Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA ANAK

DENGAN ASPIRASI BENDA ASING

Mata Kuliah

KGD MEDIK DAN KELOMPOK KHUSUS


(GDMK)

Dosen Pengampu
Sutrisno M. Kes.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 10

1. Apriliana Katarina
(P07220222067)
2. Kresensia Anyaq
(P07220222051)
3. Cristian Dacataro Cambean

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


PROFESI NERS TAHAP SARJANA
TERAPAN KEPERAWATAN POLTEKKES
KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa


atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Adapun judul dari makalah
ini adalah “Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan
Pada Anak dengan Aspirasi Benda Asing”. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen Mata Kuliah KGD Medik
Dan Kelompok Khusus Bapak Sutrisno.M.Kes. yang
telah memberikan tugas kepada kami.
Kami juga mengucapkan terimakasih
kepadasemua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini.

1. Dosen pengampu kami Bapak Sutrisno,M.Kes. yang telah banyak


membantu memberikan masukkan dalam pembuatan makalah ini.

2. Teman-teman seperjuangan prodi Pendidikan Profesi Ners Tahap Sarjana


Terapan Keperawatan Poltekes Kemenkes Kaltim.
Penulisan makalah ini merupakan langkah yang
baik dari studi yang sesungguhnya dan kami sebagai
penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, maka kritik dan saran yang membangun dari
pembaca senantiasa kami harapkan demi perbaikan
makalah ini dan makalah- makalah selanjutnya. Kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi kami pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Mahulu, Februari
2023

ii
Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................. 2
1. Tujuan Umum............................................................................ 2
2. Tujuan Khusus........................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 6
A. Konsep Dasar.................................................................................. 6
1. Pengertian................................................................................... 6
2. Epidemiologi.............................................................................. 6
3. Etiologi....................................................................................... 7
4. Patofisiologi............................................................................... 8
5. Pathway Aspirasi Benda Asing.................................................. 10
6. Tanda dan Gejala....................................................................... 10
7. Diagnostik.................................................................................. 14
8. Komplikasi................................................................................. 14
9. Penatalaksanaan......................................................................... 15
B. Manajemen Asuhan Keperawatan Kegawat daruratan Pada Anak
Dengan Aspirasi Benda Asing...................................................... 17
BAB III PENUTUP.................................................................................... 25
A. Kesimpulan..................................................................................... 25
B. Saran .............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing selalu menjadi masalah serius
pada anak-anak dan dewasa dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Cakir et al.,
2012). Benda asing harus dikeluarkan segera mungkin sebelum menimbulkan komplikasi yang
dapat mengancam nyawa (Sahadan et al., 2011). Peristiwa tertelan dan tersangkutnya benda
asing pada esofagus juga terus merupakan masalah utama pada semua umur (Yunizaf, 2011).
Sekitar 75 sampai 85% kasus aspirasi benda asing terdapat pada anak- anak
dibawah umur 15 tahun, dimana penderita terbanyak adalah anak kurang dari 3 tahun
(Ṣentṻrk and Ṣen, 2011). Anak-anak sering meletakkan benda asing di dalam mulut dan
secara tidak sadar akan menelan benda asing tersebut. Benda asing tersebut akan
menetap di dalam esofagus sebanyak 80% dan dapat juga ditemukan pada saluran nafas
sebanyak 20% (Abdurehim et al., 2014).
Jenis benda asing yang sering dijumpai pada traktus trakeobronkial adalah jenis
organik seperti sisa-sisa makanan (jenis kacang-kacangan yang paling sering dijumpai)
dan jenis anorganik seperti plastik (Orji and Akpeh, 2010). Pada esofagus, koin
merupakan benda asing terbanyak yang dapat dijumpai dan diikuti oleh tulang ayam,
tulang ikan, dan peniti (Ekim, 2010).
Pada penderita aspirasi benda asing sering diawali dengan gejala tersedak (74%),
diikuti dengan batuk (73%), mengi (50%), dan sesak nafas (47%) (Orji and Akpeh,
2010). Gejala lain yang sering ditemukan bila benda asing terdapat pada esofagus
adalah kesulitan menelan, nyeri, dan air liur yang berlebihan (Ekim, 2010).
Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 3500 – 6000 pasien meninggal dunia
setiap tahunnya akibat aspirasi benda asing dimana 600 orang diantaranya anak-anak
dibawah 15 tahun (Saki et al., 2009). Selain itu,

