Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AGAMA HINDU

HAM DAN DEMOKRASI

Disusun oleh
Kelompok 4
Ni putu Nadya karunia utami (15/P07120122098)
Ni luh putu okidayanti (30/P07120122113)
Anak agung istri wahyu pradnya paramita (33/P07120122116)
Anak agung istri cantika putri weda (34/P07120122117)

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


2022/2023
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Asung Kertha Wara Nugraha saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas berkat rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan makalah  ini yang berjudul “Ham
dan Demokrasi” selesai tepat pada waktunya.
Tentu saja dalam penyelesaian makalah  ini saya selaku penulis tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya sehingga
makalah  ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Saya menyadari makalah  ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon
saran dan kritik dari pembaca demi menyempurnakan makalah  ini di kemudian hari.

“Om Shantih, Shantih, Shantih Om”

Denpasar, 23 September 2022

Penulis

DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………………..!
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..!!
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….!!!
BAB I PENDAHULUAN……..……………………………………………………………1
1.1 Latar belakang………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan masalah…………………..………………………………………2
1.3 Metode penulisan……………………………………………………………………...3
1.4 Tujuan penulisan……………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN..……………………………………………………………………5
A. HAM…………………………………………………….…………………………………5
2.1 Pengertian HAM…………….…………………………………………………………6
2.2 Macam-macam HAM……………….……………………………………………...…..7
2.3 Kemerdekaan mengemukakan pendapat….……………………………………………8
2.4 Kebebasakan memeluk agama…………………………………………………………9
2.5 hak Pendidikan yang sama……………………………………………………………..9
2.6 Tat Twam Asi dan Ahimsa……………………………………………………………10
B. DEMOKRASI…………………………………………………………………………….11

BAB III PENUTUPAN……………………………………………………………………..15


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………15
3.2 Daftar pustaka…………………………………………………………………………15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Selain demokrasi, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan elemen penting
untuk perwujudan sebuah negara yang berkeadaban. Apabila demokrasi dan HAM
berjalan dengan baik maka akan melahirkan sebuah tatanan masyarakat yang demokratis
dan kritis terhadap penegakan HAM.
Di era globalisasi saat ini, hampir semua negara menyatakan sebagai negara demokrasi
termasuk negara yang sistem pemerintahannya bersumber dari kedaulatan rakyat seperti
Indonesia. Kedaulatan rakyat merupakan paham kenegaraan yang penjabaran dan
pengaturannya terdapat dalam Undang-Udang Dasar suatu negara dan penerapannya
disesuaikan dengan filsafat hidup rakyat dari negara yang bersangkutan.
Spirit kerakyatan yang menjadi watak negara Demokrasi merupakan syarat utama dalam
negara yang berkedaulatan rakyat, karena kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat karena dengan demokrasi hak
masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi pemerintahan sesuai
kehendaknya dapat dijamin.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian HAM dan Demokrasi?
2. Apa saja macam-macam HAM?
3. Bagaimana kebebasan memeluk agama dalam hindu?
4. Bagaimana penerapan HAM dan demokrasi dalam agama hindu?
1.3 Metode penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis mempergunakan
metode observasi atau teknik pengamatan langsung, Sumber berasal dari buku dan juga
hasil media elektronik atau Internet.

1.4 Tujuan penulisan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
informasi bagaimana HAM dan Demokrasi dalam agama hindu.

BAB II
PEMBAHASAN
A. HAM
Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan
paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. Hak asasi manusis lebih
dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat
kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin  dan
pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks modern
dilatarbelakangi oleh pembacaan yang lebih manusiawi tersebut.

Masalah hak asasi manusia menurut para sarjana yang melakukan penelitian
pemikiran Barat tentag negara dan hukum, berpendapat bahwa secara berurut
tonggak-tonggak pemikiran dan pengaturan hak assasi manusia mulai dari Magna
Charta (Piagam Agung 1215), yaitu dokumen yang mencatat beberapa hak yang
diberikan raja John dari Inggris kepada bangsawan .

Hak Asasi Manusia sudah ada sejak zaman dahulu, hanya saja kebanyakan
bersifat normative dan hanya tersirat yang tertuang didalam kitab suci.  Hindu
memiliki Konsep HAM yang tinggi yang tertuang didalam weda, baik weda Sruti
maupun weda Smerti.

