Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ANALISIS INFORMASI KEUANGAN

“ANALISIS BIAYA-VOLUME LABA”

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Anwar Ramli SE, M.Si

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
Muftihaturrahma Salim (200903501011)
Presley Simak Pampang (200903501013)
Adinda Karenina Ismail (200903501020)
M. Rizqy Al Mufarrid (200903501029)

MANAJEMEN KEUANGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalahnya
tepat waktu.  Berikut ini Penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Analisis Biaya-Volime Laba” yang menurut kami dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita untuk mempelajari Ilmu tersebut.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Anwar Ramli SE, M.Si
selaku dosen pengampu Mata Kuliah Analisis Informasi Keuangan yang
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang selalu ada membantu dalam hal
mengumpulkan data data dalam pembuatan makalah ini.
Dari sinilah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
pemakluman bila mana isi makalah ini terdapat tulisan yang kurang sempurna dan
kurang berkenan di mata Pembaca.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca terutama Penulis.

Makassar, April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….
A Latar Belakang…………………………………………………………......
B Rumusan Masalah……………………………………………………….
C Tujuan………………………………………………………………….......
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..

A. Penentuan Tingkat Break Even……………………………………………..


B. Target Laba dan Pendapatan Penjualan……………………………………..
C. Grafik Break Even…..………………………………………………………
D. Grafik Laba per Unit……..……………………………………………………
E. Anggapan dan Keterbatasan...
…………………………………………………..
F. Margin of Safety………………………………………………….…………
G. Perubahan berbagai Faktor……………………………………..…………...
H Analisis Break Even dan Keputusan Manajemen……………………………..
I. Analisis Break Even dan Keputusan Menutup
Usaha……………………………
J. Risiko dan Ketidakpastian…………………………………………………...
K. Analisis sensitivitas dan Biaya-Volume-Laba………………………………
BAB III PENUTUP………………………………...…………………………...
A. Kesimpulan dan saran………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini Perusahaan dituntut untuk mempertahankan kegiatannya,
sehingga perusahaan harus unggul dalam persaingan dan juga mendapatkan laba
yang maksimal, karena pada umumnya tujuan perusahaan adalah mendapatkan
laba yang tinggi. Laba merupakan ukuran yang penting yang menjadi kekuatan
bagi perusahaan. Laba adalah selisis jumlah antara jumlah penerimaan dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba
adalah harga jual, biaya dan volume penjualan. Unsur-unsur ini dapat
dikombinasikan menjadi laba yang diinginkan perusahaan secara optimal.
Agar perusahaan dapat bertahan di dalam persaingan dunia usaha. Oleh
karena itu, perusahaan perlu melakukan perencanaan bagi perusahaannya. Salah
satunya adalah perencanaan laba yang baik. Perencanaan laba harus diatur
sedemikian rupa oleh para manajer perusahaan. Analisa membantu dalam
pengambilan keputusan strategis dan rencana jangka panjang, termasuk dalam
pengambilan keputusan tentang konsep produk dan penetapan harga. Analisis
biaya-volume-laba sering disebut sebagai analisis titik impas atau analisis break-
even, hal ini kurang tepat karena analisis impas hanyalah salah satu bagian dari
analisa biaya-volume-laba. Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui pada
tingkat volume penjualan berapa, pendapatan akan sama besarnya dengan total
biaya yang dikeluarkan, sehingga perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak
menderita kerugian. Analisis ini juga dapat membantu manajemen dalam
perencanaan laba.
Perencanaan laba yang dilakukan oleh para manajer ditujukan untuk
mendapatkan laba yang maksimal dan menjadi bagian strategi perusahaan.
Dengan menggunakan analisa biaya- volume – laba para manajer terbantu untuk
merencanakan laba, karena analisa ini memberikan perkiraan tingkat volume
penjualan, biaya-biaya yang dikeluarkan dan harga jual produk. Analisa biaya –
volume – laba juga membantu manajer untuk dapat menargetkan dan merencakan
jumlah penjualan produk agar memperoleh keuntungan tertentu
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penentuan tingkat Break Even
2. Bagaimana model grafik Break Even
3. Bagaimana perubahan berbagai factor
4. Bagaimana analisis Break Even dan Keputusan Manajemen
5. Bagaimana risiko dan Ketidakpastian
6. Bagaimana analisis sensitivitas dan biaya-volume-laba
C. Tujuan Masalah
1. Memahami penentuan tingkat Break Even
2. Memahami model grafik Break Even
3. Memahami perubahan berbagai faktor
4. Memahami analisis Break Even dan Keputusan Manajemen
5. Memahami risiko dan Ketidakpastian
6. Memahami analisis sensitivitas dan biaya-volume-laba
BAB 2
PEMBAHASAN
Salah satu fungsi manajemen adalah planning atau perencanaan, dan
perencanaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu
perusahaan karena akan mempengaruhi secara langsung terhadap faktor
kelancaran maupun keberhasilan manajemen dalam mencapai tujuan, Oleh karena
itu, kelancaran atau keberhasilan suatu perusahaan akan sangat tergantung pada
kemampuan manajemen dalam membuat rencana kegiatan masa mendatang. Agar
dapat membuat perencanaan yang baik, manajemen harus mampu melihat
kemungkinan dan kesempatan yang akan datang. Manajer harus merencanakan
berbagai cara yang harus ditempuh untuk manghadapi kemungkinan-
kemungkinan dan kesempatan masa yang akan datang.
Dengan adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas
manajemen itu sendiri, karena semua kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan dan perencanaan itu sendiri dapat
digunakan sebagai dasar untuk malakukan pengawasan ferhadap kegiatan
perusahaan, sehingga dengan perencanaan yang bak maka akan memungkinkan
