Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS CEMARAN MIKROBA DAN LOGAM BERAT (PB

DAN CD) PADA PRODUK PEMPEK YANG BEREDAR DI


KOTA PALEMBANG

Arthur Natanael Saragih

05061282025026

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pempek merupakan salah satu makanan khas dari daerah Sumatera Selatan.
Pempek terbuat dari daging ikan yang digiling, tepung tapioka atau tepung sagu,
air, garam dan bumbu lainnya sebagai penambah cita rasa. Pempek merupakan
bahan pangan yang terbuat dari daging giling berwarna putih, berbentuk sejenis
gel protein yang homogen, elastis dan memiliki tekstur yang kenyal. Pengolahan
pempek dapat melalui beberapa tahapan yaitu daging ikan digiling, bahan-bahan
dicampur, pembentukan pempek dan pemasakan pempek. Pempek merupakan
produk yang bersifat basah, hal tersebut menyebabkan daya awetnya sangat
terbatas. Kerusakan pada pempek juga ditandai dengan adanya perubahan
tekstur, terbentuknya lender, perubahan warna, munculnya bau tidak sedap di
karena gas ammonia, sulfide atau senyawa busuk lainnya. Kerusakan pada
pempek juga akan cepat terjadi jika mempunyai atau memiliki kadar air yang
tinggi dikarenakan adanya pememicu pertumbuhan semua jenis mikrobia yaitu
kapang, khamir dan bakteri (Karneta dkk., 2013).
Pempek hanya dapat disimpan selama 1 hari di dalam suhu ruang, namun
daya simpan pempek bisa mencapai 4 minggu jika disimpan di dalam lemari
pendingin. Pempek yang tidak ditambahkan bahan kimia boraks hanya bertahan
satu hari pada suhu kamar, sehingga penjual pempek terkadang menambahkan
boraks pada dagangannya agar bisa bertahan lebih dari satu hari. Syarat mutu
cemaran. Masyarakat nelayan ialah masyarakat yang tinggal dipesisir pantai dan
menggantungkan hidup mereka dilaut, masalah yang terjadi pada masyarakat
nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk
menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara
parsial. Komunitas pesisir pada dasarnya adalah kelompok masyarakat yang
kehidupannya sangat tergantung pada hasil laut. Masyarakat nelayan ialah
masyarakat yang di pandang sebagai suatu lingkungan hidup dari satu individu
atau satu keluarga nelayan. Dengan kata lain masyarakat nelayan dibentuk oleh
sejumlah rumah tangga nelayan dan tiap rumah tangga merupakan lingkungan
hidup bagi yang lainnya dengan keadaan nyata yang dapat di pengaruhi oleh
musim penangkapan ikan.(Karneta dkk., 2013)
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7661.1:2013 menyebutkan bahwa syarat
mutu batas maksimum cemaran mikroba untuk Angka Lempeng Total (ALT)
pada pempek rebus adalah 5 x 104 koloni/gram.BPOM menetapkan standar
kontaminasi mikroba pada pempek yaitu untuk angka kuman Escherichia coli
sebesar < 3 cfu/g, angka kuman Salmonella adalah negatif/ 25g dan angka kuman
Staphylococcus aureus sebesar 1 x 103cfu/g (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan, 2012; Badan Standarisasi Nasional RI, 2019). melakukan penelitian
mengenai isolasi bakteri patogen pada ikan mengatakan bahwa bakteri yang lebih
dominan untuk mengkontaminasi produk olahan daging ikan adalah bakteri
Staphylococcus aureus. Kontaminasi terjadi selama proses pengolahan dan
pengemasan karena adanya kontak produk dengan udara, debu, peralatan dan
tangan yang terinfeksi S. Aureus. Penelitian lain melaporkan bahwa pempek-
pempek pada jajanan anak sekolah dasar tidak mengandung cemaran bakteri
patogen Escherichia coli, Bacillussp.,Staphylococcus sp., Salmonella, dan Total
Plate Count(TPC).Ningsih melakukan penelitian mengenai penyuluhan hygiene
sanitasi makanan dan minuman, serta kualitas makanan yang dijajakan pedagang
