Anda di halaman 1dari 12

Situasi Politik Pasca Nabi Muhammad saw.

wafat
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Siyasah 2

Dosen Pengampu : Munawir Sajali, S.H.I., M.A.

Disusun Oleh :

Arjuna Fanny Pramudyana 1200201009

Anisman 1200201006

Basuki 1200201011

Fahmi Idris

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AZ-ZAYTUN INDONESIA (IAI AL-AZIS)

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik walaupun masih banyak
kekurangan didalamnya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari
jalan kegelapan menuju jalan Islami.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga
semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik, saran dan pesan yang kami harapkan sebagai bahan koraksi untuk kami.
Demikian yang dapat kami ungkapkan, semoga makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Al-Zaytun, 6 Maret 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................
Latar Belakang.................................................................................................................................
A. Rumusan Masalah....................................................................................................4
B. Tujuan......................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................
PEMBAHASAN..............................................................................................................................
A. Politik Hukum Islam di Masa Kolonial Belanda.....................................................5
B. Bentuk Negara.........................................................................................................6
C. Mekanisme Pemilihan para Khulafa Al-Rasyidin...................................................7
D. Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik............................................................8
E. Umar bin khattab dan Kebijakan Politik.................................................................9
F. Usman Bin Affaan dan Kebijakan Politik..............................................................9
G. Ali bin Abi Tholib dan Kebijakan Politik..............................................................10
BAB lll...........................................................................................................................................
KESIMPULAN....................................................................................................................11
References......................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi antara agama dan politik dalam sejarah Islam sudah ada sejak zaman Nabi
Muhammad. Muhammad yang merupakan seorang rasul, sekaligus berhasil menjadi seorang
pemimpin yang mampu mengubah tradisi kesukuan menjadi komunitas keagamaan melalui
wahyu Alquran. Puncaknya adalah berdirinya Negara Madinah1, diikuti dengan Perjanjian
Madinah (dustur al-madi>nah) yang dicapai atas dasar konsensus politik - tanpa pertumpahan
darah sebelumnya - di antara mayoritas penduduk Kota Yasrib ( Kaum Ans}a>r) dan kaum
minoritas pendatang Mekkah (Muha>jiri>n). Masyarakat mengorganisir masyarakat besar
yang mereka kuasai menurut rencana, ada yang dibentuk dan ada yang diatur menurut zaman,
dari mana politik Islam mulai berkembang. (ILMI, 2020)

Latar Belakang
Kematian Nabi. meninggalkan luka trauma yang besar di tubuh seorang muslim. Hal
ini menyebabkan terpecahnya umat Islam menjadi beberapa kelompok, salah satunya
perbedaan paham politik dan polemik umat Islam, salah satunya yang menonjol adalah siapa
yang menggantikan Nabi atau yang disebut dengan khalifah. Pertanyaan ini menjadi isu besar
setelah wafatnya Nabi, ditandai dengan masih adanya argumentasi dalam perdebatan teologis.
Dalam bidang teologi, salah satu yang paling mencolok adalah penggunaan ayat-ayat Alquran
untuk membenarkan siapa yang paling berhak menjadi penerus setelah Nabi. Sejak saat itu
telah muncul setidaknya dua tafsir Alquran yang paling menonjol, yakni tafsir Sunni dan
Syiah. Dalam kitab Tarikh al-Khulafa>' karya al-Suyu>t}i, terdapat ayat-ayat yang
menjelaskan tentang kekhalifahan setelah Nabi. Dimana sebagian ulama menganggap Abu >
Bakar sebagai penerus Nabi Muhammad. terkandung dalam Alquran. Hal ini tentu saja
diperdebatkan di kalangan Syiah yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib berhak menjadi
penguasa setelah Nabi Muhammad.  (Ahmad Syafi’i SJ, 2019)
A. Rumusan Masalah

Bagaimana Situasi Politik Pasca Nabi Muhammad SAW. Wafat dan bentuk negaranya?
Bagaimana Mekanisme Pemilihan Para Khulafa al-Rasyidin?
Siapakah Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik?
Siapakah Umar bin khattab dan Kebijakan Politik?
Siapakah Usman Bin Affaan dan Kebijakan Politik?
Siapakah Ali bin Abi Tholib dan Kebijakan Politik?