Tentang persamaan didalam bhagavad gita tidak hanya dengan manusia tetapi juga
terhadap semau mahkluk hidup seperti kutipan sloka berikut:

vidya-vinaya-sampanne
brahmane gavi hastini
suni caiva sva-pake ca
panditah sama-darsinah
(Bhagavad Gita 5.18)

Artinya :

Para resi yang rendah hati, berdasarkan pengetahuan yang sejati, melihat seorang
brahmana yang bijaksana dan lemah lembut, seekor sapi, seekor gajah, seekor anjing
dan orang yang makan anjing dengan penglihatan yang sama.

“Orang yang pikirannya telah mantap dalam persamaan dan kemerataan sikap, telah
mengalahkan keadaan kelahiran dan kematian. Bagaikan Brahman mereka bebas dari
kelemahan, dan karena itu mereka sudah mantap dalam Brahman”.( Bhagavad-gita
5.19)

Kitab Isa Upanisad sloka 6 menyatakan :


” Yas tu sarvani bhutani atmanyevanupasyati
sarva bhutesu catmanam tato na vijugupsate.”

Artinya :
” Dia yang melihat semua mahluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri
pada semua mahluk, Dia tidak lagi melihat adanya sesuatu perbedaaan dengan yang
lain.”

2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam
kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam
deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan
tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal
28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Undang-undang mengartikan bahwa  “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat


hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

2.2 Macam – Macam Hak Asasi Manusia

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 berisi 30 pasal memuat macam-
macam
HAM sebagai berikut:

a. Hak atas kewarganegaraan (Pasal 15).


b. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (Pasal 16).
c. Hak atas kekayaan (Pasal 17).
d. Hak kebebasan berkeyakinan agama (Pasal 18).
e. Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat (Pasal 19).
f. Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat (Pasal 20)
g. Hak ikut serta dalam pemerintahan (Pasal 21).
h. Hak atas jaminan sosial (Pasal 22 dan Pasal 25).
i. Hak atas bidang pekerjaan (Pasal 23 dan Pasal 24).
j. Hak atas bidang pendidikan (Pasal 26).

2.3 Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat


Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan
bertanggung jawab sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap warga negara baik perorangan maupun kelompok bebas menyampaikan


pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi


manusia. Oleh sebab itu, kemerdekaan mengeluarkan pendapat dijamin oleh Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB maupun UUD 1945.  Isi Pasal Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB tentang kemerdekaan mengeluarkan
pendapat adalah sebagai berikut:

Pasal 19

”Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam
hal ini termasuk dan kebebasan mempunyai pendapatpendapat dengan tidak mendapat
gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keteranganketerangan
dan pendapat-pendapat dengan cara apa pun juga dan tidak memandang batas-batas”
Kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi
manusia. Oleh sebab itu, kemerdekaan mengeluarkan pendapat dijamin oleh Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB maupun UUD 1945.

Didalam Rg Veda,  X.191.2-4 Menyebutkan  “Hendaklah bersatu padulah,


bermusyawarah dan mufakat guna mencapai tujuan dan maksud yang sama, seperti
para Dewa pada zaman dahulu telah bersatu padu. Begitu juga, bersembahyanglah
menurut caramu masing-masing, namun tujuan dan hatimu tetap sama, serta
pikiranmu satu, agar dikau dapat hidup bersama dengan bahagia”.

Berdasarkan Mantra veda tersebut sangat jelaskan mengajarkan kebebasan


berpendapat dengan musyawarah mufakat.

2.4 Kebebasan Memeluk Agama


Kemajemukan atau keberagaman bukan hanya sebagai sebuah realitas sosial. Undang-
undang dasar 1945 sebagai hukum negara menyatakan dengan jelas bahwa negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama nya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Karena itu
ditegaskan semua agama memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang,
termasuk pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara bebas. Yang lain tidak
perlu dipaksa pindah agama sebagaimana realita yang kita lihat selama ini. Setiap
orang memiliki hak dasar memeluk agama, yang berarti kebebasan dan kewenangan
seseorang untuk menganut suatu agama yang tercantum dalam veda kususnya
bhagavad gita.

Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap
bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai
sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci
Bhagavad Gita[4] sebagai berikut:

samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah

ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham

(Bhagawadgita, IX:29)
Arti:

Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.

Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.

Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula
Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,

mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah

(Bhagawadgita, 4:11)

Arti:

Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,

Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku

dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)


Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,

tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham

(Bhagawadgita, 7:21)

Arti:

Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,


Aku perlakukan mereka sama dan

Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap

2.5 Hak Pendidkan Yang Sama


Secara sepesifik, tentang pendidikan (pengajaran) dalam konsep HAM PBB tersebut
tertuang dalam pasal 26 ayat 1,2 dan 3, berbunyi:

1. Setiap orang memiliki hak atas pengajaran. Pengajaran harus bebas, artinya pada
tingkat-tingkat elementer dan fundamental. Pengajaran elementer harus wajib.
Pengajaran teknik dan profesi pada umumnya harus terbuka, dan pengajaran tinggi
harsu terbuka  bagi semua berdasarkan kecakapannya.

2. Pengajaran harus diarahkan pada perkembangan penuh kepribadian insan dan


pengokohan rasa hormat terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kebebasan.
Dia harus memajukan pengertian, toleransi dan persahabatan diantara kelompok-
kelompok  ras dan keagamaan, disamping harus mengembangkan aktivitas-aktivitas
Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menjaga perdamaian.

3. Orang tua mempunyai hak utama untuk memilih macam pendidikan yang akan
diberikan kepada anak-anaknya. Demikian pula pasal 27 ayat 1 dan 2  berbunyi:
1. Setiap orang berhak untuk bebas berpartisipasi di dalam kehidupan
kebudayaan masyarakat, untuk menikmati kesenian dan berperan serta dalam
memajukan ilmu pengetahuan dan menikmati manfaatnya.
2. Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan kepentingan moral dan
material yang ia peroleh dari setiap usahanya dibidang keilmuan,
kesusasteraan, kesenian di mana ia menjadi penciptanya.

Kaitannya dengan pasal tersebut didalam weda disebutkan bahwa semua golongan
masyarakat berhak mendapatkan pendidikan yang sama;

yathemam vacam kalyanim avadani janebyah, Brahma rajanyabhyam sudraya


caryaya, Ca svaya caranaya ca – Yayurveda 26.2.

“hendaknya disampaikan sabda suci ini kepada seluruh umat manusia, cendikiawan,
rohaniawan, raja, pemerintah, masyarakat, para pedagang, petani, buruh, kepada
orang – orangKu dan kepada orang asing sekalipun”

Berdasarkan sloka Yajurveda tersebut sangat jelas bahwa pendidikan adalah hak
semua insan.
Hak Untuk Hindup Dan Mendapatkan perlakuan Yang Sama

2.6 Tat Twam Asi dan Ahimsa

Dalam ajaran Hindu tentang ahimsa mengajarkan setiap mahkluk hidup mendapatkan
hidup yang layak dan sama bagi semua yang bernyawa sedangkan  tattwam asi
merupakan ajaran yang menganggap manusia sama dan sederajat .

Kata  ahimsaterdapat dalam buku-buku suci agama Hindu klasik Upanishad, Yoga
Sutra dan Bhagavad Gita. Secara harfiah kata Sanskrit itu berarti ketiadaan gangguan,
ketiadaan serangan atau ketiadaan kejahatan. Ahimsa adalah gaya hidup yang
menjauhkan diri dari segala perbuatan yang menyakiti siapa pun atau merusak apa
pun. Ahimsa adalah nazar asketis bagi orang yang mencari kebenaran dan kekudusan.
Setelah sekian abad kata ahimsa dipakai secara terbatas di kalangan agama Hindu,
mendadak pada 1920-an kata itu mencuat menjadi populer ke seluruh dunia.

TATWAM ASI merupakan mahavakya atau ajaran yang bersumber dari Weda,
memiliki dimensi metafisika, fisika, etika sosial dan landasan humanisme Hindu.
tatwam asi berdasarkan konsep advaita vedanta (monisme) memandang manusia
secara esensial sama.

Tatwam asi adalah ajaran normatif yang tidak semata-mata berlaku sesama manusia,
tetapi juga terhadap makhluk hidup dan bahkan benda mati sekalipun. Sebab, dalam
semua benda itu terdapat energi yang tidak lain adalah panas atau prana. Itu daya
hidup. Karena itu segala perbuatan yang dapat mengakibatkan penderitaan,
ketidakseimbangan, disharmoni, bahkan penghancuran dan kematian orang lain dan
alam semesta bertentangan dengan ajaran tatwam asi,

Dalam perspektif Hindu, ahimsa bukan sebuah kondisi fisik, tetapi sikap mental
mencintai. Nonkekerasan sebagai suatu kondisi mental, berbeda dengan sikap tak
melawan. Nonkekerasan tak memiliki dendam dan kebencian. Namun kedua
mahavakya itu, kata Yudha Triguna, bukanlah sesutu yang mudah dilaksanakan. Dia
memerlukan proses latihan, dengan kesadaran dan komitmen diri untuk meningkatkan
kehidupan spiritual.

