Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TOLERANSI AGAMA DAN RUANG

LINGKUPNYA
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah umum pendidikan agama

Di susun oleh :

 Siti Maesaroh (1710)


 Siti Yuliyana (171011050038)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA S1


FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “TOLERANSI BERAGAMA".

Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama
Islam, Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belumlah sempurna oleh karna itu, saran dan
kritik yang membangun dari teman-teman sangat dibutuhkan demi penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini menjadikan ibadah, Amiin yaa robbal
alamiin.

Tangerang, 14 juni 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN......................................................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................ii
1.2 Tujuan.........................................................................................................................................iii
BAB II....................................................................................................................................................iv
ISI..........................................................................................................................................................iv
2.1 Pngertian Toleransi.....................................................................................................................iv
2.2 Jenis-Jenis Toleransi.....................................................................................................................v
2.3 Toleransi Dalam Islam................................................................................................................v
2.4 Konsep Toleransi Menurut Islam................................................................................................vi
2.5 Toleransi Dalam Praktik Sejarah Islam......................................................................................viii
2.6 Toleransi Antar Sesama Muslim..................................................................................................ix
2.7 Toleransi Antar Umat Beragama..................................................................................................x
2.8 Toleransi Umat Beragama di Indonesia.......................................................................................xi
2.9 Manfaat Dan Contoh Toleransi Beragama..................................................................................xi
2.9.1 Manfaat Dari Toleransi Beragama.......................................................................................xii
2.9.2 Contoh Toleransi Beragama................................................................................................xii
2.10 Silahturami Merupakan bentuk Dari Toleransi........................................................................xiii
BAB III..................................................................................................................................................xiv
PENUTUP.............................................................................................................................................xiv
3.1 KESIMPULAN.......................................................................................................................xiv
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................xv

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya
manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan
dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah
perbedaan agama.

Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan
dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam
rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling
menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian
dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka
antara yang satu dengan yang lainnya.

Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.” Olehnya itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi
sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada
diantara kita demi keutuhan Negara.

Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.
Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama
adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada
seorang pun yang boleh mencabutnya.

Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat
terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali
terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan
toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu
kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan
beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalahh ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen PAI 1 yakni bapak Drs. Muhtar Arifien
Sholeh, M.Lib
2. Untuk mengenalkan apa itu toleransi
3. Untuk meningkatkan kesadaran akan toleransi beragama

2
BAB II

ISI

2.1 Pngertian Toleransi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris: tolerance;
Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih
diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan
dada. Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan)
yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.

Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling
menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik
secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep agung
dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam.

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada paksaan
dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah contoh populer dari
toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga
sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa
masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu
sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka.
Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru
sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.

Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam
semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka
toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi
toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah. Ia
begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari
Islam. Makalah berikut akan mengulas pandangan Islam tentang toleransi. Ulasan ini dilakukan baik
pada tingkat paradigma, doktrin, teori maupun praktik toleransi dalam kehidupan manusia.

3
2.2 Jenis-Jenis Toleransi

Ada tiga macam sikap toleransi, yaitu:

a. Negatif : Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan
saja karena dalam keadaan terpaksa.

Contoh : PKI atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru
merdeka.

b. Positif : Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.

Contoh : Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan
pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.

c. Ekumenis : Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat
unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.Contoh
Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham.
Dalam kehidupan beragama sikap toleransi ini sangatlah dibutuhkan, karena dengan sikap toleransi ini
kehidupan antar umat beragama dapat tetap berlangsung dengan tetap saling menghargai dan
memelihara hak dan kewajiban masing-masing.

2.3 Toleransi Dalam Islam

Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam
perbedaan. . Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

ٞ ِ‫ارفُ ٓو ۚ ْا ِإ َّن َأ ۡك َر َم ُكمۡ ِعن َد ٱهَّلل ِ َأ ۡتقَ ٰى ُكمۡۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخب‬
١٣ ‫ير‬ َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ ِإنَّا َخلَ ۡق ٰنَ ُكم ِّمن َذك َٖر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ۡل ٰنَ ُكمۡ ُشعُوبٗ ا َوقَبَٓاِئ َل لِتَ َع‬

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”

Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada
dalam system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman manusia,
baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adapt-istiadat, dsb. Toleransi beragama harus dipahami
sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala
bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan
keyakinan agama masing-masing. Keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan

4
para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya.
Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata
tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam
kehidupan sejak agama Islam itu lahir.

2.4 Konsep Toleransi Menurut Islam


Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah
“damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”. Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan
istilah “Islam agama rahmatal lil’alamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa
Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi
dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama
dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan. Dalam al-Qur’an Allah
berfirman yang artinya, Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-
orang yang beriman semuanya?”

Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah umatmu semua (wahai
para rasul), yaitu umat yang tunggal, dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah olehmu sekalian
akan Daku (saja). Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat manusia itu tunggal tapi
kemudian mereka berpencar memilih keyakinannya masing-masing. Ini mengartikulasikan bahwa
Islam memahami pilihan keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah
jelas antara yang benar dari yang bathil”.

Selanjutnya, di Surah Yunus Allah menandaskan lagi, yang artinya: “Katakan olehmu (ya Muhamad),
‘Wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita tidak
menyembah selain Allah dan tidak pula memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian
dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah!” Ayat ini
mengajak umat beragama (terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam) menekankan persamaan dan
menghindari perbedaan demi merengkuh rasa saling menghargai dan menghormati. Ayat ini juga
mengajak untuk sama-sama menjunjung tinggi tawhid, yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan
selain-Nya. Jadi, ayat ini dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi antar-umat
beragama yang didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu ‘menjauhi konflik’.

Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif.
Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada
Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la dengan amat
menarik mengemukakan, Semu makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya
adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”).

Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “sayangilah orang yang ada
di bumi maka akan sayang pula mereka yang di lanit kepadamu”. Persaudaran universal adalah
bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak
orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal
juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta
menegasikan semua keburukan.

5
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu
contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW
di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling
menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota
yang terikat dalam Piagam Madinah.

Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan juga
muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang
melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Syu’ab al-Imam,
karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa yang membongkar aib orang lain di
dunia ini, maka Allah (nanti) pasti akan membongkar aibnya di hari pembalasan”.

Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman bahwa umat
manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama
lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menajdi prinsip yang sangat kuat di dalam
Islam.

Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi
toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia,
dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini. Dalam hal ini, al-Qur’an
menyatakan yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah agama menurut cara (Alla); yang
alamiah sesuai dengan pola pemberian (fitrah) Allah, atas dasar mana Dia menciptakan manusia…”

Mufassir Baidhawi terhadap ayat di atas menegaskan bahwa kalimat itu merujuk pada perjanjian yang
disepakati Adam dan keturunanya. Perjanjian ini dibuat dalam suatu keadaan, yang dianggap seluruh
kaum Muslim sebagai suatu yang sentral dalam sejarah moral umat manusia, karena semua benih
umat manusia berasal dari sulbi anak-anak Adam. Penegasan Baidhawi sangat relevan jika dikaitkan
dengan hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi ditanya: “Agama yang manakah yang paling
dicintai Allah?’ Beliau menjawab “agama asal mula yang toleran (al-hanîfiyyatus samhah).

Dilihat dari argumen-argumen di atas, menunjukkan bahwa baik al-Qur’an maupun Sunnah Nabi
secara otentik mengajarkan toleransi dalam artinya yang penuh. Ini jelas berbeda dengan gagasan dan
praktik toleransi yang ada di barat. Toleransi di barat lahir karena perang-perang agama pada abad ke-
17 telah mengoyak-ngoyak rasa kemanusiaan sehingga nyaris harga manusia jatuh ke titik nadir. Latar
belakang itu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan di bidang Toleransi Antar-agama yang kemudian
meluas ke aspek-aspek kesetaraan manusia di depan hukum.

Lalu, apa itu as-samahah (toleransi)? Toleransi menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik
sebagai berikut, yaitu antara lain:

1. Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan

2. Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan

3. Kelemah lembutan karena kemudahan

4. Muka yang ceria karena kegembiraan

5. Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan

6. Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian

6
7. Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi

8. Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ada rasa keberatan.

Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali karakteristik itu merupakan Inti Islam, Seutama iman, dan
Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq). Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
bersabda. Artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur,
ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu? Jawabnya : 'Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada
dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki'. Ditanyakan: Siapa lagi (yang lebih
baik) setelah itu?. Jawabnya : 'Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat'. Ditanyakan :
Siapa lagi setelah itu? Jawabnya : 'Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam
Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi. Baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak
akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan
ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual,
lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat
Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh
(hablum minall nar).

2.5 Toleransi Dalam Praktik Sejarah Islam


Sejarah Islam adalah sejarah toleransi. Perkembangan Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah
Arabia yang begitu cepat menunjukkan bahwa Islam dapat diterima sebagai rahmatal lil’alamin
(pengayom semua manusia dan alam semesta). Ekspansi-ekspansi Islam ke Siria, Mesir, Spanyol,
Persia, Asia, dan ke seluruh dunia dilakukan melalui jalan damai. Islam tidak memaksakan agama
kepada mereka (penduduk taklukan) sampai akhirnya mereka menemukan kebenaran Islam itu sendiri
melalui interaksi intensif dan dialog. Kondisi ini berjalan merata hingga Islam mencapai wilayah yang
sangat luas ke hampir seluruh dunia dengan amat singkat dan fantastik.

