Anda di halaman 1dari 22

MENGEMBANGKAN INSTRUMEN PENILAIAN PAI

DESAIN PEMBELAJARAN PAI

Oleh:
Kelompok 5
Nama Anggota:
1. Rohaya Harilasari (190101007)
2. Sayyid Mubarak (190101024)
3. Suhaimi (190101077)

Semester VI Kelas A

Dosen Pengampu:
Dr. Lalu Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I
NIP.198712312019031020

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2022
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin selalu terpanjatkan puji syukur kepada Tuhan


Semesta Alam, Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah atas rahmat,
kesehatan, kenikmatan dan kesempatan yang selalu diberikan kepada kita semua
terutama di masa pandemi ini yang insyaallah penuh dengan pelajaran dan keberkahan.
Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada manusia mulia yang indah
budi pekertinya, yakni Nabi Muhammad SAW, atas kasih sayang dan perjuangannya
untuk umat Islam sehingga sampai saat ini kita masih bisa menikmati betapa indah dan
nikmatnya dunia Islam. Tidak lupa juga, kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen
pembimbing mata kuliah Desain Pembelajaran PAI, Bapak Dr. Lalu Muhammad Nurul
Wathoni, M.Pd.I yang telah memberikan motivasi dan arahan serta bimbingan terhadap
penyusunan karya ilmiah ini yang berjudul “Mengembangkan Intrumen Penilaian PAI”.
Kami ucapkan terimakasih pula kepada keluarga tercinta dan teman-teman seperjuangan
yang telah memberikan dorongan semangat baik secara moral maupun spiritual.
Kami masih sadar dalam penyusunan karya ilmiah ini, masih terdapat
kekurangan sebagaimana karena kami hanya manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari bapak dosen dan teman-teman semua. Semoga dengan adanya karya
ilmiah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 27 Maret 2022

Kelompok 5
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................3

A. Pengetian Pengukuran, Penilaian, Tes, dan Evaluasi Pembelajaran ..........................3

B. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran PAI .............................................................6

C. Mengembangkan Instrument Penilaian PAI untuk Tes Objektif dan Non Objektif ..9

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 18

A. Kesimpulan ...........................................................................................................18

B. Saran ..................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pendidikan dalam
kegiatan belajar mengajar. Untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran maka diperlukan suatu alat ukur keberhasilan yang
dimaksud dengan evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran pada dasarnya
dilakukan untuk menilai hasil belajar peserta didik, sehingga dalam evaluasi
dilakukan penilaian atau pengukuran terhadap kemampuan peserta didik. Istilah
pengujian, pengukuran, penilaian, dan evaluasi terkadang digunakan secara
bergantian, namun sebagian besar pengguna membuat perbedaan di antara empat
istilah tersebut. Dimana penilaian danevaluasi lebih bersifat komprehensif yang
meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument)
pengukuran.
Pada saat ini banyak sekali ditemukan perbuatan-perbuatan yang melanggar
norma agama Islam yang sangat memprihatinkan sehingga untuk memperbaiki
pendidikan agama Islam, diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Salah satu aspek yang penting dalam suatu pembelajaran
adalah penilaian. Sebagaimana dalam Pendidikan Islam, berhasil atau tidaknya
dalam mencapai tujuanya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put
yang dihasilkanya. Jika hasilya sesuai dengan apa yang telah gariskan dalam tujuan
pendidikan Islam, maka usaha pendidikan itu dapatdinilai berhasil. Tetapi jika
sebaliknya, ia dinilai gagal. Dari sisi ini dapat dipahami betapa urgesinya evaluasi
dalam proses kependidikan Islam.
Dalam mengevaluasi ada banyak teknik yang dapat dipilih dan dilakukan
oleh guru. Teknik evaluasi ada dua macam, yaitu teknik tes dan tekniknon-tes.Pada
dasarnya untuk melakukan sebuah penilaian hendaknya menggunakan berbagai
instrument. Adapun jenis-jenis instrumen dalam evaluasi pembelajaran ada dua
macam yaitu tes objektif dan tes non–objektif. Tes objektif dibagi menjadi 4 yang
meliputi: soal pilihan ganda, pilihan benar salah, menjodohkan dan bentuk
melengkapi atau isian singkat. Sedangkan tes non–objektif berbentuk uraian
panjang.
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengetian pengukuran, penilaian, tes, dan evaluasi pembelajaran?
2. Bagaimana prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran PAI?
3. Bagaimana mengembangkan instrument penilaian PAI untuk tes objektif dan
non objektif?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengetian pengukuran, penilaian, tes, dan evaluasi pembelajaran
2. Mengetahui prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran PAI
3. Mengetahui pengembangan instrument penilaian PAI untuk tes objektif dan
non objektif
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengetian Pengukuran, Penilaian, Tes, dan Evaluasi Pembelajaran


Dalam dunia Pendidikan, istilah pengukuran, penilaian, tes dan evaluasi
terkadang digunakan secara bergantian, dan sering dimaknai sama. Namun pada
hakikatnya keempat istilah tersebut memiliki makna yang berbeda.
1. Pengukuran
Pengukuran adalah proses pemberian bilangan atau angka pada objek-objek
atau sesuatu kejadian menurut aturan tertentu sehingga angka tersebut dapat
mempresentasikan dalam bentuk kuantitatif akan sifat-sifat dari objek tersebut.1
Pengukuran dapat juga diartikan sebagai proses mengukur dengan
menggunakan alat ukur.2 Pada hasil pengukuran yang berupa angka/skor, objek
yang diukur berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai satu kesatuan
yang utuh yang menunjukkan kualitas perilaku belajar dari peserta didik.
Subjek dalam hal ini menunjuk pada peserta didik, objek menunjuk kepada
domain hasil belajar, dan kejadian ditunjukkan oleh kualitas perilaku belajar
peserta didik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, pengukuran merupakan proses atau kegiatan
memberi bentuk kuantitatif pada subjek, objek atau kejadian dengan
memperhatikan aturan-aturan tertentu sehingga bentuk kuantitatif tersebut
menunjukkan keadaaan yang sebenarnya yang diukur.
2. Penilaian
Penilaian adalah sesuatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi
secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah
dicapai peserta didik. Kata “menyeluruh” mengandung arti bahwa penilaian
tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai lainnya. 3
Menurut Hill, penilaian adalah kegiatan mengolah informasi yang diperoleh
melalui pengukuran untuk menganalisis dan mempertimbangkan hasil kerja

1
Ismanto, “Evaluasi Hasil Belajar PendidikanAgama Islam (PAI)”, Jurnal Penelitian Pendidikan
Islam, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, h. 214.
2
Hamzah B. Uno, PerencanaanPembelajaran, (Jakarta: PT BumiAksara, 2014), h. 93.
3
M.Ilyas Ismail, Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran, (Makasar: Cendikia Pubisher, 2020), h. 6.
4

peserta didik pada tugas-tugas yang relevan. Sedangkan menurut Nitko,


penilaian adalah suatu proses untuk memperoleh informasi yang digunakan
untuk membuat keputusan tentang peserta didik, kurikulum, program, dan
kebijakan pendidikan.4 Pada dasarnya penilaian diartikan sebagai prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan informasi untuk mengukur taraf pengetahuan
dan keterampilan subjek didik yang hasilnya akan digunakan untuk keperluan
evaluasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah sesuatu proses
atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat
keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Jadi Istilah penilaian
jauh lebih luas dibandingkan pengukuran dengan tujuan untuk membuat
keputusan mengenai peserta didik baik secara kelompok maupun individu.
3. Tes
Istilah tes (testing) berasal dari kata latin testum yang artinya sebuah piring
atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalama
lapangan psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi hingga metode psikologi,
yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan
mulai dari pemberian sesuatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan
suatu masalah tertentu.5 Dalam tes tidaklah mengukur keseluruhan dari lingkup
perilaku yang hendak diukur, melainkan terbatas kepada isi butir soal tes yang
bersangkutan.6 Selain itu, tes juga dapat diartikan sebagai seperangkat tugas
atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta untuk mengukur
tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang
dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.7
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, tes merupakan sebuah
instrument atau prosedur yang sistematis untuk mengukur sebuah sampel
perilaku dengan pemberian tugas atau seperangkat pertanyaan dalam bentuk
soal atau perintah yang harus dikerjakan oleh setiap peserta didik dan hasil

4
Ismanto, “Evaluasi Hasil Belajar PendidikanAgama Islam (Pai)”, Jurnal Penelitian Pendidikan
Islam, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, h. 215.
5
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 2.
6
Mudjijo, Tes Hasil Belajar, (Jakarta: BumiAksara, 1995), h. 28.
7
Hamzah B. Uno dan SatriaKoni, Assesment…, h. 3.
5

pelaksanaan tugas tersebut digunakan untuk menarik sebuah kesimpulan


tertentu terhadap peserta didik.
4. Evaluasi Pembelajaran
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris yakni evaluation yang berarti
tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu. Evaluasi juga dapat di
artikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu
yang ada hubunganya dengan pendidikan. 8 Sementara dalam Bahasa Arab
evaluasi dikenal dengan istilah imtihan yang berarti ujian. Di kenal juga dengan
istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan. 9
Stufflebeam menyatakan bahwa, evaluasi adalah proses menggambarkan,
memperoleh, dan memberikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan. Senada dengan pendapat Mardapi, yakni evaluasi memiliki makna
adanya pengumpulan informasi, penggambaran, pencarian, dan penyajian
informasi guna pengambilan keputusan tentang program yang dilaksanakan. 10
Jadi secara umum evaluasi diartikan sebagai proses menentukan kelayakan atau
nilai dari sesuatu melalui kajian dan penilaian secara cermat.
Sementara pembelajaran dalam proses pendidikan adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana yang
mengkondisikan/merangsang seseorang agar dapat belajar dengan baik sesuai
dengan tujuan pembelajaran.11 Dengan demikian, pembelajaran merupakan
proses yang kompleks, yang di dalamnya mencakup kegiatan belajar dan
kegiatan mengajar yakni adanya interaksi yang berlangsung antara pendidik dan
peserta didik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, evaluasi pembelajaran adalah suatu proses
atau kegiatan yang sistematis, untuk memperoleh informasi yang menyeluruh
dan berkesinambungan tentang suatu proses dan hasil belajar peserta didik
sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan perlakuan lanjut.

8
Suharismi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 1
9
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1991), h. 247.
10
Ismanto, “Evaluasi Hasil Belajar PendidikanAgama Islam (PAI)”, Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, h. 216.
11
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 269.
6

Dari pemaparan di atas diketahui bahwa, evaluasi dilakukan dengan


menggunakan informasi hasil pengukuran dan penilaian. Hasil pengukuran
berbentuk skor (angka) lalu skor ini dinilai dan ditafsirkan berdasarkan aturan
untuk ditentukan tingkat kemampuan seseorang. Hasil proses penilaian ini
kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan seseorang
atau suatu program. Dalam dunia pendidikan, menilai sering diartikan sama dengan
melakukan evaluasi. Perbedaan antara kedua kata tersebut terletak pada
pemanfaatan informasi, dimana informasi penilaian merupakan hasil pengukuran,
sedangkan informasi pada evaluasi berupa nilai. 12
B. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran PAI
Dilaksanakannya evaluasi dalam pembelajaran adalah untuk memperoleh
sejumlah informasi yang dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya. 13 Dalam
melakukan evaluasi terhadap peserta didik, sebagai evaluator haruslah
memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi dan dalam hal ini dituntut untuk
mengevaluasi secara menyeluruh yaitu dari segi pemahamannya terhadap materi
atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari aspek
afektif, dan pengalamannya (aspek psikomotorik).
Prinsip merupakan pernyataan yang sebagian besar mengandung kebenaran.
Keberadaan akan suatu prinsip bagi seorang guru sangatlah penting sebab dengan
adanya pemahaman akan prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk dan menjadi
suatu keyakinan bagi setiap guru dalam merealisasikan evaluasi dengan cara
benar. 14 Dalam bidang pendidikan ada beberapa prinsip evaluasi yang harus
diperhatikan, diantarannya sebagai berikut:
1. Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja dengan tujuan yang telah ditentukan
2. Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif
3. Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan siswa
4. Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu atau berkesinambungan

12
Ismanto, “Evaluasi Hasil Belajar PendidikanAgama Islam (PAI)”, Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, h. 216.
13
Ahman Suyanto, “Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar Negeri 2
Kedarpan Kejobong Purbalingga” (Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto, Purwokerto,
2014), h. 2.
14
Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT BumiAksara, 2012),
h. 4.
7

5. Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku. 15


Dalam pelaksanaan evaluasi terutama pada pembelajaran PAI perlu
diperhatikan beberapa prinsip sebagai dasar pelaksanaan pendidikan Islam. Prinsip-
prisip tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Prinsip kesinambungan (kontnuitas)
Penilaian hendaknya dilakukan secara berkesinambungan. Prinsip ini
selaras dengan ajaran istiqamah dalam Islam, yaitu setiap umat Islam
hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah SWT yang diwujudkan dengan
senantiasa mempelajari Islam, mengamalkanya, serta tetap membela tegaknya
agama Islam.
2. Prinsip Komprehensif/menyeluruh
Penilaian harus mengumpulkan data mengenai seluruh aspek kepribadian,
mencakup bidang sasaran yang luas baik aspek personal, material, maupun
aspek operasionalnya. Evaluasi tidak hanya ditujukan pada salah satu aspek
saja namun semua aspek.
3. Prinsip obyektif
Penilaian diusahakan agar seobyektif mungkin. Dalam pelaksanaan evaluasi
seorang guru harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar menurut kenyataan
yang sesungguhnya dan tidak dicampuri kepentingan-kepentingan yang
bersifat subjektif. Semakin lengkap data dan fakta yang dapat dikumpulkan
maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan. Sebagaimana Allah SWT
juga memerintahkan agar sesorang berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu
dan jangan karena kebencian menyebabkan terjadinya ketidakobjektifan
terhadap evaluasi yang dilakukan. Hal ini telah Allah SWT jelaskan dalam Al-
Qur’an surah Al- Maidah ayat 8 berikut:

‫شن َٰا ُن قَ ْوم‬


َ ‫جْر َمنَّ ُك ْم‬ ِِۖ ‫ش َهدَ ۤا َء بِ ْال ِقس‬
ِ َ‫ْط َو ََل ي‬ ِ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ُك ْونُ ْوا قَ َّو‬
ُ ِ‫اميْنَ ِ ٰلِل‬

َ‫ّٰللاَ َخبِ ْي ٌۢر بِ َما تَ ْع َملُ ْون‬ ُ ‫َع ٰلٰٓى اَ ََّل ت َ ْع ِدلُ ْوا ۗاِ ْع ِدلُ ْو ۗا ه َُو اَ ْق َر‬
ٰ ‫ب ِللتَّ ْق ٰو ِۖى َواتَّقُوا‬
ٰ ‫ّٰللاَ ۗا َِّن‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan

15
Ibid., h. 5.
8

bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang


kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah: 8)
4. Prinsip sistematis
Dalam melaksanakan evaluasi hendaknya dilakukan secara sistematis dan
teratur sehingga pelaksanaan dan hasil evaluasi dapat terlaksana dengan baik
dan benar.16
5. Prinsip validitas
Dalam pelaksanaan evaluasi dapat di ukur dengan menggunakan jenis tes
yang terpercaya dan sahih. Artinya, ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi
pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki
kesahihan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka data yang dihasilkan juga
salah. Dengan demikian, jika seorang guru ingin melakukan evaluasi maka ia
harus mempertimbangkan dengan baik apakah alat ukur yang diberikan sesuai
dengan sasaran yang ingin diketahui.
Misalnya guru ingin mengetahui apakah siswanya sudah memahami cara
membaca hukum Idgham Bighunnah, maka alat ukur atau tes yang tepat
digunakan adalah praktek langsung. Jika yang diberikan adalah tes essay, maka
tujuan yang ingin diketahui tidak akan diperoleh karena antara alat ukur yang
digunakan dengan sasaran tidak relevan.
6. Prinsip reliabilitas
Pelaksanaan evaluasi harus dapat dipercaya yang sesuai dengan tingkat
kesanggupan dan keadaan sesungguhnya (terukur) dari peserta didik. Tes dapat
dikatakan terpercaya jika memberikan hasil yang konsisten meskipun dites
berkali-kali. Olah karena itu, tes yang diberikan kepada peserta didik harus
sesuai dengan tingkat kemampuannya.
7. Terbuka
Dalam melakukan evaluasi, hendaknya dilakukan secara terbuka, sehingga
keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan tanpa ada rekayasa yang dapat merugikan semua pihak. Sikap
terbuka dari evaluasi yang dilakukan dapat membuat peserta didik yang
memperoleh nilai yang terbilang kurang memuaskan dapat menjadikan hal
tersebut motivasi baginya agar memperbaikinya.

16
Sardiyanah, “Konsep Evaluasi Dalam Pendidikan”, Jurnal Kajian Islam & Pendidikan, Vol. 8,
No. 1, 2016, h. 5.
9

8. Dicatat (akurat)
Prinsip ini memiliki makna bahwa hasil dari setiap pelaksanaan evaluasi
peserta didik harus secara sistematis dan komprehensif dicatat dan disimpan,
sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan. Dengan begitu, guru tidak dapat
merekayasa data yang baru jika suatu waktu diperlukan, karena masih memiliki
buku arsip mengenai data tersebut dan masih diakui keakuratannya.
9. Praktis
Prinsip praktis diartikan bahwa evaluasi tersebut mudah dimengerti dan
dilaksanakan dengan beberapa indikator, yakni hemat waktu, biaya, tenaga,
kemudian mudah menskor dan mengolahnya sehingga tidak mempersulit guru
yang mengevaluasi dan peserta didik yang dievaluasi. 17
Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Islam, karena prinsip-prinsip
tersebut dalam ajaran Islam termasuk ke dalam akhlak yang mulia. Dalam akhlak
yang mulia seseorang harus bersifat obyektif, jujur mengatakan sesuatu sesuai apa
adanya, valid, reliabel, terbuka, akurat, dan praktis.
C. Mengembangkan Instrument Penilaian PAI untuk Tes Objektif dan Non
Objektif
1. Tes Objektif
Tes Objektif merupakan tes tertulis dimana soal dan jawaban dalam bentuk
bahan tulisan yang menuntut siswa memilih jawaban yang telah disediakan
atau memberikan jawaban singkat dan pemeriksaannya dilakukan secara
objektif (seragam) terhadap semua siswa.18 Ada beberapa jenis tes bentuk
objektif yaitu sebagai berikut:
a. Tes objektif bentuk pilihan ganda (multiflechoise test)
Tes pilihan ganda merupakan bentuk tes objektif yang menyajikan
soal dan beberapa pilihan jawaban yang hanya ada satu jawaban yang
benar. Tes pilihan ganda adalah bentuk penilaian dimana responden
ditanya untuk memilih jawaban terbaik dari pilihan yang ada di dalam

17
Leni Fitrianti, “Implementasi Prinsip-prinsip Evaluasi Dalam Proses Penilaian Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Pekanbaru”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, Pekanbaru, 2013), h. 28-30.
18
Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h.
181.
10

daftar.19 Dalam menyusun tes pilihan ganda terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan diantaranya sebagai berikut:
1) Ada kesesuaian antara soal dan jawaban
2) Penyusunan kalimat pada setiap butir soal harus jelas
3) Bahasa yang digunakan pada soal hendaknya mudah dipahami
4) Setiap soal hanya mengandung satu masalah.20
Dalam tes objektif bentuk pilihan ganda ini ada beberapa macam,
diantaranya sebagai berikut:
1) Pilihan ganda model melengkapi
Contoh:
Bangkai darah yang mengalir dan binatang yang mati dicekik,
hukumnya…..
a) Halal
b) Najis
c) Makruh
d) Haram
e) Mubah
2) Pilihan ganda model soal yang disediakan alternatif jawaban yang
benar kecuali ada salah satu yang salah
Contoh:
Manakah diantara rasul-rasul di bawah ini yang tidak termasuk ulul
azmi?
a) Adam
b) Ibrahim
c) Musa
d) Isa
3) Pilihan ganda model analisis kasus
Contoh:
Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang kompleks, terdiri atas
golongan mukmin, yahudi, Nasrani dan sebagian kafir dzimmiy. Di
tengah-tengah masyarakat tersebut Islam dapat berkembang dengan

19
Muhammad yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan Dengan Kurikulum
2013, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 191.
20
Asrul, dkk, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Citapustaka Media, 2015), h. 46.
11

pesat. Diantara mereka dibuat suatu perjanjian untuk bersama-sama


membangun negara Madinah dan kepada kafir dzimmiy Nabi
memberikan kebebasan untuk tetap tinggal dan mereka dikenakan
pajak yang dikenal dengan kiz’ah.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa:
a) Islam memandang sama antara mukmin dengan orang kafir
b) Kafir dzimmiy bukan termasuk musuh Islam
c) Sejak dahulu Islam telah menekankan prinsip-prinsip toleransi dan
kerjasama
d) Islam berkembang pesat karena adanya dukungan kafir dzimmiy
Adapun kelebihan dan kekurangan tes objektif bentuk pilihan ganda
ini, diantaranya yaitu:
1) Kelebihan
a) Pembuatan mudah
b) Dapat dinilai dengan mudah dan cepat dan objektif
c) Dapat mengukur berbagai tingkatan kognitif
2) Kekurangan
a) Soal pilihan ganda yang berkualitas membutuhkan waktu yang
lama
b) Penulis soal (guru) akan kesulitan membuat pengecoh yang
homogen
c) Terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban dan peserta
mudah mencontek kunci jawaban.21
b. Tes objektif bentuk benar salah (true false)
Bentuk tes Benar-Salah (B-S) adalah soal yang mengandung dua
kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Fungsi bentuk soal benar
salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didk untuk
membedakan antara fakta dengan pendapat. Agar soal dapat berfungsi
dengan baik, maka materi yang ditanyakan sebaiknya homogen dari segi
isi. Bentuk soal ini banyak digunakan untuk mengukur kemampuan

21
Idrus Alwi, “Pengaruh Jumlah Alternatif Jawaban Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda terhadap
Reliabilitas Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda”, Jurnal Ilmiah Faktor Exacta, Vol. 3 No. 2, Juni
2010, h.189.
12

mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana. 22 Cara


penyusunan tes objektif bentuk benar salah yaitu:
1) Membuat petunjuk dengan jelas agar peserta didik
tidak bingung
2) Jangan membuat soal atau pernyataan yang masih dipertanyakan
benar salahnya
3) Setiap soal hendaknya mengandung satu pengertian saja
4) Dalam membuat soal hindari menggunakan kata yang dapat memberi
petunjuk tentang jawaban yang dikehendaki. 23
Contoh:
1) (B)-(S) Rasulullah dilahirkan pada tahun 571 H bertepatan dengan
tahun gajah?
2) (B)-(S) Rasulullah dijuluki dengan “Al-Amin” karena beliau tidak
pernah berbohong?
Adapun kelebihan dan kekurangan tes objektif bentuk benar salah,
diantaranya sebagai berikut:
1) Kelebihan
a) Dapat mengukur semua tingkat kemampuan dalam domain
kognisis mulai dari kemampuan sederhana hingga kompleks
b) Mencakup lebih banyak materi dibandingkan soal pilihan ganda
c) Dalam penghitungan skor dapat dilakukan dengan mudah dan
cepat
2) Kekurangan
a) Dengan alternatif jawaban yang tersedia hanya terdiri atas dua
pilihan, maka kemungkinan besar sangat mudah ditebak akan
jawabannya
b) Dengan menghimpun banyak materi, namun bentuk soalnya tidak
dapat mengungkap seluruh konsep secarautuh
c) Tingkat keandalannya rendah sebab tidak memiliki banyak daya
pembeda sepeti yang terdapat pada pilihan ganda.24

22
Zainal Arifin, Evaluasi…, h. 154.
23
Asrul, dkk, Evaluasi…, h. 50.
24
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip…, h. 193.
13

c. Tes objektif bentuk menjodohkan (matching)


Tes menjodohkan yaitu bentuk tes yang terdiri atas kumpulan soal
dan kumpulan jawaban yang paralel. Dimana keduanya dikumpulkan pada
dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri merupakan bagian yang
berisi pertanyaan atau soal-soal dan kolom sebelah kanan merupakan
bagian yang berisi jawaban. 25 Tugas siswa adalah mencari dan
menempatkan jawaban-jawaban yang sesuai atau cocok dengan
pertanyaan. Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana
dan kemampuan menghubungkan antara dua hal. Cara menyusun soal tes
objektif bentuk menjodohkan yaitu sebagai berikut:
1) Hendaknya butir-butir dari soal jumlahnya disuaikan dengan indikator
2) Soal-soal diletakkan dikolom sebelah kiri dan kumpulan jawaban
diletakkan di sebelah kanan agar jawaban dapat dengan cepat dicari
3) Petunjuk tentang cara mengerjakan soal dibuat dengan seringkas dan
sejelas mungkin. 26
Contoh:
1) Shalat Sunnah yang dilaksanakan pada tiap a) Istisqo’
malam bulan Ramadhan
2) Shalat Sunnah yang dilakukan untuk b) Mutlak
meminta diturunkannya hujan
3) Shalat sunnah yang dilakukan sewaktu c) Tarawih
memasuki masjid
4) Shalat sunnah yang dilakukan untuk memilih d) Istikharah
langkah yang harus dilakukan
e) Tahiyatul Masjid

Adapun kelebihan dan kekurangan tes objektif bentuk menjodohkan


diantaranya sebagai berikut:
1) Kelebihan
a) Soal dapat dirumuskan dengan mudah dan cepat

25
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses BelajarMengajar, (Bandung: PT RemajaRosdakarya,
2010), h. 47.
26
Asrul, dkk, Evaluasi…, h. 48.
14

b) Lebih ringkas dan ekonomis


c) Lebih mudah memberikan skor
2) Kekurangan
a) Hanya menjangkau pemikiran tingkat rendah khususnya
mengetahui dan memahami
b) Tidak dapat diarahkan pada pertanyaan dalam domain afeksi dan
pskomotor
c) Kemungkinan hanya menebak tinggi
d) Hanya cocok dengan materi tertentu.27
d. Tes objektif bentuk melengkapi (completion test)
Completion test dikenal dengan istilah melengkapi atau
menyempurnakan yang merupakan tes yang ditandai dengan adanya
jawaban pada tempat kosong yang disediakan oleh guru untuk menulis
jawabannya dengan singkat sesuai dengan petunjuk.28 Cara menyusun tes
objektif bentuk melengkapi yaitu:
1) soal yang disusun sebaiknya tidak menggunakan soal yang terbuka
sehingga siswa dapat menjawab dengan terurai
2) Pernyataan sebaiknya hanya mengandung satu alternatif jawaban
3) Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan
pada akhir atau tengah kalimat
4) Dapat menggunakan gambar-gambar sehingga soal dapat dipersingkat
dan jelas. 29
Contoh:
Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang benar dan tepat.
1) Rukun Iman kelima adalah iman….
2) Rukun Islam kedua adalah….
3) Ibu Nabi Muhammad SAW bernama….
Adapun kelebihan dan kekurangan tes objektif bentuk melengkapi
diantaranya sebagai berikut:
1) Kelebihan
a) Ruang lingkup materi banyak

27
Muhammad yaumi, Prinsip-Prinsip…, h. 194.
28
Asrul, dkk, Evaluasi…, h. 45.
29
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar…, h. 173.
15

b) Tidak membutuhkan analisis soal secara kompleks


c) Menghitung skor dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan
objektif
2) Kekurangan
Adapun keterbatasan atau kekurangan pada bentuk tes melengkapi
ini hanya mengukur pemikiran tingkat rendah seperti mengetahui dan
memahami. 30
2. Tes Non objektif
Tes non-objektif dikenal dengan tes uraian yang merupakan tes yang
pertanyannya
menuntut siswa menjawaban dalam bentuk menguraikan, menjelaskan,
mendiskusikan, membandingkan, mengorganisasikan dan bentuk lain yang
sejenis sesuai dengan tuntutan pertannyaan dengan kata-kata dan bahasa
sendiri. 31 Secara umum ada beberapa cara dalam penyusunan tes non-objektif
yaitu sebagai berikut:
1) Butir-butir soal tes uraian dapat mencakup materi yang telah diajarkan dan
sesuai dengan indikator
2) Penyusunan kalimat soal sebaiknya berlainan dengan kalimat yang ada di
buku namun mengandung arti yang sama
3) Kalimat soal disusun secara ringkas, padat, dan jelas sehingga mudah
dipahami peserta didik
4) Menyusun jawaban yang dikehendaki pembuat soal (guru) untuk pedoman
jawaban yang benar dan untuk mengurangi faktor subyektifitas
5) Membuat pedoman dalam menjawab tes.32
Bentuk tes non objektif (uraian) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sebagai berikut:
1) Uraian bebas
Pada uraian bebas, siswa bebas untuk menjawab soal dengan cara
sistematika sendiri dan tidak dibatasi. Bebas mengungkapakan pendapat

30
Muhammad yaumi, Prinsip-Prinsip…, h. 194.
31
Nana Sudjana, Penilaian…, h. 35.
32
Doni, dkk., Evaluasi Pendidikan, (Denpasar: BETA, 2014), h. 58.
16

sesuai dengan pandangan siswa itu sendiri. Namun guru tetap harus
mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban setiap siswa.33
Contoh :
a) Jelaskan yang anda ketahui tentang shalat berjamaah?
b) Apakah Imam Masjid bertanggungjawab dengan shalat berjamaah?
2) Uraian terbatas
Pada uraian terbatas, soal telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau
ada pembatasan tertentu. Pada uraian terbatas siswa diberi kebebasan
untuk menjawab soal yang ditanyakan namun arah jawabannya dibatasi
sehingga kebebasan tersebut menjadi bebas yang terarah.34
Contoh:
a) Uraikan lima rukun Islam!
b) Terangkan apa saja syarat shalat berjamaah?
Adapun cara penyusunan jenis tes bentuk uraian, ada beberapa langkah yang
dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
1) Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian diusahakan agar soal
tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang
telah diajarkan
2) Untuk menghindari tumbuhnya perbuatan curang oleh tester misalnya,
menyontek dan bertanya kepada tester yang lainya hendaknya suatu
kalimat pada soal berlawanan dengan buku pelajaran
3) Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan
agar pertanyaan-pertanyaan itu jangan dibuat seragam melainkan
bervariasi. Contohnya: Jelaskan perbedaan antara …dengan .. dan
kemukakan alasannya…mengapa…
4) Kalimat soal yang disusun hendaklah ringkas dan padat
5) Sebelum tester mengerjakan soal hendaklah seorang tester mengemukakan
cara mengerjakannya. Contoh: “Jawaban soal harus ditulis di atas
lembaran jawaban dan sesuai dengan urut nomor.35
Adapun kelebihan dan kekurangan dari tes non objektif (uraian) yaitu
sebagai berikut:

33
Zainal Arifin, Evaluasi..., h. 137.
34
Ibid., h. 137.
35
Asrul, dkk, Evaluasi…, h. 44.
17

1) Kelebihan
a) Bagi guru, menyusun tes tersebut sangat mudah dan tidak memerlukan
waktu yang lama
b) Siswamempunyai kebebasan dalam menjawabdengankemampuannya
c) Melatih kemampuanberpikirsiswa dalam bentuk kalimat atau bahasa
yang teratur
d) Lebih sederhana dan hemat karena tidak memerlukan kertas terlalu
banyakuntuk membuat soal tes, dapat didektekan atau ditulis dipapan
tulis.
2) Kekurangan
a) Kurang dapat menilai isi pengetahuansiswa yang sebenarnya
b) Kemungkinan jawaban dan keterangan sifatnya menyulitkan
penjelasanpengetesan dalam mensekornya
c) Baik buruknya tulisan dan panjang pendeknya jawaban yang
samamudah menimbulkan evaluasi dan perskoranyang
kurangobjektif. 36

36
Ibid., h. 45
18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah pengukuran, penilaian, tes dan evaluasi memiliki makna yang
berbeda. Pengukuran pada dasarnya adalah proses atau kegitan untuk menentukan
kuantitas sesuatu. Sementara penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
progresivitas belajar peserta didik baik secara individu atau kelompok. Adapun tes
merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Evaluasi pembelajaran adalah
suatu proses atau kegiatan yang sistematis, untuk memperoleh informasi yang
menyeluruh dan berkesinambungan tentang proses dan hasil belajar peserta didik
sehingga penilaian dan evaluasi lebih bersifat komprehensif yang meliputi
pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat pengukuran.
Mengenai prinsip evaluasi pembelajaran PAi harus mengacu kepada tujuan
agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Prinsip-prinsip evaluasi tersebut
adalah prinsip kesinambungan, prinsip komprehensif, prinsip obyektif, prinsip
sistematis, prinsip validitas, prinsip reliabilitas, prinsip akurat, prinsip terbuka, dan
prinsip praktis. Dimana prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Islam, karena
dalam ajaran Islam prinsip-prinsip tersebut termasuk ke dalam akhlak yang mulia.
Adapun jenis-jenis instrumen dalam evaluasi pembelajaran PAI terbagi
menjadi 2, yaitu bentuk tes objektif dan non-objektif. Macam-macam dari tes
bentuk objektif dibagi menjadi 4, yaitu pilihan ganda, pilihan benar salah,
menjodohkan, dan bentuk melengkapi. Sedangkan macam-macam tes non-objektif
9uraian) terbagi menjadi 2, yaitu uraian bebas dan uraian terbatas.

B. Saran
Setiap guru hendaknya mengetahui dan memahami perbedaan akan
pengukuran, penilaian, tes, dan evaluasi pembelajaran PAI. Serta memhami cara
penggunaan intrumen penilaian PAI, baik tes objektif maupun non objektif, agar
penilaian dapat dilakukan dengan sebenar dan sebaik mungkin baik dalam penilaian
sikap, tingkah laku dan kepribadian peserta didik selama kegiatan belajar mengajar
dikelas.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012.
Ahman Suyanto, “Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar
Negeri 2 Kedarpan Kejobong Purbalingga”. Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Purwokerto, Purwokerto, 2014.
Asrul, dkk, Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media, 2015.

Doni, Sindu, dkk. Evaluasi Pendidikan. Denpasar: BETA, 2014.

Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014.

Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima, 2009.

Idrus Alwi, “Pengaruh Jumlah Alternatif Jawaban Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda
Terhadap Reliabilitas Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda”. Jurnal Ilmiah Faktor
Exacta, Vol. 3 No. 2, Juni 2010, h. 189.
Ismanto, “Evaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI)”. Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, h. 216.
Leni Fitrianti, “Implementasi Prinsip-prinsip Evaluasi Dalam Proses Penilaian Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Pekanbaru”. Skripsi,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, Pekanbaru, 2013.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara,1991.

M. Ilyas Ismail, Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran. Makasar: Cendikia Pubisher, 2020.

Mudjijo, Tes Hasil Belajar. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Muhammad yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan Dengan


Kurikulum 2013. Jakarta: Kencana, 2016.
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010.
Sardiyanah, “Konsep Evaluasi Dalam Pendidikan”. Jurnal Kajian Islam & Pendidikan,
Vol. 8, No. 1, 2016, h. 5.
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: PT Bumi Aksara,


2012.
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kemenag, 2012.

Anda mungkin juga menyukai