di lingkungan SDN Kota Samarinda mengatakan bahwa pada hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan bakteri E. coli sebanyak 4,17%(Ningsih,2014).Uraian di
atas bahwa pempek sudah menjadi bagian panganan yang dikonsumsi sehari-hari
di Kota Palembang, sehingga perlu diteliti untuk mengetahui cemaran bakteri
pada pempek yang dijual di pasaran Kota Palembang.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada penyebab cemaran mikroorganisme pada pempek yang beredar
di pasar 26 ilir dan pengaruh organisme terhadap mutu pempek

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang diatas,penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk:
1. Mengetahui penyebab berbeda bau dan warna pada produk pempek
2. Menganalisis cemaran mikroorganisme pada produk pempek
3. Mengetahui pengaruh mikroorganisme terhadap mutu pempek

1.4. Manfaat penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi pengolahan
dan pemasaran produk pempek agar lebih produktif dalam menjalankan
usahanya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salmonella sp
Salmonella sp. merupakan pathogen zoonotic dan tergolong
Enterobacteriaceae yaitu merupakan bakteri basil gram negatif. Badan Kesehatan
Dunia WHO, (2014) menyatakan Salmonella sp.adalah genus bakteri yang
merupakan penyebab utama penyakit bawaan makanan di seluruh dunia (Rosanty
dkk., 2017). Bakteri Salmonella sp. biasanya ditemukan pada bahan pangan yang
mengandung protein cukup tinggi sebagai media yang sangat baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme (Darmayani dkk., 2017). Bakteri Salmonella sp.
sangat infektif bagi manusia, transmisi bakteri ini biasanya melalui fecal-oral dan
ditularkan kepada manusia dengan cara mengonsumsi makanan dan air yang
tercemar oleh bakteri tersebut. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit pada
tubuh manusia yang disebut dengan salmonellosis. Salmonellosis merupakan
penyakit menular yang dapat menyerang manusia dan hewan akibat pencemaran
dari Salmonella sp. salmoonellosis ditandai dengan gejala seperti diare, mual
muntah, nyeri abdomen dan demam yang timbul secara akut (Mishra, 2012).
Salmonelosis termasuk ke golongan salah satu penyakit yang mana penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Salmonella dan penyakit Salmonelosis ini bersifat
zoonosis. Salmonella berpredileksi di saluran pencernaan hewan dan manusia
serta dapat menyebar melalui makanan seperti telur, ikan dan susu. Ikan yang
menjadi bahan utama pembuatan pempek dapat memicu adanya pertumbuhan
bakteri Salmonella (Srigede, 2015).
Menurut BPOM, kandungan Salmonella sp. pada makanan yaitu negatif per
25 gram. Bakteri Salmonella sp. tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif
anaerob, pada suhu 15-41ͦC (suhu pertumbuhan optimum 37,5 ͦC) dan pH
pertumbuhan bakteri ini yaitu 6-8 (Makanan dkk., 2014. Salmonella berbentuk
batang dengan panjang 1 – 3 µm dan lebar 0,5 – 0,7 µm. Sebagian besar bakteri
ini bisa bergerak karena mempunyai flagella peritrik. (Akhir & Minayanti, 2016).
Adapun Taksonomi dari bakteri Salmonella sp. yaitu: Kingdom : Bacteria,
Phylum : Proteobacteria, Class : Camma proteobacteria Ordo : Enterobacteriales,
Family : Enterobacteriaceae, Genus : Salmonella Spesies : Salmonella sp.
(Madigan, 2012)
2.2 Logam Berat (PB dan CD)
Logam berat adalah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk
setiap cm3 (Darmono, 1995), biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dan
tergolong logam transisi. Menururt Palar (2012), berbeda dengan logam biasa,
logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup karena
logam berat bersifat toksik, seperti logam timbal (Pb), dan kadmium (Cd).
