Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PRINSIP PERKEMBANGAN KECERDASAN


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan dan Karakteristik
Peserta belajar yang diampu oleh Ibu Prof. Dr. C. Asri Budiningsih, M.Pd.

Disusun Oleh:
1. Dewi Anggraeni 21105244053
2. Ridwan Hadi Utomo 21105241052
3. Mutia Kusumaningtyas 21105241061
4. Annisa Salsabila 21105241062
5. Kartika Amalia 21105244030
6. Annisa Nur Rohmah 21105244042

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Perkembangan dan Karakteristik
Peserta Belajar yang berjudul "Prinsip Perkembangan Kecerdasan" dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Perkembangan
dan Karakteristik Peserta Belajar serta sarana untuk menambah wawasan dan ilmu bagi para
pembaca dan penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. C. Asri Budiningsih, M.Pd.
selaku dosen Mata Kuliah Perkembangan dan Karakteristik Peserta Belajar. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini. Terlepas dari segala hal tersebut, kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 6 Maret 2022

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4


A. Latar Belakang ........................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 4
C. Tujuan...................................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 5
A. Pengertian Kecerdasan ........................................................................................................... 5
B. Perkembangan Kognitif/Kecerdasan menurut J. Piaget ...................................................... 6
C. Karakteristik Umum dalam Inteligensi atau Kecerdasan ................................................... 9
D. Macam – macam kecerdasan ................................................................................................. 9
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan ................................................................. 14
G. Kecerdasan siswa sebagai pijakan pembelajaran ................................................................ 15
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 19

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang
dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan
mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Peserta didik yang menduduki bangku
pendidikan pasti memiliki keberagaman yang unik seperti keberagaman karakter, minat
dan bakat, begitu pula dengan kecerdasan. Kecerdasan dapat dipandang sebagai
kemampuan untuk memperoleh informasi kemudian mengintegrasikan dan
memperluasnya, sehingga membentuk kesadaran dan pengetahuan-pengetahuan baru.
Kecerdasan dapat juga dipandang sebagai kemampuan untuk mengolah atau memproses
informasi dan menggunakannya untuk menghasilan dan menemukan sesuatu yang baru,
serta mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, sehingga seseorang dapat
mengembangkan potensinya. Namun kenyataannya masih banyak terjadi kendala dalam
pembelajaran yang memberikan metode untuk keberagaman kecerdasan yang dimiliki oleh
setiap peserta didik.
Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah
masih banyaknya instansi pendidikan yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam
menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika
(matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto
Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika
setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan
bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan
anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu
direvisi. Dengan begitu pemahaman akan beragamnya kecerdasan yang dimiliki anak perlu
diperhatikan dengan serius sehingga, nantinya dapat menerapkan metode pembelajaran
yang mewadahi keberagaman kecerdasan yang dimiliki oleh setiap peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Kecerdasan?
2. Bagaimana proses perkembangan kecerdasan?
3. Apa saja macam-macam kecerdasan?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi kecerdasan?
5. Bagaimana kecerdasan siswa sebagai pijakan dalam pembelajaran?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan pengertian Kecerdasan.
2. Mengetahui proses perkembangan kecerdasan.
3. Menjelaska macam-macam kecerdasan.
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan.
5. Mengetahui kecerdasan siswa sebagai pijakan dalam pembelajaran.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan

Terdapat beragam definisi kecerdasan atau intelegensi menurut para ahli, diantaranya
adalah Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat tanggap
dalam menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengar keterangan. Kecerdasan
adalah kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang
untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut
kemampuan fikiran (Daryanto, 2014).
Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang sifatnya dinamis, dapat
tumbuh dan berkembang. Kecerdasan juga diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya
tertentu Howard Gardner (Agus Efendi, 2005: 81). Rentang masalah atau sesuatu yang
dihasilkan mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Dikatakan mulai dari upaya
mengakhiri cerita, menentukan langkah-langkah permainan catur, menambal selimut yang
sobek, sampai menghasilkan teori-teori, komposisi musik dan sistem politik. Seseorang
dikatakan cerdas bila ia dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya
dan/atau mampu menghasilkan sesuatu yang berharga dan berguna bagi umat manusia.
Definisi Inteligensi atau kecerdasan selanjutnya menurut Dusek (Casmini,2007:14)
dapat didefinisikan melalui dua jalan, yaitu secara kuantitatif adalah proses belajar untuk
memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi, dan secara kualitatif suatu
cara berpikir dalam membentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola
informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya.
Kemudian Munzert mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup
kecepatan memberikan jawaban, penyeleasaian, dan kemampuan menyelesaikan masalah.
David Wescler juga memberi pengertian kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari
individu untuk bertindak, berpikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara
efektif (Syaiful Sagala, 2010: 82). Sehingga dapat diartikan pula bahwa kecerdasan atau
Inteligensi adalah kemampuan untuk menguasai suatu kemampuan tertentu.
Kecerdasan dapat juga diartikan sebagai daya pikir atau kekuatan mental seseorang
dalam memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu. Kemampuan ini akan berbeda-
beda pada setiap orang. Kecerdasan akan mengalami perkembangan sesuai bertambahnya
usia dan pengalaman seseorang, sehingga kecerdasan setiap orang akan berbeda-beda pula
secara kualitatif. Cara seseorang memperoleh kecakapan intelektual atau mengalami
perkembangan kecerdasan pada umumnya berhubungan dengan proses mencari
keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan alami serta mereka ketahui pada satu
sisi, dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau
persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru,
keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika belum dapat mengatasi, ia harus
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan

5
terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi (Asri Budiningsih, 2013). Asimilasi
adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada
sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat
dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru
maka informasi tersebut akan dimodifikasi, sehingga cocok dengan struktur kognitif yang
telah dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang
sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini
disebut akomodasi.
Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif
atau suatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau
dialaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi strutur kognitif yang telah
dimilikinya. Menurut Piaget, perkembangan kecerdasan terjadi karena adanya proses
tersebut yang dikatakan sebagai proses belajar. Proses belajar akan terjadi jika mengikuti
tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi
merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur
kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi
adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Sebagai contoh, seorang anak sudah memahami prinsip-prinsip pengurangan. Ketika
mempelajari prinsip-prinsip pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip
pengurangan yang sudah dikuasainya dengan prinsip pembagian (informasi baru). Inilah
yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut diberikan soal-soal pembagian, maka
situasi ini disebut akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat mengaplikasikan atau
memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi baru dan spesifik untuk melahirkan
pemikiran baru.
Agar seseorang dapat terus mengembangkan kecerdasan dan menambah
pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses
penyeimbangan. Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar
dengan struktur kognitif yang sudah ada di dalam dirinya. Proses inilah yang disebut
ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif atau kecerdasan seseorang
akan mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganized). Hal ini misalnya tampak pada
caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis, dan
sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur
kognitif.

B. Perkembangan Kognitif/Kecerdasan menurut J. Piaget


Sebagaimana dijelaskan di atas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi
struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman dan
kedewasaan anak yang terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Piaget,
proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai
dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui
berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar

6
tahap kognitifnya. J. Piaget (Paul Suparno, 2001) membagi tahap-tahap perkembangan
kognitif atau kecerdasan ini menjadi empat yaitu;

1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)


Pertumbuhan kemampuan kognitif anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya
yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan dan dilakukan
langkah demi langkah. Kemampuan yang dimilikinya antara lain:
a. Melihat dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda dengan obyek di sekitarnya.
b. Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c. Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
d. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e. Memperhatikan obyek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

2. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)


Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan simbol atau bahasa
tanda dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua,
yaitu preoperasional dan intuitif.

Pada tahap preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa
dalam mengembangkan konsepnya walaupun masih sangat sederhana. Maka sering
terjadi kesalahan anak dalam memahami obyek. Karakteristik tahap ini adalah:
a. Self counter nya sangat menonjol.
b. Dapat mengklasifikasikan obyek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
c. Tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek-obyek yang berbeda.
d. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang
benar.
e. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan
perbedaan antara deretan.