1
2

tercatat juga 1500 – 1600 pasien meninggal dunia setiap tahunnya akibat komplikasi dari
tertelannya benda asing (Erbil et al., 2013).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis ingin membahas gambaran
pelaksanaan “Asuhan Kegawatdaruratan Pada Pasien Anak dengan Aspirasi
Benda Asing ”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penulis ingin
mengetahui bagaimana manajemen Asuhan keperawatan kegawatdarutan pada anak
dengan aspirasi benda asing.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep asuhan Keperawta
Kegawatdaruratan pada Anak dengan Aspirasi Benda Asing.
2. Tujuan Khusus

b. Mahasiswa Mampu menjelaskan Pathway aspirasi benda asing

c. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian survey primer dan


sekunder klien dengan aspirasi benda asing

d. Mahasiswa Mampu menjelaskan Manajemen Kegawatdaruratan


dengan Aspirasi Benda Asing.

D. Manfaat

Dengan makalah ini diharapkan agar para pembaca bisa


memahami konsep Asuhan Keperawtan Kegawat Daruratan
pada anak dengan aspirasi benda asing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Benda asing didalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing pada
esofagus adalah benda tajam maupun tumpul atau makanan yang tersangkut dan
terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja
(Yunizaf, 2011).

2. Epidemiologi

Aspirasi benda asing pada saluran napas dilaporkan terjadi pada anak di
seluruh dunia; 80% pada usia di bawah 3 tahun dengan puncaknya pada usia 1 – 2
tahun.2 Angka kejadiannya mencapai 0,6 kasus per 100.000 anak; laki-laki
memiliki insidens lebih tinggi berkaitan dengan karakteristiknya yang lebih
impulsif.

Kasus tertelannya benda asing sering terjadi pada populasi anak-anak. Aspirasi
benda asing dapat menyebabkan kelainan yang serius dan bahkan menyebabkan
kematian. Menurut data National Safety Council tahun 1995, sesak napas karena
penyebab mekanik mencakup 5% (167 kasus) dari semua penyebab kematian yang tidak
disengaja pada populasi anak di bawah usia 4 tahun di Amerika Serikat.

Sebagian besar dari kematian ini terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun (81
kematian, yang mencakup 10% dari kematian yang tidak disengaja pada anak yang
berusia kurang dari 1 tahun)2,3. Sebagian besar kasus terjadi pada anak berusia kurang dari
4 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia rata-rata adalah 1–2 tahun.
Aspirasi benda asing pada saluran napas dilaporkan terjadi pada anak di seluruh
dunia; 80% pada usia di bawah 4 tahun dengan puncaknya pada usia 2 – 4 tahun.2
Angka kejadiannya mencapai 0,6 kasus per 100.000 anak; laki-laki memiliki
insidens lebih tinggi berkaitan dengan karakteristiknya yang lebih impulsif.

3
Tiga faktor penyebab utama adalah anak-anak mempunyai kecenderungan untuk
memasukkan benda asing yang ditemukannya dan jangkauannya kedalam lubang hidung,
mulut atau di masukan oleh anak lain, berlari dan bermain dengan membawa benda di
mulut mereka; dan mereka belum mempunyai gigi molar untuk mencerna makanan
tertentu.

