritik Boland dan Gordon
(1992) dinyatakan dalam tiga asumsi, yaitu metodologi, filosofis, dan akuntansi
berbasis ilmu ekonomi.
Terkait metodologi, sebagaimana kritik juga disampaikan oleh Lev dan Ohlson
(1982: 71 dalam jurnal Al-adeem, 2021), para kritikus memandang bahwa teori
akuntansi positif ternyata gagal mendeskripsikan model dari multiperson dan
multiperiod secara keseluruhan dan terdapat kesenjangan antara strategi yang
terkait dengan pertimbangan dan pendekatan game-theory yang mungkin
berguna dalam perkembangan teori formal. Masalah utama adalah terkait
penggunaan ilmu-ilmu ekonomi neoklasik sebagai basis utama untuk memahami
teori akuntansi (Gaffikin, 2008: 58 dalam jurnal Kejriwal, 2022). Teori positif
menganut pendekatan bahwa maksimilisasi utilisasi dapat diperoleh melalui
harga keseimbangan pasar. Menurut pengkritik hal ini tidak mungkin karena
penelitian dengan harga keseimbangan pasar sangat sedikit pengaruhnya
terhadap kontribusi penelitian akuntansi.
McKee, Bell, dan Boatsman (1984 dalam Suyono, 2018) menyatakan terdapat
bias identifikasi statistik dalam studi Watts dan Zimmerman (1978). Kritik
terkait filosofi lebih banyak didasarkan pada penekanan Watts & Zimmerman
yang memberi batasan positif atau normatif. Kritikan di antaranya datang dari
Boland & Gordon, 1992 sebagaimana kritikan Sterling yang telah diuraikan
sebelumnya. Dalam tulisan pertama Watts dan Zimmerman, untuk mendukung
metodologi yang dikembangkan, mereka tidak bersandar pada filsafat argumen-
argumen ilmu pengetahuan lain.
Dalam hal ini mereka menganggap bahwa social world dan strukturnya bisa
dipandang secara terpisah dari individu yang dipelajari. Hal ini tidak objektif
karena tidak mungkin peneliti terpisah dari objek yang diteliti. Kritik terkait
penelitian akuntansi yang berbasis ekonomi, menurut Boland & Gordon, 1992
beberapa pengkritik melihat keterbatasan penjelasan teori akuntansi positif.
Menurut teori ekonomi, maksimisasi kepentingan individu tidak sepenuhnya
dilakukan karena maksimisasi juga mempertimbangkan maksimisasi
kesejahteraan masyarakat. Inilah yang dimaknai sebagai general equilibrium
yang dihilangkan dari asumsi Watts dan Zimmerman.
Selama ini Watts dan Zimmerman hanya menyandarkan pada satu gagasan
penjelasan fenomena sebagai konsekuensi maksimisasi utilitas atau secara tidak
langsung pada profit atau maksimisasi kekayaan individu. Akibatnya bentuk
atau model yang dibangun harus memberikan dukungan pada asumsi utama
tersebut.
Hal inilah yang disebut sebagai konvensionalism atau instrumentalismnya
Milton Friedman, yaitu model merupakan aproksimasi yang baik dari realitas.
Hingga saat ini teori akuntansi positif tidak berubah dari substansi asalnya. Hal
ini ditegaskan oleh Michael (2006) bahwa teori akuntansi positif memiliki
asumsi sentral bahwa individu memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kepentingan diri sendiri.
Asumsi ini berasal dari teori ekonomi neo-klasikal, dengan tujuan untuk
menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to predict) praktek akuntansi serta
mengendalikan perilaku oportunistik dalam bentuk bonding (seperti adanya
restriksi dengan menggunakan kontrak), monitoring (seperti perlunya dilakukan
reporting), dan compensation (seperti adanya stock option). Michael (2006)
menyatakan bahwa teori akuntansi positif tidak pernah preskripsi, tidak bebas
nilai, memiliki asumsi keperilakuan yang simplistis (sederhana), secara
keilmuan mengandung cacat, dan miskin atau tidak memiliki kontribusi praktis
akuntansi.

4. KESIMPULAN
Teori Akuntansi Positif muncul untuk memberikan solusi atas kelemahan-
kelemahan yang ada dalam akuntansi normatif. Teori akuntansi normatif dengan
ciri utama selalu menanyakan apa yang seharusnya dilakukan oleh akuntan adalah
sesuatu yang preskriptif. Sedangkan PAT berupaya memberikan solusi pada praktik
akuntansi misalnya dengan mengemukakan pertanyaan “mengapa”. Sehingga, bisa
kita saksikan bagaimana penelitian-penelitian dengan menggunakan pendekatan
PAT selalu ada di setiap dekadenya bahkan di setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa PAT masih memiliki beberapa kritikan atas parktik – praktik
maupun penelitian-penelitian dalam bidang akuntansi