Pada tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak
diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat
mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki
pengalaman yang luas. Karakteristik pada tahap ini adalah:
a. Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori obyek, tetapi kurang disadarinya.
b. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih
kompleks.
c. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
d. Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap
sejumlah obyek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa
pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada
usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah obyek adalah tetap sama meskipun
obyek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

7
3. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak
telah memiliki kecakapan berpikir logis akan tetapi hanya dengan benda-benda yang
bersifat konkrit. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek atau
gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses
transformasi informasi ke dalam dirinya, sehingga tindakannya lebih efektif. Anak
sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir
dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia
dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani
sistem klasifikasi.
Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian,
pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya
menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Namun taraf
berpikirnya sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu
diberi gambaran konkrit, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun
demikian anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

4. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun).


Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir
abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir
ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak
dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis.
Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat:
a. Bekerja secara efektif dan sistematis.
b. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua
kemungkinan penyebabnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat
merumuskan beberapa kemungkinannya.
c. Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional
tentang C1, C2, dan R misalnya.
d. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini mula-
mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling
lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya
menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah
melampaui, belum dapat melakukan formal-operations.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda
dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasiaonal dan akan
berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkrit bahkan dengan
mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap
perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.
Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif atau kecerdasan para
siswanya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan

8
tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

C. Karakteristik Umum dalam Inteligensi atau Kecerdasan


Karakteristik umum dalam intelegensi atau kecerdasan antara lain:

a. Kemampuan untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman


b. Kemampuan untuk belajar atau menalar secara abstrak
c. Kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang timbul dari perubahan dan
ketidakpastian lingkungan
d. Kemampuan untuk memotivasi diri guna menyelesaikan secara tepat tugas-tugas
yang perlu diselesaikan.

Menurut pandangan para ahli dapat disimpulkan bahwa kecerdasan atau Inteligensi adalah
kemampuan untuk menguasai kemampuan tertentu. Inteligensi atau kecerdasan adalah suatu
kekuatan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu.

D. Macam – macam kecerdasan


Secara umum terdapat 3 kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual atau Intelegent
Quotient (IQ), kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ), dan kecerdasan
spritual atau Spiritual Quotient (SQ). Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut dari
masing – masing jenis kecerdasan tersebut :

1. Kecerdasan Intelektual atau Intelegent Quotient (IQ)


Kecerdasan intelektual juga lazim disebut sebagai intelegensi yang merupakan
kemampuan kognitif yang dimiliki seseorang untuk menyesuaikan diri secara efektif pada
lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi oleh faktor genetik.
Intelegent Quotient (IQ) atau Kecerdasan Intelektual merupakan bentuk kemampuan
individu untuk berfikir, mengolah, dan menguasai lingkungannya secara maksimal serta
bertindak secara terarah. Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah logika
maupun strategis. Walaupun IQ adalah tolak ukur dari kepintaran seseorang, IQ bukan
merupakan satu-satunya indikator kesuksesan seseorang. IQ hanya memberikan sedikit
indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak mengambarkan kecerdasaan
seseorang secara keseluruhan. Untuk itu, seseorang yang ber- IQ tinggi, belum tentu mutlak
akan berhasil memecahkan permasalahan-permasalahan didalam dunia kerja yang
kompleks, tetapi perlu adanya sisi cerdas lain dari individu tersebut. Indikator Kecerdasan
Intelektual :
1) Kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bentuk.
2) Kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bahasa.
3) Pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang berkaitan dengan angka biasa
disebut dengan kemampuan numerik.

9
2. Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ)
Emotional Quotient (EQ) atau Kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk
mengenali, mengendalikan dan menata perasaan sendiri dan perasaan orang lain secara
mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan diidamkan orang lain. Kecerdasan
ini memberi kesadaran tentang perasaan diri sendiri dan juga perasaan orang lain, memberi
rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau
kegembiraan secara tepat.
Indikator Kecerdasan Emosi :

1) Mengenali emosi diri (self awareness), Kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Dalam indikator ini
menekankan pada mengidentifikasi emosi yang terjadi sehingga, dapat menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
2) Mengelola emosi diri (self management), Yaitu merupakan kemampuan menangani
emosinya sendiri, mengekspresikan serta mengendalikan emosi, memiliki kepekaan
terhadap kata hati, untuk digunakan dalam hubungan dan tindakan sehari-hari.
3) Motivasi diri (motivation), Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk
setiap saat membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik
serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, mampu bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.
4) Empati (sosial awarness), Empati merupakan kemampuan merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, dan menimbulkan
hubungan saling percaya serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu.
5) Membina hubungan (relationship management), Merupakan kemampuan menangani
emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan menciptakan serta
mempertahankan hubungan dengan orang lain, bisa mempengaruhi, memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan dan bekerja sama dalam tim.

