Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENILAIAN PEMBELAJARAN

“MEMBUAT INSTRUMEN NON-TES”

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Penilaian
Pembelajaran yang diampu oleh Ibu Monika Sidabutar, S.Si., M.Pd.

Disusun oleh:

Kolompok 3

1. Nurmaulita Widyaningsih 21105241032

2. Ibrahim Adi Nugroho 21105241035

3. Rizal Ahmad Rifaldi 21105241037

4. Fathiya Zulfannisa 21105241059

5. Mohammad Raihan 21105244006

6. Rofiqul Hilal 21105244007

7. Aurellia Eka Ardhani 21105244029

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
atas rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Membuat Instrumen Non-Tes” dengan tepat waktu. Adapun, tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Penilaian Pembelajaran
yang diampu oleh Ibu Monika Sidabutar, S.Si., M.Pd. serta sebagai sarana untuk menambah
wawasan dan ilmu bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan cinta
dan kasih sayangnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penugasan ini dengan semangat
dan rasa hangat. Selanjutnya, kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Monika Sidabutar, S.Si.,
M.Pd. selaku dosen mata kuliah Penilaian Pembelajaran yang telah dengan sabar
membimbing kami selama perkuliahan berlangsung. Yang terakhir—di antara banyak pihak
yang turut memberi sumbangsih dalam pengerjaan makalah ini dan tidak dapat disebutkan
satu per satu—kami sampaikan terima kasih kepada teman-teman kelas B angkatan 21 yang
telah mencurahkan ilmu dan waktunya guna melengkapi wawasan pengetahuan anggota
kelompok 3. Terlepas dari segala hal tersebut, kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat kekurangan, baik dari segi penyusunan kalimat maupun penggunaan tata bahasa.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun kami harapkan demi perbaikan makalah ini.

Yogyakarta, 30 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2

BAB I ....................................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 5

BAB II ..................................................................................................................................... 6

A. Pengertian Instrumen Non-Tes ..................................................................................... 6

B. Tujuan Pembuatan Instrumen Non-Tes ........................................................................ 6

C. Tahapan Penyusunan Instrumen Non-Tes .................................................................... 6

D. Jenis-jenis Instrumen Non-Tes ...................................................................................... 9

E. Kelebihan & Kekurangan Instrumen Non-Tes............................................................ 18

BAB III .................................................................................................................................. 21

A. KESIMPULAN ........................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 22


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya siswa, lingkungan


sekolah, kualitas pengajaran, pengelola sekolah, kurikulum, dan sebagainya. Usaha
penigkatan mutu Pendidikan dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pengajaran
dan sistem penilaian yang baik. Keduanya saling berkaitan, di mana kualitas pengajaran
dan pembelajaran yang baik akan mengkhasilkan pendidikan yang baik pula. Selanjutnya,
sistem penilaian yang baik akan mendorong peserta didik untuk meningkatkan kualitas
belajarnya dan akan membuahkan mutu pendidikan yang baik pula. Untuk poin yang
terakhir, yaitu instrument penilaian. Kegiatan penilaian siswa merupakan komponen
penting di dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk mendapatkan “Pencapaian
Hasil” dari “Proses Pembelajaran” peserta didik yang tepat dan sesuai dengan tujuan awal
yang telah ditetapkan, untuk itu dibutuhkan “Penilaian Hasil Belajar” (Wahidmurni,
Mustikawan, & Ridho, 2010). Fungsi penting pendidik dalam mengevaluasi belajar
peserta didik yaitu memberikan umpan balik kepada siswa dalam mempertimbangkan
efektivitas dan efisiensi dari proses pembelajaran yang dilakukan.

