OLEH :
Muhammad Rizal Akbar
NPM. 19630078
Puji syukur, saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulisan makalah ini salah satu tugas
Mata kuliah Akhlak & Pendidikan Alqur'an yang diberikan. Dalam Penulisan
makalah ini merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang di miliki. Untuk itu, kritik dan saran
dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini, khususnya kepada Dosen saya yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Peyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Makalah.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih .................................................. 3
B. Karakteristik Al-Muhkan dan Al-Mutasyabih...................................... 7
C. Perbedaan Ulama Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih...................... 7
D. Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabih .............................................. 8
E. Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih ................................ 10
F. Hikmah Adanya Ayat-ayat Muhkan Dan Mutasyabih ........................ 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
iii
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami
hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan pemahaman dalam
kebahasaan. Para ulama’ yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan
penelitian secara sesama terhadap nash-nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu
diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat Islam guna
memahami kandungan al-Qur’an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah
Ilmu muhkam wal Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan
pendapat ulama tentang adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara
yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak
berhubungan. Oleh karenanya, suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-
Qur’sn cukup penting kedududkannya. Sementara itu muhkam dan
mutasyabih adalah Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial dalam
sejarah penafsiran Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama
mengenai hakikat muhkam dan mutasyabih.
Rumusan Masalah
2. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih?
3. Apa saja karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
4. Bagaimana perbedaan pendapat para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal
Mutasyabih?
5. Apa sebab-sebab turunnya ayat Muhkan dan Mutasyabih?
6. Apa saja macam-macam ayat muhkan dan mutasyabih?
7. Apa saja hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih?
1
Tujuan Makalah
1. Mengetahui pengertian Muhkam dan Mutasyabih.
2. Mengetahui karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
3. Mengetahui perbedaan pendapat para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal
Mutasyabih.
4. Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Muhkan dan Mutasyabih.
5. Mengetahui macam-macam ayat muhkan dan mutasyabih.
6. Mengetahui hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih
2
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Muhkam secara bahasa berasal dari kata dasar َح َك َمyang mana Ibnu
Faris –rahimahullah- mengatakan:
الظ ْل ِم
ُّ َك اَ ْل ُح ْك ُم َوه َُو اَ ْل َم ْن ُع ِمن
َ ِ َوَأ َّو ُل َذل.ُ َوه َُو اَ ْل َم ْنع,اَ ْل َحا ُء َو ْالكَافُ َو ْال ِم ْي ُم َأصْ ٌل َوا ِح ٌد
“Huruf al-Ha’, al-Kaf dan al-Mim adalah sebuah asal kata yang
bermakna larangan. Kata pertama yang berakar dari tiga huruf tersebut
adalah Hukum yang berarti melarang dari sebuah kedzhaliman.”
Dikatakan juga: “ ِهfِهُ ِم ْن ِخاَل فfُ َذا ِإ َذا َمنَ ْعتf”ح َك ْمتُهُ َعلَ ْي ِه بِ َك,
َ “aku menghukuminya
dengan begini, jika aku melarangnya untuk tidak menyelisihi sesuatu
tersebut”.
Maka makna hukum pada kalimat diatas adalah melarang, yaitu makna
secara bahasa. Dari sini pulalah tali yang mengikat kepala dan leher binatang
dinamakan dengan ٌ َح َك َمةatau tali kekang, karena berfungsi untuk melarangnya
bergerak agar terkendali.
3
artinya aku menguatkan sesuatu dan melarangnya dari kerusakan. Abu Hilal
al-‘Askariy –rahimahullah- berkata:
Maka al-Muhkam اَ ْل ُمحْ َك ُمsecara bahasa adalah bentuk isim maf’ul dari
َأحْ َك َمyang bermakna sesuatu yang dikokohkan atau dikuatkan atau
disempurnakan.
Al-Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata dasar بهff شyang mana
dikatakan oleh Ibnu Faris –rahimahullah- : اَل ِّشيْنُ َو ْالبَا ُء َو ْالهَا ُء َأصْ ٌل َوا ِح ٌد يَدُلُّ َعلَى تَ َشابُ ِه
َّ “bahwa huruf asy-Syin, al-Ba’ dan al-Ha’ satu dasar kata yang
ْيِئffالش
menunjukkan kemiripan sesuatu”.
قَا َل هللا، خَر لِ َما بَ ْينَهُ َما ِمنَ التَّ َشابُ ِه َع ْينًا َكانَ َأوْ َم ْعنًى
ِ َوال ُّش ْبهَةُ هُ َو َأ ْن اَل يَتَ َميَّ ُز َأ َح ُد ال َّشيَْئ ْي ِن ِمنَ اآْل
ُ { َوُأتُوا بِ ِه ُمتَ َشابِهَا } َأيْ يُ ْشبِهُ بَ ْع:تعالى
ًضهُ بَ ْعضًا لَوْ نًا اَل طَ ْع ُما َو َحقِ ْيقَة
4
3. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih Secara Istilah.
ف ْال َم َعانِي ْ وأما ال َمتَ َشابِهُ فَأصْ لُهُ أن يَ ْشتَبِهَ اللَ ْفظُ في الظَا ِه ِر مع
ِ اختِاَل
Al-Muhkam Al-Mutasyabih
Sesuatu yang diketahui maksudnya baik apa saja yang hanya diketahui oleh
secara dzhahir atau ta’wil Allah seperti hari kiamat, keluarnya
dajjal dan huruf-huruf muqatta’ah
diawal-awal surat
adalah yang jelas maknanya ayat yang tidak jelas maknanya
sesuatu yang tidak memiliki sesuatu yang berkemungkinan lebih
kemungkinan ta’wil lebih dari satu dari satu penta’wilan
Apa saja yang termasuk ma’qulu al- Apa saja yang termasuk ghairu ma’quli
ma’na al-ma’na
Apa saja yang berdiri sendiri -tanpa Apa saja yang tidak berdiri sendiri dan
butuh yang lain sebagai penjelas- membutuhkan kepada yang lain –
sebagai penjelas-
Apa saja yang penta’wilannya sesuai Apa saja yang tidak dapat diketahui
dengan nash turunnya(teksnya). kecuali dengan ta’wil
Yang tidak berulang-ulang lafadznya Yang berulang-ulang lafadznya
Al-Faraid, janji dan ancaman Kisah dan permisalan
An-Nasikh, halal dan haram, hudud dan Mansukh, aqsam (sumpah) dan apa saja
faraid serta apa yang kita wajib yang kita wajib mengimaninya namun
5
mengimaninya dan mengamalkannya tidak untuk diamalkan.
Halal dan haram Selain halal dan haram
6
B. Karakteristik Al-Muhkan dan Al-Mutasyabih
Banyaknya perbedaan pendapat mengenai muhkan dan mutasyabih,
menyulitkan untuk membuat sebuah kriteria ayat yang termasuk muhkan dan
mutasyabih.
J.M.S Baljon mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat barwa yang
termasuk kriteria ayat-ayat muhkam adalah apabia ayat-ayat tersebut berhubungan
dengan hakikat (kenyataan). Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah yang
menuntut penelitian.
Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kriteria ayat-ayat muhkam dan
mutasyabih sebagai berikut :
1. Muhkam
a. Yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat yang lain
b. Ayat-ayat yang menghalalkan atau membatalkan ayat-ayat lain.
c. Ayat-ayat yang mengandung kewajiban yang harus diimani
dan diamalkan.
2. Mutasyabih
a. Yakni ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti
tibanya hari kiamat.
b. Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya dengan sarana bantu
baik dengan hadits atau ayat muhkam.
c. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam
ilmunya, sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rosululloh untuk
ibnu Abbas “Ya Alloh, karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai
agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya,” [3])
7
tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sebab lafadz mutasyabih itu
termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal
yang ghaib.
2. Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu
Abbas mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil
kecuali satu arah. Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat
dita’wilkan dalam beberapa segi, karena masih sama.[4])
3. Madzhab salaf, yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha
untuk mengimaninya dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya
kepada Allah SWT. Bagi kaum salaf, ayat – ayat mutasyabihat tidak
perlu dita'wilkan. Sebab yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT,
mereka hanya berusaha mengimaninya.
4. Madzhab khalaf, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa
ayat – ayat mutasyabihat harus ditetapkan maknanya dengan pengertian
yang sesuai dan sedekat mungkin dengan dzat-Nya. Mereka
menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha berkuasa
menciptakan sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan
Allah) dalam Qs. Al-Fajr: 22, dita'wilkan dengan kedatangan perintah-
Nya. [5])
8
b. Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu
luas. Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas,
terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 3:
َ اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثن َٰى َوثُاَل
ث َو ُربَا َع َ طَ َوِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل تُ ْق ِسطُوا فِي ْاليَتَا َم ٰى فَا ْن ِكحُوا َما
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil
terhadap anak yatim, lalu mengapa disuruh menikahi wanita yang baik-baik,
dua, tiga atau empat. Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat
tersebut terlalu singkat.
2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat
Allah SWT, sifat-sifat hari kiamat, surga, neraka, dan sebagainya.
Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh pikiran manusia.
3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima
aspek, sebagai berikut:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus.
Contohnya, ayat 5 surah At-Taubah:
فا قتلوا المشر كين حيث وجد تموهم (التو بة:
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian
temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.
b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan
kewajiban agama atau kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
):واقم الصلوة لذ كر ى (طه
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.
Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar
dapat mengingatkan kepada Allah SWT.
c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu
perbuatan. Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:
):يايها الذين امنوا اتقوا هللا حق تقاته (ال عمران
9
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
sebenar-benar taqwa kepada-Nya”.
Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-
benar itu.
d. Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik
rumah, dalam ayat 189 surah Al-Baqarah:
):وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة
Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga
samar”.
Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.[6])
10
tanpa ada sebabnya. Dibawah ini ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat
muhkan dan mutasyabih, diantaranya adalah :
1. Muhkam
a. Jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat,
maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian
ayat yang jelas.
b. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan
bahasa Arabnya lemah. Sebab arti dan maknanya sudah cukup
terang dan jelas.
c. Memudahkan manusia mengetahui arti , maksud dan
menghayatinya.
d. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati dan
mengamalkan isi al-Qur'an sebab ayatnya mudah dimengerti dan
dipahami.
e. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam
mempelajari isinya.
f. Mempercepat usaha tahfidzul Qur'an.[8])
2. Mutasyabih
a. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan
padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi
manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa
Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari
sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
b. Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai
kandungan Al-Quran sehingga kita akan terhindar dari taklid,
membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
c. Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang lebih banyak
untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi
orang yang mengkajinya.
d. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk
memahaminya diperlukan cara penafsiran antara satu dengan yang
11
lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu seperti ilmu bahasa,
gramatika, ma’ani, ushul fiqh dan sebagainya.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan
keterangan dari ayat-ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang
belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau
maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya
Allah yang mengetahuinya
Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan
demikian. Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil
Qur’an menyatakan bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3
hal, yaitu sebagai berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja, kesamaran dari aspek
maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat
Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan
dan amal karena pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-
Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan
petunjuk bagi manusia
B. Saran
Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul
Qur’an lebih mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
13
DAFTAR PUSTAKA
14