Anda di halaman 1dari 2

Rantai kopi Indonesia yang sedang naik daun Kopi Kenangan adalah salah satu yang harus

diperhatikan. Didirikan oleh pengusaha serial Edward Tirtanata dan James Prananto (alumni Forbes
30 Under 30), model kafe muda tiga tahun setelah tren Ritel Baru kopi on-demand. Dimulai dengan
pendanaan awal USD$8 juta dan 30 toko pada tahun 2018, hari ini memiliki 324 outlet, barisan
pendukung investasi yang kuat dan berdiri pada penilaian USD$477 juta yang dilaporkan. Sama
ambisiusnya dengan Luckin Coffee dari China, Kopi Kenangan berencana untuk mendominasi pasar
ASEAN dan mengatasi 400 gerai Starbucks SBUX +0,6% di Indonesia dengan membuka satu gerai
setiap hari, hingga mencapai 500 pada akhir tahun

Pada tahun 2017, Edward dengan percaya diri memasuki bisnis minuman kopi. Padahal di ranah
ini sejumlah nama besar dan terkenal sudah mapan. Sebut saja Starbucks, Excelso, atau Coffee Bean.
Namun, menurut dia, nama besar tidak selalu memenuhi permintaan pasar. Hal ini juga dialami oleh
dirinya sendiri.

Menurut Edward, yang terpenting dari minum kopi adalah kopinya sendiri. Tidak perlu wifi, kursi,
atau tempat yang nyaman. Hanya satu cangkir kopi yang bisa dibawa kemana-mana. “Pemain kopi
banyak, tapi kami lihat tidak banyak alternatif yang harganya terjangkau. Karena saya minum kopi
setiap hari, kalau tidak ke Starbucks seharga Rp 35.000, atau tidak pesan kopi seharga Rp. 1.000,
tidak ada yang di tengah, terjangkau. Sebenarnya yang diinginkan pelanggan tidak perlu sofa, hanya
butuh kopi yang enak dan bahan yang berkualitas," sambungnya.

Mr Edward Tirtanata, CEO Kopi Kenangan, rantai kopi yang berkembang pesat, sejak awal
memutuskan bahwa kopinya harus terjangkau agar dapat bertahan di pasar yang kompetitif. “Rata-
rata 18.000 rupiah (US $ 1,30) per cangkir, harga Kopi Kenangan berada di antara kopi warung
pinggir jalan sekitar 3.000 rupiah dan rantai internasional 50.000 rupiah. Saya menggunakan logika
sederhana dalam strategi penetapan harga saya ketika kami pertama kali memulai tiga tahun lalu.
Secangkir kopi yang enak harganya antara 35.000 dan 40.000 rupiah. Jika Anda membeli satu cangkir
sehari, itu berarti 1,2 juta rupiah sebulan, yang mencapai 30 persen dari upah minimum di Jakarta.
Namun, secangkir Starbucks di Amerika Serikat selama sebulan hanya 6 persen dari upah
minimumnya. Ada perbedaan besar. Itu sebabnya saya memutuskan untuk memberi harga kopi saya
sedemikian rupa sehingga konsumsi sebulan hanya akan menelan biaya kurang dari 10 persen dari
upah minimum kami, ”jelas Bapak Edward Tirtanata, CEO Kopi Kenangan. “Menu yang bervariasi
sangat penting untuk menjangkau semua jenis konsumen dan dapat menarik konsumen baru. Meski
es kopi susu masih menjadi andalan, namun harus dilihat dengan presentasi konsumen sebesar 60
persen, sebanyak 20 persen merupakan konsumen kopi original dan 20 persen lainnya merupakan
konsumen menu lainnya,” ujar James. Prananto, COO Kopi Kenangan.

Selanjutnya, Kopi Kenangan dipilih sebagai nama merek karena mengandung konten lokal dan
sebagai strategi diferensiasi agar berbeda dari kedai kopi lokal dengan nama merek asing.
Menurutnya, kata "kenangan" bisa membangkitkan kenangan yang tak terlupakan

memori seseorang di masa lalu. Dari sinilah, nama Kopi Kenangan yang terkesan murahan ternyata
ampuh membuat banyak orang penasaran dan mencoba. Padahal, menurut Edward, di awal
pembukaannya mereka tidak mengeluarkan biaya pemasaran apapun untuk memperkenalkan
merek ini, mereka memang hanya mengandalkan keunikan namanya saja. Selain brand name yang
mudah diingat, penamaan menu yang tidak biasa pun mampu mendongkrak Kopi Kenangan dalam
waktu singkat. Itu
Menu paling laris berjudul Memories of the Ex, berawal dari ide lelucon tentang kenangan manis
yang tidak ada tapi selalu muncul di pikiran, ternyata yang berawal dari lelucon adalah

benar-benar mampu menarik antusiasme masyarakat. Bisnis yang menyajikan kopi bersaing satu
sama lain untuk mendapatkan pangsa pasar dan ketika satu bisnis memperoleh atau
mengembangkan atribut unik, yang berharga bagi konsumen, hal itu menghasilkan posisi keunggulan
kompetitif dan pangsa pasar yang lebih besar. Sederhananya, ketika bisnis

menawarkan titik perbedaan yang berharga, bahwa bisnis dapat berharap untuk menarik pangsa
konsumen yang lebih besar. Ini dikenal sebagai keunggulan kompetitif. Penting untuk dicatat bahwa
untuk mewujudkan potensi komersial dari keunggulan kompetitif, hal itu tidak hanya harus unik dan
berharga tetapi juga dirasakan secara akurat oleh konsumen.

Anda mungkin juga menyukai