manajemen untuk bekerja lebih efektip.
Tujuan perusahaan pada umumnya adalah untuk memperoleh laba dan
besar kecilnya laba yang dicapai merupakan ukuran kesuksesan manajemen dalam
mengelola perusahaannya. Oleh karena itu manajemen harus mampu
merencanakan dan sekaligus mencapai laba yang - besar agar dapat dinilai sebagai
manajemen yang sukses. Perencanaan perusahaan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain dengan program budgel atau anggaran. Anggaran adalah
perencanaan jangka pendek (biasanya satu tahun) yang dinyatakan dalam satuan
rupiah, berisi taksiran penghasilan yang harus diperoleh dan biaya-biaya yang
akan terjadi dalam satu tahun mendatang.
Untuk dapat mencapai laba yang besar (dalam perencanaan maupun
realisasinya) manajemen dapat melakukan berbagai langkah, misalnya: :
a. Menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan
mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan yang ada.
b. Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang
dikehendaki.
c. Meningkatkan volume penjualan sedemikian rupa sehingga dapat
mencapai target atau anggaran yang sudah ditetapkan.
Tetapi perlu diingat dan diperhatikan bahwa ketiga langkah tersebut dapat
dilakukan secara terpisah-pisah atau sendiri-sendiri karena ketiganya (biaya, harga
jual, volume) mempunyai hubungan yang erat atau bahkan saling berkaitan. Biaya
akan menentukan harga jual, harga jual akan mempengaruhi volume penjualan,
volume penjualan akan mempengaruhi volume produksi dan volume produksi
akan mempengaruhi biaya per unit, Perubahan salah satu faktor akan
mempengaruhi laba yang akan dicapai dan informasi tersebut tidak nampak dalam
program anggaran, karena budget biasanya hanya merencanakan laba untuk
tingkatan kegiatan atau kapasitas tertentu. Oleh karena itu, penggunaan anggaran
akan lebih bermanfaat bagi manajémen apabila disertai dengan tehnik-tehnik
perencanaan atau analisis yang lain.
Cost-profi-volume analysis dapat membantu menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan jumlah penjualan yang diperlukan untuk mendapatian sejumish
laba tertentu. Uniuk mengetahui besarnya laba tertentu perlu diadakan analisa
terhadap keterhubungan (relationship) antara laba tersebut dengan biaya, volume
penjualan, harga jual. Bahkan bagi perusahaan yang memproduksi atau
memperdagangkan lebih dari satu macam barang, analisa biaya-volume-laba akan
lebih atau memperdagangkan lebih dari satu macam barang juga perlu
menganalisa mengenai pengaruh komposisi penjualan terhadap laba.
Sihombing, S. B. (2013) menyatakan bahwa Break Even Point adalah
salah satu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, keuntungan dan volume penjualan dan merupakan teknik untuk
menggabungkan, mengkoordinasikan, menafsirkan data dan distribusi untuk
membantu manajemen dalam pengambilan keputusan. Analisa break even yang
merupakan salah satu bentuk analisis biaya-volume-laba mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan program anggaran, walaupun analisis break even dapat
diterapkan dengan data historis, tetapi sangat berguna bagi manajemen kalau
dapat diterapkan pada data taksiran atau data anggaran. Titik break even atau titik
pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan =
total biaya). Tetapi analisa break even tidak hanya semata-mata untuk mengetahui
suatu tingkat penjualan dalam keadaan break even, tetapi metoda analisa tersebut
mampu memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, seria
hubunganya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat-tingkat
penjualan yang bersangkutan.
A. PENENTUAN TINGKAT BREAK EVEN
Untuk dapat menentukan tingkat break even, maka biaya yang terjadi
harus dapat dipisahkan secara tepat menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
Tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tidak berubah dalam range output
tertentu, tetapi untuk setiap unit produksi berubah-ubah berbalik arah dengan
tingkat produksi. Semakin besar hasil produksi, maka biaya tetap per unit akan
semakin kecil, sebaliknya semakin sedikit hasil produksi maka biaya tetap pers
unit akan semakin besar. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan
naik turun sebanding dengan hasil produksi atau volume kegiatan, tetapi untuk
seliap unit produk akan selalu sama. Pemisahan biaya variabel dan biaya tetap
dalam praktek biasanya bukan merupakan masalah yang mudah. Jenis biaya semi
variabel atau semi tetap dalam analisa break even perlu dipisahkan lebih dahulu
menjadi biaya variabel dan biaya tetap dengan menggunakan metode tertentu. Bila
biaya dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel, maka titik break
even dapat ditentukan dengan formula:
Revenue = Variabel Cost + Fixed Cost
Untuk menentukan tingkat break even, diberikan ilustrasi perusahaan “Eka Jaya &
Co” yang memproduksi barang-barang “X” yang mempunyai kapasitas produksi
240.000 unit dan data budget untuk tahun 2002 nampak pada gambar 1
250X = 130X + Rp18.000.000
120X = 18.000.000
X = 150.000
BEP = 150.000 unit,
Hasil penjualan dikurangi dengan biaya variabel merupakan sisa atau margin yang
tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. Ditinjau dari satuan produk yang
dijual, maka setiap unit barang mamberikan sumbangan atau constribution margin
yang sama besarnya untuk menutup biaya tetap dan laba. Dalam keadaan brek
even laba adalah nol, maka dengan membagi jumlah biaya tetap dengan margin
per unit barang akan diperoleh jumlah unit barang yang harus dijual sehingga
perusahaan tidak menderita rugi maupun memperoleh laba. Dengan demikian
untuk menentukan jumlah penjualan minimal yang harus dicapai agar perusahaan
mencapai break even dapat pula ditentukan dengan formula sebagai berikut :
Biaya tetap
Break even (dalam unit) =
Marginal income per unit