3. Etiologi

Benda asing pada esofagus dapat dibagi menjadi golongan anak dan dewasa. Pada
anak-anak dapat disebabkan oleh anomali kongenital termasuk stenosis kongenital, web,
fistel trakeoesofagus, dan pelebaran pembuluh darah. Belum tumbuhnya gigi molar untuk
dapat menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum
sempurna pada usia 6 bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan
pertumbuhan, dan penyakit neurologik juga dapat menjadi faktor predisposisi pada anak-
anak.
Pada orang dewasa, tertelannya benda asing sering dialami oleh pemakai gigi
palsu, pemabuk, dan pada pasien gangguan mental (Yunizaf, 2011). Pemakaian gigi
palsu merupakan hal yang paling sering terjadi pada orang dewasa karena menurunnya
sensasi pada rongga mulut (Rathore et al., 2009). Kasus tertelannya benda asing sering
terjadi pada populasi anak-anak. Aspirasi benda asing dapat menyebabkan kelainan yang
serius dan bahkan menyebabkan kematian. Menurut data National Safety Council tahun
1995, sesak napas karena penyebab mekanik mencakup 5% (167 kasus) dari semua
penyebab kematian tidak disengaja pada populasi anak di bawah usia 4 tahun di
Amerika Serikat.Sebagian besar dari kematian ini terjadi pada anak berusia kurang dari 1
tahun (81 kematian, yang mencakup 10% dari kematian yang tidak disengaja pada anak
yang berusia kurang dari 1 tahun)2,3. Sebagian besar kasus terjadi pada anak berusia
kurang dari 3 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia rata-rata adalah 1–2
tahun.
Tiga faktor penyebab utama adalah anak-anak mempunyai kecenderungan untuk
memasukkan benda asing ke dalam mulut atau menangis, berlari dan bermain dengan
membawa benda di mulut mereka; dan mereka belum mempunyai gigi molar untuk
mencerna makanan tertentu.Berbeda dengan orang dewasa, benda- benda asing yang
tertelan oleh anak-anak cenderung tersangkut di sisi kanan. Hal ini disebabkan karena
anatomi bronkus anak-anak memiliki sudut yang lebih landai pada bronkus kanan
dibandingkan bronkhus kiri hingga usia kurang lebih 15 tahun.

4
5

4. Patofisiologi

Sebagian besar benda asing yang tertelan adalah organik (81%). Benda asing organik,
seperti kacang-kacangan, mempunyai sifat higroskopik sehingga mudah menjadi lunak dan
mengembang oleh air. Dapat juga terjadi jaringan granulasi di sekitar benda asing sehingga
gejala sumbatan bronkus makin mengebat akibatnya timbul gejala laringotrakeobronkitis,
toksemia, batuk dan demam yang tidak terus menerus (iregular).

Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan dan lebih mudah
didiagnosa dengan pemeriksaan radiologis karena umumnya bersifat radioopak.Benda asing
yang terbuat dari metal tipis, seperti peniti atau jarum, dapat masuk ke dalam bronkus yang
lebih distal dengan gejala batuk spasmodik. Benda-benda asing yang lama berada di bronkus
dapat menyebabkan terjadi perubahan patologik jaringan sehingga dapat menimbulkan
komplikasi, seperti penyakit paru-paru kronik supuratif, bronkiektasis, abses paru dan jaringan
granulasi yang menutupi benda asing.

Benda asing di bronkus biasanya terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.
Biasanya didapatkan riwayat yang khas, yaitu pada saat benda atau makanan di
dalam mulut, sang anak tertawa atau menjerit sehingga pada saat inspirasi laring
terbuka dan makanan atau benda asing tersebut masuk ke dalam laring. Pada saat
benda asing tersebut terjepit di sfingter laring, pasien batuk berulang-ulang
(paroksismal) sehingga terjadi sumbatan pada trakea, mengi dan sianosis.
Bila benda asing telah masuk ke dalam trakea atau bronkus, kadang-kadang
terjadi fase asimtomatik selama 24 jam atau lebih, kemudian diikuti oleh fase
pulmonar, dengan gejala yang bergantung pada derajat sumbatan bronkus.Riwayat
batuk bersifat sangat sensitif tetapi tidak spesifik untuk gejala aspirasi benda asing.
Sedangkan riwayat sianosis atau stridor sangat spesifik namun tidak sensitif untuk
aspirasi benda asing.
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam
saluran napas antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi
sosial, dan tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi (tidur, kesadaran
menurun, alkoholik, dan epilepsi), faktor fisik (kelainan dan penyakit neurologik),
proses menelan yang belum sempurna pada anak, faktor gigi, medikal dan surgikal
(tindakan bedah, ekstraksi gigi, dan belum tumbuhnya gigi molar pada anak
berumur <4 th), faktor kejiwaan (emosi dan gangguan psikis), ukuran dan bentuk
serta sifat benda asing, dan faktor kecerobohan (meletakkan benda asing di mulut,
6

persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa, makan
sambil bermain pada anak-anak, dan memberikan kacang atau permen pada anak
yang gigi molarnya belum lengkap).
7

5. Pathway Aspirasi Benda Asing (WOC)


8

6. Tanda dan Gejala

Gejala yang timbul akibat aspirasi benda asing tergantung pada jenis, ukuran, lokasi, dan
sifat iritasi benda asing terhadap mukosa (Novialdi and Rahman, 2012). Aspirasi benda asing dapat
muncul tanpa gejala dan tidak terdeteksi dalam hitungan jam, bahkan sampai tahunan (Fitri et al.,
2012). Gejala utama yang ditimbulkan oleh aspirasi benda asing pada anak-anak maupun orang
dewasa adalah batuk. Selain batuk, gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah tersedak, dispnea,
sianosis, mengi, stridor, demam, dan kadang-kadang tidak menimbulkan gejala. Sianosis dan
dispnea sering ditemukan pada pasien yang didiagnosis secara terlambat (Saki et al., 2009). Selain
itu, dapat juga terjadi suara pernafasan yang melemah unilateral dan adanya ronkhi (Orji and
Akpeh, 2010).

Gejala klinis yang timbul sangat bergantung pada sifat benda asing, lokasi, ukuran, dan
derajat sumbatan yang ditimbulkan. Benda asing yang berukuran besar dapat menutup total
saluran respiratorik bagian atas yang dapat mengancam jiwa. Sedangkan benda asing yang
berukuran lebih kecil, berada di dalam cabang utama atau saluran bronkus lobaris dan akan
menimbulkan gejala yang lebih lama dan lebih ringan.

Gejala klinis yang timbul dapat dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan urutan atau perjalanan
gejala, dan berdasarkan bentuk gejala yang dapat ditimbulkan.

Berdasarkan urutan atau perjalanan gejala

Berdasarkan perjalanan atau urutannya, gejala klinis yang timbul dapat dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu gejala awal, periode laten, dan gejala susulan atau lanjutan.
1. Gejala awal
Gejala awal yang timbul dapat berupa tersedak, serangan batuk keras dan tiba-tiba,
sesak napas, rasa tidak enak di dada, mata berair, rasa perih di tenggorokan dan di
kerongkongan. Gejala awal seringkali ringan dan berlangsung singkat, sehingga gejala
ini sering tidak diperhatikan.
9

2. Periode laten atau tanpa gejala


Setelah gejala awal dilalui diikuti periode bebas gejala yang disebut masa laten. Masa
laten ini mulai beberapa jam sampai beberapa tahun. Pada periode ini dapat dijumpai
gejala sakit menelan karena terjadinya pembengkakan di daerah laring.
3. Gejala susulan atau lanjutan

Gejala susulan tidak spesifik, sebagai akibat perubahan fisiologis atau patologis yang
ditimbulkan benda asing. Gejala susulan ini sangat bergantung pada lokasi dan bentuk
kelainan yang ditimbulkannya.
4. Benda asing di dalam hidug

Gejala yang ditimbulkan oleh benda asing di dalam hidung umumnya


unilateral, seperti hidung tersumbat, beringus kental, dan berbau.
5. Benda asing di dalam nasofaring.
Benda asing yang masuk ke dalam nasofaring akan menimbulkan gejala seperti yang
disebutkan pada gejala awal di atas. Lintah yang dapat masuk ke dalam hidung atau
nasofaring dapat menimbulkan perdarahan berulang dari hidung.
6. Benda asing di dalam laring.

