JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2023 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pempek merupakan salah satu makanan khas dari daerah Sumatera Selatan. Pempek terbuat dari daging ikan yang digiling, tepung tapioka atau tepung sagu, air, garam dan bumbu lainnya sebagai penambah cita rasa. Pempek merupakan bahan pangan yang terbuat dari daging giling berwarna putih, berbentuk sejenis gel protein yang homogen, elastis dan memiliki tekstur yang kenyal. Pengolahan pempek dapat melalui beberapa tahapan yaitu daging ikan digiling, bahan-bahan dicampur, pembentukan pempek dan pemasakan pempek. Pempek merupakan produk yang bersifat basah, hal tersebut menyebabkan daya awetnya sangat terbatas. Kerusakan pada pempek juga ditandai dengan adanya perubahan tekstur, terbentuknya lender, perubahan warna, munculnya bau tidak sedap di karena gas ammonia, sulfide atau senyawa busuk lainnya. Kerusakan pada pempek juga akan cepat terjadi jika mempunyai atau memiliki kadar air yang tinggi dikarenakan adanya pememicu pertumbuhan semua jenis mikrobia yaitu kapang, khamir dan bakteri (Karneta dkk., 2013). Pempek hanya dapat disimpan selama 1 hari di dalam suhu ruang, namun daya simpan pempek bisa mencapai 4 minggu jika disimpan di dalam lemari pendingin. Pempek yang tidak ditambahkan bahan kimia boraks hanya bertahan satu hari pada suhu kamar, sehingga penjual pempek terkadang menambahkan boraks pada dagangannya agar bisa bertahan lebih dari satu hari. Syarat mutu cemaran. Masyarakat nelayan ialah masyarakat yang tinggal dipesisir pantai dan menggantungkan hidup mereka dilaut, masalah yang terjadi pada masyarakat nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Komunitas pesisir pada dasarnya adalah kelompok masyarakat yang kehidupannya sangat tergantung pada hasil laut. Masyarakat nelayan ialah masyarakat yang di pandang sebagai suatu lingkungan hidup dari satu individu atau satu keluarga nelayan. Dengan kata lain masyarakat nelayan dibentuk oleh sejumlah rumah tangga nelayan dan tiap rumah tangga merupakan lingkungan hidup bagi yang lainnya dengan keadaan nyata yang dapat di pengaruhi oleh musim penangkapan ikan.(Karneta dkk., 2013) Standar Nasional Indonesia (SNI) 7661.1:2013 menyebutkan bahwa syarat mutu batas maksimum cemaran mikroba untuk Angka Lempeng Total (ALT) pada pempek rebus adalah 5 x 104 koloni/gram.BPOM menetapkan standar kontaminasi mikroba pada pempek yaitu untuk angka kuman Escherichia coli sebesar < 3 cfu/g, angka kuman Salmonella adalah negatif/ 25g dan angka kuman Staphylococcus aureus sebesar 1 x 103cfu/g (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012; Badan Standarisasi Nasional RI, 2019). melakukan penelitian mengenai isolasi bakteri patogen pada ikan mengatakan bahwa bakteri yang lebih dominan untuk mengkontaminasi produk olahan daging ikan adalah bakteri Staphylococcus aureus. Kontaminasi terjadi selama proses pengolahan dan pengemasan karena adanya kontak produk dengan udara, debu, peralatan dan tangan yang terinfeksi S. Aureus. Penelitian lain melaporkan bahwa pempek- pempek pada jajanan anak sekolah dasar tidak mengandung cemaran bakteri patogen Escherichia coli, Bacillussp.,Staphylococcus sp., Salmonella, dan Total Plate Count(TPC).Ningsih melakukan penelitian mengenai penyuluhan hygiene sanitasi makanan dan minuman, serta kualitas makanan yang dijajakan pedagang di lingkungan SDN Kota Samarinda mengatakan bahwa pada hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri E. coli sebanyak 4,17%(Ningsih,2014).Uraian di atas bahwa pempek sudah menjadi bagian panganan yang dikonsumsi sehari-hari di Kota Palembang, sehingga perlu diteliti untuk mengetahui cemaran bakteri pada pempek yang dijual di pasaran Kota Palembang. 1.2. Rumusan Masalah Apakah ada penyebab cemaran mikroorganisme pada pempek yang beredar di pasar 26 ilir dan pengaruh organisme terhadap mutu pempek
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas,penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui penyebab berbeda bau dan warna pada produk pempek 2. Menganalisis cemaran mikroorganisme pada produk pempek 3. Mengetahui pengaruh mikroorganisme terhadap mutu pempek