Logam berat memiliki sifat tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah
diabsorbsi (Darmono, 1995). Logam berat ditetapkan dengan nilai ambang batas
(NAB) yang sangat rendah. Menurut BSN batas maksimum logam berat dalam
ikan dan hasil olahannya, logam kadmium (Cd) sebesar 0,1 mg/kg dan logam
timbal (Pb) sebesar 0,3 mg/kg.
Timbal (Pb) dengan massa jenis 11,34 g/cm3 tergolong logam berat yang
sangat berbahaya, karena timbal dapat memberikan efek racun terhadap banyak
fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Palar, 2012). Di dalam tubuh manusia,
logam Pb dapat terikat dengan gugus –SH (gugus tiol) dalam molekul protein
sehingga dapat menghambat aktivitas kerja enzim yang terlibat dalam
pembentukan hemoglobin (Hb). Keberadaan logam timbal di perairan dapat
berasal dari limbah industri, transportasi, pertambangan, dan pertanian.
Kadmium (Cd) dengan massa jenis 8,65 g/cm3 merupakan logam berat yang
berbahaya karena bersifat karsinogen dan bersifat racun kumulatif, dan beresiko
tinggi terhadap pembuluh darah. Pada keracunan kronis yang disebabkan oleh
kadmium, umumnya berupa kerusakan kerusakan pada banyak sistem fisiologis
tubuh, seperti sistem urinaria (ginjal), respirasi (pernapasan/paru-paru), sirkulasi
(darah) dan jantung, sistem penciuman, juga merusak kelenjar reproduksi dan
kerapuhan tulang. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu
panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal (Palar,
2012). Logam kadmium yang berada di perairan bersumber dari pertambangan,
limbah industri (pewarna tekstil, cat dan batere), dan pertanian (pupuk). BSN
telah menetapkan standar mutu pempek dengan nomor SNI 7661.1:2013. Standar
mutu yang berlaku mensyaratkan kandungan logam berat untuk timbal (Pb)
maksimal 0,3 mg/kg dan kadmium (Cd) maksimal 0,1 mg/kg (BSN 2013).
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7661. 1:2013 menyebutkan bahwa syarat mutu
batas maksimum cemaran mikroba untuk Angka Lempeng Total (ALT) pada
pempek rebus adalah 5 x 104 koloni/ gram.
2.3 Keamanan Makanan
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat
sehingga aman untuk dikonsumsi( UUD No 18, 2012). Sistem pangan yang ada
saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan,
pembinaan , atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan
dan peredarannya sampai siap dikonsumsi oleh manusia. (Saparinto,2006)
Berdasarkan UU pangan No.18 tahun 2012 maka penerapan standar mutu dalam
memproduksi pangan telah menjadi suatu kewajiban bagi para produsen yang
harus dijalankan sesuai dengan syarat-syarat produksi pangan yang baik dan
benar.
Sasaran program keamanan pangan adalah menghindarkan masyarakat dari
jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya
pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu dan keamanan pangan,
memantapkan kelembagaan pangan, yang dicerminkan oleh adanya peraturan
perundangundangan yang mengatur keamanan pangan dan meningkatkan jumlah
industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan(Depkes RI,1996). Proses produksi pempek telah diatur oleh Badan
Sandarisasi Nasional (BSN) meliputi pemilihan bahan baku, penyimpanan,
penyiagaan, pencucian, penggilingan, pencampuran, pembentukan, pemasakan,
penirisan, pengemasan, pembekuan, penyimpanan produk dan pelabelan. Semua
proses dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini
dimaksudkan agar keamanan pempek dapat terus terjaga, misalnya mengurangi
resiko kontaminasi. Kontaminasi pangan seperti pada pempek dapat berasal dari
kontaminasi langsung seperti kontak fisik antara penjamah makanan dengan
bahan makanan. Selain itu, kontaminasi juga bisa terjadi akibat kontak dengan
benda-benda di sekitarnya (Badan Standarisasi Nasional RI, 2019; Sakriani,
2017). BPOM menetapkan standar kontaminasi mikroba pada pempek yaitu
untuk angka kuman Escherichia coli sebesar < 3 cfu/g, angka kuman Salmonella
adalah negatif/ 25 g dan angka kuman Staphylococcus aureus sebesar 1 x 103
cfu/g (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012; Badan Standarisasi Nasional
RI, 2019)
2.4 Pempek
Pempek merupakan salah satu makanan khas dari daerah Sumatera Selatan.