Instrumen penilaian sendiri merupakan suatu alat pengukuran ataupun sebagai


prasyarat yang biasanya digunakan untuk mengukur suatu obyek atau variabel. dalam
dunia pendidikan. Setiap model penilaian pastinya mempunyai instrumen yang digunakan
sebagai acuan atau standar untuk peserta didik apakah telah mencapai sebuah standar
kependidikan. Di Indonesia sendiri, dalam menentukan suatu standar kelulusan atau
keberhasilan, lebih banyak menggunakan berbagai instrument, namun biasanya standar
yang digunakan berdasarkan pada “Tes” berupa pertanyaan dari berbagai butir soal dan
“Non-Tes” berupa wawancara atau mengamati dan menganalisis. Penilaian belajar peserta
didik ini harus memenuhi komponen yang telah ditentukan sebelumnya dan harus berdasar
pada instrumen-instrumen yang sudah ditetapkan dalam penilaian pembelajaran ini.
Terdapat instrumen “Non-Tes” dapat didefinisikan sebagai cara penilaian hasil belajar
peserta didik yang dilakukan tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan
pengamatan secara sistematis. yang mana peran pendidik sangatlah penting dalam
penilaian ini (Sudijono, 2009).
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud instrumen Non-Tes?


2. Apa tujuan membuat instrumen Non-Tes?
3. Bagaimana tahapan penyusunan instrumen Non-Tes?
4. Apa jenis-jenis instrumen Non-Tes?
5. Apa kekurangan dan keunggulan Instrumen Non-Tes?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi instrumen Non-Tes.


2. Mengetahui tujuan membuat instrumen Non-Tes.
3. Mengetahui tahapan penyusunan instrumen Non-Tes.
4. Mengetahui jenis-jenis instrumen Non-Tes.
5. Mengetahui kekurangan dan keunggulan instrumen Non-Tes.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes merupakan cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan
tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara sistematis.
Menurut (Sudijono, 2009), instrumen non-tes biasanya dilakukan dengan cara wawancara,
pengamatan secara sistematis, menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati
dokumen-dokumen yang ada. Selaras dengan pernyataan Widoyoko (2009), instrumen
non-tes biasanya digunakan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft-
skills, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh
peserta didik. Hal tersebut dapat diperoleh dari hasil pemahaman yang mereka dapatkan
selama proses pembelajaran berlangsung. Instrumen non-tes ini dapat digunakan jika kita
ingin mengetahui kualitas proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang
berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, dan motivasi (Arifin, 2014).

B. Tujuan Pembuatan Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data secara
komperehensif. Instrumen non-tes biasanya digunakan untuk mengukur pada ranah afektif
dan psikomotorik. Dalam konteks pembelajaran, instrumen non -tes juga memiliki tujuan
untuk mengevaluasi hal yang berhubungan dengan kejiwaan peserta didik seperti
persepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, persepsi terhadap pengajar, bakat, dan
minat. Semua hal tersebut tidak dapat dievaluasi menggunakan instrumen tes saja, oleh
karena itu diperlukan instrumen non-tes (Shobariyah, 2018). Jadi kita dapat mengartikan
bahwa tujuan utama dari instrumen non-tes adalah untuk melakukan pengukuran dan
penilaian yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen tes.

C. Tahapan Penyusunan Instrumen Non-Tes

Seperti halnya pengembangan instrumen tes, instrumen non-tes juga memiliki tahapan
penyusunan yang harus diikuti, yaitu:
1. Menentukan Spesifikasi Instrumen

Spesifikasi intrumen terdiri atas tujuan, dan kisi-kisi instrumen. Tujuan


pengembangan instrumen non-tes sangat tergantung pada data yang akan dihimpun.
Instrumen non-tes mencakup afektif dan psikomotorik. Ditinjau dari tujuannya,
instrumen ranah afektif dibedakan menjadi lima, yaitu instrumen sikap, minat, konsep
diri, nilai, dan moral. Ada empat hal yang perlu diperhatikan ketika menyusun
spesifikasi instrumen, yaitu: tujuan pengukuran, kisi-kisi instrumen, bentuk dan
format instrumen, dan panjang instrumen.