B. Tujuan

Dapat mengetahui Situasi Politik Pasca Nabi Muhammad SAW. Wafat dan bentuk
negaranya.
Untuk mengetahui Mekanisme Pemilihan Para Khulafa al-Rasyidin.
Mengetahui Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik.
Mengetahui Umar bin khattab dan Kebijakan Politik.
Mengetahui Usman Bin Affaan dan Kebijakan Politik.
Mengetahui Ali bin Abi Tholib dan Kebijakan Politik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Politik Hukum Islam di Masa Kolonial Belanda

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, untuk mencegah mengvakumkan waktu dari
(adanya) imam, sampai meninggalkan sesuatu yang sangat penting, yakni mengubur jenazah
Rasulullah SAW.Bahkan posisi khalifah pasca Nabi Muhammad SAW selalu dikelilingi oleh
tombak dan pedang. Mungkin bisa diragukan pada tiga khalifah yang awal, namun Ali bin Abi
Thalib dan Muawiyah tidak menaiki tahta khilafah kecuali dibawah naungan pedang dan
runcingnya tombak. Hal yang menarik untuk dicatat adalah dimungkinkan karena pertimbangan
politik pula para sahabat yang menjabat sebagai khalifah hanya sedikit sekali meriwayatkan hadist,
yakni Abu Bakr meriwayatkan 142 hadist, Umar bin Khattab 537 hadist, Usman bin Affan 146
hadist, dan Ali bin Abi Thalib 586 hadist. Jumlah semua 1141 hadist, kurang dari 27 % yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah (5374 hadist).Politik yang fanatik terhadap kepemimpinan
mengakibatkan khalifah (pasca Rasululloh) yang meninggal tanpa melalui pembunuhan hanyalah
Abu Bakr.Khalifah selanjutnya meninggal ataupun lengser karena pergolakan politik.Inilah
yang menjadi satu point penting bagi umat Islam untuk selalu mengevaluasi diri dalam
kepentingan apapun. Karena pada realitanya sebagaimana para sunni ketahui, bahwa para sahabat
yang telah terakui kredibilitasnya tak lepas dari satu permasalahan, yakni politik. Sebagai
akademis yang mengetahui seluk beluk peradaban dan perkembangan politik maka, sudah
tak sepatutnya lagi memperdebatkan apalagi menganggap disi sendiri paling benar dan
mengkafirkan madzhab politik yang tidak seide.Walla>hu A’lam. (Moch. Yunus, 2016)
Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada
galibnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai
lembaga politik yang mempengaruhi hidup bermasyarakat, jadi negara dalam keadaan
bergerak Dalam hal ini, maka politik islam klasik tentunya berobyek pada negara Islam pada
masa awal negara Islam muncul.
Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekkah terhadap kaum muslimin
mendorong Nabi Muhammmad untuk mengungsikan kaum muslimin ke luar
Mekkah.Kekejaman tersebut semakin lama semakin menyiksa kaum muslimin sampai
mengakibatkan tragedi pemboikotan yang berlangsung tiga tahun pada tahun ketujuh
kenabian.Pada tahun kesepuluh kenabian terjadi Isro’ Mi’rojyang diikuti dengan perkembangan
besar pada dakwah Islam.Sejumlah penduduk Yasrib berhaji ke Mekkah yang pada akhirnya
mengakibatkan perjanjian “Aqabah Pertama”, kemudian disusul dengan perjanjian “Aqabah
Kedua”.Salah satu akibat dari perjanjian ini Nabi Muhammmad hijrah ke Mekkah. Sejak saat
itu, sebagai penghormatan terhadap Nabi nama kota Yastrib diubah menjadi “Madinah al-
Nabi” atau “Madinah Al-Munawwaroh”, dalam istilah sehari-hari disebut Madinah saja. (ILMI,
2020)
Setelah tiba di Yastrib, Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru
periode Islam dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, pada periode Madinah ini Islam
merupakan kekuatan politik. Dalam teori maupun praktek, Nabi Muhammmad menempati suatu
posisi yang unik sebagai pemimpin dan sumber spiritual undang-undang ketuhanan, sekaligus
pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Kerangka kerja Konstitusional pemerintahan ini
terungkap dalam sebuah dokumen terkenal yang disebut dengan “Konsitusi Madinah” yang
terdiri dari sepuluh poin, yaitu:
1. Nabi Muhammad S.A.W. adalah ketua negara untuk semua penduduk Madinah dan
segala pertengkaran hendaklah merujuk kepada baginda.
2. Semua penduduk Madinah ditegah bermusuhan atau menanam hasad dengki sesama
sendiri, sebaliknya mereka hendaklah bersatu dalam satu bangsa yaitu bangsa Madinah.
3. Semua penduduk Madinah bebas mengamal adat istiadat upacara keagamaan masing-
masing.
4. Semua penduduk Madinah hendaklah bekerjasama dalam masalah Ekonomi dan
mempertahankan Kota Madinah dari serangan oleh musuh-musuh dari luar Madinah.
5. Keselamatan orang Yahudi terjamin selagi mereka taat kepada perjanjian yang tercatat dalam
piagam tersebut.

Ajaran islam memang tercermin dalam sikap, perbuatan dan perkataannya. Nabi
Muhammad SAW melaksanakan politik kenegaraan, mengirim dan menerima duta, memutuskan
perang, dan membuat perjanjian serta musyawarah.Tetapi dalam kekuasaan tertinggi
menempatkan Allah sebagai Raja Yang Maha Suci.
Tidak ada satupun nash yang “qat’i”atau isyarat yang jelas dari Nabi Muhammad tentang
siapa yang menggantikan beliau menjadi khalifah, yang ada hanya perintah Nabi Muhammmad
kepada Abu Bakr untuk menjadi imam shalat menjelang beliau wafat. Sebagian orang muslim
menafsirkan ini isyarat kekhalifahan. Karena itulah tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi
jenazah beliau dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar telah bermusyawarah dengan
cukup alot untuk menentukan orang yang tepat sebagai pemimpin umat Islam.Dengan
semangat ukhuwah islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakr terpilih menjadi khalifah. (Ahmad
Syafi’i SJ, 2019)

B. Bentuk Negara

Dalam pemerintahan atau kekuasaan politik terdapat tugas-tugas pelayanan dan pengaturan publik,
seperti, penyelenggaraan pemerintahan, penyelenggaraan peradilan dan penegakan hukum, penetapan
pemndang-undanpan, serta penghimpunan dana. Masing-masing tugas ditangani oleh lembaga tersendiri.
Kalau kita melihat yang te~jadi di masa Rasulullah, pemerintahan beliau sangat sederhana; tidak ada
pemilahan atau pembagian kekuasaan sebagaimana yang tergambar dalam lembaga judikatif, eksekutif,
legislatif, dewan pertimbangan, dan lembaga pen~eriksa keuangan. Nabi adalah penguasa tunggal,
memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan judikatif sekaligus. Bahkan, beliau juga tidak mengangkat
menteri untuk kabinet kekuasaannya. Waktu itu partai-pal-tai juga tidalt ada. Belum musimnya. Hanya,
Nabi mempunyai beberapa sahabat dekat yang terpercaya untuk diminta bantuan, seperti, pertimbangan
mempersiapkaii pasukan dan penulisan dokumen dan surat-surat. Untuk daerah yang jauh seperti
Yaman, Nabi pernah mengangkat seorang administratur, yang untuk sekarang setara dengan gubernur.
Pejabat ini tidak saja melaksanakan tugas eksekutif, tetapi juga judikatif. Tidak mustahil bila dalam
sudut pandang ini pemerintahan beliau disetarakan dengan monarchi. (Hamdi, 2021)
Pada waktu itu tidak ada pikiran dalam masyarakat kecuali bahwa kepala negara adalah seorang raja
yang mempunyai kekuasaan absolut. Nabi sebagai kepala negara disetaraltan dengan raja, agaknya tidak
perlu dipermasalahkan. Andaikata beliau tidak pernah mengajak musyawarah dalam mengambil
kebijakan pun tidak menyalahi tradisi dalam bemegara. Artinya, belum masanya rakyat merasa berhak
untuk diajak berembug membangun bangsa dan negara.
Aturan yang dikeluarkan oleh Nabi tidak didasarkan pada hasil pertemuan, tetapi diilhami oleh
wahyu ilahi. Hal ini tentunya sejalan dengan misinya untuk membimbing umat manusia ke jalan yang
benar dengan segala keteladanannya. Jika paham demokrasi – kekuasaan di tangan rakyat – dipandang
sebagai idola pemerintahan saat ini, maka pemerintahan Nabi tidak menggunakan sistem atau paham
tersebut. Sayangnya, pemikiran idealis tentang negara dan pemerintahan di abad modern ini telah
