Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN IV

INTEGRASI ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

DISUSUSN OLEH KELOMPOK :

Fakhrur Rafiq Yusuf (191000248201022)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
PADANG
202
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga bisa menyelesaikan makalah ini. Sholawat
beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.beserta keluarganya,
sahabat-sahabatnya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Aldino
Desra ,M.Fram selaku dosen pembimbing dan kepada teman yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini
karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada keterbatasan. Untuk itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi perbaikan dalam
makalah ini yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat demi menambah
pengetahuan terutama bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Akhir kata
kami sampaikan terima kasih,semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha
kita .Aamiin.

Padang, 4 Mei 2021

Penulis

Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. hakikat ayat-ayat allah..................................................................................................3
B. kesatuan ayat qauliyah dan kauniyah............................................................................6
C. interkoneksitas dalam memahami ayat quliyah dan kauniyah.......................................7
7
BAB III.....................................................................................................................................8
PENUTUP................................................................................................................................8
A. Kesimpulan...................................................................................................................8
B. Saran.............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Integrasi adalah konsep yang menegaskan bahwa integrasi keilmuan yang
disasar bukanlah model melting-pot integration, di mana integrasi hanya difahami hanya
dari perspektif ruang tanpa subtansi. Integrasi yang dimaksud adalah model penyatuan
yang antara satu dengan lainnya memiliki keterkaitan yang kuat sehingga tampil dalam
satu kesatuan yang utuh. Hal ini perlu karena perkembangan ilmu pengetahuan yang
dipelopori Barat sejak lima ratus tahun terakhir, dengan semangat modernisme dan
sekulerisme telah menimbulkan pengkotak-kotakan (comparmentalization) ilmu dan
mereduksi ilmu pada bagian tertentu saja.

Dampak lebih lanjut adalah terjadinya proses dehumanisasi dan pendangkalan


iman manusia. Untuk menyatukan ilmu pengetahuan, harus berangkat dari pemahaman
yang benar tentang sebab terjadinya dikotomi ilmu dibarat dan bagaimana paradigma
yang diberikan Islam tentang ilmu pengetahuan. Pendidikan yang berlangsung dizaman
modern ini lebih menekankan pada pengembangan disiplin ilmu dengan spesialisasi
secara ketat, sehingga integrasi dan interkoneksi antar disiplin keilmuan menjadi hilang
dan melahirkan dikotomi ilmu-ilmu agama di satu pihak dan kelompok ilmu-ilmu
umum dipihak lain. Dikotomi ini menyebabkan terbentuknya perbedaan sikap di
kalangan masyarakat. Dikotomi ini menyebabkan terbentuknya perbedaan sikap
dikalangan masyarakat. Ilmu agama disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah yang
bersifat sakral dan wajib untuk dipelajari namun kurang integratif dengan ilmu-ilmu
kealaman atau bisa dibilang adanya jarak pemisah antara ayat-ayat kauliyah dan ayat-
ayat kauniyah. Padahal keduanya saling berhubungan erat.

Hal ini berakibat pada pendangkalan ilmu-ilmu umum, karena ilmu umum
dipelajari secara terpisah dengan ilmu agama. Ilmu agama menjadi tidak menarik karena
terlepas dari kehidupan nyata, sementara ilmu umum berkembang tanpa sentuhan etika
dan spiritualitas agama, sehingga disamping kehilangan makna juga bersifat detruktif.1
Allah menciptakan manusi di dunia ini sebagai hamba, disamping itu, manusia memiliki
tugas pokok yaitu menyembah kepada-Nya. Selain itu manusia juga sebagai khalifah,
oleh karena itu, manusia diberi kemampuan jasmani (pisiologis) dan ruhani (psikologis)
yang dapat ditumbuh kembangkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang
berdaya untuk melaksanakan tugas pokok dalam kehidupannya di dunia.2 Untuk
mengembangkan kemampuan dasar jasmaniyah dan ruhaniyah tersebut, maka
pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk menentukan sampai dimana titik optimal
kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai. Akan tetapi proses pengembangan
kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak
dan bakat. Hidup tidak bisa lepas dari pendidikan, karena manusia diciptakan tidak
hanya untuk hidup.

Ada tujuan yang lebih mulia dari sekedar hidup yang mesti diwujudkan, dan itu
memerlukan pendidikan untuk memperolehnya. Inilah salah satu perbedaan antara
manusia dengan makhluk lain, yang membuat lebih unggul dan mulia. Pendidikan
dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan penting dalam membentuk
generasi mendatang adalah aspek pendidikan. Dengan demikian ilmu kealaman atau
bisa dibilang adanya jarak pemisah antara ayat-ayat kauliyah dan ayat-ayat kauniyah.
Padahal keduanya saling berhubungan erat. Hal ini berakibat pada pendangkalan ilmu-
ilmu umum, karena ilmu umum dipelajari secara terpisah dengan ilmu agama. Ilmu
agama menjadi tidak menarik karena terlepas dari kehidupan nyata, sementara ilmu
umum berkembang tanpa sentuhan etika dan spiritualitas agama, sehingga disamping
kehilangan makna juga bersifat detruktif.1 Allah menciptakan manusi di dunia ini
sebagai hamba, disamping itu, manusia memiliki tugas pokok yaitu menyembah
kepada-Nya.

Selain itu manusia juga sebagai khalifah, oleh karena itu, manusia diberi
kemampuan jasmani (pisiologis) dan ruhani (psikologis) yang dapat ditumbuh
kembangkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya untuk
melaksanakan tugas pokok dalam kehidupannya di dunia.2 Untuk mengembangkan
kemampuan dasar jasmaniyah dan ruhaniyah tersebut, maka pendidikan merupakan
sarana yang tepat untuk menentukan sampai dimana titik optimal kemampuan-
kemampuan tersebut dapat dicapai. Akan tetapi proses pengembangan kemampuan
manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat.
Hidup tidak bisa lepas dari pendidikan, karena manusia diciptakan tidak hanya untuk
hidup. Ada tujuan yang lebih mulia dari sekedar hidup yang mesti diwujudkan, dan itu
memerlukan pendidikan untuk memperolehnya. Inilah salah satu perbedaan antara
manusia dengan makhluk lain, yang membuat lebih unggul dan mulia.

Pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan penting
dalam membentuk generasi mendatang adalah aspek pendidikan. Dengan demikian
Kuasa, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa sarat dengan nilainilai
spiritual.5 Ayat Al-Qur'an menyebutkan bahwa penciptaan manusia dan penciptaan
makhluk hidup berbeda dengan teori evolusi. teori Darwin yang dikritik oleh ilmuwan
evolusionis sendiri yaitu Pierre Paul Grasse, mengakui teori evolusi yang tidak masuk
akal. Teori evolusi seolah telah menjadi sumber keyakinan di bawah kedk atheisme6 .
Konsep ini secara diam-diam tanpa disadari telah membentuk pola pikir, paradigma
bahkan keyakinan peserta didik yang menafikan adanya penciptaan.

Dengan menerapkan sistim pendidikan yang terpadu antara ilmu umum dan
ilmu agama baik dalam konsep maupun penerapannya, diharapkan terbentuk pola fikir
yang sesuai dengan ajaran Islam pada diri peserta didik. Sehingga dalam
pelaksanaannya tidak ada pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan
umum karena sumber dari segala ilmu itu adalah satu yaitu Allah SWT. Selama ini
pelajaran IPA hanya disampaikan pada materi pelajarannya saja, belum terintegrasi pada
muatan-muatan agama, sehingga materi yang disampaikan hanya pada materi pokok
saja. Kondisi seperti inilah yang menjadikan pembelajaran IPA tidak memiliki bobot
dan minim mutu yang kuat, pelajaran yang diperoleh sangat minim dari nilai spiritual,
sehingga ilmu umum tanpa disadari mempunyai dampak destruktif jika tidak dilandasi
iman oleh para pelakunya. Padahal ilmu agama terutama nilai-nilai tauhid sangat sesuai
dengan materi pelajaran selain pelajaran agama, sebagai penanaman akidah.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Bagaimana hakikat ayat-ayat allah ?

2. Bagaimana kesatuan ayat qauliyah dan kauniyah ?

3. Bagaimana interkoneksitas dalam memahami ayat quliyah dan kauniyah ?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memahami hakikat ayat-ayat allah

2. Untuk memahami kesatuan ayat qauliyah dan kauniyah

3. Untuk memahami interkoneksitas dalam memahami ayat quliyah dan kauniyah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat ayat-ayat allah


Allah SWT menuangkan sebagian kecil dari ilmu Nya kepada umat
manusia dengan dua jalan. Pertama, dengan ath thoriqoh ar rosmiyah (jalan
resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada
Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath
thoriqoh ghoiru rosmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham secara kepada
makhluq-Nya di alam semesta ini (baik makhluq hidup maupun yang mati),
tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Kerena tak melalui perantaraan
malaikat Jibril maka bisa disebut jalan langsung (mubasyarotan). Kemudian
jalan ini disebut juga dengan ayat-ayat kauniyah.
Wahyu dalam pengertian ishtilahi adalah: “kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang menjadi hudan (petunjuk) bagi umat
manusia”, baik yang diturunkan langsung, dari belakang tabir (min wara’ hijab)
maupun yang diturunkan melalui malaikat Jibril, seperti firman Allah SWT:

“Tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan
mengutus seseorang (malaikat) lalu diwahyukan kepadaNya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi maha Bijaksana” (Asy
Syura:51)

Pengertian wahyu secara ishtilahi perlu dipertegas karena ma’na wahyu secara
lughawi memiliki pengertian yang bermacam-macam, antara lain:
1. Ilham Fithri, seperti wahyu yang diberikan kepada ibu Nabi Musa untuk
menyusukan Musa yang masih bayi.
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; susuilah dia, dan apabila kamu
khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil)…” (Al Qashash:7).
2. Instink Hayawan, seperti wahyu yang diberikan kepada lebah untuk bersarang
di bukit-bukit, pohon-pohon, dan dimana saja dia bersarang.
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang-sarang di bukit-
bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” (An
Nahl:68).
3. Isyarat, seperti yang diwahyukan oleh Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk
bertasbih pagi dan sore.
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada
mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang” (Maryam:11).
4. Perintah Allah kepada malaikat, untuk mengerjakan sesuatu seperti perintah
Allah kepada malaikat untuk membantu kaum muslimin dalam perang Badr.
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat;
Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang
yang telah beriman…” (Al Anfal:12).
5. Bisikan syaitan
“…Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musrik” (Al An’am :121).
Dalam ayat tersebut ada kata layuhuna (mewahyukan) yang berarti
membisikkan.
6. Hadits Qudsi, juga termasuk dalam wahyu (hadits yang ma’nanya dari Allah
SWT, sedangkan redaksinya dari Rasulullah SAW), dan
7. hadits Nabawiy, (makna dan redaksinya dari Rasulullah SAW) karena pada
hakekatnya apa saja yang berasal dari Rasulullah SAW mempinyai nilai wahyu,
firman Allah SWT:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dia; dan bertaqwa-lah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya” (Al Hasyr:7).

Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu


alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha
membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian
mengambil kesimpulan. Allah SWT berfirman:

“Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia


telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Al ‘Alaq:1-5).

“Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan padanya semua


buah-buahan berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam kepada siang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan” (Ar Ra’du:3)

“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian tanah yang berdampingan, dan kebun-
kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang
tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian
tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berfikir” (Ar Ra’du:4)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata):Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imron:190-
191).

Dengan mempelajari, mengamati, menyelidiki dan merenungkan alam


semesta (al kaun) dengan segala isinya, manusia dapat melahirkan berbagai
disiplin ilmu seperti: Kosmologi, Astronomi, Botani, Meterologi, Geografi,
Zoologi, Antropologi, Psikologi dsb. Sedangkan dari mempelajari wahyu
manusia melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti: Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits,
Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih dsb.
Dengan memahami bahwa semua ilmu itu adalah dari Allah SWT maka
dalam mendalami dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan pun (al kaun) harus
mengacu firman Allah SWT sebagai referensi, sehingga akan semakin
meneguhkan keimanan. Selain itu penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
akan terkendali serta mengenal adab. Sebagai misal dalam dunia teknologi
kedokteran, pengalihan sperma ke sebuah rahim seorang wanita –dalam proses
bayi tabung- maka harus memperhatikan sperma itu diambil dari siapa
diletakkan ke rahim siapa. Proses kesepakatan, perizinan juga harus jelas. Jangan
sampai bayi lahir menjadi tidak jelas nasabnya. Di bidang astronomi tidak boleh
diselewengkan untuk meramal nasib, padahal antara keduanya tak ada hubungan
sama sekali. Dalam hal menikmati keindahan alam, akan menjadi suatu
kedurhakaan jika dalam menikmatinya dengan membangun vila-vila untuk
berbuat maksiyat. Namun seorang mu’min menjadikan alam semesta adalah
untuk tafakur agar dekat dengan-Nya.
B. Kesatuan ayat qauliyah dan kauniyah
Allah menggunakan dua sandi besar dalam menunjukan kekuasaan-Nya.
Kedua sandi tersebut adalah sandi qouliyah dan sandi qouniyah. Sandi qouliyah
dapat dilihat dengan mempelajari Al Qur’an, sedangkan sandi qouniyah dipelajari
dengan mencermati setiap fenomena yang ada di sekitar kita, baik peristiwa alam
maupun kejadian sosial. Karena kedua sandi tersebut berakar pada suatu zat yang
sama, yakni Allah Swt, maka di antara keduanya tidak boleh ada yang saling
bertentangan. Jika ditemukan adanya pertentangan antara Qur’an (sebagai ayat
qouliyah) dan peristiwa alam (sebagai ayat qouniyah), pasti salah satunya ada
yang salah. Dengan demikian, untuk menguji kebenaran ajaran suatu agama, kita
dapat mengkonfrontirkan kitab agama tersebut dengan ayat-ayat qouniyah
(kejadian alam-sosial) yang terjadi di sekitar kita.
Sejauh ini, ayat-ayat Al Qur’an selalu menunjukan kepada kita, bahwa ia
memang Firman Allah. Hal ini karena, ayat-ayat Al Qur’an senantiasa harmonis
dengan temuan-temuan ilmu pengetahuan. Semakin manusia bekerja keras dalam
mempelajari alam, maka semakin nyata setiap kebenaran ayat-ayat Al Qur’an.
Berbagai penemuan di dunia sains modern, ternyata telah dikabarkan oleh Al
Qur’an 15 abad yang silam.
Ketika ahli geologi berhasil menjelaskan bahwa dahulu bumi kita ini
terdiri dari suatu daratan yang sangat luas, lalu masing-masing lempeng bumi
bergerak pada arah yang berbeda-beda, hingga akhirnya terbentuk lima benua,
sehingga disimpulkan bahwa lempeng litosfer ini tidak ada yang diam, melainkan
bergerak, maka jauh-jauh hari Al Qur’an telah mengingatkan kepada kita melalui
QS An Naml: 88 tentang gerakan lempeng litosfer tersebut.
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya,
padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang
membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Atau, ketika di abad ini manusia secara saintific baru mengetahui teori big-
bang, maka 15 abad yang silam, melalui QS Al Ambiya: 30 Allah telah
mengabarkan tentang bagaimana keadaan alam semesta pada fase awalnya.
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?
Tentu saja, para sahabat di zaman nabi, dengan ilmu yang mereka ketahui
belum bisa memperoleh pembuktian ilmiah atas kebenaran kedua ayat tersebut.
Saya yakin, para sahabat, dengan ilmu yang mereka kuasai saat itu, belum bisa
menerima secara logika tentang kedua ayat tersebut. Namun mereka senantiasa
berkata “Sami’na Wa Atho’na” ketika setiap ayat turun kepada mereka.
Kenyataan ini mengajarkan kepada kita, kalaulah saat ini mungkin kita
menjumpai ayat-ayat yang “belum” bisa dibuktikan secara ilmiah, bukan berarti
kita akan mengingkari ayat Al Qur’an. Ini hanya persoalan waktu, kapan manusia,
dengan akal yang dimilikinya, dapat menemukan kebenaran Al qur’an melalaui
kegiatan ilmiah. Para sahabat mengajarkan kepada kita, untuk meletakan logika
akal di bawah logika wahyu. Hal ini mengingat akal manusia diliputi keterbatasan.

C. Interkoneksitas dalam memahami ayat quliyah dan kauniyah


Secara garis besar, Allah menciptakan ayat dalam dua jalan keduanya
saling menegaskan dan saling terkait satu sama lainnya. Hal ini membuktikan
bahwa kemampuan manusia untuk memaham keduanya adalah keniscayaan. Allah
tidak hanya memberikan perintah untuk sekedar memahami ayat-ayat Allah
berupa Qauliyah, tetapi uga untuk melihat fenomena alam ini. Alam adalah ayat
Allah SWT yang tidak tertuang dalam bentuk perkataan Allah untuk dibaca dan
dihafal. Tetapi alam adalah ayat Allah yang semestinya dieksplore dan digali
sedalam-dalamnya untuk semakin manusia mendekatkan diri pada
kemahakuasaan Allah SWT.
Berangkat dari kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati,
yang kemudian diproses oleh akal untuk menentukan sikap mana yang benar dan
mana yang salah terhadap suatu obyek atau relitas. Cara seperti ini bisa disebut
sebagai proses rasionalitas dalam ilmu. Sedangkan proses rasionalitas itu mampu
mengantarkan seseorang untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu
kesadaran baru tentang realitas metafisika, yakni apa yang terjadi di balik obyek
rasional yang bersifat fisik itu. Kesadaran ini yang disebut sebagai transendensi,
di dalam firman Allah (QS. 3: 191), artinya:

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.

Bagi orang-orang yang beriman, proses rasionalitas dan spriritualitas


dalam ilmu bagaikan keping mata uang, antara satu sisi dengan sisi yang lain
merupakan satu kesatuan yang bermakna. Bila kesadarannya menyentuh realitas
alam semesta maka biasanya sekaligus kesadarannya menyentuh alam spiritual
dan begitupun sebaliknya.
Hal ini berbeda dengan kalangan yang hanya punya sisi pandangan
material alias sekuler. Mereka hanya melihat dan menyadari keutuhan alam
semesta dengan paradigma materialistik sebagai suatu proses kebetulan yang
memang sudah ada cetak birunya pada alam itu sendiri. Manusia lahir dan
kemudian mati adalah siklus alami dalam mata rantai putaran alam semesta. Atas
dasar paradigma tersebut, memunculkan kesadaran tentang realitas alam sebagai
obyek yang harus dieksploitasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan hedonistis
yang sesaat. Alam menjadi laboratorium sebagai tempat uji coba keilmuan
atheistic, di mana kesadaran tentang Tuhan atau spiritualitas tidak tampak bahkan
sengaja tidak dihadirkan dalam wacana pengembangan ilmu. Orientasi seperti ini
yang oleh Allah dikatakan dalam Al Qur’an, bukan untuk menambah kesyukuran
dan ketakwaan, melainkan fenomena alam semesta yang diciptakan-Nya itu
menambah sempurnanya kekufuran mereka (QS 17: 94-100)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Allah telah memberikan bukti-bukti keberadaannya kepada kita melalui ayat-
ayat yang allah ciptakan. Ayat-ayat yang allah ciptakan itu ada yang melalui perantara
malaikat jibril (ayat qauliyah) dan ada yang tanpa melalui perantara malaikat jibril (ayat
kauniyah). ayat qauliyah merupakan ayat yang terdapat pada al-quran dan ayat kauniyah
merupakan ayat-ayat (tanda-tanda) allah yang berupa segala bentuk ciptaannya yang ada
di alam semesta dan segala isinya. Ayat-ayat tersebut antara lain bertujuan untuk
membuktikan kebenaran keberadaan allah , kebesarannya, tak bersekutu, serta
pengetahuan dan kekuasaannya yang tak terbatas.
Selain terdapat banyak ayat qauliyah yang mengajak manusia untuk
merenungkan secara mendalam tentang ayat kauniyah untuk dapat mengetahui
pengetahuan allah, sebenarnya ayat qauliyah dan ayat kauniyah juga memiliki sudut
interkoneksitas lainnya yaitu ayat kauniyah mampu membuktikan secara ilmiah mampu
secara nyata langsung hal-hal alamiah yang terdapat pada ayat qauliyah, sehingga
dengan pembuktian tersebut maka , akan lebih meyakinkan kembali tentang kebenaran
dan betapa menakjubkannya ayat-ayat qauliyah dan selanjutnya akan lebih
memperkokoh rasa keimanan kita kepada allah swt.
B. Saran
Allah telah memberikan signal-signal pengetahuan alamiah dalam ayat-ayat
qauliyahnya . dan diantara signal-signal tersebut ada yang sudah dapat diketahui oleh
manusia dan ada yang belum dapt di ketahui oleh manusia, dan semestinya kita dapat
mempelajari tentang pengetahuan tersebut dan bahkan mungkin dapat menguak signal-
signal yang belum diketahui oleh manusia itu. Karna terdapat banyak ayat dalam al-
quran maupun hadist yang memerintahkan kita untuk menggali pengetahuan allah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. Islam Studis, dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Sebuah


Ontologi). Yogyakarta: Suka Press, 2007.

Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2006.

Adian, Donny Gahrial. Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan dari David Hume
sampai Thomas Kuhn. Bandung: Teraju, 2002.

Ahmed, Akbar S. Posmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam. Bandung:


Mizan, 1994.

Ali, Mukti. Islam dan Sekularime di Turki Modern. Jakarta: Djambatan, 1994.

Ambary, Hasan Muarif. Ensiklopedia Islam I. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1996.

Amsal, Bahtiar. Filsafat Agama. Jakarta: Wacana Ilmu dan Pemikiran, 1999.

Arkoun, Mohammed. Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan
Baru. Jakarta: INIS, 1994.

Arief, Armai Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pess, 2007.

Arif, Mahmud. Pendidikan Islam Transformatif. Yogyakarta: LKiS Pelangi


Aksara, 2008.

Anda mungkin juga menyukai