Dengan menggunakan data pada perusahaan “Eka Jaya & Co” maka jumlah
barang yang harus di jual agar perusahaan mencapai break even adalah :
Rp .18 .000 .000,00
=150.000 unit
Rp . 250,00−Rp . 130,00
Budget Laba-Rugi dari perusahaan “Eka Jaya & Co” tersebutpada gambar 6-1
dapat diringkaskan sebagai berikut :
Penjualan ( 200.000 @ Rp 250,000 ) = Rp 50.000.000,00 = 100%
Jumlah biaya variabel Rp 26.000.000,00 = 52%
Marginal income Rp 24.000.000,00 = 48%
Total biaya tetap Rp 18.000.000,00 = 36%
Laba Rp 6.000.000,00 = 12%
Gambar 1: Anggaran Pendapatan dan Biaya
Firma “Eka Jaya & Co”
Budget Rugi-Laba
Tahun 2002
Budget penjualan 200.000 @Rp 250 Rp 50.000.000
Budget biaya Tetap Variabel
Bahan langsung Rp 9.000.000
Tenaa Langsung Rp 10.000.000
Overhead pabrik Rp 7.000.000 Rp 3.000.000
Biaya administrasi Rp 6.000.000 Rp 1.000.000
Biaya distribusi Rp 5.000.000 Rp 3.000.000
Jumlah Rp 18.000.000 Rp26.000.000 Rp 4.000.000
Laba yang dibudgetkan Rp 6.000.000

Dari data budget tersebut dapat diketahui bahwa :


1. Setiap penjualan sebesar Rp 100.00 maka Rp 52.00 merupakan biaya
variabel (hasil penjualan yang diserap oleh biaya variabel), jika
perusahaan tidak berproduksi (berhenti) maka biaya variabel ini tidak akan
timbul, 52% adalah ratio antara biaya variabel dengan hasil penjualan yang
disebut “Variabel Cost Ratio”.
2. Setiap penjualan sebesar Rp 100,00 maka dapat digunakan untuk menutup
biaya tetap sebesar Rp 48,00 atau 48% biaya tetap ini akan selalu timbul
dalam jumlah yang tetap baik perusahaan berproduksi maupun tidak. 48%
merupakan ratio antara margin dengan penjualan atau marginal income
ratio.
Dalam keadaan break even laba perusahaan adalah nol, oleh karena itu dengan
membagi jumlah biaya tetap dengan marginal income ratio akan diperoleh tingkat
break even dalam rupiah, sehingga titik break even dalam rupiah soget ag dengan
formula:
Biaya Tetap
Break Even ( dalamrupiah penjualan )=
Marginal Income Ratio
Dengan data pada perusahaan “Eka Jaya & Co” tersebut dapat ditentukan tingkat
break evennya sebagai berikut :
Rp .18 .000 .000,00 Rp .18.000 .000,00
atau =Rp .37 .500.000,00
48 % 1−52 %
Marginal Income Ratio adalah ratio antara marginal income dengan hasil
penjualannya, sedangkan marginal income adalah selisih antara hasil penjualan
dengan biaya variabel, atau dengan cara lain marginal income ratio dapat
dituliskan sebagai berikut :
Hasil penjualan−Biaya Variabel
MR=
Hasil Penelitian
Biaya Variabel
¿ 1−
Hasil Penjualan
Dengan demikian untuk menentukan penjualan pada tingkat break even (dalam
rupiah hasil penjualan) dapat pula ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Biaya tetap
Break Even ( dalamrupiah hasil penjualan )=
Biaya Variabel

= 1- Penjualan

Dari data perusahaan Eka Jaya & Co tersebut, maka tingkat penjualan yang harus
dicapai agar perusahaan tidak menderita rugi maupun memperoleh laba adalah :
Rp 18.000.000
Rp .26.000 .000
1− =Rp 37.500.000
Rp .50.000 .000
Untuk menentukan jumlah satuan barang yang harus dijual agar perusahaan
mencapai break even dapat pula ditentukan dengan membagi hasil penjualan pada
tingkat break even dengan harga jual per unit barang tersebut :
Rp 37.500 .000
=150.000 unit
Rp 250
Titik break even untuk perusahaan Eka Jaya & Co dalam tahun 2002 sebesar Rp
37.500.000 atau 150.000 unit barang, berarti bahwa kalau 150.000 unit dengan
harga jual per unit Rp 250,00 perusahaan tidak akan memperoleh laba, tetapi juga
tidak akan menderita rugi.
B. TARGET LABA DAN PENDAPATAN PENJUALAN
Suatu pertanyaan yang perlu dipertimbangkan: Berapa banyaknya pendapatan
penjualan yang harus diperoleh agar diperoleh laba sebelum pajak sebesar
tertentu? Kalau perusahaan merencanakan laba tertentu berdasarkan hasil profit
analysis maka perusahaan harus mampu menjual lebih dari 150.000 unit dengar
harga Rp 250,00 per unit. Misalnya dalam tahun 2002 direncanakan laba sebesar
Rp1.800.000,00 maka penjualan yang harus dilakukan untuk mencapai laba
tersebut dapat ditentukan dengan formula:
Pendapatan = Biaya Variabel + Baya Tetap + Laba Diinginkan
250X = 130X + Rp18.000.000 + 1.800.000
120X = 19.800.000
X = 165.000
Penjualan = 165.000 unit.
= Rp41.250.000,00
Tingkat penjualan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula
contribution margin sebagai berikut
Rp 18.000 .000,00+ Rp18.000 .000,00
=Rp 41.250 .000,00
0,48
= 165.000 unit
Anggapan bahwa biaya tetap tidak berubah, rasio margin kontribusi dapat
digunakan untuk menentukan pengaruh perubahan pendapatan penjualan terhadap
laba. Untuk memperoleh perubahan laba dengan adanya perubahan penjualan,
dapat dengan mudah ditentukan dengan mengalikan rasio margin kontribusi
dengan perubahan penjualan, Misalnya penjualan turun dari Rp 41.250.000,00
menjadi Rp39.000.000,00 Berapa pengaruhnya terhadap laba? Penurunan
penjualan akan menyebabkan turunnya laba sebesar:
Rp 2.250.000,00 x 0,48 = Rp1.080.000,00 menjadi Rp 720.000,00. (1.800.000-
1.080.000)
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan perhitungan sebagai berikut:
Penjualan Rp
39.000.000,00
Biava tetap = Rp 18.000.000,00
Biava Variabel: 52% x Rp39.000.000,00 = 20.280.000,00
38.280.000,00
Rp 720.000,00