Tatwam asi tak bisa dilaksanakan jika dalam diri masih ada rasa dengki, iri hati,
dendam, marah, fitnah dan seterusnya. Karena sifat itu menghambat dan menghalangi
kesadaran diri yang cenderung melahirkan sifat keakuan (ego). Karena itu ajaran ini
baru menjadi suatu pola tindakan, manakala telah dilaksanakan sebagai bentuk
disiplin, sebab agama adalah praktik dan disiplin diri.
Demikian sedikit uraian Hak Asasi Manusia (HAM) persfektif hukum Hindu, diatas
hanya sedikit kutipan tentang HAM dan masih banyak lagi yang belum dibahas
diatas.

Akhir kata mari renungkan sloka beriktu ini bahwa dimata hukum manusia sama :

” Dandah sasti prajah sarva


danda evabhiraksati,
danda suptesu jagarti
danda dharmam vidurbudhah “

(Manu Smerti)

Sangsi hukum itu memerintah semua mahluk, hukum itu yang melindungi mereka,
hukum yang berjaga selagi orang tidur, orang – orang bijaksana menyamakannya
dengan dharma.

Om Shanti, Shanti , Shanti Om.

B. DEMOKRASI HINDU
Bagi Kautilya, dharma adalah konsep yang bersifat etis. Dalam konteks individu
dharma adalah swadharma atau kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab; dalam
konteks kemasyarakatan ia adalah solidaritas sosial; dalam konteks agama yang
dipeluk masyarakat ia adalah realisasi diri yang disebut moksa; dan dalam konteks
vyavahara, charitra dan peraturan yang diundangkan dharma adalah keadilan.
Kautilya meng-anjurkaan agar negara dibangun berdasarkan empat kaki hukum:
dharmasastra atau hukum suci, vyavahava atau kesaksian, caritra atau sejarah atau
tradisi, dan sasana atau maklumat raja-raja.

Krisma Rao setelah mempelajari Arthasatra berkesimpulan bahwa negara Kautilya


adalah negara monoisme yang ditetapkan berdasarkan sifat pluralistik. Kautilya
membicarakan negara tidak dalam pengertian nasional karena negaranya tidak
terbatas pada satu ras, bahasa, dan agama. Dijelaskan pula bahwa negara merupakan
lingkaran organisasi di mana emosi dan peradaban hidup rakyatnya bisa menyatu.
Atas dasar itu Kautilya tujuh unsur yang disebut saptangga yang membangun konsep
negaranya. Dari .saptangga itu ditemukan nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur
demokrasi sebagai berikut:

1. Negara menjamin kebebasan dalam berserikat atau ber-organisasi.


Di dalam negara ada serikat kerja, yaitu kesatuan sosial tertentu yang dibangun
atas tujuan bersama. Organisasi dibentuk atas dasar fungsi atau pandangan. Ada
sejumlah istilah yang dipakai oleh Kautilya untuk menyatakan serikat kerja, yaitu
sreni: kelompok perdamaian, pelayan militer, dan perdagangan; kula: dewan
perwakilan atau oligarki pangeran-pangeran; puga: perserikatan bermacam-
macam kasta yang tidak mempunyai jabatan; ghana; komfederasi gabungan
sebuah perserikatan; dan sanggha: perserikatan politik. Semua unsur itu masing-
masing mewakili macam-macam kehi-dupan sosial Hindu. Organisasi serikat
kerja ini berbadan hukum dan svami wajib menghormati atau mengakuinya.

2. Kerjasama yang merdeka dan harnionis. Krisna Rao menjelaskan bahwa serikat
pekerja dalam Arthasastra sebagai organisasi yang demokratis. Mengingat
terdapat bukti kerjasama yang merdeka dalam semua bidang kehidupan.