Laring merupakan daerah yang sempit dan peka, sehingga mudah mengalami
peradangan, edema, spasme, dan lain-lain. Oleh karena itu, benda asing yang masuk
ke dalam laring dapat menimbulkan gejala yang beragam, seperti sesak napas, stridor,
mengi, nyeri pada saat menelan, berbicara, atau bernapas dalam, serak atau parau
hingga afoni, batuk serak disertai stridor, hemoptisis, retraksi interkostal, epigastrial,
dan supraklavikular, serta detak jantung yang meningkat. Bila terjadi sumbatan total,
dapat timbul sianosis dan kematian.
10

7. Benda asing didalam trakea

Benda asing di dalam trakea akan dikeluarkan melalui batuk dan eskalasi mukosiliar.
Apabila gagal benda asing tersebut akan menetap di dalam trakea atau masuk ke
dalam bronkus. Di dalam trakea benda asing dapat menimbulkan berbagai akibat yang
dapat berubah-ubah karena masih dapat berpindah tempat(mobile). Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa obstruksi, reaksi peradangan, atau konstriksi. Gejala
patognomonik terdiri dari batuk, sesak, dan suara mengi yang terdengar sangat mirip
dengan asma, sehingga disebut sebagai asmatoid.

Apabila benda asing masih dapat berpindah tempat (mobile) pada saat batuk atau ekspirasi
dengan pemeriksaan auskultasi di daerah tiroid, dapat didengar suara hentakan benda
asing ke pita suara atau daerah subglotis. Tanda ini disebut audible slap. Dengan
palpasi tanda ini kadang-kadang dapat dirasakan dan disebut sebagai palpatory thud.

8. Benda asing didalam bronkus

Bentuk ini merupakan bentuk tersering, dan dapat mencapai 83−90% kasus. Gejala yang
terjadi merupakan akibat langsung dari benda asing yang teraspirasi, seperti obstruksi
atau konstriksi (sesak napas, suara napas yang melemah atau berkurang, mengi yang
kadang-kadang bilateral dan sulit sembuh), peradangan (bronkitis, bronkiektasis,
pneumonia lobaris yang sering berulang, abses, empiema), atau merupakan akibat
yang tidak langsung seperti atelektasis dan emfisema. Gejala mengi dapat timbul
segera setelah aspirasi terjadi, atau dapat berjalan kronis. Apabila obstruksi terjadi
pada kedua bronkus utama, dapat terjadi sesak yang berat hingga anoksia. Kadang-
kadang dapat terjadi hemoptisis setelah beberapa bulan atau tahun. Apabila benda
asing tersebut berasal dari tumbuhan disebut sebagai bronkitis arakiditis atau
vegetalis, dengan gejala batuk, demam septik, dan sesak.
11

7. Diagnostik

Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda asing, dapat dilakukan
pemeriksaan radiologik untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang berupa
radioopak dapat dibuat foto rontgen segera setelah kejadian, sedangkan pada benda yang berupa
radiolusen hanya terlihat komplikasi yang terjadi seperti emfisema atau atelektasis setelah 24 jam
pertama. Pemeriksaan rontgen pada benda asing radiolusen dalam waktu kurang dari 24 jam
setelah kejadian sering menunjukkan gambaran radiologis yang belum berarti (Yunizaf, 2011).
Pemeriksaan radiologik tidak hanya menunjukkan lokasi benda asing, namun dapat juga
menunjukkan jumlah dan ukuran benda asing. Selain itu, komplikasi yang terjadi juga dapat terlihat
(Ambe et al., 2012).

Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien aspirasi benda asing pada saluran nafas jika benda
asing tidak dapat didiagnosis melalui pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan bronkoskopi perlu
dilakukan dengan cepat, karena semakin cepat pemeriksaan dilakukan semakin sedikit komplikasi
yang akan terjadi. Selain sebagai sarana diagnosis, pemeriksaan bronkoskopi juga dilakukan
sebagai terapi pada pasien dengan kasus benda asing pada saluran nafas (Saki et al., 2009).