2. Menulis Instrumen
Instrumen (non-tes) disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Instrumen
dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Kaidah yang perlu diperhatikan ketika
menulis butir instrumen adalah:

a. Hindari kalimat yang mengandung banyak interpretasi

b. Rumusan pernyataan/pertanyaan singkat

c. Satu pernyataan hanya mengandung satu pikiran yang lengkap

d. Pernyataan dirumuskan dengan kalimat sederhana

e. Hindari penggunaan kata-kata selalu, semua, tidak pernah, dsb.

3. Menentukan Skala Instrumen


Ada beberapa skala yang biasa digunakan dalam mengukur ranah afektif, di
antaranya adalah skala Likert, Thrustone, dan Beda Semantik. Langkah-langkah
pengembangan skala:

a. Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya

b. Menyusun kisi-kisi instrumen (skala sikap)

c. Menulis butir pernyataan

d. Melengkapi butir pernyataan dengan skala sikap (bisa genap, 4 atau 6, dan bisa
ganjil 5 atau 7)

4. Menentukan Sistem Penskoran


Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala yang digunakan.
Apabila digunakan skala Thrustone, maka skor tertinggi tiap butir adalah 7 dan
terendah 1. Selanjutnya, dilakukan analisis untuk tingkat siswa dan tingkat kelas, yaitu
dengan mencari rerata dan simpangan baku skor. Hasil analisiss digunakan untuk
menafsirkan ranah afektif dari setiap siswa dan kelas terhadap suatu objek. Hasil
tafsiran perlu ditindaklanjuti oleh guru dengan melakukan perbaikan-perbaikan,
seperti perbaikan metode pembelajaran, penggunaan alat peraga, dll.
5. Menelaah Instrumen
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik
bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat. Panjang
instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan. Lama pengisian instrumen
sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Pertanyaan/pernyataan yang diajukan jangan
sampai bias atau mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, baik positif
maupun negatif. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan,
waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisisan, dll.

6. Merakit Instrumen
Setelah instrumen diperbaiki, selanjutnya dirakit dengan memperhatikan
format, tata letak, urutan pernyataan dan pertanyaan. Format harus menarik. Urutan
pernyataan sesuai dengan aspek yang akan diukur.

7. Melakukan Uji Coba


Setelah dirakit, instrumen diujicobakan. Sampel uji coba dipilih yang
karakteristiknya mewakili popoulasi yang ingin dinilai. Ukuran sampel minimal 30
orang, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih. Pada saat uji coba, yang perlu dicatat
adalah saransaran dari responden atas kejelasan pedoman pengisisan instrumen,
kejelasan kalimat, waktu yang digunakan, dll.

8. Menganalisis Hasil Uji Coba


Analisis hasil uji coba meliputi variasi jawaban tiap butir
pertanyaan/pernyataan. Apabila skala instrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban
bervariasi dari 1 sampai 5 berarti instrumen tersebut baik. Namun apabila jawaban
semua responden sama, misalnya 3 semua, maka instrumen tergolong tidak
baik.Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda atau korelasi antara skor
butir dengan skor total. Bila daya beda butir lebih dari 0,3 maka instrumen tegolong
baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks kehandalan atau reliabilitas.
Besarnya indeks reliabilitas sebaiknya minimal 0,7.

9. Memperbaiki Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak
baik. Perbaikan berdasarkan hasil ujicoba dan saran masukan dari responden.

10. Melaksanakan Pengukuran


Pelaksanaan pengukuran sebaiknya dilakukan pada saat responden tidak lelah.
Ruang untuk pelaksanaan pengukuran harus representatif, baik kondisi ruang, tempat
duduk, ataupun yang lain. Diusahakan responden tidak saling bertanya ketika
pengukuran dilaksanakan. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tujuan
pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.

11. Menafsirkan Hasil Pengukuran


Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil pengukuran
disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu
kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang
digunakan. Hasil pengukuran sikap atau minat, dapat dikategorikan ke dalam
beberapa kategori. Misalnya akan dikategorikan dalam 4 kategori, yaitu sangat tinggi,
tinggi, rendah, dan sangat rendah. Kategori tersebut juga dapat digunakan untuk
menentukan sikap atau minat kelas. Skor yang digunakan adalah skor rata-rata kelas.
Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran dapat digunakan untuk
menentukan profil minat kelas. Selanjutnya, profil ini dikaitkan dengan profil prestasi
belajar.