C. GRAFIK BREAK EVEN


Dalam penentuan titik break even dapat pula dilakukan dengan grafik atau
bagan, dengan grafik brek even manajement akan dapat mengetahui hubungan
antar biaya penjualan dengan volume penjualan dan laba. Disamping itu dengan
grafik break even manajement dapat mengetahui besarnya biaya yang tergolong
biaya tetap dan biaya variabel, dan dengan grafik break even dapat mengetahui
tingkat-tingkat penjualan yang masih menimbulkan kerugian dan tingkat-tingkat
penjualan yang sudah menimbulkan laba atau besarnya rugi atau laba pada suatu
tingkat penjualan tertentu.
Pembuatan grafik break even sebaikya digunakan kertas grafik sehingga
dapat diperoleh suatu titik break even atau titik lain yang diinginkan secara tepat.
Langkah pertama dalam menyusun grafik break even adalah menarik sumbu
horisontal diatas kertas grafik tersebut dari satu titik yang sama (mulai 0). Sumbu
vertikal menggambarkan jumlah biaya dan jumlah penghasilan sedangkan sumbu
horisontal menggambarkan volume penjualan atau produksi yang dapat
dinyatakan dalam satuan barang atau presentase. Langkah selanjutnya adalah
memasukkan data budget perusahaan “Eka Jaya & Co” tahun 2002 pada gambar
2.
Gambar 2 : Rincian Anggaran Penjualan dan Biaya

Dengan tabel tersebut pada gambar 2 dapat digambarkan grafik break even
nampak pada gambar 3 dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pertama-tama garis biaya tetap digambarkan sejajar dengan sumbu horisontal,
yang pada titik sejumlah Rp 18.000.000 pada sumbu vertikal.
2. Garis jumlah biaya digambarkan mulai dari titik biaya tetap pada sumbu
vertikal atau dengan menggambarkan biaya variabel dari titik biaya tetap
tersebut kekanan sampai pada jumalh Rp 49.200.000 yaitu pada jumlah biaya
pada kapasitas 100% (240.000 X Rp 130 + Rp 18.000.000)
3. Garis penjualan digambarkan mulai titik nol pada pojok kiri bawah menuju
pojok kanan atas atau sampai pada jumlah Rp 60.000.000 jumlah penjualan
pada kapasitas 100%
Gambar 3: Grafik Break Even

Dengan melihat grafik break even yang nampak pada gambar 3 dapat
diketahui bahwa titik break even terjadi pada suatu titik dimana terjadi
perpotongan antara garis penjualan dengan garis jumlah biaya, dari titik
perpotongan tersebut bila ditarik ke kiri diketahui tingkat penjualan (dalam
rupiah) minimal yang harus dicapai serta biaya yang terjadi, sedangkan apabila
ditarik kebawah diketahui jumlah penjualan (dalam unit) yang harus dicapai.
Informasi lain yang dapat diperoleh dari bagian tersebut yaitu tentang besarnya
laba atau rugi pada berbagai tingkat penjualan, misalnya pada tongkat penjualan
100.000 unit atau 200.000 unit maka dengan mudah dapat diketahui besarnya
kerugian atau laba dengan menarik garis jumlah biaya ke kiri dari tingkat
penjualan 100.000 unit dan 200.000 unit. Satu hal yang sulit untuk dapat diketahui
dari grafik break even gambar 3 adalah besarnya marginal income, yaitu selisih
antara penjualan dengan biaya variabel atau suatu jumlah yang tersedia untuk
menutup tetap dan biaya yang diinginkan. Untuk memenuhi kebutuhan informasi
tersebut maka grafik break even dapat digambarkan dengan cara lain yaitu jumlah
biaya tetap digambarkan di atas garis biaya variabel. Grafik break even dengan
informasi tentang marginal income nampak dalam gambar 4.
Gambar 4: Grafik Break Even

Grafik break even dapat pula digambarkan dengan lebih terperinci yaitu
dengan menunjukkan atau memecah biaya tetap dan biaya variabel menjadi lebih
terperinci, misalnya biaya variabel dapat diperinci menjadi biaya langsung, tenaga
kerja langsung, biaya pabrik tak langsung (overhead pabrik), biaya administrasi
dan biaya distribusi.
D. GRAFIK LABA PER UNIT
Gambar 5: Grafik Break Even Rinci

Grafi
k break even pada umumnya dibuat berdasarkan data lotal, baik untuk
penghasilan, biaya dan penjualan sehingga manajer tidak mengetahui data blaya
per unit, Biaya per unit akan naik turun sesuai dengan volume yang diproduksi,
semakin besar Volume Produksi akan semakin rendah biaya per unit. Hal ini
disebabkan sifat biaya tetap. Data biaya per unit sangat penting bagi manajemen
dalam penentuan harga jual maupun untuk tujuan-tujuan lain. Data Perusahaan
“Eka Jaya & Co” diatas dibuat table (gambar 6) maupun grafik laba per unit
(gambar 7)
Gambar 6: Rincian Anggaran Penjualan dan Biaya (dalam unit)