3. Ada jaminan perlindungan hidup bagi warga negara. Negara didirikan untuk
perlindungan hidup, perlindungan hak milik dan untuk menjamin kesempatan-
kesempatan untuk kemajuan sosial. Ada departemen pemerintah pusat yang
khusus terdiri atas para menteri dan komisaris disebut pradeshtarah untuk
melindungi kepentingan para tukang dalam hubungannya dengan serikat kerjanya
yang menjamin mereka dengan jaminan.

4. Kepala negara menyatakan diri sebagai perantara rakyat dan diberi kedudukan
oleh hukum. Svami yang ideal bagi Kautilya adalah seorang tajam, yitu raja yang
memiliki kualitas, antara lain kelahiran, kecerdasan, arif, gagah beiani, gesil yang
memandang dirinya sebagai perantara rakyat dan diberikan kedudukan oleh
hukum.

5. Kebijaksanaan kepala negara ditetapkan melalui pertimbangan. Negara dan svami


ibarat badan dengan jiwanya. Setiap kebijakan dan tindakan svami harus tetapkan
melalui diskusi atau pertimbangan manriparisad. Kabinet utama yang harus
memutuskan kebijaksanaan ini terdiri atas mantri utama, panglima, Purohita, dan
yuwaraja. Peran svami adalah dharmapravartaka, yaitu seorang kepala negara
yang terus menerus dalam pekerjaan yang benar demi negara. Tanggungjawabnya
adalah mempertahankan dahrma dan melindungi rakyatnya dengan keadilan.
Kautilya berkata. Svami tidak akan pernah memberikan rakyatnya menyimpang
dari kewajiban-kewajian mereka yang telah ditetapkan. Sebab barang siapa yang
mendukung kewaji-bannya sendiri, berpatokan pada kebiasaan arya, mengikuti
kewajiban-kewajiban kasta dan varnasrama-dharma akan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam menjalankan kebijakan atau
menyelesaikan konflik, svami menerapkan ajaran niti yang disebut sadguna, yitu
sama, bheda, danda, upeksa, maya, dan indrajala. sama atau rekon-siliasi adalah
hal yang pertama-tama dilaksanakan. Apabila rekonsiliasi gagal barulah dite-
rapkan guna berikutnya. Ini artinya, Kautilya mendukung penyelesaian masalah
secara damai.

6. Suksesi kepemimpinan dilaksanakan secara terencana. Putra-putra svami, sebelum


ia diangkat menjadi svami, terlebih dahulu ia harus melewati masa pendidikan,
pengajaran dan pelatihan. Kurikulum pengajaran dan pelatihan tersebut berisi
antara lain (a) mereka dididik untuk menjadi orang disiplin, menguasai dirinya.
Kautilya menyatakan, tujuan tertinggi dari ilmu pengetahuan adalah penguasaan
Indra; (b) terdapat berbagai cabang ilmu pengetahuan yang harus dipelajari oleh
putra-putra svami- Akan tetapi yang paling pokok yang harus dikuasai oleh putra
svami adalah ilmu pemerintahan. Kemudianbaru rn^,fibafatdanekonorni.Yang
menarik, calon Svami juga harus mempelajari itihasa; dan (c) pelahan
yangpalingutama adalah pelatihan keprajuritan. Seorang putra svami sebelum
menjadi svami terlebih dahulu harus diuji keberaman dan keterampilan dalam
berperang. Demikian juga dalam menangani berbagai persoalan kenegaraan. Putra
svami yang nantinya dipilih menjadi svami adalah putranya yang paling
berkualitas berda¬sarkan kasih sayang kemanusiaan dan dicintai rakyat.

7. Ada struktur pemerintahan dan pembagian tugas secara profesional. Sebagai


kepala negara, svami memiliki tiga tugas pokok, yaitu eksekutif, yudikatif dan
administratif. Dalam bidang ekse-kutif, svami bertugas melindungi negara;
menjaga perdamaian; memberi bantuan kepada yang membutuhkan;
mengorganisir rakyat dalam menanggulangi bencana alam, mengangkat menteri,
pejabat sipil, dan panglima tentara; berkonsultasi dengan mantripasad dan
lembaga intelejen; mengontrol potensi keuangan, tentara; mengecek penerimaaan
dan pengeluaran negara; dan menetapkan kebijakan luar negeri dan pergerakan
tentara. Berdasarkan penjabaran di atas jelas tampak bahwa ada distribusi
kekuasaan. Svami dalam menjalankan roda pemerintahan didampingi dan dibantu
oleh para menteri, amatya. Kautilya mengajarkan bahwa para menteri haruslah
putra bangsa sendiri yang siap mengabdi sesuai dengan tugas yang dibebankan ke-
padanya.

8. Kedudukan dan fungsi pejabat ditentukan berdasarkan kualitas moral dan


keahlian. Menteri-menteri adalah bagaikan dua mata svami, karena itu mereka
haruslah orang yang arthacita, bercita-cita luhur; silawan, bertabiat mulya;
sampriya, suka membahagiakan orang lain atau masyarakat; prajna, cerdas,
dakhya, kreatif; dan vagmi berpengetahuan luas.

9. Hukum diubah dan dibuat dengan memperhatikan sumber dharma dan bersifat
rasional. Dalam bidang yudikatif, svami bukan sumber hukum, tetapi memiliki
kekuasaan tertinggi atas pngontrol para hakim. Svami hanya bertugas
mengadministrasikan instansi yang bertugas dalam membuat dan mengubah
hukum. Kautilya menyatakan hukum haruslah rasional, berdasarkan dharma,
sesuai degan veda trayi, veda smerti, sista atau kebiasaan arif orang suci dan
tradisi. Para hakim hendaknya menguasai dharmasastra. Inter-prestasi hukum
hendakna tidak memihak.

10. Pemerintah dijalankan berdasarkan hukum. Berdasarkan undang-undang


administrasi, dharmasthiya, hukum sipil dan kantaku sodhana, penal law- svami
mengkonsilidasi kerajaan dengan administrasi terpusat. Secara teknis pekerjaan
administrasi ditangani oleh para pejabat birokrasi secara baik dan efesien. Di
samping mengontrol kerja para pejabat negara, svami juga berkewajiban memberi
inspirasi dan dorongan fundamental bagi aktivitas negara.

11. Ada bantuan negara untuk kesejahtraan sosial. Perhatian terhadap kesejahtraan
rakyat dalam bidang ekonomi adalah kewajiban svami, karena ia adalah ayah bagi
rakyatnya. Bantuan negara yang diberikan adalah untuk membangkitkan industri-
industri perorangan. Bantuan hendaknya diberikan secara langsung dan cepat
kepada perorangan atau golongan. Negara membiayai rakyat yang tidak
berpenghasilan. Ini berarti kesejahtraan rakyat adalah kesejahtraan svami.
Kautilya menyatakan: "rasa tidak puas warga negara merupakan malapetaka serius
bagi negara".

12. Besar pajak dan keuntungan perdagangan diatur berdasarkan kesepakatan.


Kekayaan kerajaan Mauria sangat tergantung kepada penghasilan negara dan
pajak. Ada undang-undang yang mengatur mengenai perpajakan. Undang-undang
ini dibuat atas kese-pakatan raja dan rakyat. Contoh, pemasukan penghasilan dari
tambang dikenai pajak 5%. Pengambilan keuntungan dalam berdagang
dikendalikan. Kautilya mengatakan bahwa pengawas perdagangan dikendalikan.
Kautilya 5% atas barang-barang lokal, dan 10% terhadap barang-barang.

13. Rakyat yang berkualitas dan bebas dari rasa malas. Janapada adalah wilayah dan
penduduk. Penduduk adalah warga negara yang dinamis dalam organisasi dan
mengaktifkan wilayahnya. Kautilya mengatakan rakyat haruslah individu-individu
yang berhati tulus dan penuh cinta kasih, bhakti-suci. Kreatif, giat bekerja untuk
mendapatkan nafkah. Mau mengembangkan sumber daya yang terpendam dalam
dirinya, kamasila karasakah. Bebas dari sifat dari sifat malas dan acuh tak acuh,
pramada. Dikatakan pula bahwa individu bukan pribadi yang terisolir, tetapi
bagian dari suatu tatanan sosial. Ada tigakelas penduduk, yaitu negarawan,
angkatan perang, dan para pekerja. Ketiga kelas penduduk itu masing-. masing
mampunyai kewajiban yang telah ditetapkan dan dilarang untuk
mencampuradukkan kewajiban, kautilya mengatakan, "baur dalam kewajiban dan
rasa tidak puas warga negara dikatakan melapetaka serius bagi negara".

14. Kesetaraan gender. Kautilya mempunyai pandangan yang sama dengan Manu
tentang wanita, yaitu yara naryasya pujyonte tatra ramante devatah. Artinya, para
dewa akan turun menjelajahi dunia bilamana para wanita di hormati. Kautilya
menegaskan, ia yang menghormati kaum wanita berarti perduli terhadap
peraturan pemerintah. Berzinah dengan gadis dewasa adalah tindakan krimunal.
Memperkosa dan membunuh wanita mendapat hukuman yang berat. Kautilya
menghargai perkawinan yang monogami. Hubungan antara suami dengan istrinya
adalah hubungan yang saling mengasihi. Perkawinan merupakan suatu ikatan
yang kooperatif terutama dalam kedekatan dan kebahagiaan. Suami-Istri bukan
saja bersikap sebagai teman, tetapi bersama-sama menanggung berat-ringannya
pekerjaan. Suami harus memperlakukan istrinya dengan penuh hormat. Istri
berhak mengkalaim biaya hidup dan hasil yang diperoleh suaminya sesuai dengan
proporsinya. Tidak dibenarkan di antara mereka berdua boleh melakukan
kekejaman.

Kerajaan atau negara yang diidealkan oleh Kautilya adalah degara tamis yang
dibangun dengan poros dharma untuk mencapai cita-cita jagadhita; artha dan kama.
Oleh karena itu nagara haruslah dipimpin oleh seorang svami, yaitu seorang raja yang
berkualitas Rsi. Artinya, seorang pemimpin negara yang telah berhasil menjelmakan
dharma sebagai pemimpin negara yang telah berhasil menjelmakan dharma sebagai
kepribadiannya. Negara dan svami ubarat tubuh tanpa jiwaya. Svami adalah seorang
grahastin, seorang ayah bagi rakyatnya, dharma svami. Oleh sebab itu tujuan
utamanya adlah mengusahakan artha untuk mendorong (kama) anak-anaknya untuk
mendaptkan dharma, dan mengamalkan dharmanya. Dharma dalam konteks kerajaan
atau negara adalah hakikat demokrasi. Kautilya dengan tandas menyantakan bahwa
dengan tandas menyatakan bahwa dharma dalam konteks individu adalah kewajiban-
kewajiban dan tanggung jawab; dalam konteks sosial adalah solidaritas sosial; dalam
konteks agama yang dipeluk rakyat adalah realisasi diri; dalam konteks peraturan
yang diundangkan adalah danda. Jiwa demokrasi ini kemudian dikonkretkan dalam
unsur-unsur negara yang disebut astangga.

Dengan demikian di dalam Arthasastra tercermin unsur-unsur demokrasi, seprti


dijelaskan dalam konsepsi demokrasi di atas, antara lain kerajaan atau negara
mengakui keanekaan; rakyat bebas dalam berserikat atau berorganisasi; terdapat
kerja sama yang merdeka dan harmonis; svami mengusahakan tegakknya keadilan;
terdapat pemisahan dan pembagian kekuasaan; kekuasaan diperoleh berdasarkan
hukum; pemilihan pejabat negara berdasarkan kualitas moral dan keahliannya;
kebijakan pemerintah dijalankan berdasarkan hukum; seksesi kepemimpinan
dilaksanakan secara terencana; ada kebebassan individu untuk sosial; besarnya pajak
dan keuntungan perdagangan ditetapkan berdasarkan kesepakatan; dan penyelesaian
perselisihan secara melembaga dengan mengutamakan perdamaian.

BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam
kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam
deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan
tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal
28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Undang-undang mengartikan bahwa  “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

mempelajari Arthasatra berkesimpulan bahwa negara Kautilya adalah negara


monoisme yang ditetapkan berdasarkan sifat pluralistik. Kautilya membicarakan
negara tidak dalam pengertian nasional karena negaranya tidak terbatas pada satu ras,
bahasa, dan agama. Dijelaskan pula bahwa negara merupakan lingkaran organisasi di
mana emosi dan peradaban hidup rakyatnya bisa menyatu. Atas dasar itu Kautilya
tujuh unsur yang disebut saptangga yang membangun konsep negaranya.

3.2 Daftar pustaka


https://www.kompasiana.com/hukumhindu.com/550e58caa33311c12dba812f/
hak-asasi-manusia-hindu
https://phdi.or.id/artikel.php?id=demokrasi-dalam-arthasastra

Anda mungkin juga menyukai