3. Kecerdasan Spiritual atau Spiritual Quotient (SQ)


Kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai perasaan atau intuisi yang mendalam
terhadap keterhubungan dengan dunia luas didalam hidup kita (Eckersley, 2005). Spiritual
Quotient (SQ) atau Kecerdasan Spritual adalah sumber yang mengilhami dan
melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai kebenaran tanpa
batas waktu. Kecerdasan ini digunakan untuk membedakan baik dan buruk, benar dan
salah, dan pemahaman terhadap standar moral. Kecerdasan spiritual muncul karena adanya
perdebatan tentang IQ dan EQ, oleh karena itu istilah tersebut muncul sebab IQ dan EQ
dipandang hanya menyumbangkan sebagian dari penentu kesuksesan sesorang dalam
hidup.
Indikator Kecerdasan Spiritual:

a) Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).


b) Tingkat kesadaran diri yang tinggi.
c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
10
d) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
a) Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).
b) Tingkat kesadaran diri yang tinggi.
c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
d) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

Kemudian Penelitian Gardner mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia


dalam memahami dunia nyata, kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh lain dengan
menambahkan dua kecerdasan lagi, sehingga menjadi 10 macam kecerdasan. Berikut
dijelaskan secara singkat kesepuluh kecerdasan tersebut, yaitu:

1. Kecerdasan verbal/bahasa (verbal/linguistic intelligence).


Kecerdasan ini bertanggungjawab terhadap semua hal tentang bahasa. Puisi, humor,
cerita, tata bahasa, berpikir simbolik, adalah ekspresi dari kecerdasan ini. Kecerdasan
ini dapat diperkuat dengan kegiatan-kegiatan berbahasa baik lisan maupun tertulis.
2. Kecerdasan logika/matematik (logical/mathematical intelligence).
Kecerdasan logika/matematik sering disebut berpikir ilmiah, termasuk berpikir
deduktif dan induktif. Kecerdasan ini diaktifkan bila seseorang menghadapi masalah
atau tantangan baru dan berusaha menyelesaikannya.
3. Kecerdasan visual/ruang (visual/ spatial intelligence).
Kecerdasan visual berkaitan dengan misalnya senirupa, navigasi, kemampuan pandang
ruang, arsitektur, permainan catur. Kuncinya adalah kemampuan indera pandang dan
berimajinasi. Cerita khayal pada masa kecil seperti menghayal, mimpi terbang,
mempunyai kekuatan ajaib, sebagai pahlawan, sangat erat dengan perkembangan
kecerdasan ini.
4. Kecerdasan tubuh/gerak tubuh (body/kinesthetic intelligence).
Kecerdasan tubuh mengendalikan kegiatan tubuh untuk menyatakan perasaan. Menari,
permainan olah-raga, badut, pantomim, mengetik, dan lain-lain, merupakan bentuk-
bentuk ekspresi dari kecerdasan ini. Tubuh manusia mengetahui benar hal-hal yang
tidak diketahui oleh pikiran. Gerakan tubuh dapat untuk memahami dan berkomunikasi
dan tidak jarang dapat menyentuh sisi jiwa manusia yang paling dalam.
5. Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhytmic intelligence).
Kecerdasan ritmik melibatkan kemampuan manusia untuk mengenali dan
menggunakan ritme dan nada, serta kepekaan terhadap bunyi-bunyian di lingkungan
sekitar suara manusia. Dari semua kecerdasan di atas, perubahan kesadaran manusia
banyak disebabkan oleh musik dan ritme. Musik dapat menenangkan pikiran, memacu
kembali aktivitas, memperkuat semangat nasional dan dapat meningkatkan keimanan
serta rasa syukur.
6. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence).
Kecerdasan interpersonal berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dan
berkomunikasi baik verbal maupun non verbal dengan orang lain. Mampu mengenali
perbedaan perasaan, temperamen, maupun motivasi orang lain. Pada tingkat yang lebih
tinggi, kecerdasan ini dapat membaca konteks kehidupan orang lain,
kecenderungannya, dan kemungkinan keputusan yang akan diambil. Kecerdasan ini
tampak pada para profesional seperti konselor, guru, teraphis, politisi, pemuka agama.

11
7. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence).
Kecerdasan intrapersonal mengendalikan pemahaman terhadap aspek internal diri
seperti, perasaan, proses berpikir, refleksi diri, intuisi, dan spiritual. Identitas diri dan
kemampuan mentransendenkan diri merupakan bagian/bidang kecerdasan ini. Menurut
H. Gardner, kecerdasan ini merupakan jenis yang paling individual sifatnya, dan untuk
menggunakannya diperlukan semua kecerdasan yang lain.
8. Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence).
Kecerdasan naturalis banyak dimiliki oleh para pakar lingkungan. Seorang penduduk
di daerah pedalaman dapat mengenali tanda-tanda akan terjadi perubahan lingkungan,
misalnya dengan melihat gejala-gejala alam. Dengan melihat rumput/daun yang patah,
ia dapat memastikan siapa yang baru saja melintas, dan sebagainya.
9. Kecerdasan spiritual (spirituallist intelligence).
Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniwan. Kecerdasan ini berkaitan
dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya. Kecerdasan ini dapat
dikembangkan pada setiap orang melalui pendidikan agama.
10. Kecerdasan eksistensial (exsistensialist intelligence).
Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para filusuf. Mereka mampu menyadari
dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya.
Melalui kontemplasi dan refleksi diri kecerdasan ini dapat berkembang.

Pada dasarnya semua orang memiliki semua macam kecerdasan di atas namun tentu
saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama, sehingga
tidak dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya satu kecerdasan lebih menonjol atau
lebih kuat dari pada yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa hal itu bersifat permanen atau
tetap. Di dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan
tersebut. Teori Gardner memang masih memerlukan penelitian lebih lanjut khususnya
tentang strategi pengukuran untuk masing-masing jenis kecerdasan, serta apakah macam-
macam kecerdasan yang ada adalah sejumlah yang telah diuraikan di atas atau masih dapat
bertambah lagi.

Kriteria keabsahan munculnya teori kecerdasan ditandai dengan:


a. Memiliki dasar biologis.
Kecenderungan untuk mengetahui dan memecahkan masalah merupakan sifat dasar
biologis atau fisiologis manusia. Misalnya, gerak tubuh, berkomunikasi dengan orang
lain, berimajinasi sendiri, menggunakan ritme dan suara, dan lain-lain. Kecenderungan-
kecenderungan ini semua berakar pada sistem biologis manusia itu sendiri.
b. Bersifat universal bagi spesies manusia.
Setiap cara untuk memahami sesuatu selalu ada pada setiap budaya, tidak perduli
kondisi sosio-ekonomi dan pendidikannya. Walaupun telah berkembang jenis
ketrampilan pada budaya yang berbeda, namun hadirnya kecerdasan adalah bersifat
universal. Dengan kata lain, kecerdasan berakar pada keberadaan spesies manusia itu
sendiri.

12
c. Nilai budaya suatu ketrampilan.
Cara untuk memahami sesuatu didukung oleh budaya manusia dan merupakan hal yang
harus diteruskan kepada generasi penerus. Contoh, pengembangan bahasa dapat berupa
tulisan pada suatu budaya, hiroglif pada budaya lain, pesan-pesan lisan, bahasa-bahasa
tanda pada budaya lain pula. Namun bahasa formal dinilai tinggi dan merupakan
kriteria pendidikan dan sosial seseorang.
d. Memiliki basis neurologi.
Setiap kecerdasan memiliki bagian tertentu pada otak sebagai pusat kerjanya dan yang
dapat diaktifkan atau dipicu oleh informasi eksternal maupun internal.

e. Dapat dinyatakan dalam bentuk simbol.


Setiap kecerdasan dapat dinyatakan dalam bentuk simbol atau tanda-tanda tertentu.
Misalnya simbol kata, gambar, musik, angka dan lain-lain. Adanya simbol-simbol
tersebut merupakan kunci bahwa kecerdasan dapat dialihkan atau diajarkan.

Strategi dasar pembelajaran kecerdasan ganda :


Ada beberapa strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan
kecerdasan ganda, yaitu:
1. Awakening intelligence (Activating the senses and turning on the brain).
Membangunkan /memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan
menghidupkan kerja otak.
2. Amplifying intelligence (Exercise & strengthening awakened capacities).
Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat
kemampuan memba-ngunkan kecerdasan.
3. Teaching for/with intelligence (Structuring lessons for multiple intelligences)
Menga-jarkan dengan/untuk kecerdasan, yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur
pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda.
4. Transferring intelligences (Multiple ways of knowing beyond the classroom).
Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha untuk memanfaatkan berbagai cara yang telah
dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pada lingkungan nyata.
Di dalam bukunya yang berjudul “Seven ways of knowing: Teaching for multiple
intelligences” Lazear secara lengkap menjelaskan cara pengolahan masing-masing kecer-
dasan dengan urutan seperti pada strategi dasar di atas, lengkap dengan tujuan dan proses, teori
dan penjelasan bagian otak yang berkaitan dengan kerja kecerdasan masing-masing.
Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofis. Hal ini tampak pada
sikapnya terhadap belajar dan pandangannya terhadap pendidikan atau pembelajaran.
Pendidikan dan/atau pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih
mengarah kepada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan
dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. Gambarannya tentang pendidikan diwarnai
oleh semangat Dewey yang mendasarkan diri pada pendidikan yang bersifat progresif.

13
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan

Berikut merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan :


a. Pembawaan atau Biologis
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas
kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama
ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang kurang
pintar. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaanperbedaan itu
masih tetap ada.
b. Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Organ
baik fisik maupun psikis dapat dikatakan matang apabila dapat menjalankan fungsinya
masing-masing.
c. Pembentukan atau Lingkungan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan kecerdasan. Dapat dibedakan pembentukan sengaja (seperti yang
dilakukan di sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
d. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang
mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan
menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi). Dari manipulasi dan
eksplorasi yang dilakukan dalam dunia luar itu, lama kelamaan timbullah minat
terhadap sesuatu. Minat itulah yang mendorong seseorang untuk berbuat lebih giat
dan lebih baik.
e. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metodemetode tertentu dalam
memecahkan masalah-masalah. Manusia memiliki kebebasan memilih metode, dan
bebas pula memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan
ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan inteligensi
(Dalyono, 2009: 188-189).