D. Jenis-jenis Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes digunakan untuk melakukan pengukuran hasil belajar aspek


psikomotorik, sikap, atau nilai. Juga bisa digunakan untuk menilai minat, bakat, motivasi
dan lain-lain. Dengan teknik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta
didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dengan tujuh cara yang
dikemukakan oleh Daryanto (2010), yaitu pertama, pengamatan secara sistematis
(observation), wawancara (interview), skala sikap (rating scale), angket (questionnaire),
studi kasus (case study), catatan indisential (incidental notes), sosiometri (sociometry).

1. Observasi
a. Definisi
Suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan
rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarya maupun
dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Alat yang digunakan dalam
melakukan observasi disebut pedoman observasi
b. Fungsi/Tujuan
Tujuan dari observasi adalah untuk mengumpulkan data dan informasi
mengenai suatu fenomena. Baik berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam
situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan. Adapun fungsi dari
observasi adalah untuk mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun
peserta didik), interaksi antara perserta didik dan guru, dan faktor yang dapat
diamati lainya terutama kecakapan sosial.
c. Cara/Langkah
Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi, sebagai berikut.
1) Merumuskan tujuan observasi.
2) Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi.
3) Menyusun pedoman observasi.
4) Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenan dengan
proses belajar peserta didik dan kepribadiannya maupun penampilan guru
dalam pembelajaran.
5) Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan pedoman
observasi.
6) Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba
7) Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8) Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.
d. Contoh
2. Wawancara
a. Definisi
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat penilaian jenis non-tes yang
dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik langsung maupun tidak
langsung dengan peserta didik. Pengertian wawancara langsung adalah wawancara
yang dilakukan secara langsung antara pewawancara (interviewer) atau guru
dengan orang yang diwawancarai (interview atau peserta didik tanpa melalui
perantara, sedangkan wawancara tidak langsung artinya pewawancara atau guru
menanyakan sesuatu peserta didik melalui perantaraan orang lain.
b. Fungsi/Tujuan
Tujuan wawancara untuk memperoleh informasi secara langsung guna
menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu. Selain itu, wawancara juga
bertujuan untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah dan untuk memperoleh data
agar dapat memengaruhi situasi atau orang tertentu
c. Cara/Langkah
Adapun penyusunan langkah-langkah pedoman wawancara, sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan wawancara
2) Membuat kisi - kisi
3) Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan
4) Melakukan uji coba
5) Melaksanakan wawancara.
d. Kelebihan & Kekurangan
Adapun, kelebihan dari wawancara antara lain adalah kita dapat berkomunikasi
secara langsung sehingga informasi yang diperoleh dapat diketahui
objektivitasnya. Selain itu, kita dapat memperbaiki proses dan hasil belajar dan
kegiatan cenderung lebih fleksibel, dinamis, dan personal. Sementara itu,
kelemahan dari wawancara di antaranya banyak memakan waktu, berlaru - larut
tanpa arah, perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan yang
diwawancarai.
e. Contoh
3. Skala Sikap
a. Definisi
Skala sikap merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur sikap,
nilai, dan karakteristik-karaktersitik lainnya. Sikap merupakan suatu
kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik,
dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa orang-orang maupun
berupa objek-objek tertentu.
b. Fungsi/Tujuan
Skala sikap igunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan
ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinu yang jawaban
bersifat “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang
bersifat “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya.
c. Cara/Langkah
Adapun langkah-langkah pengaplikasian skala sikap, sebagai berikut:
1) Memilih variabel afektif yang akan diukur
2) Membuat beberapa pernyataan
3) Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif
4) Menentukan jumlah gradual dan frasa atau angka yang dapat menjadi alternatif
pilihan
5) Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban
6) Melakukan uji coba
7) Membuang butir - butir pernyataan yang jurang baik
8) Melaksanakan penilaian.
d. Contoh