dijadikan prisma untuk melihat sistem kenegaraan Rasulullah SAW, shalawat dan berkah akan datang
kepadanya. Singkatnya, Nabi adalah seorang diktator dan tiran mutlak. Apakah dia telah terbukti secara
empiris sebagai seorang tiran dan diktator belum sepenuhnya dijelaskan. Bukankah sistem
ketatanegaraan yang demokratis hanyalah salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur, bukan satu-satunya cara? Jika itu tujuan menjadi sebuah negara, maka “negara pengungkapan”
adalah negara khusus, jauh dari cacat seperti yang diklaim.   
Aturan yang diterima oleh wayy~ diterapkan dalam masyarakat Madinah. Dengan kata lain, norma
sosial diwarnai oleh wahyu. Tetapi memang benar bahwa untuk menyelesaikan berbagai masalah, Islam
mendikte diskusi. Jika dia memiliki pertimbangan kebijakan sesekali, karena masalahnya terlalu kecil
untuk diungkapkan, itu diserahkan kepada hasil diskusi. Pertimbangan teladan ini akan menjadi penting
nanti ketika wahyu tidak lagi kembali. Ada beberapa contoh musyawarah yang dilakukan oleh oracle
untuk mengambil keputusan ketika wahyu tidak perlu terjadi. 
Demokrasi menurut bahasa berarti kekuasaan berada di tangan rakyat. Penyelenggaraan dan
pengelolaan negara didasarkan atas hasil kesepakatan rakyat, bukan satu atau dua orang melalui suatu
mekanisme tertentu. Dalam lingkungan demokrasi, setiap orang memiliki hak untuk menyatakan
pendapatnya. Jika ada konflik pendapat yang tidak dapat diselesaikan, kelompok dengan suara terbanyak
memenangkan "pertandingan". Ukuran kebenaran adalah opini pemenang. Diskusi yang diajarkan oleh
Nabi adalah organisasi untuk menyatukan pendapat yang berbeda untuk kebaikan bersama. Musyawarah
dilakukan untuk mengikuti ajaran Tuhan dan Rasul-Nya. Ketika terjadi perselisihan, peserta diskusi
mengacu pada ajaran wahyu, sebagai sumber kebenaran. Namun, musyawarah yang berkembang dalam
musyawarah terikat dengan etika agama, seperti menghormati pihak lain dan menjaga keutuhan umat.
(Moch. Yunus, 2016) 
Demokrasi sendiri pada hakekatnya adalah ideologi anti-absolutis yang dipamerkan oleh raja-raja.
Artinya, demokrasi menjamin kebebasan berpendapat secara terbatas, tanpa mengorbankan hak orang
lain. Karena demokrasi menolak pemaksaan pandangan, sikap, dan pendirian, banyak perbedaan
pendapat dapat diselesaikan melalui kompromi. Jika tidak, demokrasi hanyalah kedok totalitarianisme.
Benang merah antara demokrasi dan diskusi adalah menghormati pendapat orang lain. 
Tampaknya sudah menjadi kepercayaan selama ini bahwa di dunia Islam hanya ada satu pusat
kekuatan politik. Untuk mendirikan kerajaan Abbasiyah, kerajaan Umayyah perlu digulingkan. Tidak
boleh ada lebih dari satu pusat kekuatan politik seperti di Zaanian modern. Saat itu Bani Abbasiyah. ada
beberapa "kerajaan kecil" yang dikenal sebagai kekhalifahan yang diperintah oleh Kekhalifahan
Abbasiyah. Artinya, pengakuan khilafah—kekuasaan politik di tingkat pusat—merupakan doktrin
penting untuk melegitimasi semua aktivitas sosial-politik. Khilafah adalah simbol kesucian. (Moch.
Yunus, 2016)
C. Mekanisme Pemilihan para Khulafa Al-Rasyidin

Setelah hijrahnya Nabi ke Yastrib (Madinah) dengan membawa umatnya, menegaskan bahwa
Nabi merupakan seorang pemimpin masyarakat. Kemudian Nabi membangun tatanan sosial
masyarakat sejahtera di Madinah. Dalam konteks sekarang membangun negara. Bai‟at aqabah
merupakan batu pertama bangunan negara Islam. Bai‟at tersebut merupakan janji setia beberapa
penduduk Madinah sebagai bentuk pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin bagi
mereka, bukan hanya sebagai Rasul, sebab pengakuan sebagai Rasulullah tidak melalui bai‟attetapi
melalui syahadat. Dengan adanya bai‟at ini Rasulullah telah memiliki pendukung yang terbukti
sangat berperan dalam tegaknya negara Islam.
Setelah Nabi Muhammad menetap di Madinah beliau mengeluarkan kebijakan dengan
membuat sebuah piagam yang mengatur kehidupan dan hubungan antara masyarakat yang ada
di Madinah. Karena di Madinah terdiri dari berbagai macam komunitas-komunitas yang berbeda-
beda. Piagam inilah yang biasa disebut sebagai Piagam Madinah. (Ahmad Syafi’i SJ, 2019)
Pada masa kepemimpinan Nabi, struktur politik yang diterapkan oleh Nabi masih sangat
sederhana. Nabi memegang otoritas sebagai Rasul, Pemimpin negara, dan sekaligus sebagai
hakim. Ketika beliau akan mengambil keputusan, ada kalanya beliau berkonsultasi dengan para
sahabat senior yang merupakan ahlul halli wal aqdi,tetapi keputusan akhir tetap berada di
tangannya. Ada kalanya ia tidak berkonsultasi dan ada kalanya beliau dituntun oleh wahyu sebagai
solusi terhadap masalah tertentu.
Rasulullah sebagai kepala negara tidak pernah menjelaskan secara terperinci mekanisme
pemerintahan. Ia juga tidak pernah berusaha untuk merombak total sistem kekuasaan suku-suku arab
yang telah ada sebelum Islam datang. Misalnya daerah pedalaman ditandai dengan kepemimpinan
absolut kepala suku dan kepatuhan seluruh anggotanya. Sistem ini jelas tidak bisa diterapkan di
daerah perkotaan.18Artinya mekanisme pemilihan pemimpin disesuaikan dengan keadaan sosial
masyarakat yang berlaku.
Permasalahan politik yang pertama kali muncul setelah meninggalnya Rasulullah
adalah siapakah yang akan menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan dan bagaimana
pelaksanaan sistem pemerinthannya. Karena masalah tersebut diserahkan kepada Rasulullah
hanyameninggalkan suatu prinsip dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di kalangan umat
Islam yaitu prinsip musyawarah.19Konensus para sahabat yang berkaitan dengan keharusan
untuk menentukan penganti Nabi sebagai pemimpin umat Islam secara substansial merupakan
salah satu cara untuk mempertahankan sistem yang telah dibuat sebulumnya oleh Nabi
Muhammad ketika membangun negara Madinah. (Faisal, 2022)
D. Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik
Abu Bakar As-Siddiq dilahirkan pada tahun ketiga setelah tahun gajah, adapula yang berpendapat
bahwa dua tahun enam bulan setelah tahun gajah. Intinya Abu Bakar As-Shiddiq lebih mudah sedikit
dibandingkan Nabi Muhammad SAW. karena Nabi Muhammad SAW. dilahirkan pada tahun gajah atau
sekitar tahun 570 M. Dengan demikian, Abu Bakar As-Shiddiq dilahirkan sekitar tahun 573 M. Ayahnya
bernama bernama Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin
Luay bin Ghalib AlQuraisyi At-Tamimi. (H.Muh.Dahlan, 2017)
Dengan melihat nasab Abu Bakar tersebut maka nasabnya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad
saw. pada kakek keenam Murrah bin Ka’ab. Adapun nasab Nabi Muhammad saw. sebagai berikut
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib/ Syaibatul Hamdi bin Hasyim/ Amir bin Abdul Manaf/
Al-Mughirah bin Qushai/ Mujammi’ bin Kilab/ Hakim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib.
Abu Bakar As-Shiddiq merupakan golongan assabiquna al-awwalun yaitu orang-orang yang pertama
masuk Islam. Keislaman Abu Bakar AsShiddiq terjadi setelah pencarian, penyelidikan dan penantian
yang lama. Abu Bakar AS-Shdidiq memiliki pengetahuan dan wawasan yang mendalam serta beliau
punya relasi yang dekat dengan Nabi Muhammad saw., dimana Nabi Muhammad SAW. mengenalnya
sebagai sosok yang baik, ramah, santun dan menjunjung tinggi etika kesopanan. Begitupun sebaliknya
Abu Bakar AsShiddiq mengenal Nabi Muhammad saw. sebagai sosok yang baik, jujur, amanah dan
berakhlak mulia bahkan dijuluki al-amin. Faktor tersebut menjadi salah satu pemberi motivasi kepada
Abu-Bakar untuk menberima dakwah Islah yang didakwahkan oleh Rasulullah saw.
Ketika kemenangan berpihak pada kaum muslimin, Abu Bakar sakit keras, ia tidak dapat
menyaksikan kemenangan tersebut dan Abu Bakar juga tidak dapat melihat kemenangan tersebut karena
ketika peperangan sedang berkecamuk, ia jatuh sakit dan tidak dapat melihat kemenangan tersebut.
berapa lama setelah dia menutup matanya selamanya. . Pada masa kepemimpinan ini, Umar juga ikut
menyumbang pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an atas saran Umar bin Khattab dengan alasan banyak
temannya yang penghafal Al-Qur'an mati di medan perang dan dikhawatirkan tidak tuntas. Meski sangat
berat hati pada awalnya, Abu Bakar akhirnya menerima dan melaksanakan usulan tersebut. Lalu
tugaskan Zaid bin Thabit untuk mengumpulkan uang. Di bidang ekonomi, di bawah kepemimpinannya,
Abu Bakar mendirikan lembaga Bait al-Mal, sebagai kas negara, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Urusan ini dipercayakan kepada Abu Ubaidah, seorang sahabat Nabi, yang akrab
dipanggil Amin Al-'Ummah, yang selain mendirikan lembaga keuangan, juga mendirikan sebuah
organisasi peradilan yang dipimpin oleh Umar bin Khattab menjadi presiden. (H.Muh.Dahlan, 2017)
E. Umar bin khattab dan Kebijakan Politik
Umar bin Khattab sebelum masuk islam termasuk dalam golongan bangsa arab kabilah Quraisy yang
terkenal berwibawa pemberani dan berprinsip kuat. Seperti terekam dalam sebuah riwayat bahwa Umar
bin Khattab merupakan orang kepercayaan kaumnya dan diutus mewakili kaumnya dalam
menyelesaikan konflik dengan kabilah lain. Mereka rela apabila Umar bin Khattab yang menjadi duta
karena memiliki sikap tegas berwibawa dan teguh pendirian. Karakter teguh pendirian dan keras ini pula
yang mewarnai pola pikir Umar bin Khattab setelah masuk Islam. Ia menyatakan keislamannya pada
tahun ke-6 dari kenabian. Keislamannya memiliki pengaruh besar bagi kaum muslimin. Abdullah bin
Mas’ud Rodliyallahu ‘Anhu berkata, ‚Kami selalu sangat mulia sejak Umar masuk Islam.‛ Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata,‛Sesungguhnya keislaman Umar adalah penaklukan,
hijrahnya kemenangan, dan kepemimpinannya rakmat. (Faisal, 2022)
Semakin luas wilayah penaklukan Islam, maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap kehidupan
masyarakat secara umum, khususnya dalam bidang ekonomi. Wilayah yang ditaklukkan menjadi tempat
tujuan orang untuk berdagang dan mencari barang, dengan banyaknya arus perdagangan yang
berdampak pada pertumbuhan ekonomi, kemudian lahan pertanian, perkebunan, irigasi dan fasilitas
lainnya yang saling mendukung perekonomian mulai terbangun. Selain itu, pajak pekerjaan atau
penghasilan dikenakan pada orang-orang di wilayah taklukan dengan sistem yang ada yang berlaku
sebelumnya atau, jika tidak, sistem baru akan diperkenalkan. Sejak saat itu, penaklukan wilayah yang
terus-menerus pada masa Umar dilatarbelakangi oleh keyakinan akan penyebaran Islam, selain itu
motivasi tersebut karena kesuburan tanah, letak perdagangan yang strategis. sasaran penaklukan, seperti
Mesir, Hijaz, sebagian wilayah Afrika. 
Sejarah mencatat penaklukan terluas sepanjang masa seperti khulafurrasyidin yang terjadi pada masa
Umar, penaklukan meluas ke Aleksandria, Najran, Kerman, Khurasan, Rayy, Tabriz dan seluruh Syria.
Pada masa penaklukan ini, Umar memiliki gagasan untuk menertibkan sistem pemerintahan dengan
mengadopsi sistem pemerintahan Konstantinovel dan Bizantium. Pada masa pemerintahannya
mendirikan mata uang resmi negara, karena perluasan wilayah Daulah Islam, Umar juga menetapkan
penanggalan sistem tahun Hijriyah. Di bidang hukum, ia juga menetapkan qadhi-qadhi di setiap wilayah
yang ditaklukkannya, dan menetapkan hukum acara peradilan. (Faisal, 2022)
F. Usman Bin Affaan dan Kebijakan Politik 
Utsman bin Affan memilki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abil Umayyah bin Abdussyama bin
Abdimanaf bin Qushai bin Kitab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib Al-Qurasyi Al-Umawy.
Beliau menisbatkan dirinya pada Bani Umayyah, salah satu kabilah Quraisy. Utsman bin Affan lahir
tahun 576M di Thaif, 6 tahun setelah kelahiran Rasulullah Saw. Ayahnya benama Affan dan ibunya
bernama Arwa binti Kuriz bin Rabiah bin Habib Abdisyam bin Abdi Manaf. Garis keturunannya
bertemu dengan nasab (silsilah) Rasulullah Saw pada Abdul Manaf. (Salman Zakki Syahriel Mubarok,
2022)
Selain itu, nenek Utsman bin Affan yang bernama Ummu Hukaim dan ayah Rasulullah yang
bernama Abdullah merupakan saudara kandung. Khalifah Utsman bin Affan adalah keturunan dari Bani
Umayyah yang kaya raya dan dermawan. Khalifah ini memiliki fisik tidak pendek dan juga tidak tinggi,
berkulit lembut, berbadan padat, berahang besar dengan jenggot lebat, berpaha besar, berdada lebar,
berambut lebat, dan berjenggot pirang.
Beliau terkenal dengan sifatnya yang sangat pemalu, bersih jiwa dan suci lisannya, sangat sopan
santun, pendiam dan tidak pernah menyakiti orang lain. Beliau suka ketenangan dan tidak suka
keramaian/ kegaduhan, perselisihan serta teriakan keras. Beliau rela mengorbankan nyawanya demi
menjauhi hal-hal tersebut. Dan karena kebaikan akhlak dan mu'amalahnya, beliau dicintai oleh Quraisy,
hingga mereka pun menjadikannya sebagai perumpamaan.
Utsman bin Affan sebagai penerus Khalifah pendahulu (Umar bin Khattab) memperluas wilayah dan
organisasi ekonomi sehingga Islam menguasai wilayah yang luas. Masa pemerintahan Utsman juga
relatif lebih lama dari pendahulunya. Ini menjadi modal berharga bagi Utsman bin Affan untuk terus
mengoptimalkan apa yang dilakukan para pendahulunya. Kebijakan fiskal sebagai instrumen kebijakan
ekonomi memainkan peran kunci dalam mengatur pendapatan dan pengeluaran pemerintah. 
Utsman bin Affan menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun, selama enam tahun masa
pemerintahannya Utsman bin Affan melanjutkan apa yang dilakukan Umar bin Khattab namun ada
beberapa perubahan yang dilakukan seperti mekanisme zakat, penghapusan jizyah dan kharaj serta riba.
Namun, selama enam tahun terakhir masa pemerintahannya, Utsman lebih disibukkan dengan
pemerintahan internalnya sendiri, yang dipandang diarahkan pada tindakan otokratis, di mana Utsman
menunjuk kerabatnya untuk mengabdi dalam pemerintahan, mulai dari pemerintahan hingga Gubernur.
Hal ini kemudian menyebabkan pemerintahan Utsman mulai kehilangan kepercayaan di kalangan umat
Islam. (Salman Zakki Syahriel Mubarok, 2022)
G. Ali bin Abi Tholib dan Kebijakan Politik
Nama lengkapnya Ali Ibnu Abi Thalib Abd al-Muthalib ibnu Hasyim Ibnu Manaf al-Quraisy, dengan
ibunya Fatimah binti Asad Ibnu Hasyim Ibnu abd al-Manaf. Nama tersebut merupakan pemberian
Muhammad, setelah ia lahir di Mekkah 10 tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul. (Rasyid,
2015)
Ali tumbuh dan besar dalam asuhan Nabi. Nabi sangat mencintai dan menyayanginya ibarat anak
sendiri, sehingga beliau menikahkannya dengan Fatimah puteri beliau. Ali sebagai generasi pertama
yanga mengakui kenabian Muhammad sesudah Khadijah dan abu Bakar. Dia pula yang tidur di tempat
tidur Nabi pada malam Hirah.
Ia memiliki kepribadian terpuji dam sejumlah keistimewaan, saleh, penyabar, adil dalam menepati
janji, cerdas, tegas dan berani. Keberaniannya terlihat dengan keikutsertaannya dalam setiap peperangan
yang dilakuakan pada masa Nabi dan senantiasa berada pada barisan depan serta selalu ambil bagian
dalam setiap perang tanding tanpa takut mati.
Selain itu, Ali memiliki toleransi yang tinggi dan kebersihan jiwa yang terkenal. Ia dipandang
sebagai salah seorang dari tiga tokoh utama yang mengambil pengetahuan, budi pekerti, dan kebersihan
jiwa dari Nabi. Ketiga tokoh tersebut adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib
sendiri.
Setelah dibaai’at sebagai Khalifah, Ali segera melaksanakan berbagai kebijakan politik, untuk
memuluhkan stabilitas politik, keamanan Negara dan konsolidasi kekuatan untuk memulihkan
kekacauan Negara. Ia berusaha menegakkan kembali apa yang telah dilakukan dua Khalifah
pendahulunya, Abu Bakar dan Umar. Di anatara kebijakan- kebijakannya tersebut adalah; Memecat
sebagaian Kepala Daerah dan mengirim penggantinya,Mengambil kembali tanah-tanah Negara yang
pernagh dibagi- bagikan Usman kepada family-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.
pemikian halnya dengan hibah Usman kepada siapapun yang tidak beralasan, ditarik kembali.dan
menjadi harta Negara. (Rasyid, 2015)
Tujuan ali melakukan kebijakan tersebut, untuk menghilangkan bibit kerusuhan selama ini dengan
memberhentikan pejabat-pejabat yang diangkat usman yang kebanayakan berasal dari keluarga
Umayyah. Tinadakan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh bebrapa tokoh dari kalangan sahabat. Mereka
menyarankan agar Ali mengangguhkan tindakan yang radikal sampai keadaan stabil kembali.
Kenyataannya, Ali tidak menghiraukan saran orang-orang di sekitarnya, ia bersikeras menjalaankan
segaala rencananya, ali lalu mengangkat Usman Ibn hunaif menjadi Gubernur Basrah, Umarah Ibn
Syihab sebagai Gubernur kufah, Ubaidillah Ibn abbas menjadi Gubernur di Yaman, dan Qais Ibn Sa’ad
sebagai Gubernur di Mesir. Sebagian besar Kepala daerah yang baru diangkat tersebut, tidak dapat
memasuki daerah yang menjadi tempat tugas mereka dan terpaksa kembali ke Madinah.
Tindakan yang dilakaukan Ali tersebut, menggambarkan kepribadian dan wataknya yang tegas
dalam bertindak, suka berterus terang, dan lebih berjiwa militer dari pada berjiwa negarawan. Kebijakan
tersebut sebenarnya baik, tetapi momen saat itu yang tidak mendukung dan kurang tepat, sehingga apa
yang dilakaukan Ali justru semakin memunculkan tantangan dari berbagai kalangan terhadap
pemerintahannya. (Rasyid, 2015)

BAB lll
KESIMPULAN

Kematian Nabi. meninggalkan luka trauma yang besar di tubuh seorang muslim. Hal
ini menyebabkan terpecahnya umat Islam menjadi beberapa kelompok, salah satunya
perbedaan paham politik dan polemik umat Islam, salah satunya yang menonjol adalah siapa
yang menggantikan Nabi atau yang disebut dengan khalifah.
Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik
pada galibnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara
sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup bermasyarakat, jadi negara dalam
keadaan bergerak Dalam hal ini, maka politik islam klasik tentunya berobyek pada
negara Islam pada masa awal negara Islam muncul.
Pada waktu itu tidak ada pikiran dalam masyarakat kecuali bahwa kepala negara
adalah seorang raja yang mempunyai kekuasaan absolut. Nabi sebagai kepala negara
disetaraltan dengan raja, agaknya tidak perlu dipermasalahkan. Andaikata beliau tidak pernah
mengajak musyawarah dalam mengambil kebijakan pun tidak menyalahi tradisi dalam
bemegara. Artinya, belum masanya rakyat merasa berhak untuk diajak berembug
membangun bangsa dan negara.
Bai’at tersebut merupakan janji setia beberapa penduduk Madinah sebagai bentuk
pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin bagi mereka, bukan hanya
sebagai Rasul, sebab pengakuan sebagai Rasulullah tidak melalui bai‟attetapi melalui
syahadat. Dengan adanya bai‟at ini Rasulullah telah memiliki pendukung yang terbukti
sangat berperan dalam tegaknya negara Islam.
Abu Bakar As-Shiddiq merupakan golongan assabiquna al-awwalun yaitu orang-
orang yang pertama masuk Islam. Keislaman Abu Bakar AsShiddiq terjadi setelah pencarian,
penyelidikan dan penantian yang lama.
Sejarah mencatat penaklukan terluas sepanjang masa seperti khulafurrasyidin yang
terjadi pada masa Umar, penaklukan meluas ke Aleksandria, Najran, Kerman, Khurasan,
Rayy, Tabriz dan seluruh Syria. Pada masa penaklukan ini, Umar memiliki gagasan untuk
menertibkan sistem pemerintahan dengan mengadopsi sistem pemerintahan Konstantinovel
dan Bizantium.
Utsman bin Affan menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun, selama enam tahun
masa pemerintahannya Utsman bin Affan melanjutkan apa yang dilakukan Umar bin Khattab
namun ada beberapa perubahan yang dilakukan seperti mekanisme zakat, penghapusan jizyah
dan kharaj serta riba.
Tujuan ali melakukan kebijakan tersebut, untuk menghilangkan bibit kerusuhan
selama ini dengan memberhentikan pejabat-pejabat yang diangkat usman yang kebanayakan
berasal dari keluarga Umayyah. Tinadakan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh bebrapa tokoh
dari kalangan sahabat. Mereka menyarankan agar Ali mengangguhkan tindakan yang radikal
sampai keadaan stabil kembali.

References
Ahmad Syafi’i SJ, d. (2019). STUDI HUKUM ISLAM INTERDISIPLINER: MADZHAB
SUNAN GIRI. Ponorogo: INSURI Press Ponorogo.
Akmalia, R. (2018). PRAKTIK MANAJEMEN MASA KHALIFAH UTSMAN BIN
AFFAN. Sabilarrasyad Vol. III No. 02.
Faisal, A. M. ( 2022). PERSEPEKTIF SOSIAL DAN POLITIK TERHADAP
KEBANGKITAN PEMBANGUNAN EKONOMI MELALUI KEPEMIMPINAN
ABU BAKAR AL-SHIDDIQ DAN UMAR IBN AL-KHATTAB. Jurnal Ilmiah
Kajian Politik Lokal dan Pembangunan.
H.Muh.Dahlan. (2017). KONTRIBUSI ABU BAKAR TERHADAP PERKEMBANGAN
ISLAM. Jurnal Rihlah Vol. 5 No.2.
Hamdi, M. R. (2021). TRANSFORMASI SISTEM PEMILIHAN KHALIFAH PASCA
MASA KHULAFAURRASYIDUN . Jurnal Darussalam: Pemikiran Hukum Tata
Negara dan Perbandingan Hukum.
ILMI, M. F. (2020). PENAFSIRAN KEPEMIMPINANPASCA WAFATNYA NABI SAW.
Moch. Yunus, M. (2016). Konsepsi Politik Islam Klasik. Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu
Pendidikan. Volume 5 Nomor 2.
Rasyid, S. (2015). KONTROVERSI SEKITAR KEKHALIFAHAN ALI BIN ABI THALIB.
Jurnal Rihlah Vol. II No. 1.
Salman Zakki Syahriel Mubarok, S. S. (2022). Kebijakan Fiskal Pada Masa Utsman Bin
Affan. Jurnal Cendekia Ilmiah.
Zuhri, M. (2002). SEJARAH POLITIK ISLAM . TARJIH, Edisi Ice 3.

Anda mungkin juga menyukai