Pempek terbuat dari daging ikan yang digiling, tepung tapioka atau tepung sagu,
air, garam dan bumbu lainnya sebagai penambah cita rasa. Pempek merupakan
bahan pangan yang terbuat dari daging giling berwarna putih, berbentuk sejenis
gel protein yang homogen, elastis dan memiliki tekstur yang kenyal (Sugito dan
Ari, 2006). Pempek memiliki cita rasa khas dan disukai masyarakat, memiliki
nilai ekonomi dan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi utama pada pempek
adalah protein, lemak, dan karbohidrat yang diperoleh dari ikan dan tepung
tapioka. Kandungan gizi lainnya berupa vitamin dan mineral. Penggunaan ikan
akan mempengaruhi cita rasa dan aroma makanan ini (Murtado et al., 2014).
Kualitas pempek di pasaran ditentukan oleh jenis dan jumlah ikan yang
digunakan. Ikan yang dgunakan berasal dari ikan sungai maupun ikan laut.
Semakin kecil persentase ikan yang digunakan, maka semakin rendah kualitas
pempek tersebut.
Kerusakan pada pempek ditandai dengan adanya perubahan tekstur,
terbentuknya lender, perubahan warna, munculnya bau tidak sedap karena gas
ammonia, sulfide atau senyawa busuk lainnya. Kerusakan pada pempek juga
akan cepat terjadi jika mempunyai kadar air yang tinggi dikarenakan ada memicu
pertumbuhan semua jenis mikrobia yaitu kapang, khamir dan bakteri (Karneta
dkk., 2013). Pempek hanya dapat disimpan selama 1 hari di dalam suhu ruang,
namun daya simpan pempek bisa mencapai 4 minggu jika disimpan di dalam
lemari pendingin (Murtiningsih dan Suyanti. 2011; Karneta dkk., 2013). Kualitas
dari pempek dilihat atau ditentukan berdasarkan kerenyahan, bau, warna, dan
rasa pempek tersebut (Murtado et al., 2014). Kandungan gizi dalam pempek
terdiri atas protein, lemak, dan karbohidrat. Pempek juga memiliki kandungan
mineral seperti kalsium, fosfor, besi (Murtado et al., 2014). Makanan yang
memiliki kandungan zat gizi yang tinggi sangat mendukung terjadinya
pertumbuhan mikroorganisme atau meningkatkan persentasi cemaran mikroba
pada bahan pangan. Kontaminasi makanan yang dijajakan pedagang kaki lima,
dapat bersumber dari lingkungan. Faktor yang disebabkan dari lingkungan
tersebut diantaranya adalah suhu, oksigen, kelembaban dan dapat pula dibawa
oleh debu yang berterbangan di sekitar lokasi berdagang (Rahmiati, 2016)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu pelaksanaan

Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi Hasil


Perikanan, Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya pada Bulan Februari 2023.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu Tabung reaksi
dan rak tabung, Ose, Labu erlenmeyer, Tabung durham, Spiritus, Batang pengaduk,
Neraca ohauss, Gelas beaker, Autoclave, Incubator, Oven, Pipet ukur, Filler / safety
ball, Gelas ukur, Kapas, Kasa tissue, Kertas dan karet,Korek api. Untuk bahan,
dibutuhkan Media LB (Lactose Broth) Media BGLB (Brilliant Green Lactose Bile
Broth) PZ steril, Air Narmada, Air Keran, Akuadest.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel pempek yang dijual di
kota Palembang sebanyak 100 penjual secara acak terhadap 10% penjual dengan
sumber produksi yang berbeda. Untuk menganalisis bakteri Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, dan salmonella sp. ,beserta logam berat (PB dan CD),
digunakan metode MPN, MSA, SSA, dan SNI 2353.5.2011
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Metode MPN
Most Probable Number (MPN) merupakan uji yang mendeteksi sifat fermentatif
Coliform dalam sampel. Uji MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan
(presumptive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed
test). Masing – masing uji tersebut menggunakan media LBSS, LBDS dan BGLB
dengan volume antara 5 ml – 10 ml. Metode MPN terdiri dari 3 tahapan. Tahapan
pertama adalah Uji Pendugaan (Presumtive Test). Pada pengenceran 3 terakhir
dimasukkan 1 mL ke dalam 3 tabung reaksi yang mengandung 9 mL kaldu Laktosa
Broth (LB) yang telah diberi tabung durham, tabung kemudian diberi label dan
diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Setelah 24 jam perubahan warna dan gas
diamati dan dibandingkan dengan tabel. Hasil positif ditandai dengan adanya
perubahan warna menjadi kuning dan terdapat gas. Uji Lanjutan (Confirmed Test).
Tabung kaldu laktosa (LB) yang positif diambil sebanyak 1 ose ke dalam tabung
media Escherichia coli kemudian diinkubasi pada suhu 44o C dan media Brilliant
Green 37o C selama 24 jam kemudian diamati. Hasil positif ditunjukkan dengan
perubahan warna menjadi keruh dan terdapat gas pada tabung durham.. Uji
Penyempurnaan (complete test) dari tahapan ini adalah medium Escherichia coli
yang positif diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam medium simon sitrat, medium
air pepton, methyl red dan voges prekauser. Medium tersebut kemudian diinkubasi
dengan suhu 30o C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna
pada sitrat menjadi biru terang, pada VP dan indol berupa cincin merah bata dan pada
methyl red menjadi merah. Hasil dari uji MPN diperoleh data yang perhitungannya
dapat dilihat melalui tabel MPN.
3.4.2 Metode MSA
Uji MSA dilakukan dengan cara sebagai berikut, koloni yang terdapat dalam
PAD diambil dengan ose dan dikultur pada media MSA, kemudian diinkubasi pada
suhu 37°C selama 18-24 jam. Hasil pertumbuhan koloni Staphylococcus aureus
ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning.
3.4.3 Metode SSA
Media SSA merupakan media yang mempunyai selektif tinggi untuk isolasi
Salmonella sp.. Salmomella shigella agar adalah media selektif untuk mengisolasi
kuman Salmonella sp. dan Shigella sp. dari sampel feses, urin, dan makanan (Hada,
2011) cara kerja metode ini adalah Sampel pempek ditimbang sekitar ± 100gr
selanjunya sampel di hancurkan menggunakan blender, sampel pempek yang sudah
diblender sedikit demi sedikit ambil menggunakan pinset yang sudah steril, masukkan
kedalam tabung yang berisi laktosa broth. Selanjutnya diinkubasi dengan inkubator
pada suhu 37°C selama 24 Jam. Media yang telah diinkubasi dengan inkubator selama
24 jam, lalu ambil satu 61 ose cincin yang sudah steril dari media laktosa broth lalu
ditanam dipermukaan media SSA secara zig-zag. Selanjutnya dilakukan kembali
proses inkubasi dengan inkubator pada suhu 37°C. Pertumbuhan koloni pada media
SSA bakteri Salmonella dapat ditunjukkan dengan bentuk koloni kecil, bulat,
cenderung cembung, dan pinggir rata, serta berwarna putih transparan.
3.4.4 SNI 2354.5:2011
Unsur logam Pb dan Cd dilepaskan dari jaringan daging contoh dengan cara
digesti kering (pengabuan) pada suhu 450 °C. Logam dalam abu selanjutnya diikat
dalam asam klorida (HCl) 6 M dan asam nitrat (HNO3) 0,1 M secara berurutan.