4. Angket
a. Definisi
Angket merupakan alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi,
pendapat, dan paham dalam hubungan kausal.
b. Cara/Langkah
1) Menyusun kisi-kisi angket
2) Menyusun pertanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang diinginkan,
berstruktur atau tak berstruktur. Setiap pertanyaan dan jawaban harus
menggambarkan atau mencerminkan data yang diperlukan. Pertanyaan harus
diurutkan, sehingga antara pertanyaan yang satu dengan lainnya ada
kesinambungan.
3) Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaan, sehingga
memudahkan peserta didik untuk menjawabnya.
4) Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu dilaksanakan uji coba di
lapangan sehingga dapat diketahui kelemahan-kelemahannya.
5) Angket yang sudah diujicobakan dan terdapat kelemahan perlu direvisi, baik
dilihat dari bahasa, pertanyaannya maupun jawabannya
6) Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah peserta didik.
c. Kelebihan & Kekurangan
Adapun, kelebihan dari angket di antaranya responden dapat menjawab dengan
bebas tanpa dipengaruhi oleh penilai, informasi dapat terkumpul lebih mudah
karena itemnya homogen, dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah
responden yang besar yang dijadikan sampel. Sementara itu, kelemahan dari
angket adalah adanya kemungkinan angket diisi oleh orang lain, hanya
diperuntukan bagi yang hanya melihat saja, responden hanya menjawab
berdasarkan jawaban yang ada.
d. Contoh
5. Studi Kasus
a. Definisi
Studi kasus adalah studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta
didik, kelas, atau sekolah yang memiliki kasus tertentu. Pengertian mendalam dan
komprehensif adalah mengungkap semua variabel dan aspek-aspek yang
melatarbelakanginya, yang diduga menjadi penyebab timbulnya perilaku atau
kasus tersebut dalam kurun waktu tertentu.
b. Cara/Langkah
Dalam melakukan studi kasus, langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
seorang pengajar, sebagai berikut:
1) Pengumpulan Data
Guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber
dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat
yang dapat digunakan adalah depth-interview, yaitu melakukan wawancara
secara mendalam. Jenis data yang diperlukan, antara lain latar belakang
kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan,
perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
2) Penginterpretasian Data
Setelah data terkumpul, selanjutnya data tersebut diinterpretasikan
untuk membuat diagnosis tentang kasus tersebut dan prognosis yang mungkin
dilakukan. Hal ini menuntut tilikan ke masa lalu dan masa kini. sehingga dapat
memudahkan sintesis aspek-aspek data yang relevan dengan masalah-masalah
yang dihadapi masa kini.
.
c. Kelebihan & Kekurangan
Kelebihan dari studi kasus adalah kita dapat mempelajari seseorang secara
mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-
lengkapnya. Sedangkan kekuranganya adalah hasil studi kasus tidak dapat
digeneralisasikan, melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja.
d. Contoh
6. Catatan Insidential
a. Definisi
Catatan insidental adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa peristiwa
sepintas yang dialami peserta didik secara perseorangan.
b. Fungsi/Tujuan.
Catatan ini berfungsi sebagai pelengkap dalam rangka penilaian guru terhadap
peserta didiknya, terutama yang berkenaan dengan tingkah laku peserta didik.
c. Cara/Langkah
Adapun langkah/-langkah sekaligus hal-hal yang harus diperhatikan oleh
pengajar dalam pengaplikasian catatan insidential, sebagai berikut:
1) Tetapkan terlebih dahulu peserta didik yang sangat memerlukan penyelidikan.
Dalam hal apakah penyelidikan itu harus dilakukan
2) Setiap kegiatan pencatatan suatu peristiwa hendaknya diambil kesimpulan
sementara. Kesimpulan final baru ditentukan setelah membandingkan
beberapa kesimpulan sementara dari berbagai kegiatan pencatatan
3) Fokus perhatian guru adalah tingkah laku peserta didik yang dianggap perlu
diselidiki tersebut.
d. Contoh

7. Sosiometri
a. Definisi
Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan sampai
batas tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang
penerimaan teman sebayanya serta hubungan di antara mereka. Seperti diketahui,
di sekolah banyak peserta didik kurang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Mereka tampak murung, mengasingkan diri, mudah tersinggung
atau bahkan over-acting. Hal ini dapat dilihat ketika mereka sedang istirahat,
bermain atau mengerjakan tugas kelompok. Fenomena tersebut menunjukkan
kekurang mampuan peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kondisi seperti ini perlu diketahui dan dipelajari oleh guru dan dicarikan upaya
untuk memperbaikinya, karena dapat mengganggu proses belajarnya.
b. Fungsi/Tujuan
Adapun, tujuan dari penerapan Sosiometri, sebagai berikut:
1) Menemukan murid mana yang ternyata mempunyai masalah penyesuain diri
dalam kelompoknya.
2) Membantu meningkatkan partisipasi sosial diantara murid-murid dengan
penerimaan sosialnya.
3) Membantu meningkatkan pemahaman dan pengertian murid terhadap masalah
pergaulan yang sedang dialami oleh individu tertentu.
4) Merencanakan program yang konstruktif untuk menciptakan iklim sosial yang
lebih baik dan sekaligus membantu mengatasi masalah penyesuaian di kelas
tertentu.
c. Cara/Langkah
Adapun, langkah-lanlah dalam penerpan sosimetri, sebagai berikut:
1) Memberikan "petunjuk" atau pertanyaan-pertanyaan, seperti: "tuliskan pada
selembar kertas nama teman-temanmu yang paling baik" atau "siapa temanmu
yang paling baik di dalam kelas?" atau "siapa di antara temanmu yang sering
meminjamkan buku pelajaran kepada teman-teman yang lain". Usahakan tidak
terjadi kompromi untuk saling memilih di antara peserta didik
2) Mengumpulkan jawaban yang sejujurnya dari semua peserta didik
3) Jawaban-jawaban tersebut dimasukkan ke dalam tabel
4) Pilihan-pilihan yang tertera dalam tabel digambarkan pada sebuah sosiogram.
d. Contoh

E. Kelebihan & Kekurangan Instrumen Non-Tes

a. Kelebihan

1) Penilaian dapat dilakukan dengan setting yang alami


Hal tersebut berkaitan dengan proses pengukuran kemampuan siswa yang
dilakukan secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam proses pembelajaran.
Selain iu, setting yang alami dimaksudkan dengan proses penilaian etentik yang
menilai keterampilan dan pemahaman dengan menilai secara langsung performasi
murid selama di kelas, sehingga guru dapat menilai secara apa adanya melalui latar
yang natural.

2) Ranah penilaian lebih komprehensif

Dengan menggunakan instrument non-tes guru bisa menilai siswa secara


komprehensif, bukan hanya dari aspek kognitif saja, tapi juga afektif dan
psikomotornya.

3) Tidak memberikan beban berlebih kepada murid

Hal tersebut juga berkaitan dengan latar penilaian yang dilakukan secara alami. Di
mana instrument penilaian non-tes ini cenderung tidak memberikan beban kognitif
kepada peserta didik secara berlebihan. Beban kognitif yang diberikan berlebihan
dapat kita lihat pada penerapan instrument tes, di mana peserta didik terkadang
mengalami stress dari serangkaian ulangan yang harus mereka hadapi.

b. Kekurangan

1) Bergantung pada kompetensi guru

Setiap instrument non-tes memiliki poin-poin tersendiri untuk dinilai, hal tersebut
menuntut kejelian dari pengajar untuk merancangnya. Selain itu, pada proses
pelaksanaannya, pengajar dituntut untuk mengamati pola perilaku peserta didik
dengan seksama, sehingga penilaian berjalan dengan optimal.