Memang perlu diakui bahwa perluasan wilayah Islam itu sering menimbulkan peperangan.
Tapi peperangan itu dilakukan hanya sebagai pembelaan sehingga Islam tak mengalami kekalahan.
Peperangan itu bukan karena memaksakan keyakinan kepada mereka tapi karena ekses-ekses politik
sebagai konsekuensi logis dari sebuah pendudukan. Pemaksaan keyakinan agama adalah dilarang
dalam Islam. Bahkan sekalipun Islam telah berkuasa, banyak agama lokal yang tetap dibolehkan
hidup.

Demikianlah, sikap toleransi Islam terhadap agama-agama dan keyakinan-keyakinan lokal


dalam sejarah kekuasaan Islam menunjukkan garis kontinum antara prinsip Syari’ah dengan
praktiknya di lapangan. Meski praktik toleransi sering mengalami interupsi, namun secara doktrin tak
ada dukungan teks Syari’ah. Ini berarti kekerasan yang terjadi atas nama Islam bukanlah otentisitas
ajaran Islam itu sendiri. Bahkan bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pemerintah-pemerintah
Muslim membiarkan, bekerjasama, dan memakai orang-orang Kristen, Yahudi, Shabi’un, dan
penyembah berhala dalam pemerintahan mereka atau sebagai pegawai dalam pemerintahan.

Lebih lanjut kesaksian seorang Yahudi bernama Max I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu
akibat dari toleransi Islam adalah bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan mengambil manfaat
dengan menempatkan diri mereka di seluruh pelosok Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya
ialah bahwa mereka dapat mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka pilih, karena tidak

7
ada profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada keahlian khusus yang diserahkan kepada
mereka”.

Pengakuan Max I. Dimon atas toleransi Islam pada orang-orang Yahudi di Spanyol adalah
pengakuan yang sangat tepat. Ia bahkan menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam
membuka pintu masjid, dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama, pendidikan, maupun asimilasi.
Orang-orang Yahudi, kata Max I. Dimon selanjutnya, tidak pernah mengalami hal yang begitu bagus
sebelumnya.

Kutipan ini saya tegaskan karena ini dapat menjadi kesaksian dari seorang non-Muslim
tentang toleransi Islam. Dan toleransi ini secara relatif terus dipraktikkan di dalam sejarah Islam di
masa-masa sesudahnya oleh orang-orang Muslim di kawasan lain, termasuk di Nusantara. Melalui
para pedagang Gujarat dan Arab, para raja di Nusantara Indonesia masuk Islam dan ini menjadi cikal
bakal tumbuhnya Islam di sini.

Selanjutnya, dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, ia dilakukan melalui perdagangan


dan interaksi kawin-mawin. Ia tidak dilakukan melalui kolonialisme atau penjajahan sehingga sikap
penerimaan masyarakat Nusantara sangat apresiatif dan dengan suka rela memeluk agama Islam.
Sementara penduduk lokal lain yang tetap pada keyakinan lamanya juga tidak dimusuhi. Di sini, perlu
dicatat bahwa model akulturasi dan enkulturasi budaya juga dilakukan demi toleransi dengan budaya-
budaya setempat sehingga tak menimbulkan konflik. Apa yang dicontohkan para walisongo di Jawa,
misalnya, merupakan contoh sahih betapa penyebaran Islam dilakukan dengan pola-pola toleransi
yang amat mencengangkan bagi keagungan ajaran Islam.

Secara perlahan dan pasti, islamisasi di seluruh Nusantara hampir mendekati sempurna yang
dilakukan tanpa konflik sedikitpun. Hingga hari ini kegairahan beragama Islam dengan segala gegap-
gempitanya menandai keberhasilan toleransi Islam. Ini membuktikan bahwa jika tak ada toleransi,
yakni sikap menghormati perbedaan budaya maka perkembangan Islam di Nusantara tak akan
sefantastik sekarang.

2.6 Toleransi Antar Sesama Muslim


Dalam firman Allah SWT QS. Al-Hujurat ayat 10 :

ْ ُ‫ُوا بَ ۡينَ َأ َخ َو ۡي ُكمۡۚ َوٱتَّق‬


١٠ َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡر َح ُمون‬ ۡ ‫ة فََأ‬ٞ ‫ِإنَّ َما ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ ِإ ۡخ َو‬
ْ ‫صلِح‬

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”

Dalam surat diatas Allah menyatakan bahwa orang-orang mu’min bersaudara, dan memerintahkan
untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman diantara 2
orang atau kelompok kaum muslim.

8
Dalam mengembangkan sikap toleransi secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu dengan
bagaimana kemampuan kita mengelola dan mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi
pada keluarga kita atau pada keluarga/saudara kita sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan
cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan. Dan menyadari
pula bahwa kita semua adalah bersaudara. Maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian dan
pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan pengamalan agama, al-
Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mu’min untuk kembali kepada Allah (al-Qur’an) dan
Rasul (sunnah).

2.7 Toleransi Antar Umat Beragama

Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat
penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan
(ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak
beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup
bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan
dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas,
bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada
kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.

Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran
masing-masing sehingga tidak perlu saling menghujat

Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-
Qur’an menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan, hendaknya
masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan.

(QS. Saba:24-26):
ٰ َ ‫ض قُل ٱهَّلل ۖ ُ و نَّٓا َأ ۡو يَّا ُكمۡ لَ َعلَ ٰى هُدًى َأ ۡو فِي‬
ٖ ِ‫ضلَ ٖل ُّمب‬
۞٢٤ ‫ين‬ ‫ِإ‬ ‫َ ِإ‬ ِ ِ ۖ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬
ِ ‫قُ ۡل َمن يَ ۡر ُزقُ ُكم ِّمنَ ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

24. Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah:
"Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran
atau dalam kesesatan yang nyata.

٢٥ َ‫سَٔ ُل َع َّما ت َۡع َملُون‬


‍ۡ ُ‫سَٔلُونَ َع َّمٓا َأ ۡج َرمۡ نَا َواَل ن‬
‍ۡ ُ‫قُل اَّل ت‬

25. Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan
kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".

٢٦ ‫ق َوهُ َو ۡٱلفَتَّا ُح ۡٱل َعلِي ُم‬


ِّ ‫قُ ۡل يَ ۡج َم ُع بَ ۡينَنَا َربُّنَا ثُ َّم يَ ۡفتَ ُح بَ ۡينَنَا بِ ۡٱل َح‬

26. Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi
Keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui".

9
2.8 Toleransi Umat Beragama di Indonesia
Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya habungan antar umat beragama.
Sebab munculnya ketegangan intern umat beragama tersebut antara lain:

1. Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi.

2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain.

3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan
memandang randah agama lain.

4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam
kehidupan masyarakat.

5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama, antar umat
beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah.

6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.

Pluralitas agama hanya akan bisa dicapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada satu
sama lain. Sikap lapang dada kehidupan beragama akan memiliki makna bagi kehidupan dan
kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:

1. Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan golongan agama lain yang
berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri.

2. Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh ajaran
agamanya.

3. Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.

4. Perbuatan yang diwujudkan dalam:

• keterbelakangan bersama.

• Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar
pengalaman untuk mencapai tujuan bersama.(Tarmizi Taher, 1997:9).

• Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.

• Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk
tidak menyinggung keyakinan agama lain.

2.9 Manfaat Dan Contoh Toleransi Beragama

10
2.9.1 Manfaat Dari Toleransi Beragama
1. Menghindari Perpecahan

Dengan belajar dan melakukan Toleransi Beragama maka kita juga belajar bagaimana agar bangsa
besar kita ini indonesia dapat bertahan lama. Negara kita terbukti sangat peka terhadap isu keagamaan
oleh karena itu jika tidak bisa menjaga hubungan baik antara agama. Bahaya besar telah menanti
bangsa ini.

2. Mempererat Hubungan

Dengan toleransi beragama tidak hanya dapat menghindarkan kita dari sebuah perpecahan
tapi juga dapat membuat kita lebih solid dalam hubungan kemasyarakatan. Dapat juga bertukar
pikiran (bukan berdebat tentang agama yang lebih baik) agar dari hari kehari kehidupan ala
multiagama di negara ini menjadi sesuatu yang biasa dan tidak menjadi alasan terjadi pertikaian
anatara umat beragama.

3. Mengokohkan Iman

Semua agama mangajarkan hal yang baik bagaimana mngatur hubungan dengan masyarakat yang
beragama lain. Wujud nyata tingkah laku toleransi akan menunjukkan perwujudan iman keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari.

2.9.2 Contoh Toleransi Beragama


1. Saling Menghormati

Salah satu contoh toleransi dalam beragama ialah dengan saling menghormati anatar umat beragama.
Dengan cara jika ada yang sedang puasa ya setidaknya kita jangan menganggi atau merusak puasanya.
Jika ada yang sedang berdoa tetaplah menjaga ketenangan saat umat lain beribadah.

2. Tidak Mengganggu

Tidak mengganggu sudah cukup baik untuk mewujudkan toleransi beragama di dalam masyarakat
dengan cara jika ada upacara agama lain hendaklah tidak melanggar aturan. Misalnya acaranya nyepi
janganlah merusak dengan menciptakan keributan tanpa peduli acara umat lain.

11
2.10 Silahturami Merupakan bentuk Dari Toleransi

Untuk terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan sejahtera, Islam tidak hanya mengajarkan
umatnya untuk semata beribadah kepada Allah SWT. Melainkan Islam justru sangat menekankan
umatnya untuk membina dan menjalin silaturahmi yang baik dengan tetangga dan lingkungannya.

Islam adalah agama yang universal artinya rahmatan lil alamin. Umat Islam yang sangat
menginginkan hidupnya mendapatkan ridha Allah SWT selalu namanya berpegang dengan ajaran
Islam, dimana hubungan secara vertical kepada Allah senantiasa harus dibina tetapi karena manusia
mahluk social maka dia harus membina hidup bermasyarakat artinya berhubungan dengan tetangga
secara baik .

Islam sangat menjunjung tinggi silaturahmi dan cara memuliakan tetangga. Hal ini tercantum didalam
ayat suci Al-Quran dan hadist, berikut dalilnya:

ٞ ِ‫ارفُ ٓو ۚ ْا ِإ َّن َأ ۡك َر َم ُكمۡ ِعن َد ٱهَّلل ِ َأ ۡتقَ ٰى ُكمۡۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخب‬
١٣ ‫ير‬ َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ ِإنَّا َخلَ ۡق ٰنَ ُكم ِّمن َذك َٖر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ۡل ٰنَ ُكمۡ ُشعُوبٗ ا َوقَبَٓاِئ َل لِتَ َع‬

“Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mendengar”. (QS Al-Hujurat:13)

Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata: Rosulullah SAW bersabda: Barang siapa senang diperluas
rezekinya diperpanjang umurnya 1) hendaklah bersilaturahmi. Riwayat Bukhari.

Dari ra dia berkata: Rosulullah SAW Bersabda: Apabila engkau masak kuah, berilah air yang banyak
dan perhatikan hak tetanggamu. Riwayat Muslim.

Dari beberapa hadist diatas menandakan bahwasannya Rosulullah SAW sangat memuliakan tetangga.
Karena dengan kita memuliakan tetangga banyak sekali manfaatnya. Selain itu aplikasi dalam
kehidupannya, kebersamaan hidup antara orang-orang Islam dengan non Islam sebenarnya telah
dicontohkan oleh Rosulullah ketika beliau dengan para sahabat mengawali hidup di Madinah setelah
hijrah. Dimana Rosulullah mengikat perjanjian penduduk Madinah yang terdiri dari orang-orang kafir
dan muslim untuk saling membantu dan menjaga keamanan kota Madinah dari gangguan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku yang mempunyai kebudayaan sendiri-
sendiri, pemeluk agama dan menganut kepercayaan yang berbeda-beda.
2. Kita perlu membina persatuan dan kesatuan dalam wadah Negara Kesatuan RI dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika.

3. Masyarakat Indonesia memeluk agama dan keyakinan yang berbeda-beda, akan tetapi semua
agama mengajarkan kepada setiap umatnya untuk saling menghormati, bekerja sama serta
sikap toleransi agar dapat terciptanya kerukunan hidup.

4. Konsekuensi toleransi hidup beragama adalah setiap pemeluk agama menganut kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap saling terbuka untuk bekerjasama dan saling
bantu dalam usaha-usaha pembangunan di segala bidang.

5. Secara kodrati manusia di samping mempunyai kekuatan, juga dilengkapi dengan kelemahan-
kelemahan, selain mempunyai kemampuan juga keterbatasan. Manusia memiliki sifat yang
baik dan sifat yang kurang baik. Demi kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya manusia
perlu mendapat bantuan atau bekerjasama dengan manusia lain dalam masyarakat, sebab itu
manusia hanya akan mempunyai arti apabila hidup bersama-sama dengan manusia lainnya di
dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

13
http://mangihot.blogspot.com/2017/02/topik-iii-toleransi-kehidupan-beragama.html

https://text-id.123dok.com/document/oy8glmo5z-ruang-lingkup-toleransi-toleransi-antar-umat-
beragama-1-pengertian-toleransi.html

http://n0valina.blogspot.com/2009/08/toleransi-agama.html

14

Anda mungkin juga menyukai