Grafik laba per unit (gambar 7) dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Buatlah sumbu horizontal dan vertikal seperti halnya dalam membuat grafik
break even sebelumnya.
b. Gambarkan biaya variable per unit sejajar dengan sumbu horizontal dimulai
pada angka Rp 130 sumbu vertikal, biaya variable per unit adalah sama
besarnya oleh karena itu garis biaya variable per unit nampak lurus
c. Gambarkan garis penjualan per unit sejajar sumbu horizontal mulai angka
Rp.250.00 pada sumbu vertikal, garis penjualan Nampak lurus karena harga
per unit tetap.
d. Gambarkan garis biaya tetap (jumlah biaya) dimulai pada volume 20.000 unit
dan pada ketinggian Rp.1.030.00 Sumbu vertikal. Biaya tetap per unit akan
turun dengan semakin besarnya volume penjualan. oleh karena itu garis biaya
tetap akan semakin turun dengan semakin besarnya volume produksi.
Gambar 7: Grafik Laba Per Unit

Dari grafik laba per satuan pada gambar 6-7 maupun tabelnya pada gambar 6-6,
manajemen akan memperoleh informasj tentang hubungan antara volume
penjualan, biaya dan laba per unit barang, manajemen memperoleh informasi
tentang besarnya biaya per unit berbagai tingkat penjualan / produksi serta
informasi tentang besamya rugi maupun laba untuk berbagai tingkat penjualan
tersebut dan jumlah. unit barang yang harus dijual agar perusahaan tidak
menderita rugi maupun laba.
E. ANGGAPAN DAN KETERBATASAN
Mudah tidaknya perhitungan atau penentuan titik break even baik dengan rumus
mathematik maupun dengan grafik, tergantung pada konsep-konsep yang
mendasari atau anggapan-anggapan yang digunakan dalam perhitungan tersebut.
Anggapan merupakan suatu konsep dasar atau pemikiran yang harus diterapkan
walaupun anggapan-anggapan tersebut mungkin tidak sesuai dengan kenyataan.
Dengan demikian semakin banyak anggapan yang digunakan (yang pada
umumnya tidak sesuai dengan kenyataan) akan banyak pula kelemahan yang
terdapat pada analisa tersebut. Pada umumnya konsep atau anggapan dasar yang
digunakan dalam analisa break even adalah sebagai berikut
a. Bahwa biaya harus dapat dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi dua bagian
yaitu biaya tetap dan biaya variabel dan prinsip variabilitas biaya dapat
diterapkan dengan tepat. Pada prakteknya untuk memisahkan biaya tetap dan
biaya variabel dengan tepat bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah,
karena ada beberapa biaya yang sifatnya banci, yaitu biaya Yang mempunyai
sifat variabel dan sifat tetap (merupakan biaya semi variabel dan semi tetap).
Terhadap biaya semi variabel ini haris dilakukan pemisahan menjadi unsur
tetap dan unsur variabel secara teliti baik dengan menggunakan pendekatan
analitis maupun pendekatan historis. Pendekatan analitis dilakukan dengan
meneliti setiap jenis atau unsur biaya satu persatu dan ditentukan sifatnya
dengan mengingat perlu tidaknya biaya yang bersangkutan dalam cara kerja
yang efisien. Sedangkan pendekatan historis memisahkan unsur tetap dan
unsur variabel berdasarkan angka-angka atau data biaya pada waktu yang
lampau, kemudian dari data tersebut dengan menggunakan metode-metode
tertentu diterapkan waktu-waktu yang akan datang.
b. Biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas umum.
Biaya tetap adalah merupakan biaya yang selalu akan terjadi walaupun
perusahaan berhenti beroperasi. Pada umumnya yang dapat berproduksi dalam
jumlah besar (tanpa melalui kapasitas penuh) akan dapat bekerja dengan
menekan biaya yang terjadi termasuk biaya tetapnya. Dengan demikian pada
batas-batas tertentu atau pada tingkat-tingkat kapasitas produksi atau kegiatan
tertentu biaya tetap akan mengalami perubahan. Oleh karena itu biaya tetap
akan kostan pada suatu kapasitas tertentu,
c. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proposionil (sebanding) dengan
perubahan volume penjualan dengan adanya sinkronisasi antara produksi dan
penjualan. Keadaan yang demikian dalam praktek jarang terjadi. misalnya
biaya variabel berupa barang mentah, semakin besar volume produksi berarti
pembelian bahan mentah dalam jumlah besar yang berarti akan diperoleh
potongan-potongan atau dapat dibeli dengan harga vang lebih murah.
d. Harga Jual persatuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan
barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga barang secara umum. Hal
yang demikian pun sulit ditemukan dalam kenyataan/praktek
e. Bahwa hanya ada satu macam barang yang diproduksi atau dijual atau jika
lebih dari satu macam maka kombinasi atau, komposisi penjualannya (sales
mix) akan tetap konstan,
Dengan adanya anggapan-anggapan tersebul maka dalam grafik break even, garis-
garis penjualan, jumlah biaya (baik biaya tetap maupun variabel), semua nampak
lurus karena semua perubahan dianggap sebanding dengan dengan volume
penjualan Di samping itu, analisa break even tidak dapat menunjukkan kepada
manajemen atau penganalisa tentang tingkat penjualan yang dapat diperoleh
keuntungan paling besar.
F. MARGIN OF SAFETY
Margin of safety atau tingkat kemanan adalah informasi tentang seberapa jauh
volume penjualan boleh turun dan yang dianggarkan namun perusahaan tidak
menderita rugi. Dengan kata lain margin of safety merupakan batas keamanan
bagi perusahaan dalam hal terjadi penurunan penjualan, berapapun penurunan
penjualan yang terjadi sepanjang dalam batas-batas tersebut perusahaan tidak akan
menderita rugi. Hubungan atau selisih antara penjualan yang dianggarkan dengan
penjualan pada tingkat break even merupakan tingkat keamanan (margin of
safety) bagi perusahaan dalam melakukan penurunan penjualan. Informasi margin
of safety dapat dinyatakan dalam rasio (persentase) antara penjualan menurut
anggaran dengan volume penjualan pada tingkat break even, atau persentase
(rasio) dari selisih antara penjualan yang di anggarkan dan penjualan pada tingkat
break even dengan tingkat penjualan yang dianggarkan itu sendiri, atau dengan
rumus:
Penjualan per budget
1. %
Penjualan per break even
Penjualan per budget−Penjualan per break even
2. %
Penjualan per budget
Dengan data perusahaan Eka Jaya & Co maka margin of safety perusahaan
tersebut adalah