5. REFERENSI

1. Al-adeem, K. (2021). Empirically Investigating the Presence of Positive


Accounting Research as the Meta- Theory for Accounting Academics :
Further Evidence from Saudi Arabia. 11(3), 26–49.
2. Alayemi, S. A., & Abdul-Lateef, M. O. (2017). Accounting Numbers and
Management’s Financial Reporting Incentives: Evidence from Positive
Accounting Theory. Noble International Journal of Economics and Financial
Research, 2(2), 50–53.
https://www.researchgate.net/profile/Sunday_Alayemi2/publication/3138378
80_Accounting_Numbers_and_Management’s_Financial_Reporting_Incentiv
es_Evidence_from_Positive_Accounting_Theory/links/
58c99f4a92851c4b5e6c9a33/Accounting-Numbers-and-Managements-Financ

3. Baridwan, Z. (2000). Perkembangan Teori Dan Penelitian Akuntansi. Jurnal


Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 15(4), 486–497.

4. BOLAND, L. A., & GORDON, I. M. (1992). Criticizing positive accounting


theory. Contemporary Accounting Research, 9(1), 142–170.
https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.1992.tb00874.x

5. Budiarto, A., & Murtanto. (1999). Teori Akuntansi: Dari Pendekatan


Normatif ke Positif. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 1(3), 163–182.

6. Deegan, C. M. (2014). FINANCIAL ACCOUNTING THEORY.

7. Fransesco, T., Patty, Q., & Lamawitak, P. L. (2021). Positive And Normative
Accounting Theory : Definition And Development. International Journal of
Economics, Management, Business and Social Science (IJEMBIS), 1(2), 184–
193.

8. Gumanti, T. A. (2002). Pilihan-Pilihan Akuntansi dalam Aplikasi Teori


Akuntansi Positif. Jaai, 6(1), 83–101.

9. Hooks, J. (2015). School of Accountancy 2015. 1–3.

10. I. U. Osagie, O., & Henry Kehinde, F. (2017). Social and Environmental
Disclosures and Holistic Growth in the Positive Accounting Theory (PAT)
View. IOSR Journal of Business and Management, 19(6), 01–08.
https://doi.org/10.9790/487x-1906030108
11. Januarti, I. (2004). Pendekatan dan Kritik Teori Akuntansi Positif. Jurnal
Akuntansi & Auditing, 1(1), 83–94.

12. Kabir, M. H. (2011). Positive Accounting Theory and Science: A


Comparison. SSRN Electronic Journal, April 2011.
https://doi.org/10.2139/ssrn.1027382

13. Kaplan, R. S. & R. R. (1972). 1972-1.pdf (pp. 225–257).

14. Kejriwal, M. A. (2022). Positive accounting theory. International Journal of


Health Sciences, 6(March), 4500–4509.
https://doi.org/10.53730/ijhs.v6ns3.6886

15. Mcneill, W. H. (1982). William H. McNeill. 1946(1953).

16. Michael, G. (2006). The Critique of Accounting Theory. University of


Wollongong, School of Accounting and Finance Working Paper Series,
6(January 2006), 21. http://ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?
article=1040&context=accfinwp

17. Nathalie lahire, Richard Johanson, R. T. W. (2011). Youth employment and


skill development in The Gambia. Youth Employment and Skill Development
in The Gambia, 1, 217. http://ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?
article=1040&context=accfinwp

18. Osho, A., & Ayorinde, F. M. (2018). The General Tenets of Positive
Accounting Theory Towards Accounting Practice and Disclosure in
Corporate Organizations in Nigeria. Journal of Economics and Sustainable
Development, 9(20), 1–11.

19. Ross L. Watts, & Jerold L. Zimmerman. (1986). Positive Accounting Theory:
A Ten Year Perspective. The Accounting Review, 65(1), 131–156.
https://www.jstor.org/stable/247880

20. Saksessia, D., & Firmansyah, A. (2020). The role of corporate governance on
earnings quality from positive accounting theory framework. International
Journal of Scientific and Technology Research, 9(1), 808–820.

21. Setijaningsih, H. T. (2012). Positive Accounting Theory and Economic


Consequences. Jurnal Akuntansi, 16(3), 427–438.
https://media.neliti.com/media/publications/75012-ID-teori-akuntansi-positif-
dan-konse

22. Siallagan, H. (2016). Buku Teori Akuntansi Edisi Pertama. LPPM UHN
Press, 1, 285.

23. Silva, A. H. C. e, Sancovschi, M., & Santos, A. G. C. dos. (2019). The


opportunistic approach of the Positive Accounting Theory (PAT) fails to
explain choices made at OGX: An anomalous situation? Revista de
Contabilidade E Organizações, 13, e164412.
https://doi.org/10.11606/issn.1982-6486.rco.2019.164412

24. Suyono. (2018). Issn 2338 - 9729 (. 6(289).

25. Watts, R. L., & Zimmerman, J. L. (1978). Watts&Zimmerman1.Pdf (pp. 112–


134).

Anda mungkin juga menyukai