Anda di halaman 1dari 2

Pada laparoskopi digunakan sebuah alat laparoscope , yang merupakan

perangkat kabel fiber optic yang dimasukkan melalui trocar atau cannula.
Abdomen akan diinsuflasi atau dikembungkan dengan gas CO2 melalui jarum
verres atau Tuohy terlebih dahulu untuk mengevaluasi dinding abdomen di atas
organ-organ internal, sehingga membuat ruang untuk inspeksi dan bekerja.
Laparoskopi merupakan suatu prosedur pembedahan minimal invasif dengan
memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum. Tujuan gas CO2 ini untuk
membuat ruangan antara dinding depan perut dengan organ visceral sehingga
memberikan akses endoskopi kedalam rongga peritoneum tersebut. prosedur ini
dikenal sebagai pneumoperitoneum.
Saat ini, karbon dioksida (CO 2) adalah gas yang paling sering digunakan
untuk insuflasi rongga perut (pneumoperitoneum). Meskipun karbon dioksida
memenuhi sebagian besar persyaratan untuk pneumoperitoneum, penyerapan
karbon dioksida dapat dikaitkan dengan efek samping. Orang dengan risiko
anestesi tinggi lebih mungkin mengalami komplikasi kardiopulmoner dan efek
samping, misalnya hiperkapnia dan asidosis, yang harus dihindari dengan
hiperventilasi. Oleh karena itu, gas lain telah diperkenalkan sebagai alternatif
untuk karbon dioksida untuk membangun pneumoperitoneum yaitu helium, argon,
nitrogen, nitrous oxide, dan room air. Keamanan nitrous oxide, helium, dan udara
ruangan belum ditetapkan. Percobaan lebih lanjut tentang topik ini diperlukan,
dan harus membandingkan berbagai gas (yaitu nitrous oxide, helium, argon,
nitrogen, dan udara ruangan) dengan karbon dioksida di bawah tekanan standar
pneumoperitoneum dengan insuflasi gas dingin untuk orang dengan risiko
anestesi tinggi.
CO2 adalah pilihan gas untuk insuflasi pada bedah laparoskopi. CO 2 tidak
mudah terbakar seperti N2O. Dibandingkan dengan helium, kelarutan CO 2 darah
lebih tinggi dan ekskresinya lewat paru menurunkan risiko efek samping emboli
gas, CO2 juga mudah dieliminasi, dan dosis lethalnya lima kali dari udara.
Insuflasi CO2 kedalam ruang peritoneum meningkatkan CO2 arteri (PaCO2), yang
akan dikompensasi dengan peningkatan ventilasi semenit.
Absorbsi gas dari ruang peritoneum tergantung pada kemampuan
difusinya, luas daerah absorbsinya dan vaskularisasi atau perfusi dinding insuflasi.
Karena difusi CO2 tinggi, maka terjadi terjadi absobrsi CO2 dalam jumlah besar
kedalam darah yang ditandai dengan peningkatan PaCO2 . Absorbsi gas CO2 lebih
besar pada insuflasi ekstraperitoneum (pelvis) daripada insuflasi intraperitoneum.
Kelarutan CO2 yang tinggi meningkatkan absorbsi sistemik oleh pembuluh darah
peritoneum, ditambah dengan volume tidal yang lebih rendah karena rendahnya
komplian paru menyebabkan peningkatan kadar CO2 arteri dan penurunan pH.
Peningkatan PaCO2 tergantung pada tekanan intra abdomen. Selama laparoskopi
dengan anestesi lokal, PaCO2 tetap tidak berubah namun ventilasi semenit
meningkat. Pada anestesi umum dengan nafas spontan kompensasi hiperventilasi
tidak mencukupi untuk menghindari hiperkapnea karena anestesi menginduksi
depresi ventilasi dan peningkatan kerja pernafasan yang disebabkan oleh
penurunan komplian torakopulmonal. Kejadian yang tidak diinginkan meliputi
emfisema CO2 subkutis atau dalam ruang tubuh, kapnothorak, emboli
CO2,intubasi bronkus.

Anda mungkin juga menyukai