Rp 50.000 .000
1. X 100 %=133,33 %
Rp 37.500 .000
Rp 50.000 .000−Rp 37.500 .000
2. X 100 %=25 %
Rp 50.000 .000

Berarti tingkat penjualan untuk perusahaan tersebut. tidak boleh mengalami


penurunan lebih dari 25 % dari penjualan yang direncanakan, atau 33.33 % dari
tingkat penjualan break even yang telah ditentukan agar perusahaan tidak
menderita rugi.
Margin of safety penjualan tersebut. bila dinyatakan dalam hasil penjualan
atau jumlah satuan penjualan untuk tahun 1999 adalah :
1. 33.33 % x Rp 37.500.000,00 = Rp 12.500.000,00 atau 50.000 unit
2. 25% x Rp 50.000.000,00 = Rp 12.500.000,00 atau 50.000 unit.
Dapat diartikan bahwa volume penjualan yang harus dicapai oleh
perusahaan tidak boleh turun lebih dari Rp12.500.000 atau 50.000 unit dari
penjualan yang direncanakan agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian
tetapi juga belum memperoleh laba. Perusahaan telah merencanakan tingkat
penjualan Rp 50.000.000 atau 200.000 unit. Oleh karena itu penjualan yang harus
dicapai Rp 50.000.000 - Rp 12.500.000,00 - Rp 37.500.000 atau 200 000-50.000
unit = 150.000
Suatu perusahaan yang me'mpunyai margin of safety yang besar adalah
lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai margin of safety
yang rendah, karena margin of safety menunjukkan indikasi atau memberikan
gambaran kepada manajemen berapakah penurunan penjualan yang dapat ditolerir
sehingga perusahaan tidak menderita rugi tetapi juga belum memperoleh laba.
Prosentase dari margin of safety dapat dihubungkan langsung dengan tingkat
keuntungan perusahaan, dengan menggunakan data tersebut diatas, dimana
margin of safety-nya 25 % dan marginal income ratio-nya 48 % maka :
Profit = Marginal Income Ratio x Margin of Safety
Profit = 48 % x 25 % = 12 %
Berarti bahwa apabila Perusahaan mampu menjual sesuai dengan yang
dibudgetkan, maka profit (laba) yang akan diperoleh sebesar 12% dari penjualan
hasil tersebut. Tingkat keuntungan (laba) perusahaan untuk setiap volume
penjualan setelah mencapai break even adalah sebesar marginal income rationya.
Menurut data dari Eka Jaya & Co tersebut maka bila perusahaan mampu menjual
sesuai dengan yang dianggarkan (Rp.50.000.000) maka keuntungan yang
diperoleh = 12% x Rp.50.000.000 = Rp.6.000.000.00, sedangkan setiap penjualan
diatas tingkat break even labanya 48%. Pada penjualan Rp.41.250.000.00 maka
keuntungan yang diperoleh adalah 48% x (Rp.41.250.00. – Rp.37.500.000 =
Rp.18.000.000.00. Jadi apabila marginal income ratio (P/V ratio) dan prosentase-
prosentase keuntungan diketahui, maka margin of safety-nya dapat ditentukan
dengan cara sebagai berikut:

Profit (%) 12 %
M/S ratio = = = 25%
P ¿(%) 48 %

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Break Even Point


1) Perubahan Biaya VariabelMeningkatnya variable cost per unit akan
meninggikan tingkat Break Even Point, sedangkan penurunan variable
cost per unit akan mempunyai pengaruh yang sebaliknya.
2) Perubahan Biaya Tetap Suatu perusahaan apabila meningkatkan fixed
operating cost, maka tingkat Break Even Point akan meningkat pula,
demikian juga halnya bila fixed operating cost diturunkan, maka tingkat
Break Even Point pun akan bergerak turun ke titik yang lebih rendah.
3) Perubahan Harga JualKenaikan harga jual per unit akan menurunkan
tingkat Break Even Point dan sebaliknya penurunan tingkat harga jual per
unit akan membawa pengaruh terhadap menurunnya Break Even Point
(Syamsuddin, 2011:96).
H. Analisis Break Even Point dan Keputusan Manajemen
Analisis Break Even Point merupakan suatu analisis yang digunakan oleh
manajemen sebagai acuan pemberian keputusan terhadap perencanaan keuangan,
khususnya pada tingkat laba yang ingin dicapai serta berhubungan dengan tingkat
penjualannya. Manajemen perlu mengetahui hubungan antara biaya, volume
penjualan dan laba sebagai dasar informasi penunjangnya. Semaksimal mungkin
perusahaan akan terus berupaya untuk menghindari kerugian walaupun juga tidak
mendapatkan laba, namun tetap berada pada keadaan Break Even.
Penggunaan analisis Break Even Point ini dimaksudkan agar manajemen
dapat mengetahui pada tingkat penjualan minimal berapakah perusahaan
mengalami impas, sehingga manajemen dapat mengambil keputusan untuk
merencanakan target penjualan di atas penjualan minimal agar menghasilkan laba.
Adapun peramalan penjualan merupakan perkiraan tingkat penjualan yang
terjadi di waktu yang akan datang dan menjadi dasar untuk menyusun anggaran
penjualan untuk periode yang dianggarkan. Metode peramalan penjualan yang
dapat digunakan oleh manajemen adalah dengan analisis trend. “ Trend
merupakan gerakan lamban berjangka panjang dan cenderung menuju ke satu
arah, menaik atau menurun (Nafarin. 2004:31). Analisis trend yang dapat
dipergunakan adalah metode trend garis lurus yang terdiri dari metode least
square. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Perencanaan merupakan suatu hal yang harus diperhitungkan dan
dipertimbangkan secara matang oleh perusahaan, karena dalam penyusunan
perencanaan ini adalah langkah awal bagi manajemen untuk mengambil suatu
keputusan atau kebijakan yang berhubungan dengan kehidupan operasional
perusahaan. Salah satu perencanaan yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan
adalah perencanaan laba. Perencanaan laba (profit planning) adalah
pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan
perusahaan (Carter, 2009:4).
Penetapan harga merupakan hal yang penting dalam kegiatan bisnis
sebagai suatu sumber pendapatan bagi perusahaan. Harga dapat diartikan sebagai
jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang
mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan
suatu produk (Tjiptono dkk, 2008:465).
Hubungan Break Even Point dengan Tingkat Penjualan dan Laba
Umumnya tujuan utama dari suatu kegiatan berbisnis adalah untuk mendapatkan
keuntungan yang optimal. Harapan untuk mendapatkan keuntungan yang besar
tidak dapat terlaksana apabila tidak disertai dengan peningkatan jumlah penjualan
produk. Manajemen harus mampu untuk membuat suatu rencana yang strategis
agar meningkatkan volume penjualan di pasar konsumen, sehingga mendapatkan
keuntungan dari hasil penjualan tersebut. Analasis Break Even Point merupakan
metode yang dapat membantu perencanaan kegiatan dan penyusunan anggaran
perusahaan, sehingga dapat digunakan untuk menetukan target penjualan optimal
dengan mendapatkan laba yang maksimum.
Hubungan Break Even Point dengan Penetapan Harga
Penetapan harga ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran yang terjadi
di pasar konsumen. Penetapan harga perlu diperhitungkan agar dapat mencapai
tingkat yang optimum, sehingga dapat menutupi semua biaya-biaya operasional
yang dikeluarkan oleh perusahaan terlebih mendapatkan laba. Harga yang tinggi
dapat menurunkan volume penjualan yang diminta konsumen. Harga yang rendah
dapat meningkatkan kuantitas penjualan tetapi dapat menurunkan total laba.
Penerapan analisis Break Even Pointmerupakan salah satu metode yang dapat
menetapkan harga dengan cara menentukan biaya yang dikeluarkan perusahaan
dengan tingkat laba yang diharapkan.
I. Analisis Break Even Point dan Keputusan Menutup Usaha
Titik penutupan usaha merupakan suatu keadaan yang menunjukkan contribution
margin perusahaan hanya bisa digunakan untuk menutup biaya tetap yang bersifat
tunai (Kusuma et al., 2013). Perusahaan dapat dipertimbangkan untuk ditutup
apabila hasil penjualan tidak lagi dapat menutupi biaya tetap tunai. Hal itu
disebabkan kelanjutan usaha harus dibiayai dari sumber lain yang berasal dari luar
perusahaan. Sumber dana seperti ini umumnya menimbulkan tambahan biaya
tunai. Tingkat penjualan shut down point baik dalam unit maupun rupiah dapat
ditentukan dengan formula sebagai berikut:
Biaya Tetap Tunai
Shut Down Point (Unit) =
Margin Kontribusi Per Unit
Biaya Tetap Tunai
Shut Down Point (Rupiah) =
Rasio Margin Kontribusi

J. Risiko dan Ketidakpastian

Asumsi penting dari analisis CVP adalah harga dan biaya diketahui dengan pasti.
Namun, hal tersebut jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian adalah bagian dari
pengambilan keputusan bisnis dan bagaimananpun hal itu harus ditangani. Secara
formal, risiko berbeda dengan ketidak pastian. Distribusi probabilitas variable
pada risiko dapat diketahui, sedangkan distribusi probabilitas variable pada
ketidakpastian tidak diketahui. Namun, pada tujuan pembahasan kita, kedua
istilah tersebut akan digunakan secara bergantian. Margin pengaman ( margin of
safety ) adalah unit yang terjual atau diharapkan terjual atau pendapatan yang
dihasilkan atau diharapkan untuk dihasilkan yang melebihi volume impas.
Sebagai contoh jika volume impas perusahaan adalah 200 unit dan perusahaan
saat ini menjual 500 unit, maka margin pengamannya adalah 300 unit (500-200).
Margin pengaman juga dapat dinyatakan dalam pendapatan penjualan. Jika
penjualan impas adalah $200.000 dan pendapatan saat ini adalah $350.000, maka
margin pengamannya adalah $150.000. Rasio margin pengaman dapat dinyatakan
dalam (pendapatan penjualan yang dianggarkan pendapatan penjualan
impas)/pendapatan penjualan x 100%. Dalam contoh di atas, rasio margin
pengamannya yaitu sebesar (350.000-200.000)/200.000= 75%. Margin
pengamandapat dipandang sebagai ukuran kasar dari risiko. Pada kenyataannya
peristiwa yang tidak diketahui selalu muncul ketika rencana disusun. Hal itu dapat
menurunkan penjualan di bawah jumlah yang diharapkan. Apabila margin
pengaman perusahaan adalah besar atas penjualan tertentu yang diharapkan tahun
depan, maka risikomenderita kerugian jika penjualan menurun lebih kecil
daripada margin pengamannya kecil. Manager yang menghadapi margin
pengaman yang rendah mungkin ingin mempertimbangkan berbagai tindakan
untuk meningkatkan penjualan atau mengurangi biaya. Langkah-langkah
Pengungkit Operasi, dalam ilmu fisika, alat pengungkit adalah mesin sederhana
yang digunakan untuk melipatgandakan kekuatan. Pada dasarnya, pengungkit
tersebut melipatgandakan kekuatan tenaga yang dikeluarkan untuk menghasilkan
lebih banyak pekerjaan. Semakin besar beban yang digerakkan oleh sejumlah
tertentu tenaga, semakin besar keunggulan mekanis dari alat tersebut. Dalam
bidang keuangan pengungkit operasi berkaitan dengan bauran relative dari biaya
tetap dan biaya variable dalam suatu organisasi. Pertukaran antara biaya tetap
dengan biaya variable adalah suatu hal yang mungkin dilakukan. Tingkat
pengungkit operasi (degree of operating leverage – DOL) untuk tingkat penjualan
tertentu dapat diukur dengan menggunakan rasio margin kontribusi terhadap laba.

