Dosen Pengampu : Gusti Agung Ayu Putu Putri Anara, S.Kep., Ns., M. Kep
Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh
Kelompok 5 :
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan
karuniaNya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Terapi Kognitif” dengan
baik. Dengan keterbatasan pengetahuan yang ada, kami tidak akan dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
1. Dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa, ibu Gusti Agung Ayu Putu Putri Anara, S.Kep., Ns.,
M. Kep yang senantiasa memberikan apresiasi berupa saran, kritik dan bimbingan demi
kesempurnaan penulisan.
2. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat yang tinggi.
3. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan pemikiran
dan apresiasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat, imbalan, serta karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuannya yang tidak ternilai.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan di kemudian hari.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri,
pembaca, serta masyarakat luas terutama dalam hal menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Individu memiliki sisi perasaan atau afek dengan anggapan benar terhadap dirinya
sendiri, lingkungan di kehidupannya, perasaannya dan pemikirannya pada setiap tindakan
dalam rangkaian interaksi. Berdasarakan kognisi atau pemikirannya dan pengalaman,
individu akan membuat pandangan atau perspektif kebiasaan mengenai diri sendiri, dunia
dan masa depan. Misalnya mengenai individu yang beranggapan psimistis terhadap cara
mengontor takdirnya sendiri atau beranggapan bahwa takdir tersebut mampu dikontrol
oleh orang lain bukan oleh dirinya sendiri.
Orang dengan gangguan jiwa mengalami masalah pada sisi kognitif dan bermasalah
dalam berperilaku. Orang dengan kasus depresi mengalami gangguan emosional berasal
dari ditorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Gangguan dalam berpikir mampu mengubah
konsep diri orang tersebut. Cara berpikir yang terganggu akan menimbulkan perilaku yang
maladaptif, salah satunya berperilaku kekerasan. Karenanya diperlukan adanya perawatan
dari perkembangan kognitifnya, yaitu diberikan terapi kognitif.
Terapi kognitif merupakan terapi yang digunakan dalam jangaka pendek dan
dilakukan secar teratur untuk memberikan dasar berpikir pada pasien agar mampu
mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami masalahnya, mampu mengatasi
perasaan negatifnya, serta mampu memecahkan masalah tersebut.
Pada pemberian terapi kognitif, perawat berperan sebagai pendamping pasien untuk
memodifikasi cara pikir, sikap dan keyakinan untuk menemukan perilaku yang tepat
dalam menghadapi pengobatan yang sedang dijalaninya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan terapi kognitif?
2. Apa tujuan dari terapi kognitif?
3. Apa saja indikasi pelaksanaan terapi kognitif?
4. Apa saja masalah keperawatan yang bisa diselesaikan dengan terapi kognitif?
5. Bagaimana teknik dalam melaksanakan terapi kognitif?
6. Bagaimana standar operasional dari terapi kognitif?
4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari terapi kognitif.
4. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang bisa diselesaikan dengan terapi kognitif.
5
BAB II
Beberapa tujuan menggunakan terapi kognitif menurut (Setyoadi, 2011) anatara lain
sebagai berikut:
3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara
berpikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional.
5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi
dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptif dan
otomatis. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan
pikiran – pikiran dan harapan – harapan negatif.
7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif
kompulsif dan selanjutnya mencegah respon.
8. Membantu individu mempelajari respon rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia dan
kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan
respon rileksasi misalnya dengan desentisasi sistematis.
6
9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan
bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukrisasi kognitif.
10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukrisasi sistem keyakinan yang salah.
7
BAB III
Tinjauan Pustaka
8
Menurut Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015) indikasi atau karakteristik pasien yang
mendapatkan terapi kognitif, sebagai berikut:
a. Menarik diri.
b. Penurunan motivasi.
c. Defisit perawatan diri.
d. Harga diri rendah.
e. Menyatakan ide bunuh diri.
f. Komunikasi inkoheran dan ide/topic yang berpindah-pindah (flight of idea).
g. Delusi, halusinasi terkontrol, tidak ada manik deperesi, tidak mendapat ECT.
C. Masalah Keperawatan
Menurut Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015) beberapa masalah keperawatan
yang muncul dan dapat dilakukan intervensi terapi kognitif serta memiliki tujuan
keperawatan, adalah sebagai berikut:
a. Resiko bunuh diri.
b. Isolasi sosial.
c. Harga diri rendah.
d. Defisit perawatan diri.
Tujuan Keperawatan
9
1. Teknik Restrukturisasi kognitif.
Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan
terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul. Tehnik restrukturisasi dimulai
dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran
muncul.
4. Dekatastropik
Tehnik Dekatastropik di kenal juga teknik bila dan apa. Hal ini meliputi upaya
menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien
mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk
melatih beradaptasi dengan hal terburuk dengan apa-apa yang mungkin terjadi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan perawat adalah: “ apa hal terburuk
yang terjadi bila…?, dan apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang
betul-betul terjadi…. ?, serta tindakan pemecahan masalah apa, bila hal tersebut
benar-benar terjadi….? Tujuan dari tehnik dekatastropik adalah untuk
menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan.
10
5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari
masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang
yang lain. Klien seringkali melihat masalah hanya dari satu sudut pandang saja.
Tehnik ini memberi kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan
makna baru dan merubah perilaku klien.
6. Thought stopping
Tehnik berhenti memikirkannya (thought stopping) sangat baik digunakan pada
saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah, sehingga klien dapat
menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai.
8. Membuat pola
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement
(pujian). Setiap perilaku yang diperkirakan sukses dari apa-apa yang diniatkan
klien untuk melakukannya akan diberi reinforcement (pujian).
9. Token economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan
pada kelompok anak-anak. Hal ini dilakukan secara konsisten pada saat klien
mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal yang positif.
11
10. Role play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku negatifnya
melalui kegiatan-kegiatan sandiwara yang dapat dievaluasi oleh klien dengan
memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan
belajar mengambil keputusan berdasarkan konsekuensi - konsekuensi yang ada
dalam cerita.
E. Distorsi Kognitif
Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau
pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. Distorsi dapat berupa
positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan
dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya,
seperti menyangkal masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat
untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang
diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan disayangkan
sebagai bukti kurang lengkap diri (Stuart, 2009; dikutip Yosep & Iyus, 2009).
Macam-macam distorsi kognitif menurut Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015)
sebagai berikut:
12
2. Overgeneralisasi
Memandang suatu peristiwa yang negatif sebagai sebuah pola kekalahan tanpa
akhir. Contoh, seorang murid yang gagal dalam ujian berpikir, “Saya tidak akan
pernah lulus ujian yang lain dalam semester ini dan saya akan keluar dari sekolah
ini.”
3. Personalisasi
Memandang diri sebagai penyebab dari suatu peristiwa eksternal yang negatif yang
kenyataanya tidaklah demikian. Contohnya, “Direktur saya mengatakan bahwa
produktivitas perusahaan kami menurun, tapi saya tahu ia sebenarnya sedang
membicarakan saya.”
4. Berpikir dikotomi
Berpikir dengan ekstrem bahwa semua hal adalah semuanya baik atau semuanya
buruk. Contohnya, “Jika suami saya meninggalkan saya, saya mungkin akan mati.”
5. Pembencanaan
Berpikir yang terburuk tentang orang atau kejadian. Contohnya, “Saya lebih baik
tidak mengajukan diri untuk promosi di tempat pekerjaan karena saya tidak akan
mendapatkannya dan saya merasa diri saya sangat buruk.”
6. Membuat abstrak yang selektif
Memfokuskan pada detail tapi tidak pada informasi yang relevan. Contohnya,
“Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya karena ia pulang kerja
larut malam, tetapi sang istri menolak perhatian yang diberikan oleh suami, hadiah
yang dibawanya, dan acara khusus yang mereka rencanakan bersama.”
7. Kesimpulan yang tidak beralasan
Menarik kesimpulan negatif tanpa bukti yang mendukung. Contohnya, seorang
wanita muda menyimpulkan, “Teman saya tidak suka kepada saya karena saya
tidak mengirimkan kartu ulang tahun untuknya.”
13
9. Prefeksionis
Merasa butuh untuk melakukan segala sesuatu secara sempurna agar merasa
dirinya baik. Contoh, “Saya akan menjadi seorang yang gagal apabila saya tidak
mendapat nilai A pada semua ujian saya.”
10. Eksternalisasi harga diri
Mengukur nilai seseorang berdasarkan pendapat orang lain. Contoh, “Saya harus
selalu kelihatan cantik. Kalau tidak, teman-teman saya tidak akan mau berada di
dekat saya.”
11. Filter mental
Menemukan hal kecil yang negatif dan terus memikirkannya sehingga pandangan
tentang realita menjadi gelap.
14
F. Teknik Kontrol Mood
1. Teknik tiga kolom
a. Pikiran otomatis, yaitu pikiran-pikiran negatif yang sering keluar seperti
“…tidak pernah” dan “….selalu”.
b. Distorsi kognitif.
c. Tanggapan rasional.
15
2. Itu artinya bahwa saya memang seorang 2. Seorang yang berpengalaman pun hanya
terapis yang bodoh karena dia seorang dapat menunjukkan kekuatan serta
yang berpengalaman, “Andaikan saya kelemahan spesifik saya sebagai seorang
memang seorang ahli terapi yang buruk, terapis. Setiap kali seseorang memberi cap
lalu apa artinya bagiku?” “buruk” pada saya, maka semua itu hanya
suatu pernyataan yang terlalu global,
merusak, dan tidak terlalu berguna. Saya
telah banyak berhasil dengan kebanyakan
pasien saya, sehingga tidak benarlah saya
“buruk”, tidak peduli siapapun yang
mengatakannya.
G. Pelaksanaan Terapi Kogrnitif
Terapi kognitif terdiri atas sembilan sesi, yang masing-masing sesi dilaksanakan
secara terpisah. Setiap sesi berlangsung selama 30–40 menit dan membutuhkan
konsentrasi tinggi Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015).
16
e. Beri persepsi/pandangan perawat terhadap keinginan tersebut.
f. Beri penguatan (reinforcement) positif.
g. Jelaskan metode tiga kolom.
h. Diskusikan cara menggunakan metode tiga kolom.
i. Rencana tindak lanjut, yaitu anjurkan menuliskan pikiran otomatis dan cara
penyelesaiannya.
17
d. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah.
e. Beri persepsi terhadap hambatan yang dihadapi.
f. Diskusikan hambatan yang dialami dan cara mengatasinya.
g. Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan.
h. Berikan penguatan (reinforcement) positif.
18
BAB IV
19
B. SOP Terapi Kognitif: Mengganti Pikiran
1. Menyampaikan salam
2. Mengingatkan nama perawat
3. Menegaskan kembali kontrsk untuk terapi termasuk alihan pikiran
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan klien untuk terapi
6. Menyiapkan kursi/mengambil tempat
7. Memberikan kesempatan klien untuk bak/bab (k/p)
8. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindak
lanjuti sementara)
9. Bersama klien merumuskan dan menetapkan alihsn pikiran
10. Menjelaskan prosedur sekaligus memperagakan
11. Membimbing klien melakukan perasat :
a. Letakkan tubuh dan semua anggota badn termasuk kepala (bersandar) pada kursi
senyaman mungkin
b. Tutup mata
c. Ambil nafas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar, keluarkan melalui mulut
perlahan – lahan. (lakukan ampai merasa tenang)
d. Mengambil pikiran negatif yang mengganggu
e. Pastikan klien mampu mengambil pikiran negatif, kemudian induksi klien agar ia
mampu memikirkan akibat negatif dan pikiran negatif
f. Alihkan pikiran yang menyenangkan/positif/yang telah disepakati
g. Bantuinduksi klien agar mudah mengalihkan pikiran. Perintahkan klien untuk
mengatakan dengan mantap “alihkan pikiran” yang telah disepakati.
h. Buka mata
12. Tanyakan/evaluasi respon klien (perasaan klien sekarang)
13. Kesimpulan dan support
14. Memberikan follow up apa yang harus dilakukan selanjutnya (gunakan cara yang sama
ketika datang pikiran distorsi)
15. Salam terapeutik
20
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindak lanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Jelaskan, bagaimana kaitan antara pikiran-perasaan dengan prilaku (Prilaku yang ingin
dihilangkan)
10. Mintai respon klien akan penjelasan tersebut, khususnya kaitan antara perasaanpikiran
dengan dirinya, over generalisasi, missal dst.
11. Bantu klien mengenali distorsi kognitifnya. Catat pada lembar/form yang tersedia.
(Distorsi kognitif mungkin lebih dari satu)
12. Sepakati distorsi kognitif yang akan diintervensi.
13. Mintai respon klien
14. Kesimpulan dan support
15. Memberikan follow up, untuk mengikuti tahap II
16. Kontrak untuk tahap II.
17. Salam
21
4. Menyampaikan tujuan terapi.
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi.
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindak lanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Atur posisi klien senyaman mungkin tersedia. (Duduk atau tiduran) 10. Perawat berada
disamping klien.
11. Melakukan bimbingan:
a. Klien menutup mata.
b. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya.
c. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.
d. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-
lahan (sesuai bimbingan)
e. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan,
dan pastikan klien mampu melakukannya.
f. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bias dan gagal.
g. Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai
dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
h. Biarkan klien menikmati imaginasinya.
i. setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15-
30 menit, minta klien untuk membuka mata.
12. Mintai respon klien.
13. Kesimpulan dan support.
14. Memberikan follow up.
15. Kontrak (bila diperlukan)
16. Salam.
22
10. Perawat berada disamping klien
11. Melakukan bimbingan:
a. Klien menutup mata
b. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya
c. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks
d. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-
lahan (sesuai bimbingan)
e. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan,
dan pastikan klien mampu melakukannya.
f. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bias dan gagal,
Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai
dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
g. Biarkan klien menikmati imaginasinya
h. Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15-
30 menit, minta klien untuk membuka mata
12. Mintai respon klien
13. Kesimpulan dan support
14. Memberikan follow up
15. Kontrak (bila diperlukan)
16. Salam
23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan mekanisme
koping dengan menggunakan terapi kognitif kepada klien sehingga jumlah kasus penderita
gangguan jiwa di Indonesia dapat menurun.
24
DAFTAR PUSTAKA
Afiyah, Nor. 2016. Penerapan Terapi Kognitif Pada Klien Isolasi Sosial Di Rsjd Dr.Amino
Gondohutomo Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada klien Psikogeriatrik. Jakarta:
Salemba Medika.
Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
iv