1.4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi pengolahan dan pemasaran produk pempek agar lebih produktif dalam menjalankan usahanya. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp Salmonella sp. merupakan pathogen zoonotic dan tergolong Enterobacteriaceae yaitu merupakan bakteri basil gram negatif. Badan Kesehatan Dunia WHO, (2014) menyatakan Salmonella sp.adalah genus bakteri yang merupakan penyebab utama penyakit bawaan makanan di seluruh dunia (Rosanty dkk., 2017). Bakteri Salmonella sp. biasanya ditemukan pada bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi sebagai media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme (Darmayani dkk., 2017). Bakteri Salmonella sp. sangat infektif bagi manusia, transmisi bakteri ini biasanya melalui fecal-oral dan ditularkan kepada manusia dengan cara mengonsumsi makanan dan air yang tercemar oleh bakteri tersebut. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit pada tubuh manusia yang disebut dengan salmonellosis. Salmonellosis merupakan penyakit menular yang dapat menyerang manusia dan hewan akibat pencemaran dari Salmonella sp. salmoonellosis ditandai dengan gejala seperti diare, mual muntah, nyeri abdomen dan demam yang timbul secara akut (Mishra, 2012). Salmonelosis termasuk ke golongan salah satu penyakit yang mana penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella dan penyakit Salmonelosis ini bersifat zoonosis. Salmonella berpredileksi di saluran pencernaan hewan dan manusia serta dapat menyebar melalui makanan seperti telur, ikan dan susu. Ikan yang menjadi bahan utama pembuatan pempek dapat memicu adanya pertumbuhan bakteri Salmonella (Srigede, 2015). Menurut BPOM, kandungan Salmonella sp. pada makanan yaitu negatif per 25 gram. Bakteri Salmonella sp. tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-41ͦC (suhu pertumbuhan optimum 37,5 ͦC) dan pH pertumbuhan bakteri ini yaitu 6-8 (Makanan dkk., 2014. Salmonella berbentuk batang dengan panjang 1 – 3 µm dan lebar 0,5 – 0,7 µm. Sebagian besar bakteri ini bisa bergerak karena mempunyai flagella peritrik. (Akhir & Minayanti, 2016). Adapun Taksonomi dari bakteri Salmonella sp. yaitu: Kingdom : Bacteria, Phylum : Proteobacteria, Class : Camma proteobacteria Ordo : Enterobacteriales, Family : Enterobacteriaceae, Genus : Salmonella Spesies : Salmonella sp. (Madigan, 2012) 2.2 Logam Berat (PB dan CD) Logam berat adalah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3 (Darmono, 1995), biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dan tergolong logam transisi. Menururt Palar (2012), berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup karena logam berat bersifat toksik, seperti logam timbal (Pb), dan kadmium (Cd). Logam berat memiliki sifat tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi (Darmono, 1995). Logam berat ditetapkan dengan nilai ambang batas (NAB) yang sangat rendah. Menurut BSN batas maksimum logam berat dalam ikan dan hasil olahannya, logam kadmium (Cd) sebesar 0,1 mg/kg dan logam timbal (Pb) sebesar 0,3 mg/kg. Timbal (Pb) dengan massa jenis 11,34 g/cm3 tergolong logam berat yang sangat berbahaya, karena timbal dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Palar, 2012). Di dalam tubuh manusia, logam Pb dapat terikat dengan gugus –SH (gugus tiol) dalam molekul protein sehingga dapat menghambat aktivitas kerja enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Keberadaan logam timbal di perairan dapat berasal dari limbah industri, transportasi, pertambangan, dan pertanian. Kadmium (Cd) dengan massa jenis 8,65 g/cm3 merupakan logam berat yang berbahaya karena bersifat karsinogen dan bersifat racun kumulatif, dan beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Pada keracunan kronis yang disebabkan oleh kadmium, umumnya berupa kerusakan kerusakan pada banyak sistem fisiologis tubuh, seperti sistem urinaria (ginjal), respirasi (pernapasan/paru-paru), sirkulasi (darah) dan jantung, sistem penciuman, juga merusak kelenjar reproduksi dan kerapuhan tulang. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal (Palar, 2012). Logam kadmium yang berada di perairan bersumber dari pertambangan, limbah industri (pewarna tekstil, cat dan batere), dan pertanian (pupuk). BSN telah menetapkan standar mutu pempek dengan nomor SNI 7661.1:2013. Standar mutu yang berlaku mensyaratkan kandungan logam berat untuk timbal (Pb) maksimal 0,3 mg/kg dan kadmium (Cd) maksimal 0,1 mg/kg (BSN 2013). Standar Nasional Indonesia (SNI) 7661. 