14
G. Kecerdasan siswa sebagai pijakan pembelajaran
Kategori-kategori yang banyak digunakan orang selama ini adalah kategori musik,
pengamatan ruang, dan body-kinestetik (Amstrong, 1994). Adalah hal yang baru ketika
Gardner memasukkan kategori-kategori itu semua ke dalam pengertian kecerdasan dan
bukannya talenta atau bakat. Gardner menyadari bahwa banyak orang telah terbiasa
mengatakan atau mendengarkan ungkapan seperti “ Ia tidak begitu cerdas, tetapi ia
memiliki bakat musik yang sangat hebat”. Sebagaimana orang-orang mengatakan bahwa
sesuatu adalah bakat, oleh Gardner bakat-bakat atau kategori-kategori tersebut dikatakan
sebagai kecerdasan.
Untuk memberi dasar terhadap teori yang dikemukakannya, Gardner merancang dasar-
dasar “tes” tertentu di mana setiap kecerdasan harus dipertimbangkan sebagai inteligensi
yang terlatih dan memiliki banyak pengalaman yang tidak disebut sebagai talenta atau
bakat. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda yaitu: (1)
setiap orang memiliki semua kecerdasan-kecerdasan itu, (2) banyak orang dapat
mengembangkan masing-masing kecerdasannya sampai ke tingkat yang optimal, (3)
kecerdasan biasanya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik dan (4) ada banyak cara
untuk menjadi cerdas.
Para pakar terdahulu mengatakan bahwa pikiran dipertimbangkan sebagai sesuatu yang
ada pada jantung, hati dan batu ginjal. Pakar berikutnya beranggapan bahwa kecerdasan
atau inteligensi terdiri dari beberapa faktor. Teori kecerdasan ganda merupakan model
kognitif yang menjelaskan bagaimana individu-individu menggunakan kecerdasannya
untuk meme-cahkan masalah dan bagaimana hasilnya. Tidak seperti model-model lain
yang berorientasi proses, pendekatan Gardner lebih berorientasi pada bagaimana pikiran
manusia mengoperasi atau mengolah, menggunakan dan menguasai lingkungan.
Pengalaman-pengalaman menyenangkan ketika belajar akan menjadi aktivator bagi
perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan pengalaman-
pengalaman yang menakutkan, memalukan, menyebabkan marah dan pengalaman emosi
negatif lainnya akan menghambat perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan
berikutnya.
Apabila ingin mengetahui arah kecerdasan siswa di kelas, dapat diketahui melalui
indikator-indikator tertentu. Misalnya, apa yang dikerjakan ketika mereka mempunyai
waktu luang. Setiap guru dapat menggunakan catatan-catatan kecil praktis yang dapat
digunakan untuk memantau kecenderungan perkembangan kecerdasan siawa di kelas. Guru
juga dapat menyusun cheklist yang berisi tentang kecerdasan-kecerdasan tersebut. Cheklist
dapat digunakan untuk memantau kecerdasan siswanya. Selain cheklist ada cara lain yang
dapat digunakan yaitu mengumpulkan dokumen berupa photo, rekaman-rekaman lain yang
berhubungan dengan aktivitas siswa dan catatan-catatan di sekolah yang berhubungan
dengan peringkat nilai semua mata pelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan
untuk mengembangkan kecerdasan ganda antara lain dengan menyediakan hari-hari karir,
studi tour, biografi, pembelajaran terprogram, kegiatan-kegiatan eksperimen, majalah
dinding, papan display, membaca buku-buku yang bertujuan untuk mengembangkan

15
kecerdasan ganda, membuat tabel perkembangan kecerdasan ganda, atau human
intelligence hunt.
Setiap siswa memiliki perbedaan kecenderungan dalam perkembangan kecerdasannya,
maka guru perlu menggunakan strategi umum maupun khusus dalam pembelajaran untuk
mengembangkan seluruh kecerdasan siswa secara optimal. Teori kecerdasan ganda juga
mengatakan bahwa tidak ada satupun pendekatan atau strategi yang cocok digunakan bagi
semua siswa. Dalam hal pengukuran kecerdasan ganda lebih mengutamakan pada studi
dokumentasi dan proses pemecahan masalah. Apabila kegiatan di atas dapat dilakukan
maka ketrampilan kognitif siswapun dapat berkembang dengan sendirinya.
Ada satu alternatif lain yang juga dapat digunakan dalam rangka memantau
perkembangan kecerdasan siswa di kelas, yaitu dengan memberdayakan siswa sendiri.
Artinya, cheklist yang mencakup kecerdasan-kecerdasan tadi yang mengisi bukannya guru,
tetapi pengisian dilakukan oleh para siswa. Kegiatan di kelas pada saat-saat tertentu adalah
pengisian cheklist tentang kecerdasan-kecerdasan masing-masing siswa. Mereka saling
memberikan penilaian antar teman. Misalnya Ali melakukan pengamatan terhadap Budi,
dan berdasarkan pengamatannya Ali mengisi cheklist tentang kecerdasan-kecerdasan apa
yang dilakukan oleh Budi. Demikian juga Budi melakukan hal yang sama seperti Ali
terhadap siswa lainnya, demikian seterusnya. Selain siswa diberi kesempatan untuk menilai
kecerdasan temannya, ia juga diberi kesempatan untuk self-monitoring dengan cara
mengisi cheklist tentang kecerdasan-kecerdasan yang dimilikinya sendiri.
Perkembangan kecerdasan juga dapat dilakukan dengan teknik “konseling sebaya” atau
“tutor sebaya”. Caranya, guru menyeleksi siapakah yang memiliki keunggulan dalam
bidang tertentu. Siswa yang memiliki keunggulan di bidang matematika misalnya, diminta
membimbing teman-temannya yang kurang dalam matematika. Demikian juga untuk
bidang-bidang kecerdasan yang lain. Pembimbing di dalam kelompok dapat bergantian
tergantung pada kecerdasan apa yang akan dikembangkan. Misalnya, Susi akan menjadi
pembimbing untuk kecerdasan musik, tetapi ia akan dibimbing oleh teman lainnya dalam
kecerdasan matematika dan seterusnya.
Pendekatan ini sangat tepat digunakan untuk anak-anak SLTP dan SMU, mengingat
pada dasarnya mereka lebih suka berbicara dan bergaul dengan teman sebayanya dari pada
dengan gurunya. Di samping itu, model konseling sebaya atau tutor sebaya dalam
pembelajaran kecerdasan ganda memungkinkan berbagai aspek dalam diri siswa dapat
berkembang selaras dan optimal. Kelompok belajar semacam ini sangat potensial untuk
mengembangkan kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Guru diharapkan
mampu mendeteksi siswa-siswa yang memiliki kecerdasan-kecerdasan unggul dan
membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan kebutuhan.
Pendidikan dan/atau pembelajaran kecerdasan ganda berorientasi pada pengembangan
potensi siswa bukan berorientasi pada idealisme guru atau orang tua apalagi ideologi
politik. Siswa berkembang agar mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri secara
tepat, bertanggungjawab, percaya diri dan mandiri tidak bergantung pada orang lain,
kreatif, mampu berkolaborasi, serta dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik.
Ketrampilan-ketrampilan ini sangat dibutuhkan oleh m

16
anusia-manusia yang hidup di era ekonomi informasi abad global. Para guru juga perlu
memperhatikan kegiatan pembelajarannya dengan mengikuti prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif atau kecerdasannya melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena perkembangan
kecerdasan hanya dengan mengaktifkannya, sehingga proses asimilasi dan akomodasi
pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang
dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatiakan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar mereka. Perbedaan tersebut misalnya pada
motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peserta didik memiliki kecerdasan yang beragam secara garis besar dibagi menjadi tiga
yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan intelektual merupakan
kecerdasan dalam bidang kognitif peserta didik, kecerdasan tersebut digunakan untuk
memecahkan masalah logika maupun strategis. Kecerdasan emosional terkait dengan
bagimana manusia mengenali dan mengontrol emosi yang muncul pada dirinya sehingga hasil
dari kedua hal tersebut dapat digunakan dalam memutuskan suatu hal dengan tepat. Kecerdasan
spiritual merupakan sumber yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan
mengikatkan diri pada nilai kebenaran tanpa batas waktu. Kecerdasan ini digunakan untuk
membedakan baik dan buruk, benar dan salah, dan pemahaman terhadap standar moral.
Dalam pembelajaran dapat menggunakan metode pembelajaran kecerdasan ganda
dengan beberapa program yang memberikan efek membangun, memperkuat, mengajarkan, dan
mentransfer kecerdasan dapat dilakukan dengan guru sebagai aktor utama maupun dengan
pembelajaran tutor sebaya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, C. A. (2015). Karakteristik Siswa Sebagai Pijakan Dalam Penelitian Dan Metode
Pembelajaran. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 1(1), 160–173.
https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.4198

Elida, P., & Remaja, P. P. (1991). Perkembangan Peserta Didik. In Dirjen Dikti: Jakarta.
Gulinda, B. (2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Hasil Belajar Matematika
Pada Materi Pecahan Siswa Kelas Iv Sd Negeri Donan 5 Kecamatan Cilacap Tengah
Kabupaten Cilacap. 9–49.
Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Intelektualita, 3(1), 242904.

Sunandar, A. (2017). Landasan Teori. Landasanteori.Com, 2012, 72.


http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-kreativitas-definisi-aspek.html
Zainudin, M. (2021). Pentingnya Kecerdasan Emosional Dalam Bekerja Di PT. Mega Surya
Eratama Mojokerto. 1–13.

19

Anda mungkin juga menyukai