8. Komplikasi

Keterlambatan diagnosis merupakan faktor utama terjadinya komplikasi pada aspirasi benda
asing. Terlalu lama nya benda asing didalam saluran nafas dapat memicu terbentuknya

jaringan granulasi dan infeksi paru yang rekuren. Penyebab lain terjadinya komplikasi
adalah keterlambatan dilakukannya bronkoskopi. Pasien yang menjalani bronkoskopi lebih
dari 24 jam setelah aspirasi benda asing memiliki komplikasi dua kali lipat dibandingkan
dengan pasien yang menjalani bronkoskopi pada 24 jam pertama (Shlizerman et al., 2010).

Komplikasi dapat terjadi baik dari benda asing nya sendiri maupun dari prosedur
pengangkatan benda asing. Komplikasi yang dapat terjadi berupa pneumonia, edema jalan
nafas, sesak nafas, bronkiektasis, bronkitis, jaringan granuloma, trakeitis, dan
pneumothorax (Sahadan et al., 2011). Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan
kortikosteroid sebelum dan sesudah bronkoskopi untuk mengurangi kejadian edema jalan
nafas pasca intervensi (Yetim et al., 2012).
12

9. Penatalaksanaan

Manajemen pada fase akut biasanya timbul sebelum anak datang ke Rumah Sakit.
Sebagian besar anak akan batuk dengan hebat sebagai refleks untuk mengeluarkan benda
asing tersebut. Selama anak masih dapat batuk, berbicara dan menangis, tidak
dibutuhkan tindakan secepatnya. Tidak diperbolehkan melakukan tindakan memasukkan
jari tangan ke daerah orofaringeal pada anak kecuali benda asing yang masuk tersebut
terlihat di daerah posterior faring.
13

Pada anak kurang dari 1 tahun, tindakan chest thrush dan back slap dengan posisi
tengkurap adalah tindakan yang dianjurkan untuk mengatasi benda asing tersebut.Untuk
anak lebih dari 1 tahun, abdominal thrush merupakan tindakan yang direkomendasikan.
Tindakan ini ditujukan untuk memberikan tekanan pada diafragma sehingga tekanan
intratorakal meningkat dan pada akhirnya terjadi peningkatan tekanan intratrakeal yang
dapat mengeluarkan benda asing tersebut Sebelum ditemukannya bronkoskopi pada awal
1900, kematian akibat aspirasi benda asing dapat mencapai angka 50%. Saat ini, angka
tersebut jauh menurun hingga kurang dari 1%. Perkembangan terhadap teknik operasi,
instrumentasi dan anestesia modern, menyebabkan bronkoskopi dapat bermanfaat pada
lebih dari 95% pasien dengan komplikasi kurang dari 1%. Bronkoskopi yang digunakan
merupakan bronkoskopi tipe rigid yang dilakukan di meja operasi dengan anak dibawah
anastesi umum.

Sebaiknya tidak menggunakan ventilasi tekanan positif karena dapat memperdalam


masuknya benda asing. Bronkoskopi yang lebih fleksibel tidak memiliki peran dalam
tatalaksana. Bronkoskopi tipe ini berguna untuk tujuan diagnostik. Pengobatan konservatif
seperti antibiotik dan bronkodilator dapat diberikan menyertai tindakan diatas.
Sebagian besar anak sudah diperbolehkan pulang dalam waktu 24 jam setelah tindakan.
Beberapa benda asing yang masuk ke saluran napas tidak dapat dikeluarkan dengan
tindakan bronkoskopi.