2) Membutuhkan alokasi waktu yang banyak

Instrumen non-tes memiliki banyak poin yang harus dinilai di dalamnya,


tergantung penilaian kita akan menuju ke mana. Dalam hal ini, guru pun memiliki
keterbatasan waktu dalam pembuatan instrumen non-tes di samping mereka juga
harus membuat soal untuk teknik tes, seperti untuk ulangan harian, ulangan
semester maupun kenaikan kelas. Keterbatasan waktu tersebut membuat guru
enggan untuk membuat soal non-tes dikarenakan mereka berpikir tes sudah
memenuhi nilai individu masing-masing
3) Poin penilaian yang cenderung rumit

Poin ini berkaitan dengan keadaan di mana siswa tidak paham terhadap penilaian
yang diberikan oleh guru, misalnya dalam penilaian membaca guru melakukan
teknik observasi dengan lembar observasi yang berisi poin-poin yang sudah
disiapkan, siswa tidak dijelaskan terlebih dahulu sehingga siswa kurang paham
dengan penilaian dan apa saja yang dinilai.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Instrumen non-tes merupakan cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan
tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara sistematis.
Tujuan Instrumen non-tes yaitu untuk mengukur pada ranah afektif dan psikomotorik.
Dalam konteks pembelajaran, instrumen no-tes juga memiliki tujuan untuk mengevaluasi
hal yang berhubungan dengan kejiwaan peserta didik seperti persepsinya terhadap mata
pelajaran tertentu, persepsi terhadap pengajar, bakat, dan minat. Untuk membuat
Instrumen non-tes diperlukan tahapan-tahapan yaitu: (1) Menentukan Spesifikasi
Instrumen; (2) Menulis Instrumen; (3) Menentukan Skala Instrumen; (4) Menentukan
Sistem Penskoran; (5) Menelaah Instrumen; (6) Merakit Instrumen; (7) Melakukan
Ujicoba; (8) Menganalisis Hasil Ujicoba; (9) Memperbaiki Instrumen; (10) Melaksanakan
Pengukuran; (11) Menafsirkan Hasil Pengukuran. Jeni-jenis instrumen non-tes meliputi
Observasi, Wawancara, Skala Sikap, Angket, Studi Kasus, Catatan Insidental, Sosiometri

Dalam penggunaan evaluasi non-tes cenderung tidak semudah seperti yang kita
bayangkan. Pada kenyataannya, evaluasi non-tes itu cukup rumit untuk diterapkan karena
banyak poin-poin yang harus kita buat untuk penilaian. Ada beberapa faktor yang
meneyebabkan pelaksanaan evaluasi non tes terhambat, antara lain: (1) Kurangnya waktu
dalam pembuatan instrument non tes; (2) Ssiswa yang kurang paham terhadap
pelaksanaan penilaian non tes; (3) Kurang terampilnya guru dalam pembuatan instrumen
non-tes, dan berbagai permasalahan lainnya. Permasalahan-permasalahan dan
kekurangan-kekurangan tersebut tentunya harus diperhatikan setip perancang
pembelajaran, sehingga instrument penilaian non-tes lebih merata penerapannya,
mengingat banyak sekolah saat ini yang cenderung lebih “suka” menerapkan instrumen
penilaian tes—yang hanya dapat menilai aspek kognitif siswa saja.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2014). Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


A. Supratiknya. (2012). Penilaian hasil belajar dengan teknik non-tes. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma
Fadarwati, Intan Putri. (2015). Penggunaan teknik evaluasi non-tes dan hambatannya pada
penilaian pembelajaran PKn SD di Dabin IV ecamatan Tonjong Kabupaten Brebes.
Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
http://lib.unnes.ac.id/id/eprint/20445
Magdalena, Ina., Dias Julianti A., Khairunnisa. (2020). Hambatan dalam penerapan teknik
evaluasi non-tes di SDN Pinang 5 Tangerang. Jurnal Halaqah. Vol 2(3), 227-232.
https://doi.org/10.5281/zenodo.3880822
Shobariyah, E. (2018). Teknik Evaluasi Non Tes. Adz-Zikr: Jurnal Pendidikan Agama Islam,
3(2), 1–13.
Sudijono, A. (2009). Pengantar Evaluasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Widoyoko, E. P. (2009). Evaluasi program pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai