Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STUNTING

Untuk Memenuhi Tugas Bahasa Inggris

Dosen Pengajar : J. Anhar Rabi Hamsah Tis’ah, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Khairunnisa Nabilah Nurul Awaliya Ananda P. Qurotul Uyun

Kavela Rianggi Dara Puspita Sari Dwi Sekarwati

Novia Dwi Lestari Nada Dhiya ‘Ulhaq Almaida Hidayat

Nita Amalia Fatia Faharani

Nuraulia Putri Titi Nurbaiti

PRORAM STUDI AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2022 M/1443 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin

Puji Syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ ala yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayahnya kepada kita semua. Semoga Solawat dan salam tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Telah kami susun sebuah
makalah dengan tema stunting.

Makalah ini penulis buat selain bertujuan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan
kepada kami, juga untuk menjadi sumber pengetahuan bagi mahasiswa maupun umum
seputar dunia pendidikan khususnya pada pendidikan islam.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak J. Anhar Rabi Hamsah Tis’ah
selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa inggris, yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis sehingga dapat menyusun makalah ini dengan baik. Sekalipun telah
berusaha dengan maksimal, tidak menutup kemungkinan bahwa ada kekurangan pada buku
ini. Maka kami sebagai penulis mohon maaf serta menerima saran dan kritik dari pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dan juga para pembaca.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................1

C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Stunting ..............................................................................................................2

B. Faktor Penyebab Stunting ....................................................................................................3

C. Pencegahan Stunting ............................................................................................................5

D. Cara Mengatasi Stunting ......................................................................................................7

a. Empat Pilar Gizi Seimbang ..............................................................................................7

b. Mengonsumsi Makanan Beragam ....................................................................................7

c. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih ..............................................................................8

d. Melakukan Aktivitas Fisik ...............................................................................................9

e. Mempertahankan dan Memantau Berat Badan (BB) Normal ..........................................9

E. Analisa Kasus Stunting ........................................................................................................9

1. Kasus Stunting Di Indonesia ............................................................................................9

2. Kasus stunting Di Indonesia Menurut WHO .................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................12

B. Saran ..................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting dan gizi buruk adalah dua hal berbeda. Dampak kurang gizi kronis tidak
bisa diperbaiki dan bisa terlihat dari tumbuh kembang buah hati yang terhambat.
Anak dikatakan mengalami stunting jika pada usia 0-59 bulan memiliki tinggi
badan di bawah minus dua standar deviasi (pengerdilan moderat dan berat) dan minus
tiga standar deviasi (stunting berat) dari median Standar Pertumbuhan Anak WHO.
Sederhananya, buah hati yang mengalami stunting mengalami defisit tinggi badan sekitar
10,4 cm untuk perempuan, dan 13,6 untuk laki-laki. Misalnya, anak berusia 2-5 tahun
dengan tinggi badan 120 cm, berat badan yang ideal adalah 23-25 kg. Seorang anak
dikatakan stunting jika berat badannya hanya 19-20 kg dengan tinggi yang sama.
Bukan hanya tinggi badan buah hati saja yang dipengaruhi kondisi stunting,
melainkan juga otak. Gizi buruk kronis melambatkan pertumbuhan jaringan otak. Buah
hati akan lebih lambat dalam merespons dan berpikir. Bahkan, 65 persen anak dengan
gizi buruk kronis memiliki IQ di bawah 90.

B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang sebelumnya, maka kami merumuskan masalah
yang akan di bahas pada makalah kali ini sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan stunting?


2. Apa faktor penyebab stunting?
3. Bagaimana cara mencegah stunting?
4. Mengapa kasus stunting di Indonesia ternyata belum menurun sepenuh?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui stunting.
2. Untuk mengetahu penyebab stunting
3. Untuk mengetahui cara mencegah stunting
4. Untuk mengetahui kasus stunting di Indonesia ternyata belum menurun sepenuhnya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang
lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.
Stunting merupakan dampak dari berbagai faktor seperti berat lahir yang rendah,
stimulasi dan pengasuhan anak kurang tepat, asupan nutrisi kurang, dan infeksi berulang
serta berbagai faktor lingkungan lainnya. Stunting terjadi dimulai dari janin dalam
kandungan serta akan nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan zat gizi pada anak
usia dini dapat meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya
mudah terserang penyakit, dan akan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.
Stunting atau pendek adalah status gizi yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan
(pendek) berdasarkan parameter atropetri tinggi badan yaitu Panjang Badan menurut
Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Hasil pengukuran berada pada
ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD
(sangat pendek/severely stunted). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Berikut definisi dan pengertian stunting dari beberapa sumber buku:

 Menurut Trihono dkk (2015), Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
BB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3
SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted). 
 Menurut Millennium Challenge Account (2014), stunting adalah masalah kurang gizi
kronis yang disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang dalam waktu cukup lama
akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. 
 Menurut WHO (2006), Stunting adalah gangguan pertumbuhan ditinjau berdasarkan
parameter antropometri tinggi badan menurut umur merupakan bagian dari

2
kekurangan gizi maupun infeksi kronis yang ditunjukkan dengan z-score <-2 standar
deviasi. 
 Menurut UNICEF (2013), Stunting adalah indicator status gizi TB/U sama dengan
atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) di bawah rata-rata standar atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain
seumurnya, ini merupakan indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis
yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan
dan sosial ekonomi. 
 Menurut Kemenkes RI (2016), Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada
parameter Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U), hasil pengukuran antropometri berdasarkan parameter tersebut dibandingkan
dengan standar baku WHO untuk menentukan anak tergolong pendek (<-2 SD) atau
sangat pendek (<-3 SD). 

B. Faktor Penyabab Stunting


Stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti
kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan
gizi pada bayi. Penderita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan
dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Menurut BAPPENAS (2013), stunting pada anak disebabkan oleh banyak faktor,
yang terdiri dari faktor langsung maupun tidak langsung. Adapun faktor-faktor penyebab
stuntin
a. Asupan gizi balita 
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan mengalami
tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya
masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar
sesuai dengan

b. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting. Anak
balita dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi
yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA),

3
diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu pelayanan
kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat.
c. Faktor Ibu
Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan,
dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu terlalu muda atau
terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, BBLR, IUGR dan
persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan hipertensi.
d. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan.
Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan
berhentinya pertumbuhan tulang.
e. Pemberian ASI Eksklusif
Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initiation, tidak
menerapkan ASI eksklusif dan penghentian dini konsumsi ASI. Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan
pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui
yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan
nutrisi penting pada bayi.
f. Ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada kurangnya pemenuhan
asupan nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan protein anak balita
diIndonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dapat mengakibatkan
balita perempuan dan balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-
masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek dari pada standar rujukan WHO.
g. Faktor sosial ekonomi 
Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan terhadap
kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek. Status ekonomi keluarga yang rendah akan
mempengaruhi pemilihan makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya menjadi
kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang berfungsi

4
untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral, sehingga
meningkatkan risiko kurang gizi.

h. Tingkat Pendidikan 
Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan perawatan anak.
Selain itu juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan yang akan
dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu makan yang tepat untuk balita
dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila ibu mempunyai tingkat
pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan pendidikan rendah antara lain akan sulit
menyerap informasi gizi sehingga anak dapat
berisiko mengalami stunting.
i. Pengetahuan gizi ibu
Pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usaha perbaikan gizi yang baik
pada keluarga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi tetapi
harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
tentang kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan
makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat
berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup pengetahuan
gizinya akan memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
j. Faktor lingkungan
Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak
adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang
tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang
tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko mengalami stunting.

C. Pencegahan Stunting
Menurut Millennium Challenge Account (2014), stunting dapat dicegah dengan
menggunakan beberapa upaya, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi ibu hamil. Ibu hamil perlu mendapatkan makanan yang
cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi), dan terpantau kesehatannya.
2. ASI ekslusif sampai dengan usia 6 bulan dan setelah usia 6 bulan diberikan makanan
pendamping ASI (MP ASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 

5
3. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya strategis untuk
mendeteksi terjadinya gangguan pertumbuhan. 
4. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan. Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan akan memicu
gangguan saluran pencernaan yang membuat energi untuk pertumbuhan akan
teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi. Semakin lama menderita
infeksi maka resiko stunting akan semakin meningkat.

Walau tidak bisa diobati, stunting bisa dicegah. Bunda bisa memulai tindakan
pencegahan dengan pemberian ASI hingga usia 6 bulan, dilanjutkan dengan makanan
pendamping ASI atau MPASI. ASI memang penting. Namun, setelah 6 bulan, Bunda
direkomendasikan memberikan makanan pendamping ASI dengan kandungan gizi yang
lebih lengkap. Ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian buah hati yang
semakin besar.
Sumber protein nabati bisa berasal dari kacang-kacangan, umbi-umbian, biji-bijian,
dan sayuran. Protein hewani bisa didapatkan dari daging sapi, ayam, ikan, telur, atau
susu. Protein hewani mengandung asam amino lengkap yang dibutuhkan untuk
mendukung tumbuh kembang anak. Pastikan Bunda memberi asupan yang mengandung
Omega–3 dan Omega–6, misalnya dari ikan laut, untuk membantu daya pikir. Jenis ikan
laut yang kaya Omega-3 dan Omega-6 di antaranya ikan tuna, makarel, dan sarden.
Untuk mencegah stunting sejak dini, pastikan anak usia 6-12 bulan mengonsumsi
protein harian 1,2 gram per kg berat badan. Sedangkan, untuk anak usia 1-3 tahun perlu
protein harian 1,05 gram per kg berat badan.
Mencegah lebih baik daripada mengobati, Bun. Dengan mengenali stunting sedari
awal, Bunda bisa menerapkan langkah pencegahan untuk menjamin kesehatan dan masa
depan buah hati.
Sumber protein nabati bisa berasal dari kacang-kacangan, umbi-umbian, biji-bijian,
dan sayuran. Protein hewani bisa didapatkan dari daging sapi, ayam, ikan, telur, atau
susu. Protein hewani mengandung asam amino lengkap yang dibutuhkan untuk
mendukung tumbuh kembang anak. Pastikan Bunda memberi asupan yang mengandung
Omega–3 dan Omega–6, misalnya dari ikan laut, untuk membantu daya pikir. Jenis ikan
laut yang kaya Omega-3 dan Omega-6 di antaranya ikan tuna, makarel, dan sarden.
Untuk mencegah stunting sejak dini, pastikan anak usia 6-12 bulan mengonsumsi
protein harian 1,2 gram per kg berat badan. Sedangkan, untuk anak usia 1-3 tahun perlu

6
protein harian 1,05 gram per kg berat badan.
Mencegah lebih baik daripada mengobati, Bun. Dengan mengenali stunting sedari
awal, Bunda bisa menerapkan langkah pencegahan untuk menjamin kesehatan dan masa
depan buah hati.

D. Cara mengetasi stunting

Keterlambatan Bicara dan Bahasa

1. Sering ajak anak berkomunikasi, seperti mengobrol, bernyanyi, dan memintanya


untuk mengulang kata-kata yang orang tua ucapkan.
2. Baca buku setiap hari.
3. Beri pujian ketika anak mengucapkan kata dengan benar.
4. Koreksi perkataan anak.
Bagaimana cara kita mengatasi anak yang mengalami gangguan pada motorik
halus? Lakukan kegiatan yang dapat mengasah kemampuan motorik halus anak. Dorong
si kecil untuk melakukan hal-hal yang baru melalui permainan, menggambar dengan
krayon atau pensil warna, atau memasukkan tali ke lubang manik-manik. Keterampilan
motorik anak adalah bagian dari tumbuh kembang yang perlu terus dipantau.

a. Empat Pilar Gizi Seimbang

Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun


1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun
1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah
diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuailagi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang
dihadapi. Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah gizi
beban ganda dapat teratasi. Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada
dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar
dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur.

b. Mengonsumsi makanan beragam.

Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya,

7
kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi
merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan buah-
buahan pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan
protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori. Khusus untuk
bayiberusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang sempurna. Hal ini
disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang
dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya
dalam tubuh.

c. Membiasakan perilaku hidup bersih

Perilaku hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang, dengan
penjelasan sebagai berikut:

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status
gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita penyakit
infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang
masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat
gizi yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang yang
menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada orang yang menderita penyakit
diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan
memperburuk kondisinya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita kurang
gizi akan mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi
daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan
berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan
penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.

Dengan membiasakan perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari


keterpaparan terhadap sumber infeksi. Contoh:

1) Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum makan,
sebelum memberikan ASI, sebelum menyiapkan makanan dan minuman, dan setelah
buang air besar dan kecil, akan menghindarkan terkontaminasinya tangan dan
makanan dari kuman penyakit antara lain kuman penyakit typus dan disentri.

8
2) Menutup makanan yang disajikan akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan
binatang lainnya serta debu yang membawa berbagai kuman penyakit.
3) Selalu menutup mulut dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan kuman
penyakit; dan
4) Selalu menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.

d. Melakukan aktivitas fisik.

Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga
merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan
zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain
itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk
metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan
zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.

e. Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal

Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang normal,
yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan
Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang
harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi Seimbang’, sehingga dapat
mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi penyimpangan maka
dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan
balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan sesuai dengan
pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS.

E. Analisa kasus stunting


1. Kasus Stunting di Indonesia
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan
yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita stunting
akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap
penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga
mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.

9
Pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting terintegrasi
yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100
kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan
bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama
lintas sektor ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat
tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan
angka stunting hingga 40%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari
hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah
diupayakan oleh pemerintah.

a. Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017

Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
stunting memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti
gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari
tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017.

b. Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2015-2017

Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah
29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017.

Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun
2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Provinsi
dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun
2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
adalah Bali.

2. Kasus stunting di Indonesia menurut WHO


Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan bahwa balita di
Indonesia yang mengalami stunting berada pada angka 23,6 persen. World Health
Organization (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka
prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017, yang angkanya mencapai 36,4 persen.
Meski pada tahun 2018 kasus stunting berada pada angka 23,6 persen di Indonesia

10
adalah penurunan dibanding tahun 2017 yang menunjukan angka 36,4 persen. Namun
Angka 23,6 persen masih jauh dari target World Health Organization (WHO) yakni 20
persen “Meski demikian, angkanya masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) yakni 20 persen,” ujar Kepala Balitbang Kesehatan, Siswanto.

a. Rata-rata Prevalensi Balita Pendek di Regional Asia Tenggara Tahun 2005-2017

Ambang batas prevalensi global stunting oleh WHO mengkategorikan angka


stunting 20 persen hingga 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30
persen dikatergorikan sangat tinggi. Pada kasus stunting, pada tahun 2017 Indonesia
menempati peringkat ke 3 tertinggi di kawasan ASEAN setelah Timor Leste.

Meskipun di Indonesia terjadi angka penurunan kasus stunting yang terjadi. Namun
Indonesia belum dikatakan sudah memenuhi ambang batas yang ditentukan oleh WHO,
yang berarti Indonesia masih dalam kondisi mengkhawatirkan dalam kasus stunting ini.
Seluruh Provinsi yang ada di Indonesia masih melebihi ambang batas yang ditentukan
terkecuali Bali.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan melihat beberapa pembahasan pada makalah di atas, maka dapat kami
simpulkan bahwa stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan umur Karena masalah stunting utamanya
disebabkan oleh adanya pengaruh dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan
kesehatan, lingkungan, dan ketahanan pangan. Maka hal tersebut merupakan langkah
yang tepat untuk diperbaiki bersama sesuai dengan kebijakan pemerintah yang
merujuk pada pola pikir UNICEF. Maka, sudah selayaknya seluruh masyarakat turut
serta untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungan bukan karena sebatas patuh
terhadap aturan dan kebijakan pemerintah, namun karena masyarakat sudah sangat
menyadari akan pentingnya kesehatan. Lalu bagaimanakah caranya? Salah satunya
dengan peduli terhadap gizi kesehatan demi menyongsong bonus demografi di
Indonesia pada tahun 2030 mendatang.

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat. Jika, ada salah kata dalam penulisan kami
memohon maaf. Kami juga sangat membutuhkan saran, agar kedepan pembuatan
makalah bisa lebih baik lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unila.ac.id/19376/16/BAB%20II.pdf
https://kominfo.go.id/content/detail/17436/kominfo-ajak-masyarakat-turunkan-prevalensi-
stunting/0/sorotan_media Jurnal diakses di laman Berita diakses di laman

https://beritagar.id/artikel/berita/angka-stunting-turun-tapi-belum-standar-who Berita diakses


di laman

https://eprints.uny.ac.id/9289/3/BAB%202%20-Jurnal diakses di laman%2010604227399.pdf

https://hakimkep.wordpress.com/2012/06/08/makalah-gizi-masyarakat/ Jurnal diakses di


laman

Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Kementeria Kesehatan RI. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011 (edisi revisi). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni.

www.depkes.go.id Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta: Redaksi Pusat Data
dan Informasi Diakses di laman

www.mca-indonesia.go.id Diakses di laman

13

Anda mungkin juga menyukai