Untuk kasus tersebut diperlukan tindakan torakokotomi terbuka. Terapi inhalasi dan
drainase postural tidak memiliki peran pada kelainan ini. Tindakan tersebut dapat
menimbulkan komplikasi lebih berat seperti obstruksi jalan napas dan gagal jantung.
14

B. Pengkajian

1. Primary Survey

a. Airway

Pada anak yang menderita aspirasi benda asing ini dapat mengakibatkan rasa
tercekik (chocking), wheezing sehingga saat diauskultasi dapat menimbulkan suara
stridor sebagai salah satu tanda dari sumbatan saluran pernapasan Jika terdapat
sumbatan pada jalan nafasnya maka dapat dilakukan tindakan back blows, abdominal
thrusts, atau Heimlich kepada klien.

b. Breathing

Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing umumnya memiliki pernafasan dispneu,
dengan proses pertukaran udara yang tidak adekuat. Dapat diberikan tindakan perberian
oksigen tambahan pada klien dengan menderita Aspirasi Benda Asing ini sesuai dengan
advise dokter.

c. Circulation

d. Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing dapat terlihat pucat atau nampak kebiruan
pada kulitnya akibat rendahnya kadar oksigen pada sel darah merah. Frekuensi nadi
umumnya akan takikardi, dengan kekuatan yang lemah dan terasa kecil setiap denyutan
nadinya.

e. Disability

f. Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing umumnya akan mengalami penurunan
kesadaran sehingga pentingnya dilakukan tindakan dalam menentukan kesadaran baik secara
kualitas maupun kualitas menggunakan ukuran Glasgow Coma Scale.

g. Exposure

Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing ini seringkali nampak kebiruan pada
kulitnya (sianosis).
15

h. Foley Catheter

Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing tidak perlu dilakukan pemasangan foley
catheter.

i. Gastric Tube

Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing tidak dilakukan pemasangan NGT.

j. Heart Monitor

Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing dapat dicek aktivitas jantungnya
menggunakan EKG untuk menemukan sejumlah kemunculan masalah dalam system
kardiovaskulernya.

2. Secondary Survey

1. Head to toe

a. Kepala

Kulit dan rambut Inspeksi: Umumnya terlihat muka terlihat sianosis Palpasi: Suhu pada
permukaan kulit meningkat.

b. Mata Inpeksi:

Konjungtiva umumnya akan terlihat pucat. Palpasi:

Teraba hangat pada daerah orbital dan bola mata.

c. Hidung

Inpeksi: - Palpasi:
Memiliki kemungkinan untuk teraba hangat

d. Telinga
16

3. AMPLE

Allergic :

Tanyakan kepada klien tentang alergi terhadap obat apa saja, agar pengobatan lebih tepat dan
efektif.

Medication :

Tanyakan kepada klien mengenai obat obat yang sering dikomsumsi ataupun terakhir dikonsumsi
yang dapat menyebabkan penurunan perlawanan tubuh terhadap penyakit yang sedang diderita.

Past Illness :

Tanyakan pada klien mengenai penyakit terdahulunya yang dapat menyebabkan penurunan
respon perlawanan tubuh terhadap penyakit yang sedang diderita.

Last oral intake :

Tanyakan makanan terakhir yang klien makan .

Evident & Environment : Perlu ditanyakan tempat dimana klien terakhir beraktivitas.

4. Data penunjang

Foto toraks :

Bidang anterior, posterior, lateral, dan oblik. Untuk mengevaluasi lokasi benda asing yang
opaque, untuk benda asing nonopaque, mengkaji film sinar x untuk adanya daerah atelektasis,
atau dengan film insipratori dan ekspiratori, untuk mengkaji udara yang terperangkap

Bronkoskopi :

Dengan anastesi umum, dikamar operasi, memberi visualisasi langsung kedalam trakea bagian
atas sebuah teleskop dapat digunakan untuk menentukan lokasi benda asing , dan pembuangan
nya dengan memasukan sebuah forsep optikal

Fluoroskopi :

Memberikan bayangan struktur struktur yang bergerak dinamis dibawah pemeriksaan sinar x ,
lebih bermanfaat dari pemeriksaan sinar x saja dalam hal menunjukan udara yang terperangkap
dibagian distal leak benda asing
17

Xeroradiografi (teknik sinar x dengan menggunakan film sinar x khusus) Memberi resolusi
gambar yang lebih besar seperti benda asing nonmetalik

