Anda di halaman 1dari 8

Nama : Dewa Ayu Kartika Chandra Dewi

NIM : P07134122018

Kelas : IIA

Sejarah Perkembangan Sosiologi

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan jika dimaknai secara terpisah, dapat diartikan dari kata dasar ilmu. Ilmu
serapan bahasa arab “alama” yang memiliki makna pengetahuan. Menurut Oxford Dictionary, ilmu
adalah aktivitas berfikir yang meliputi tentang sistematika, perilaku dan struktur. Sementara ilmu
dalam perspektif bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang bidang tertentu yang dibuat secara
sistematis. Jika dipandang secara holistik, maka ilmu adalah kumpulan pengetahuan berdasarkan
sumber dan teori yang telah disepakati secara bersama. Jika ilmu dan pengetahuan digabung, maka
secara sederhana dapat disimpulkan sebagai ilmu yang menyelidiki, meningkatkan, menemukan demi
tujuan memberikan pengertian kepada para pembacanya. Dimana manusia itu sendiri memiliki rasa
penasaran sebagai bentuk kebutuhan.
B. Pengelompokkan Ilmu Pengetahuan
Ilmu penetahuan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1. Berdasarkan objeknya
 Matematika
Ilmu yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya hanya menurut
besarnya. Jadi mengadakan abstraksi barang-barang itu. Ilmunya dijabarkan secara
logis berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma). Termasuk di dalamnya
adalah: ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar dan sebagainya.
 Pengetahuan Alam
Ilmu yang mempelajari barang-barang menurut keadaanya di alam kodrat
saja, terlepas dari pengaruh manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa
yang terjasi di dalam alam, jadi terperinci lagi menurut obyeknya. Termasuk di
dalamnya adalah: ilmu alam, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu hayat dan sebagainya.
 Perilaku
Sementara yang dimaksud sebagai perilaku disini menonjolkan pada sikap
ilmiah yang mana manusia memiliki rasa penasaran tinggi. Berawal dari rasa
penasaran tinggi inilah yang akan mencari solusi. Hasil solusi itulah yang nantinya
dapat menciptakan sebuah perilaku.
 Kerohanian
Ilmu yang mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia memegang peranan
yang menentukan. Yang dipandang bukan barang- barang seperti di alam dunia,
terlepas dari manusia, melainkan justru sekadar mengalami pengaruh dari manusia.
Termasuk misalnnya: ilmu sejarah, ilmu mendidik, ilmu. hukum, ilmu ekonomi, ilmu
sosiologi, ilmu bahasa dan sebagainya.
2. Berdasarkan Sifatnya
 Eksak
a) Teknik Sipil
b) Teknik Mesin
c) Arsitektur
d) Matematika
e) Teknik Industri
f) Ilmu Keperawatan
g) Pendidikan Kedokteran Gigi
h) Kedokteran
i) Teknologi Informasi
j) Teknik Gambar
 Non Eksak
a) Akuntansi
b) Psikologi
c) Ilmu Komunikasi
d) Hubungan Internasional
e) Sosiologi
f) Ilmu Hukum
g) Bimbingan Konnseling
h) Ilmu Politik

Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu eksak identik dengan
rumus dan perhitungan angka pasti, sedangkan non eksak lebih condong ke berbagai teori dan
tidak terdapat perhitungan-perhitungan angka di dalamnya. Namun ilmu non eksak bukan
berarti tidak ada kepastian di dalamnya walaupun tidak membahas perhitungan pada ilmu
tersebut, contohnya dalam ilmu bahasa, kita akan menemukan beberapa aturan-aturan pasti
yang harus dipenuhi walaupun ataura-aturan tersebut bukan merupakan ilmu perhitungan.

3. Berdasarkan Penerapannya
 Ilmu Pengetahuan Murni
Ilmu murni (pure science) merupakan suatu ilmu yang bertujuan mendalami
teori untuk memajukan atau memperkaya khazanah ilmu tersebut. Contoh, seseorang
ingin menguji kebenaran sebuah teori, setiap perubahan-perubahan yang terjadi
dalam masyarakat akan menimbulkan pertentangan yang mengakibatkan
terganggunya keseimbangan masyarakat. Berdasarkan teori itulah seseorang
melakukan sejumlah penelitian untuk membuktikan kebenaran teori tersebut. Hasil
dari penelitian itu akan menghasilkan suatu ilmu yang termasuk ilmu murni atau pure
science.
 Ilmu Pengetahuan yang Diterapkan
Ilmu terapan (applied science) merupakan ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis, sehingga dapat dirasakan
manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Misalnya, akhir-akhir ini di Indonesia
disibukkan dengan bencana gempa dan gelombang tsunami yang melanda di
sebagian besar wilayahnya. Mulai Aceh, Lampung, Ciamis, Cilacap, Bantul,
Singaraja, bahkan Minahasa. Akibatnya, ketenangan masyarakat menjadi terganggu,
rasa ketakutan menyelimuti hampir seluruh warga pesisir pantai. Oleh karena itulah
para geologi, ahli demografi, dan pengamat gempa bekerja sama mencari penyebab-
penyebab terjadinya gempa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut berbagai saran dan
solusi disebarluaskan kepada masyarakat luas sebagai upaya antisipasi dan diajukan
kepada pemerintah supaya masalah tersebut ditindaklanjuti.
C. Latar Belakang Sosiologi
Sebelum kita melihat sejarahnya, ada baiknya kita lihat dulu apa itu sosiologi. Secara umum,
sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Kalau dari asal katanya, sosiologi berasal dari
bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan atau teman. Sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan.
Kata Sosiologi pertama kali dipakai oleh August Comte orang Prancis pada Tahun 1838. la adalah
orang pertama yang memakai istilah ini dalam bukunya "Cours De Philosophic Positive" sehingga
umumnya ia dianggap sebagai Bapak Sosiologi. Meskipun berdiri sebagai suatu disiplin ilmu mandiri
kurang dari 200 tahunan, namun sebenarnya pemikiran tentang masyarakat dan kemasyarakatan sudah
muncul sejak jamannya Plato. Berikut merupakan ciri-ciri utama sosiologi :
1. Bersifat Empiris
Sosiologi memiliki ciri Empiris, artinya ilmu yang diperoleh berdasarkan observasi, sesuai
akal sehat, sesuai fakta, serta tidak menghasilkan sesuatu yang bersifat spekulatif.
2. Teoritis
Sosiologi memiliki ciri Teoritis, artinya sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang selalu
berusaha menyusun kesimpulan (abstraksi) dari hasil observasi. Abstraksi atau kesimpulan ini
digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3. Kumulatif
Sosiologi juga memiliki ciri kumulatif, artinya disusun atas teori-teori yang sudah ada atau
memperbaiki, memperluas, serta memperkuat teori-teori terdahulu.
4. Bersifat Non Etis
Ciri Sosiologi yang terakhir, yaitu non etis, artinya tidak mempermasalahkan baik buruknya
sesuatu, tetapi menganalisis sebab akibat dan menjelaskannya secara mendalam.
D. Sifat Hakikat Sosiologi
1. Sosiologi merupakan ilmu sosial
Sosiologi bukan merupakan Ilmu Pengetahuan Alam, juga bukan merupakan Ilmu
Kerohanian.
2. Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan yang kategoris
Sosiologi bukan merupakan ilmu yang normatif. Ini berarti, sosiologi membatasi
pembahasan yang pada apa yang tengah terjadi, bukan pada apa yang akan terjadi, juga bukan
pada sesuatu yang seharusnya terjadi.
3. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science), bukan merupakan ilmu
pengetahuan terapan (applied science)
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang bertujuan untuk mengembangkan serta
meningkatkan mutunya dipergunakan dalam masyarakat.
4. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak
Sosiologi melakukan pengamatan terhadap bentuk serta pola yang terjadi dalam
masyarakat, bukan merupakan wujud konkret.
5. Sosiologi adalah ilmu yang rasional, dan terkait dengan metode yang digunakannya
Sosiologi tidak berlawanan dengan akal sehat serta kenyataan yang ada, serta dalam
penelitiannya menggunakan metode-metode sosiologi.
6. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, bukan ilmu pengetahuan khusus
Sosiologi mempelajari gejala umum yang terjadi pada masyarakat, yang merupakan
objek studi dari Sosiologi itu sendiri. Gejala umum yang dipelajari lebih ditekankan pada
interaksi yang terjadi.
E. Sejarah Teori-Teori Sosiologi
a) Pada Masa Auguste Comte (1798-1853)
Auguste Comte melihat bahwasannya perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat saat itu tidak saja bersifat positif, namun juga memberikan adanya dampak
negatif. Salah satu contohnya adalah terjadinya konflik antarkelas social dalam masyarakat
dikarenakan hilangnya norma atau pegangan bagi masyarakat untuk bertindak (yang dalam
bahasa sosiologi disebut dengan Anomie). Menurutnya, konflik tersebut terjadi karena
masyarakat tidak mengetahui cara mengatasi perubahan akibat revolusi yang berlangsung dan
hukum-hukum apa yang bisa dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat yang baru.
Atas dasar fenomena tersebut, Comte menyaarankan agar penelitian mengenai
masyarakat lebih ditingkatkan dan menjadi ilmu yang berdisi sendiri. Comte
mengimaninasikan adanya suatu hukum yang dapat mengatur gejala-gejala social, yang
disebut sosiologi, sehingga ia terkenal sebagai Bapak Sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan
dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy yang
diterbitkan dalam tahun 1838.
Comte menyusun suatu sistematika dari filsafat sejarah dalam kerangka tahap-tahap
pemikiran yang berbeda. Menurutnya, ada tiga tahap perkembangan intelektual, yaitu :
1. Tahap Teologis/Fiktif: manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara
teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa atau roh dewa-dewa. Penafsiran ini penting untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk melindungi dirinya dar faktor-
faktor yang tak terduga timbulnya.
2. Tahap Metafisik: manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala fisik terdapat
kekuatan atau inti tertentu yang dapat diungkapkan. Manusia masih terikat oleh
cita-cita tanpa verifikasi karena adanya kepercayaan terhadap realitas tertentun dan
tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam
3. Tahap Positif/Realitas: manusia telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada
fakta-fakta yang disajikannya atas dasar observasi dan dengan menggunakan
rasionya, untuk berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan
yang terdapat antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu
pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.

Suatu ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila memusatkan


perhatiannya pada gejala-gejala yang nyata dan konkret, tanpa ada halangan dari
pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan demikian, ada kemungkinan untuk memberikan
penilaian terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur sejauh mana
ilmu tadi dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Hierarki ilmu pengetahuan menurut
tingkat pengurangan generalitas dan penambahan kompleksitasnya adalah: Matematika,
Astronomi, Fisika, Kimia, Biologi dan Sosiologi.

Hal yang menonjol dari sini adalah penilaiannya terhadap sosiologi yang merupakan
ilmu pengetahuan paling kompleks dan akan berkembang dengan sangat pesat. Sosiologi
merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Comte membedakan
sosiologi menjadi :

 Sosiologi Statis: semacam anatomi sosial yang mempelajari tatanan sosial, aksi-aksi
dan reaksi timbal balik dari sistem-sistem sosial
 Sosiologi Dinamis; mengkaji mengenai kemajuan dan perubahan sosial, dimana
masyarakat menunjukkan adanya perkembangan menuju suatu kesempurnaan
Ia menyatakan bahwa hubungan antara statika dan dinamika merujuk pada konsep order
bahwa semua gejala sosial saling berkaitan dan tidak dapat dimengerti secara terpisah, tetapi
harus dilihat sebagai satu kesatuan yg saling berhubungan didasarkan pada observasi dan
klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi,
b) Masa Sesudah Auguste Comte
1. Herbert Spencer (1820 – 1930)
Walaupun Comte yang memunculkan istilah sosiologi, namun istilah
tersebut dipopulerkan oleh Herbert Spencer dalam bukunya yang berjudul Priciples
of Sociology pada tahun 1876. Didalam buku tersebut, spencer mengembangkan
system penelitian mengenai masyarakat dimana ia menerapkan teori evolusi organic
pada masyarakat secara luas bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat
primitive ke masyarakat industry.
Ia berpendapat bahwa kemajuan organisme dari jenis rendah ke tinggi
adalah jenis kemajuan dari keseragaman struktur. Ia juga mempertahankan pola
sebab akibat dalam memandang suatu masalah, misalnya dalam kaitannya dengan
perilaku masyarakat manusia maupun semua hal yang berasal dari alam.
2. Karl Marx (1818 – 1883)
Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai
kelas sosial yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul The Communist Manifest
yang ditulis bersama Friedrich Engels. Marx berpandangan bahwa sejarah
masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx
perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang
berbeda, yaitu kelas borjuis (majikan) terdiri dari orang-orang yang menguasai alat
produksi dan kelas proletar (buruh) yang tidak memiliki alat produksi dan modal
sehingga menjadi kelas yang dieksploitasi oleh kelas borjuis (majikan).
Menurut Marx, suatu saat kelas proletar akan menyadari kepentingan
bersama dengan melakukan pemberontakan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas
(komunis). Pemikiran tentang stratifikasi dan konflik sosial berpengaruh terhadap
pemikiran perkembangan sosiologi khususnya terkait dengan kapitalisme, untuk
menciptakan masyarakat yang adil, sama rata sama rasa, dan terhindar dari segala
bentuk eksploitasi.
3. Emile Durkheim (1858 – 1917)
Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim
mengembangkan metode sosiologi dalam bukunya Rules of Sociology Method, yaitu:
a. Sosiologi harus bersifat ilmiah dimana fenomena-fenomena sosial harus
dipelajari secara objektif dan menunjukkan sifat kausalitasnya
b. Sosiologi harus memperlihatkan karakteristik sendiri yang berbeda
c. Menjelaskan kenormalan patologi
d. Menjelaskan masalah sosial secara “sosial” pula
e. Menggunakan metode komparatif secara sistematis
Selain itu, dalam bukunya The Division of Labour Society, Durkheim melihat
bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas dengan membedakan dua
tipe utama solidaritas yaitu:
a. Solidaritas mekanis; biasanya ditemui pada masyarakat sederhana,
didasarkan pada persamaan, hati nurani, akal, dan hukum
b. Solidaritas organis; ditandai dengan adanya saling ketergantungan antar
individu atau kelompok lain dan tidak lagi sendiri memenuhi kebutuhannya
Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat (diferensiasi atau spesialisasi)
semakin berkembang sehingga solidaritas mekanis akan berubah menjadi solidaritas
organis.
4. Max Weber (1864 – 1920)
Karya penting dari Weber berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of
Capitalism yang berisi hubungan antara Etika Protestan dalam hal ini Sekte
Kalvinisme dengan munculnya perkembangan kapitalisme. Menurut Weber, ajaran
Kalvinisme mengharuskan umatnya untuk bekerja keras dengan harapan dapat
menuntun mereka ke surga dengan syarat bahwa keuntungan dari hasil kerja keras
tidak boleh untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi lainnya. Hidup sederhana dan
melarang segala bentuk kemewahan menjadikan para penganut agama ini semakin
makmur karena keuntungan yang dihasilkan ditanamkan kembali menjadi modal.
Dari sinilah menurut Weber kapitalisme di Eropa berkembang pesat.
Selain itu, Weber memandang bahwa hanya individu-individu sajalah yang
riil secara obyektif, dan masyarakat adalah satu nama yg menunjukan pada
sekumpulan individu yang menjalin hubungan. Pandangan beliau tentang tindakan
sosial inilah yang kemudian menjadi acuan dikembangkannya teori sosiologi yang
membahas interaksi sosial.
F. Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Pada mulanya,belum pernah dipelajari teori-teori formal mengenai sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan namun,banyak yang telah memasukkan unsur-unsur sosiologi kedalam ajaran-ajarannya.
Akan tetapi secara tidak langsung dituangkan dalam berbagai ajaran dan karya pujangga Nusantara.
Misalnya,ajaran “Wulan Reh” yang ditulis oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Keraton Surakarta.
Didalamnya diajarkan tentang pola-pola hubungan antara anggota-anggota masyarakat Jawa dari
kalangan yang berbeda. Hal yang sama juga terjadi pada Ki Hajar Dewantoro,seagai peletak dasar –
dasarpendidikan nasional di Indonesia yang secara tidak langsung sebagai peletak dasar konsep
sosiologi.
Unsur-unsur sosiologi tidak digunakan hanya dalam suatu ajaran atau teori yang murni
sosiologis akan tetapi,sebagai landasan untuk tujuan lain yaitu ajaran tata hubungan antar manusia dan
pendidikan. Sebelum perang dunia kedua yang menjadi pusat perhatian misalnya tulisan Snouck
Hurgronje dan lainnya. Maka didalamnya terdapat unsur-unsur sosiologis yang dipergunakan untuk
mengupas secara ilmiah dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Bahwa,sosiologi
dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain,sosiologi pada
saat itu belu dianggap cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu
pengetahuan,terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Pada tahun 1934/1935 Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta merupakan satu-satunya lemabga
perguruan tinggi yang sebelum perag dunia kedua memberikan mata kuliah sosiologi. Dan hanya
sebagai pelengkap bagi pelajaran ilmu hukum. Namun,beberapa waktu mata kulia sosiologi itu
ditiadakan mereka berpandangan bahwa yang dibutuhkan itu ialah hukum positif yaitu peraturan-
peraturan yang berlaku dengan sah pada suatu waktu dan pada tempat tertentu. Di tingkat
perkembangan sosiologi dimana teori yang diutamakan sedangkan ilmunya belum dianggap penting
untuk dipelajari sendiri,maka tidak dapat diharapkan bahwa berkembangnya penelitian sosiologis yang
mencoba menemukan kenyataan-kenyataan sosiologi dalam masyarakat Indonesia.
Setelah perang dunia kedua tepatnya setelah proklamasi kemerdekaan diproklamirkan untuk
pertama kalinya Prof. Mr. Soenario Kolopaking memberikan kuliah sosiologi pada tahun 1948 di
Akademi ilmu Poliitik di Yogyakarta yang kemudian dilebur menjadi Universitas Negeri Gajah Mada
Yogyakarta. Sosiologi diajarkan sebagai ilmu pengetahuan dalam jurusan ilmu pemerintahan dalam
negeri, hubungan luar negeri,dan publistik. Pada tahun 1950 ada beberapa orang yang memperdalam
ilmu sosiologi sehingga menjadi cikal bankal tumbuhnya sosiologi di Indonesia. Beberapa ilmuwan
sosial menerbitkan sebuah buku Sosiologi Indonesia yang ditullis oleh Mr. DJody Gondokusumo yang
memuat pengertian dasar sosiologi secara teoritis dan bersifat filsafat. Bukan hanya itu,setelah revolusi
fisik,sekitar tahun 1950 terbit untuk kedua kalinya nuku sosiologi karya Barsono. Selanjutnya Hasan
Shadily menulis sebuah buku yang berjudul “Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia” yang memuat
kajian sosiologi modern.
Telah jelas bahwa perkembangan sosiologi di Indonesia pada mulanya hanya dianggap
sebagai ilmu pelengkap saja. Akan tetapi dengan berdirinya perguruan tinggi di negeri ini, sosiologi
memegang peranan yang sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang
berkembang.

Anda mungkin juga menyukai