1:2013 menyebutkan bahwa syarat mutu batas maksimum cemaran mikroba untuk Angka Lempeng Total (ALT) pada pempek rebus adalah 5 x 104 koloni/ gram. 2.3 Keamanan Makanan Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi( UUD No 18, 2012). Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan , atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan dan peredarannya sampai siap dikonsumsi oleh manusia. (Saparinto,2006) Berdasarkan UU pangan No.18 tahun 2012 maka penerapan standar mutu dalam memproduksi pangan telah menjadi suatu kewajiban bagi para produsen yang harus dijalankan sesuai dengan syarat-syarat produksi pangan yang baik dan benar. Sasaran program keamanan pangan adalah menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu dan keamanan pangan, memantapkan kelembagaan pangan, yang dicerminkan oleh adanya peraturan perundangundangan yang mengatur keamanan pangan dan meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan(Depkes RI,1996). Proses produksi pempek telah diatur oleh Badan Sandarisasi Nasional (BSN) meliputi pemilihan bahan baku, penyimpanan, penyiagaan, pencucian, penggilingan, pencampuran, pembentukan, pemasakan, penirisan, pengemasan, pembekuan, penyimpanan produk dan pelabelan. Semua proses dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini dimaksudkan agar keamanan pempek dapat terus terjaga, misalnya mengurangi resiko kontaminasi. Kontaminasi pangan seperti pada pempek dapat berasal dari kontaminasi langsung seperti kontak fisik antara penjamah makanan dengan bahan makanan. Selain itu, kontaminasi juga bisa terjadi akibat kontak dengan benda-benda di sekitarnya (Badan Standarisasi Nasional RI, 2019; Sakriani, 2017). BPOM menetapkan standar kontaminasi mikroba pada pempek yaitu untuk angka kuman Escherichia coli sebesar < 3 cfu/g, angka kuman Salmonella adalah negatif/ 25 g dan angka kuman Staphylococcus aureus sebesar 1 x 103 cfu/g (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012; Badan Standarisasi Nasional RI, 2019) 2.4 Pempek Pempek merupakan salah satu makanan khas dari daerah Sumatera Selatan. Pempek terbuat dari daging ikan yang digiling, tepung tapioka atau tepung sagu, air, garam dan bumbu lainnya sebagai penambah cita rasa. Pempek merupakan bahan pangan yang terbuat dari daging giling berwarna putih, berbentuk sejenis gel protein yang homogen, elastis dan memiliki tekstur yang kenyal (Sugito dan Ari, 2006). Pempek memiliki cita rasa khas dan disukai masyarakat, memiliki nilai ekonomi dan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi utama pada pempek adalah protein, lemak, dan karbohidrat yang diperoleh dari ikan dan tepung tapioka. Kandungan gizi lainnya berupa vitamin dan mineral. Penggunaan ikan akan mempengaruhi cita rasa dan aroma makanan ini (Murtado et al., 2014). Kualitas pempek di pasaran ditentukan oleh jenis dan jumlah ikan yang digunakan. Ikan yang dgunakan berasal dari ikan sungai maupun ikan laut. Semakin kecil persentase ikan yang digunakan, maka semakin rendah kualitas pempek tersebut. Kerusakan pada pempek ditandai dengan adanya perubahan tekstur, terbentuknya lender, perubahan warna, munculnya bau tidak sedap karena gas ammonia, sulfide atau senyawa busuk lainnya. Kerusakan pada pempek juga akan cepat terjadi jika mempunyai kadar air yang tinggi dikarenakan ada memicu pertumbuhan semua jenis mikrobia yaitu kapang, khamir dan bakteri (Karneta dkk., 2013). Pempek hanya dapat disimpan selama 1 hari di dalam suhu ruang, namun daya simpan pempek bisa mencapai 4 minggu jika disimpan di dalam lemari pendingin (Murtiningsih dan Suyanti. 2011; Karneta dkk., 2013). Kualitas dari pempek dilihat atau ditentukan berdasarkan kerenyahan, bau, warna, dan rasa pempek tersebut (Murtado et al., 2014). Kandungan gizi dalam pempek terdiri atas protein, lemak, dan karbohidrat. Pempek juga memiliki kandungan mineral seperti kalsium, fosfor, besi (Murtado et al., 2014). Makanan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi sangat mendukung terjadinya pertumbuhan mikroorganisme atau meningkatkan persentasi cemaran mikroba pada bahan pangan. Kontaminasi makanan yang dijajakan pedagang kaki lima, dapat bersumber dari lingkungan. Faktor yang disebabkan dari lingkungan tersebut diantaranya adalah suhu, oksigen, kelembaban dan dapat pula dibawa oleh debu yang berterbangan di sekitar lokasi berdagang (Rahmiati, 2016) BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu pelaksanaan
Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perikanan, Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada Bulan Februari 2023.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu Tabung reaksi dan rak tabung, Ose, Labu erlenmeyer, Tabung durham, Spiritus, Batang pengaduk, Neraca ohauss, Gelas beaker, Autoclave, Incubator, Oven, Pipet ukur, Filler / safety ball, Gelas ukur, Kapas, Kasa tissue, Kertas dan karet,Korek api. Untuk bahan, dibutuhkan Media LB (Lactose Broth) Media BGLB (Brilliant Green Lactose Bile Broth) PZ steril, Air Narmada, Air Keran, Akuadest. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel pempek yang dijual di kota Palembang sebanyak 100 penjual secara acak terhadap 10% penjual dengan sumber produksi yang berbeda. Untuk menganalisis bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan salmonella sp. ,beserta logam berat (PB dan CD), digunakan metode MPN, MSA, SSA, dan SNI 2353.5.2011 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Metode MPN Most Probable Number (MPN) merupakan uji yang mendeteksi sifat fermentatif Coliform dalam sampel. Uji MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumptive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Masing – masing uji tersebut menggunakan media LBSS, LBDS dan BGLB dengan volume antara 5 ml – 10 ml. Metode MPN terdiri dari 3 tahapan. Tahapan pertama adalah Uji Pendugaan (Presumtive Test). Pada pengenceran 3 terakhir dimasukkan 1 mL ke dalam 3 tabung reaksi yang mengandung 9 mL kaldu Laktosa Broth (LB) yang telah diberi tabung durham, tabung kemudian diberi label dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Setelah 24 jam perubahan warna dan gas diamati dan dibandingkan dengan tabel. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi kuning dan terdapat gas. Uji Lanjutan (Confirmed Test). Tabung kaldu laktosa (LB) yang positif diambil sebanyak 1 ose ke dalam tabung media Escherichia coli kemudian diinkubasi pada suhu 44o C dan media Brilliant Green 37o C selama 24 jam kemudian diamati. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi keruh dan terdapat gas pada tabung durham.. Uji Penyempurnaan (complete test) dari tahapan ini adalah medium Escherichia coli yang positif diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam medium simon sitrat, medium air pepton, methyl red dan voges prekauser. Medium tersebut kemudian diinkubasi dengan suhu 30o C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna pada sitrat menjadi biru terang, pada VP dan indol berupa cincin merah bata dan pada methyl red menjadi merah. Hasil dari uji MPN diperoleh data yang perhitungannya dapat dilihat melalui tabel MPN. 3.4.2 Metode MSA Uji MSA dilakukan dengan cara sebagai berikut, koloni yang terdapat dalam PAD diambil dengan ose dan dikultur pada media MSA, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Hasil pertumbuhan koloni Staphylococcus aureus ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning. 3.4.3 Metode SSA Media SSA merupakan media yang mempunyai selektif tinggi untuk isolasi Salmonella sp.. Salmomella shigella agar adalah media selektif untuk mengisolasi kuman Salmonella sp. dan Shigella sp. dari sampel feses, urin, dan makanan (Hada, 2011) cara kerja metode ini adalah Sampel pempek ditimbang sekitar ± 100gr selanjunya sampel di hancurkan menggunakan blender, sampel pempek yang sudah diblender sedikit demi sedikit ambil menggunakan pinset yang sudah steril, masukkan kedalam tabung yang berisi laktosa broth. Selanjutnya diinkubasi dengan inkubator pada suhu 37°C selama 24 Jam. Media yang telah diinkubasi dengan inkubator selama 24 jam, lalu ambil satu 61 ose cincin yang sudah steril dari media laktosa broth lalu ditanam dipermukaan media SSA secara zig-zag. Selanjutnya dilakukan kembali proses inkubasi dengan inkubator pada suhu 37°C. Pertumbuhan koloni pada media SSA bakteri Salmonella dapat ditunjukkan dengan bentuk koloni kecil, bulat, cenderung cembung, dan pinggir rata, serta berwarna putih transparan. 3.4.4 SNI 2354.5:2011 Unsur logam Pb dan Cd dilepaskan dari jaringan daging contoh dengan cara digesti kering (pengabuan) pada suhu 450 °C. Logam dalam abu selanjutnya diikat dalam asam klorida (HCl) 6 M dan asam nitrat (HNO3) 0,1 M secara berurutan. Larutan yang dihasilkan selanjutnya diatomisasi menggunakan graphite furnace. Atom-atom unsur Pb dan Cd berinteraksi dengan sinar dari lampu Pb dan Cd. Interaksi tersebut berupa serapan sinar yang besarnya dapat dilihat pada tampilan (monitor) spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer). Jumlah serapan sinar sebanding dengan konsentrasi unsur logam Pb dan Cd tersebut, lalu dihitung dengan Konsentrasi Pb atau Cd mg/g = ( D - E) x Fp x V W DAFTAR PUSTAKA [BSN]_Badan Standarisasi Nasional. 2013. Pempek Ikan Rebus Beku. SNI 7661.1:2013. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Railia Karneta dkk. 2013. Difusivitas Panas dan Umur Simpan Pempek Lenjer. Jurnal Keteknikan Pertanian. 27 (2) :131-141. Badan Standarisasi Nasional RI. (2019). Peraturan Badan Standardisasi Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Skema Penilaian Kesesuaian Terhadap Standar Nasional Indonesia Sektor Pangan. Badan Standarisasi Nasional RI. Sakriani, S. (2017). Hygiene Practice And Sanitation On Microbiological Quality Of Smoked Fish In Smoking Places In Ternate 2017. PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 167–174. https://doi.org/10.31934/promotif.v7i2 .542 Ningsih, R. (2014). Penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan Dan Minuman, Serta Kualitas Makanan Yang Dijajakan Pedagang Di Lingkungan Sdn Kota Samarinda. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 64–72. http://garuda.ristekbrin.go.id/document s/detail/261792 Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Kriteria Cemaran pada Pangan Siap Saji dan Pangan Industri Rumah Tangga. Badan Standarisasi Nasional RI. (2019). Peraturan Badan Standardisasi Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Skema Penilaian Kesesuaian Terhadap Standar Nasional Indonesia Sektor Pangan. Badan Standarisasi Nasional RI Darmayani,Satya, et.al. Identifikasi Bakteri Salmonella sp. Pada Telur yang Dijual di Pasar Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Vol 5(1). 2017. Mishra, S. Agrawal, D. (2012). A Consice Manual of Phatogenci Microbiology. USA: Wiley-black well. Darmayani, S., A. Rosanty, dan V. Vanduwinata. 2017. Identifikasi bakteri Salmonella sp. pada telur yang dijual di pasar Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Biogenesis Jurnal Ilmiah Biologi. 5(1):21-26. Srigede, G.L. (2015). Studi identifikasi bakteri (salmonella sp) pada jajanan cilok yang dijual di lingkungan sd kelurahan kekalik kecamatan Sekarbela kota Mataram. Media Bina Ilmiah, 9(7): 28-32 Madigan M.T., Martinko J.M., Stahl D.A., Clark D.P. 2012. Biology of Microorganism. 13th ed. San Francisco: Pearson. P. 140-141 Darmono, 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk hidup, 111, 131-134, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Palar H. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta; 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012. Pangan. 17 November 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 nomor 227. Jakarta; 2012 Saparinto C dan Hidayati D. Bahan tambahan pangan. Edisi 5. Yogyakarta: Kanisius; 2006. Departemen Kesehatan RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta Sugito dan Ari Hayati. 2006. “Penambahan Daging Ikan Gabus (ophicepallus strianus BLKR) dan Aplikasi Pembekuan Pada Pembuatan Pempek Gluten”. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 8 (2): 147-151. Murtado, A.D., Dasir and Ade Verayani. 2014. Hedonik Quality of Empek- empek with The Addition of Kappa Carrageenan and Flour Forridge. Food Science and Quality Management 34: 1-6. Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Rahmiati (2016), Analisis Bakteri Salmonella-Shigella pada Kuah Sate Pedagang Kaki Lima, BioLink, Vol. 3 (1), Hal: 31-36