Larutan yang dihasilkan selanjutnya diatomisasi menggunakan graphite furnace.
Atom-atom unsur Pb dan Cd berinteraksi dengan sinar dari lampu Pb dan Cd.
Interaksi tersebut berupa serapan sinar yang besarnya dapat dilihat pada tampilan
(monitor) spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer).
Jumlah serapan sinar sebanding dengan konsentrasi unsur logam Pb dan Cd tersebut,
lalu dihitung dengan Konsentrasi Pb atau Cd mg/g = ( D - E) x Fp x V
W
DAFTAR PUSTAKA
[BSN]_Badan Standarisasi Nasional. 2013. Pempek Ikan Rebus Beku. SNI
7661.1:2013. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Railia Karneta dkk. 2013. Difusivitas Panas dan Umur Simpan Pempek Lenjer.
Jurnal Keteknikan Pertanian. 27 (2) :131-141.
Badan Standarisasi Nasional RI. (2019). Peraturan Badan Standardisasi Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Skema Penilaian
Kesesuaian Terhadap Standar Nasional Indonesia Sektor Pangan. Badan
Standarisasi Nasional RI.
Sakriani, S. (2017). Hygiene Practice And Sanitation On Microbiological Quality
Of Smoked Fish In Smoking Places In Ternate 2017. PROMOTIF: Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(2), 167–174.
https://doi.org/10.31934/promotif.v7i2 .542
Ningsih, R. (2014). Penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan Dan Minuman, Serta
Kualitas Makanan Yang Dijajakan Pedagang Di Lingkungan Sdn Kota
Samarinda. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 64–72.
http://garuda.ristekbrin.go.id/document s/detail/261792
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Kriteria Cemaran pada
Pangan Siap Saji dan Pangan Industri Rumah Tangga.
Badan Standarisasi Nasional RI. (2019). Peraturan Badan Standardisasi Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Skema Penilaian
Kesesuaian Terhadap Standar Nasional Indonesia Sektor Pangan. Badan
Standarisasi Nasional RI
Darmayani,Satya, et.al. Identifikasi Bakteri Salmonella sp. Pada Telur yang
Dijual di Pasar Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Vol 5(1). 2017.
Mishra, S. Agrawal, D. (2012). A Consice Manual of Phatogenci Microbiology.
USA: Wiley-black well.
Darmayani, S., A. Rosanty, dan V. Vanduwinata. 2017. Identifikasi bakteri
Salmonella sp. pada telur yang dijual di pasar Kota Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara. Biogenesis Jurnal Ilmiah Biologi. 5(1):21-26.
Srigede, G.L. (2015). Studi identifikasi bakteri (salmonella sp) pada jajanan cilok
yang dijual di lingkungan sd kelurahan kekalik kecamatan Sekarbela kota
Mataram. Media Bina Ilmiah, 9(7): 28-32
Madigan M.T., Martinko J.M., Stahl D.A., Clark D.P. 2012. Biology of
Microorganism. 13th ed. San Francisco: Pearson. P. 140-141
Darmono, 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk hidup, 111, 131-134,
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Palar H. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta; 2008.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012. Pangan. 17
November 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 nomor
227. Jakarta; 2012
Saparinto C dan Hidayati D. Bahan tambahan pangan. Edisi 5. Yogyakarta:
Kanisius; 2006.
Departemen Kesehatan RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta
Sugito dan Ari Hayati. 2006. “Penambahan Daging Ikan Gabus (ophicepallus
strianus BLKR) dan Aplikasi Pembekuan Pada Pembuatan Pempek
Gluten”. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 8 (2): 147-151.
Murtado, A.D., Dasir and Ade Verayani. 2014. Hedonik Quality of Empek-
empek with The Addition of Kappa Carrageenan and Flour Forridge. Food
Science and Quality Management 34: 1-6.
Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Rahmiati (2016), Analisis Bakteri Salmonella-Shigella pada Kuah Sate Pedagang
Kaki Lima, BioLink, Vol. 3 (1), Hal: 31-36

Anda mungkin juga menyukai