Tingkat pengungkit operasi = Margin kontribusi/laba

K. Analisis Sensitivitas dan Biaya-Volume Laba

Meluasnya penggunaan computer dan spreadsheet telah memudahkan para


manajer melakukan analisis sensitivitas. Sebagai sebuah alat penting, analisis
sensitivitas (sensitivity analysis) adalah teknik “bagaimana-jika” yang menguji
dampak dari perubahan asumsi –asumsi yang mendasarinya terhadap suatu
jawaban.

Analisis sensitivitas, juga disebut sebagai what-if anaysis, adalah alat matematika


yang digunakan dalam pemodelan ilmiah dan keuangan untuk mempelajari
bagaimana ketidakpastian dalam suatu model memengaruhi ketidakpastian
keseluruhan model itu.

Ini adalah cara untuk menentukan nilai yang berbeda untuk variabel independen
yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi variabel dependen tertentu, dengan
serangkaian asumsi tertentu.

Anda dapat menggunakan analisis sensitivitas ketika ada batasan yang bergantung
pada variabel input dan ketika Anda ingin menjawab pertanyaan seperti:

 Apakah hasil penelitian akan berubah jika kita menggunakan asumsi lain?
 Seberapa yakin kita dengan asumsi ini?

Anda dapat menggunakan analisis sensitivitas untuk mempelajari bagaimana


perubahan tertentu akan mempengaruhi Anda. Misalnya, jika Anda ingin
mengetahui apakah perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi harga obligasi
jika tingkat bunga meningkat sebesar 2%. Anda dapat mengubahnya menjadi
pernyataan “bagaimana jika”:

“Apa yang terjadi dengan biaya obligasi jika tingkat bunga naik 2%?”

Metode untuk menerapkan analisis sensitivitas

Berikut adalah dua metode yang digunakan untuk analisis sensitivitas:

Metode langsung

Dalam metode langsung, Anda akan mengganti angka yang berbeda menjadi
asumsi dalam model. Misalnya, asumsi pertumbuhan pendapatan Anda adalah
20% dari tahun ke tahun, maka rumus pendapatannya adalah:

(Pendapatan tahun lalu) x (1 + 20%)

Dengan menggunakan metode langsung, kami mengganti angka yang berbeda


untuk menggantikan tingkat pertumbuhan untuk melihat jumlah pendapatan yang
dihasilkan.

Metode tidak langsung

Dalam metode tidak langsung, Anda akan memasukkan perubahan persen ke


dalam rumus alih-alih mengubah nilai asumsi secara langsung. Misalnya, jika
asumsi pertumbuhan pendapatan Anda adalah 20% dari tahun ke tahun dan kita
tahu bahwa rumus pendapatan adalah:

(Pendapatan tahun lalu) x (1 + 20%)

Alih-alih mengubah 20% ke angka lain, kami mengubah rumus menjadi:


(Pendapatan tahun lalu) x (1 + (20% + X)), di mana X adalah nilai di area
analisis sensitivitas model.

Manfaat analisis sensitivitas

Ada beberapa manfaat menggunakan analisis sensitivitas. Penting untuk diingat


bahwa analisis sensitivitas menggunakan serangkaian hasil berdasarkan asumsi
dan variabel yang kemudian, berdasarkan data historis.

Karena itu, what-if anaysis adalah model dengan ruang untuk kesalahan dan


mungkin tidak sepenuhnya akurat, tetapi merupakan alat yang berharga dan
banyak digunakan.

Manfaat utama menggunakan what-if anaysis adalah:

 Pengambilan keputusan yang lebih baik: Analisis sensitivitas memberi


pembuat keputusan berbagai hasil untuk membantu mereka membuat
keputusan bisnis yang lebih baik.
 Prediksi yang lebih andal: Ini memberikan studi mendalam tentang
variabel yang membuat prediksi dan model lebih andal.
 Menyoroti area untuk perbaikan: Analisis sensitivitas membantu
pengambil keputusan mengidentifikasi di mana harus melakukan
perbaikan di masa depan.
 Memberikan tingkat kredibilitas yang lebih tinggi: Analisis sensitivitas
menambahkan kredibilitas pada model keuangan dengan mengujinya di
berbagai kemungkinan.

L. Analisis CVP Dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas

Analisis CVP konvensional mengasumsikan semua biaya perusahaan dapat


dikelompokkan dalam dua kategori : biaya variabel dan biaya tetap. Pada sistem
perhitungan biaya berdasarkan aktivitas, biaya dibagi dalam kategori berdasarkan
unit dan non-unit. Perbandingan antara titik impas ABC dengan titik impas
konvensional mengungkapkan dua perbedaan yang signifikan. Pertama, biaya
tetapnya berbeda. Beberapa biaya yang sebelumnya diidentifikasi sebagai biaya
tetap dapat berbeda dengan penggerak. Kedua, pembilang pada persamaan impas
ABC memiliki dua istilah biaya variabel non-unit : satu untuk aktivitas yang
berkaitan dengan batch dan satu untuk aktivitas yang berkaitan dengan
keberlanjutan produk. Jika suatu perusahaan menganut JIT, maka biaya variabel
per unit yang dijual berkurang dan biaya tetap bertambah.
DAFTAR PUSTAKA

Sihombing, S. B. (2013). Analisis Biaya-Volume-Laba Sebagai Alat Bantu


Perencanaan Laba PT. Bangun Wenang Beverages Company. Jurnal
EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(3).
Munawir, S. (2008). Analisis Informasi Keuangan. Yogyakarta: Penerbit Liberty
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai