DISUSUSN OLEH :
NIM 2115302142
PENDAHULUAN
Critical thinking adalah sejenis keterampilan berpikir tingkat tinggi di mana individu
menunjukkan kemampuan mereka untuk secara ilmiah dan penuh pertimbangan mengevaluasi
suatu fenomena dari pandangan yang berbeda dalam konteks yang berbeda untuk membuat
keputusan akhir yang efektif. Kemampuan ini membutuhkan orang untuk memiliki berbagai
keterampilan seperti pertanyaan, pertanyaan, evaluasi, dan pengambilan keputusan (Nhat, 2018:
431)
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu
untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses tersebut
tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar. bidan sebagai bagian dari pemberi
pelayanan kesehatan, yaitu memberi asuhan kebidanan dengan menggunakan proses kebidanan
akan selalu dituntut untuk berpikir di dalam berbagai situasi, baik situasinormal maupun kritis.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut para ahli (Pery dan Potter,2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana
seseorang atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau mengefaluasi informasi untuk
membuat sebuah penilain atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses, sedangkan tujuannya adalah
membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis
adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau
menarik kesimpulan merupakan control aktif yaitu reasonable, reflective, responsible, dan
skillful thinking.
Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang
berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri sebagai sudut pandang selain itu juga
membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang didalamnya dipelajari
krakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan
dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya paham atau tahu
dari komponen berpikir kritis itu sendiri, dan komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan
dasar, pengalaman, kompetensi, sikap dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir kritis.
B. Manfaat Berfikir Kritis
Berikut ini merupakan fungsi atau manfaat berpikir kritis dalam Kebidanan adalah
sebagai berikut :
5. Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan yang dilakukan.
Berpikir kritis perlu bagi seorang bidan. Seagai bentuk Penerapan profesionalisme dalam
bekerja. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan asuhan. Seorang
pemikir yang baik tentu juga seorang bidan yang baik., karena bidan setiap hari mengambil
keputusan bidan menggunakan keterampilan berfikir
Berpikir kritis tidak hanya persoalan berpikir secara analitis, tetapi juga berpikir secara
berbeda (thinking differently). Berpikir kritis mencakup analisis secara kritis untuk memecahkan
masalah. Analisis kritis berguna tidak hanya untuk mengi- ris/ menganalisis masalah, tetapi juga
membantu menemukan cara untuk menemukan akar masalah. Memahami masalah dengan baik
penting untuk dapat memecahkannya. Dengan menggunakan kerangka skeptisisme ilmiah,
berpikir kritis diperlukan di semua bidang profesi dan disiplin akademik, termasuk bidang
profesi kebidanan. Sebagai contoh, dalam memilih terapi untuk pasien, seorang bidan perlu
berpikir kritis apakah keputusan untuk memilih terapi sudah tepat, apakah didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang kuat yang membenarkan bahwa terapi itu memang efektif untuk memecahkan
masalah yang dihadapi pasien.
Kemampuan kritis setiap orang berbeda-beda, hal ini didasarkan oleh banyaknya faktor
yang mempengaruhi berpikir kritis setiap individu. Menurut Rubenfeld & Scheffer (1999 dalam
Maryam, Setiawati, Ekasari, 2008) ada 8 faktor yaitu :
a. Kondisi fisik
Kondisi fisik mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berpikir kritis. Ketika seseorang
dalam kondisi sakit, sedangkan ia dihadapkan pada kondisi yang menuntut pemikiran matang
untuk memecahkan suatu masalah, tentu kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya
sehingga seseorang tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat.
b. Keyakinan diri/motivasi
Lewin (1935 dalam Maryam, Setiawati & Ekasari, 2008) mengatakan motivasi sebagai
pergerakan positif atau negatif menuju pencapaian tujuan. Motivasi merupakan upaya untuk
menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga untuk melaksanakan sesuatu
tujuan yang telah ditetapkannya.
c. Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi kualitas pemikiran seseorang. Jika terjadi ketegangan,
hipotalamus dirangsang dan mengirimkan impuls untuk menggiatkan mekanisme simpatis-
adrenal medularis yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak. Menurut Rubenfeld & Scheffer
(2006) mengatakan kecemasan dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis seseorang.
d. Kebiasaan dan rutinitas
Salah satu faktor yang dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis adalah terjebak dalam
rutinitas. Rubenfeld & Scheffer (2006) mengatakan kebiasaan dan rutinitas yang tidak baik dapat
menghambat penggunaan penyelidikan dan ide baru.
e. Perkembangan intelektual
Perkembangan intelektual berkenaan dengan kecerdasan seseorang untuk merespons dan
menyelesaikan suatu persoalan, 14 menghubungkan atau menyatukan satu hal dengan yang lain,
dan dapat merespon dengan baik terhadap stimulus.
f. Konsistensi
Faktor yang mempengaruhi konsistensi adalah makanan, minuman, suhu ruangan, cahaya,
pakaian, tingkat energi, kekurangan tidur, penyakit dan waktu yang dapat menyebabkan daya
berpikir menjadi naik turun.
g. Perasaan
Perasaan atau emosi biasanya diidentifikasikan dalam satu kata yaitu : sedih, lega, senang,
frustasi, bingung, marah, dan seterusnya. Seseorang harus mampu mengenali dan menyadari
bagaimana perasaan dapat mempengaruhi pemikirannya dan mampu untuk memodifikasi
keadaan sekitar yang memberikan kontribusi kepada perasaan.
h. Pengalaman
Pengalaman merupakan hal utama untuk berpindah dari seorang pemula menjadi seorang ahli.
Pengukuran berpikir kritis yang baik adalah pengukuran yang mampu mengukur
komponen–komponen berpikir kritis yang akan diukur, penggabungan metode merupakan cara
terbaik untuk mendapatkan gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari
seseorang individu, selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus diperhatikan
ketika memilih alat ukur yang mencakup content validity, concurrent validity, reliabilitas dan
fairness.
Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan cara observasi
kinerja seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada komponen
berpikir kritis yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat berpikir
kritis individu yang diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur outcome dari komponen-
komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga dengan mengajukan pertanyaan dan
menerima penjelasan seseorang mengenai prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait
dengan komponen berpikir kritis yang akan diukur. Keempat dengan cara membandingkan
outcome suatu komponen berpikir kritis dengan cara berpikir kritis lainnya. Tidak ada petunjuk
baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting adalah menentukan apakah cara
pengukuran yang kita pilih mampu menggali komponen berpikir kritis yang akan kita nilai. Cara
terbaik adalah dengan menggunakan penggabungan berbagai metode sehingga gambaran
kemampuan berpikir kritis individu cukup valid (APA, 1990).
Alat ukur berpikir kritis cukup banyak, salah satunya Watson Glaster Critical Thinking
Aprasial (WGCTA). WGCTA oleh Watson Glaster adalah sebuah contoh alat yang
menggunakan metode mengukur outcome berpikir kritis dari komponen atau stimulus yang
diberikan. Elemen berpikir kritis yang dinilai dalam alat ukur ini adalah inference, pengenalan
asumsi, deduksi, interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan format terbaru
yang terdiri atas 40 soal multiple choice, dengan pilihan item antara 2 sampai 5. Responden
disediakan 5 skenario dan mereka diminta memilih kemungkinan penyelesaian dari data–data
yang ada. Skor penilaian dalam tiap skenario ini antara 0 sampai 40 yang merupakan
penjumlahan dari semua skor 40 soal multiple choice. Format WGCTA disusun dengan
pendekatan deduktif, dalam penyusunan instrument tersebut juga telah diuji validitas dan
reliabilitasnya (Gadzella, 1994).
Facione pada tahun 1990 menyusun instrument California Critical Thinking Skill Test
(CCTST), alat ukur ini menggunakan pendekatan berpikir induktif dan deduktif sehingga lebih
lengkap dibandingkan dengan WGCTA. CCTST telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Instrumen ini disusun atas 34 pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen berpikir kritis
yaitu thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan induktif reasoning. Gambaran berpikir
kritis seseorang diperoleh dari total skor untuk 34 soal yang tersedia dan tingkat kemampuan
seseorang untuk masing–masing elemen diperoleh dari skor untuk masing-masing elemen
tersebut (Facione, 2000).
Alat ukur yang lain adalah Hamilton Critical Thinking Score Rubric (HCTSR) yang lebih
fleksibel untuk mengukur berpikir kritis dalam berbagai kegiatan belajar seperti penulisan esai,
presentasi dan kegiatan pembelajaran di klinik. Elemen yang diukur dalam instrument ini adalah
interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan dan self regulation. Hasil buah pikiran
seseorang yang dituangkan dalam tulisan, presentasi atau kegiatan belajar yang lain, dinilai
dengan menggunakan 4 skala yang mengukur 6 elemen inti critical thinking. Proses penilaian
dilakukan 2 orang atau lebih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Menurut Facione (2004 dalam Potter & Perry, 2009) mengatakan berpikir kritis terdiri
dari enam sub-skill dan aplikasinya dalam keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Interpretasi (Interpretation
b. Analisis (Analysis)
c. Inferensi (Inference)
d. Evaluasi (Evaluation)
e. Eksplanasi (Explanation)
Pengontrolan diri adalah kesadaran untuk memantau aktivitas kognitif sendiri, unsur-
unsur yang digunakan dalam aktivitas tersebut, dan hasil-hasil yang dikembangkan, terutama
melalui penggunaan keterampilan dalam menganalisis, mengevaluasi penilaian inferensial
seseorang dengan suatu pendangan melalui pengajuan pertanyaan, konfirmasi, validasi, atau
pembetulan terhadap hasil penilaian seseorang
1. Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah
fenomena atau pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek,
atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang
digeneralisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak. 2. Rasional dan
beralasan.Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat
dari fakta fenomena nyata.
3. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam berpikir
atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah
sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.
5. Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan
keyakinan orang lain menganalisis semua isu,memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi
benar dan lebih baik.
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu
pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.
BAB III
PENUTUP
Menurut para ahli (Pery dan Potter,2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana
seseorang atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau mengefaluasi informasi untuk
membuat sebuah penilain atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman.
Konsep berpikir kritis merupakan elemen penting dalam pemberian asuhan Kebidanan
yang berkualitas. Kegiatan pembelajaran ini mestimulasi konsep berpikir kritis merupakan aspek
penting dan dasar dalam pendidikan kebidanan karena proses ini menggabungkan transformasi
pengetahuan kedalam keahlian memahami,mengaplikasikan,menganalisa,mensintesis, dan
mengevaluasi informasi yang diperoleh dari seorang klien sebagai pedoman dalam
memformulasikan suatu keputusan untuk memberikan asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, E.B. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belaja Mengajar
Mengasyikan dan Bermakna. Terjemahan oleh Ibnu Setiawan.Bandung: Mizan Learning
Center
Brunero, S., & Parbury, J.S. 2010. The effectiveness of clinical supervision in nursing: An
evidenced based literature review. Australian Journal of Advanced Nursing, 25(3), 86-94.
Koontz, A.M., Mallory, J.L., Burns, J.A., & Chapman, S. (2010). Staff nurse and students: The
good, the bad, and the ugly. Medsurg Nursing, 19(4), 240 – 246. Retrieved from:
https://www.amsn.org/sites/default/ files/documents/practiceresources/h ealthy-
workenvironment/resources/ MSNJ_Koontz_19_04.pdf