5. Terapi definitive

Penatalaksanaan darurat terhadap aspirasi benda asing berupa manuver Heimlich atau
pukulan di punggung dapat dilakukan sebelum hospitalisasi untuk obstruksi yang mengancam
kehidupan. Setelah dicurigai adanya asfirasi benda asing, beri perhatian segera dengan langsung
melakukan tindakan diagnostic yang agresif, seperti bronkoskopi untuk mengidentifikasi dan
mengeluarkan benda asing untuk mencegah komplikasi. Obat obat yang dapat digunakan adalah
sebagiai berikut :

- Bronkodilator inhalasi terhadap laringospasme atau bronkospasme

- Kortikosteroid untuk mengurangi edema jalan napas

- Antibiotic sistemik untuk kasus kasus yang di dalamnya terdapat kecurigaan adanya
fragmen sisa yang tertinggal , adanya secret purulen dijalan napas, atau tanda dan
gejala pneumonia.
BABIII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Benda asing didalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam
tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing pada esofagus adalah benda tajam
maupun tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara
sengaja maupun tidak sengaja (Yunizaf, 2011).
Gejala klinis yang timbul sangat bergantung pada sifat benda asing, lokasi, ukuran, dan
derajat sumbatan yang ditimbulkan. Benda asing yang berukuran besar dapat menutup total saluran
respiratorik bagian atas yang dapat mengancam jiwa. Sedangkan benda asing yang berukuran lebih
kecil, berada di dalam cabang utama atau saluran bronkus lobaris dan akan menimbulkan gejala
yang lebih lama dan lebih ringan.

B. Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang akan menjadi seorang
perawat mampu mengenali tanda dan gejala asirasi benda asing ketika menemukan klien yang
mengalami yang mengalami hal tersebut sehingga dapat melakukan pertolongan segera.

18
DAFTAR PUSTAKA

Fidkowski CW, Zheng H, Firth PG. The anesthetic considerations of tracheobronchial

foreign bodies in children: A literature review of 12,979 cases. International Anesthesia

Research Society. 2010;111:1016 - 23. 2.

Zur KB, Litman RS. Pediatric airway foreign body retrieval: Surgical and anesthetic

perspectives. Pediatric Anesthesia 2009;19:109

Salih AM, Alfaki M, Elhuda DMA. Airway foreign bodies: A critical review for a common

pediatric emergency. World J Emerg Med. 2016;7(1):5-9.

Shubha AM, Das K. Tracheobronchial foreign bodies in infants. International Journal of

Pediatric Otorhinolaryngology 2009;73:1385 .

Kendigelen P. The anaesthetic consideration of tracheobronchial foreign body aspiration

inchildren. J Thorac Dis. 2016;8(12):3803-7.

. Altutas B, Aydin Y, Eroglu A. Complications of tracheobronchial foreign bodies. Turk J Med

Sci. 2016;46:795-800.

. Haddadi S, Marzban S, Nemati S, Ranjbar Kiakelayeh S, Parvizi A, Heidarzadeh A.

Tracheobronchial foreign-bodies in children; A 7 year retrospective study. Iranian Journal of

Otorhinolaryngology 2015;27(5):377 - 84.

. Ganie FA, Wani ML, Ahangar AG, Lone GN, Singh S, Lone H, et al. The efficacy of rigid

bronchoscopy for foreign body aspiration. Bull Emerg Trauma. 2014;2(1):52–4.


. Hadda V, Venkatnarayan K, Madan K, Mohan A, Khilnani GC. An enlarging airway

foreign body. Int J Respir Pulm Med. 2015;2:1–3.

. Sharma SB, Amata AO. Foreign body aspiration in children – A report of five cases. West

Indian Med J. 2010;59(6):717 – 21

Betz,L.Cecily, dkk.2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta:EGC ISBN :


979-448-580 2
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Zmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 1997. Diagnosis and Management


of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support.
Society ofCritical

Penatalaksanaan aspirasi bendaasing pada pasien pediatrik. Journal.perdatin.org htt

Anda mungkin juga menyukai