DAFTAR ISI
PENGANTAR ................................................................................................................... 4
TUJUAN ........................................................................................................................... 7
MANFAAT ....................................................................................................................... 8
BLUE PRINT MODUL INTERVENSI UNTUK ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK
AUTISME .......................................................................................................................... 18
TUJUAN ......................................................................................................................... 21
WAKTU .......................................................................................................................... 21
PROSEDUR .................................................................................................................... 21
PERTEMUAN 2 ................................................................................................................. 22
TUJUAN ......................................................................................................................... 22
2
WAKTU .......................................................................................................................... 22
ALAT/BAHAN ............................................................................................................... 22
PROSEDUR .................................................................................................................... 22
PERTEMUAN 3 ................................................................................................................. 23
TUJUAN ......................................................................................................................... 23
WAKTU .......................................................................................................................... 23
ALAT/BAHAN ............................................................................................................... 23
PROSEDUR .................................................................................................................... 23
PERTEMUAN 4 ................................................................................................................. 24
TUJUAN ......................................................................................................................... 24
WAKTU .......................................................................................................................... 24
ALAT/BAHAN ............................................................................................................... 24
PROSEDUR .................................................................................................................... 24
TUJUAN ......................................................................................................................... 25
WAKTU .......................................................................................................................... 25
PROSEDUR .................................................................................................................... 25
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 28
3
DESKRIPSI MODUL
PENGANTAR
Anak adalah individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik sendiri sesuai
dengan tahapan usianya. Usia dini merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar,
sehingga disebut dengan usia emas (golden age). Pada usia ini, anak memiliki kemampuan
untuk belajar yang luar biasa (Mursid, 2015). Oleh karena itu, upaya-upaya pengembangan
anak usia dini hendaknya dilakukan melalui belajar dan melalui bermain (Hasanah, 2016). Hal
ini dikarenakan bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak, melalui bermain
anak memperoleh kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan
perasaannya dan berkreasi (Putro, 2016).
Anak autisme lebih mudah lekat dengan objek (benda mati) dibandingkan kelekatan
dengan pengasuhnya. Hasil penelitian yang dilakukan beberapa peneliti terhadap sosial defisit
pada anak autism, seperti Roeyers et al. (1998) mendapatkan hasil bahwa anak autisme gagal
untuk berinteraksi secara sesuai dan tepat dengan teman sebayanya. Kegagalan ini
berhubungan dengan gangguan spesifik dalam merespon (responding) permintaan perhatian
dari orang lain dan memulai (initiating) perilaku joint attention seperti; mengikuti arah tatapan
mata, menunjukkan (dengan gerakan-gerakan tubuh) , menunjuk dengan jari dan kontak mata
dalam situasi ambigu. Salah satu gangguan sosial-komunikasi yang paling awal dideteksi pada
anak dengan autisme adalah adanya defisit dalam keterampilan joint attention (Mundy,
4
Sigman, & Kasari, 1990 dalam Smith, 2008). Dalam milestone, joint attention merupakan
kemampuan “pivotal” atau penting pada anak yang berarti bahwa joint attention merupakan
kemampuan prasyarat dalam mengembangkan serangkaian kemampuan sosial komunikasi
lainnya seperti perilaku sosial, bahasa, imitasi dan kemampuan bermain (Charman, 2003;
Mundy & Crowson, 1997; Whalen, Shreibman & Ingresoll, 2006 dalam Zhao, 2012).
Salah satu gangguan sosial-komunikasi yang paling awal dideteksi pada anak dengan
autisme adalah adanya defisit dalam keterampilan joint attention (Mundy, Sigman, & Kasari,
1990 dalam Smith, 2008). Dalam milestone, joint attention merupakan kemampuan “pivotal”
atau penting pada anak yang berarti bahwa joint attention merupakan kemampuan prasyarat
dalam mengembangkan serangkaian kemampuan sosial komunikasi lainnya seperti perilaku
sosial, bahasa, imitasi dan kemampuan bermain (Charman, 2003; Mundy & Crowson, 1997;
Whalen, Shreibman & Ingresoll, 2006 dalam Zhao, 2012).
Joint attention merupakan gambaran proses mental dan perilaku yang dapat
memfasilitasi setiap proses pembelajaran yang berkembang sejak usia bayi yang akan
berpengaruh pada proses pembelajaran bahasa, komunikasi dan interaksi. Joint attention
memiliki keterhubungan pada kemampuan anak dalam memproses informasi. Hal inilah yang
akan mempengaruhi perbedaan setiap individu dalam potensi intelektual, regulasi diri,
kompetensi sosial (Mundy dan Newel, 2007).
5
mengalami kesulitan untuk berpikir dalam perspektif atau sudut pandang orang lain
(Soeryawinata, 2018).
Kurangnya kemampuan joint attention pada anak dengan autisme, terutama LFA,
akan menyebabkan anak kesulitan dalam membagi atau menyamakan perhatian dengan orang
lain, kurangnya kontak mata, tidak mampu mengikuti arahan gestur dari orang lain (Volkmar,
2005), mengalami kesulitan sosial seperti mempelajari kemampuan mengurus diri dan kurang
dapat belajar kesesuaian kata-objek (bahasa) (Tantam, 1992 dalam Jara 2009). Berdasarkan
uraian di atas maka penulis melihat bahwa pengetahuan dan ketrampilan orang tua dalam
memahami kondisi anak autisme dan ketrampilan yang dibutuhkan orang tua agar dapat terlibat
langsung dalam penanganan permasalahan anak autisme masih sangat terbatas. Meskipun
orang tua memiliki semangat yang tinggi untuk memperjuangkan perkembangan yang optimal
bagi anak autisme namun mereka memiliki keterbatasan baik dalam pemahaman mengenai
anak autisme secara komprehensif maupun keterbatasan dalam ketrampilan untuk dapat terlibat
langsung pada kegiatan penanganan permasalahan anak autisme. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan peningkatan pengetahuan orang tua yang
memiliki anak autisme dan peningkatan ketrampilan orang tua agar dapat terlibat langsung
dalam kegiatan penanganan terhadap permasalahan anak autisme.
Permasalahan joint attention yang dialami oleh anak autis menunjukkan bahwa sangat
membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan joint attention yang dimiliki oleh
anak, agar kemampuan tersebut dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi
perkembangan anak selanjutnya. Dalam hal ini upaya yang dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan joint attention anak autis adalah dengan menggunakan pivotal response treatment.
Menurut Stahmer, Suhrheinrich, Reed, Bolduc & Schreibman (2010) (dalam Kim,
2016:5) pivotal response treatment ini memotivasi anak untuk belajar keterampilan yang
ditargetkan dengan menggunakan bahan-bahan alami (misalnya, mainan yang disukai anak
atau kegiatan yang disukainya) dalam konteks alami (misalnya, saat bermain atau rutinitas
sehari-hari seperti disekolah). Pivotal response treatment akan memberikan anak kesempatan
untuk menggunakan bahan-bahan alami dalam konteks alami. Didalam kegiatan pivotal
response treatment ini akan melibatkan teman dan kehadiran orang dewasa.
6
intervensi untuk orang tua yang Memiliki Anak Autisme Jurnal Soul, Vol .8, No 1, Maret 2015
17 anak autisme dalam perilaku initiating joint attention mereka secara lebih mendalam. Untuk
mengembangkan potensi anak autisme agar berkembang optimal maka diperlukan peran aktif
orang tua dalam mengasuh dan mengembangkan potensi tersebut. Pengetahuan, pemahaman
dan ketrampilan orang tua yang terbatas dalam pengasuhan anak autisme, membutuhkan
panduan tertulis yang sistematis, teratur dan mudah dipahami untuk diimplementasikan pada
kegiatan sehari-hari di rumah bersama anak autisme. Untuk itu orang tua membutuhkan
panduan berupa modul intervensi yang sesuai dengan aspek perkembangan apa yang akan
dijadikan target intervensi untuk dikembangkan atau ditingkatkan.
Intervensi dilakukan oleh orang tua di rumah dengan mengacu pada modul intervensi
yang akan disusun oleh penulis sebagai arahan dalam pelaksanaan intervensi tersebut. Modul
intervensi akan disesuaikan dengan karakteristik anak autisme dan karakteristik/kemampuan
orang tua. Oleh karena itu, sebelum orang tua memulai pelaksanaan intervensi pada anak
autismenya, akan diadakan wawancara dan observasi terlebih dahulu pada orang tua yang
memiliki anak autisme tersebut. Wawancara dan observasi pada orang tua akan dilaksanakan
berdasarkan rancangan program intervensi peningkatan pengetahuan dan ketrampilan orang
tua yang memiliki anak autisme yang akan disusun oleh penulis berdasarkan hasil wawancara
dan observasi awal / penemuan fakta terhadap pengetahuan dan ketrampilan orang tua terkait
pemahaman dan penanganan permasalahan pada anak autisme.
TARGET SASARAN
Target dalam rancangan modul intervensi untuk orang tua yang memiliki anak autisme
ini adalah meraka para orang tua yang sedang berjuang merawat anak anak yang memiliki
gangguan autisme
TUJUAN
Rancangan modul intervensi untuk orang tua yang memiliki anak autisme bertujuan
untuk mengembangkan potensi anak autisme agar berkembang optimal maka diperlukan peran
aktif orang tua dalam mengasuh dan mengembangkan potensi tersebut. Pengetahuan,
pemahaman dan ketrampilan orang tua yang terbatas dalam pengasuhan anak autisme,
membutuhkan panduan tertulis yang sistematis, teratur dan mudah dipahami untuk
diimplementasikan pada kegiatan sehari-hari di rumah bersama anak autisme.
7
MANFAAT
Rancangan modul intervensi untuk orang tua yang memiliki anak autisme
memberikan kesempatan bagi orang tua untuk mulai berlatih mengembangkan kemampuan
komunikasi sosial dengan memanfaatkan initiating joint attention. Manfaat melatih komunikasi
sosial pada anak autism antara lain:
Melatih anak agar tidak kesulitan dalam membagi atau menyamakan perhatian
dengan orang lain,
Untuk mengurangi intensitas kurangnya kontak mata dan mampu mengikuti
arahan gestur dari orang lain.
Untuk membantu mengurangi kesulitan sosial seperti mempelajari kemampuan
mengurus diri dan dan dapat membantu memaksimalkan belajar kesesuaian kata-
objek (bahasa).
DIAGNOSIS AUTISME
PENGERTIAN AUTISME
Istilah autis pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner (1943) psikolog dari
Universitas John Hopkins. Ia memakai istilah autis yang secara sosial tidak mau bergaul dan
asyik tenggelam dengan kerutinan, anak-anak yang harus berjuang keras untuk bisa menguasai
bahasa lisan namun tak jarang menyimpan bakat intelektual tinggi. Gejala autis disebabkan
beberapa faktor yaitu genetik, infeksi virus rubella atau galovirus saat dalam kandungan, faktor
makanan seperti makanan yang mengandung gluten dan kasein, gangguan metabolik yang
menyebabkan kelainan pada system limbik, kondisi ibu yang merokok pada saat hamil, serta
pencemaran terhadap logam berat terutama timbal.
8
tanpa ada perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, golongan etnis, maupun bangsa
(Indiarti MT 2007).
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak,
mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Kondisi ini menyebabkan mereka tidak mampu
berkomunikasi maupun mengekspresikan keinginannya, sehingga mengakibatkan
terganggunya perilaku dan hubungan dengan orang lain. Prevalensi anak autis beberapa tahun
terakhir ini mengalami kenaikan yang signifikan. Autisme dapat terjadi pada seluruh anak dari
berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survey yang diambil dari beberapa negara
menunjukkan bahwa 2-4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autisme dengan rasio
3:1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki- laki lebih rentan
menyandang autisme dibandingkan anak perempuan (Wijayakusuma,2004). Menurut Global
Prevalence of Autism and Other Pervasive Developmental Disorders disebutkan rata-rata
kejadian autistic disorder di Asia Tenggara khususnya Indonesia adalah sebesar 11.7/ 10.000
anak (Elsabbagh, dkk, 2012).
9
yang mengalami gagal napas (hipoksa) saat lahir juga beresiko
mengalami autis.
4. Peradangan dinding usus
Sejumlah anak penderita gangguan autis, umumnya, memiliki
pencernaan buruk dan ditemukan adanya peradangan usus. Peradangan
tersebut didugadisebabkan oleh virus.
5. Faktor Genetika
Gejala autis pada anak disebabkan oleh factor turunan. Setidaknya telah
ditemukan dua puluh gen yang terkait dengan autisme. Akan tetapi, gejala
autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen.
6. Keracunan logam berat
Kandungan logam berat penyebab autis karena adanya sekresi logam
berat dari tubuh terganggu secara genetis. Beberapa logam berat,seperti
arsetik (As), antimony (Sb), Cadmium (Cd), air raksa (Hg),dan timbale
(Pb), adalah racun yang sangat kuat.
7. Faktor Makanan
Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk
kandungan. Salah satunya pestisida yang terpapar pada sayuran.
Diketahui bahwa pestisida mengganggu fungsi gen pada saraf
pusat,menyebabkan anak autis.
1. Pada kehamilan trimester pertama, yaitu 0-4 bulan, faktor pemicu inibisa
terdiri dari: infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida, dsb),logam berat,
obat-obatan, muntah-muntah hebat (hiperemesis), perdarahan berat.
2. Proses kelahiran
Proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi
dan oksigenasi pada janin.
3. Sesudah lahir (post partum)
Infeksi berat-ringan pada bayi, imunisasi MMR dan Hepatitis B, logam
berat, MSG, pewarna, zat pengawet, protein susu sapi (kasein) dan
protein tepung terigu.
10
GEJALA AUTISME
Gejala-gejala yang terlihat pada anak yang menderita autis adalah diare atau sembelit
yang susah diatur, sakit pada bagian perut, adanya gas dankembung, buang air besar yang
berbau busuk dan bewarna lebih muda, dan kesulitan tidur setiap malam yang disebabkan oleh
saluran usus yang mengalami gangguan sepanjang malam akibat asam lambung naik dan
membakar esopaghus, yaitu tempat dilaluinya makanan menuju perut (Yuliana & Emilia E
2006).
Menurut Acocella (1996) dalam Lubis MU (2009), ada banyak tingkah laku yang
tercakup dalam autis dan ada 4 gejala yang selalu muncul,yaitu:
1. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial kedalam suatu
keadaan yang disebut extreme autistic aloness. Hal ini akan semakin terlihat pada
anak yang lebih besar, akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah
ada.
2. Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar (±70%) mengalami retardasimental (IQ<70) tetapi anak
autis sedikit lebih baik,contohnya dalam hal yang berkaitan dengan kemampuan
sensori motorik. Terapi yang dijalankan anak autis meningkatkan hubungan sosial
mereka tapi tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasimental yang
dialami. Oleh karena itu,retar dasimental pada anak autis,terutama sekali
disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari
lingkungan sosial.
3. Kekurangan dalam bahas
Lebih dari setengah autis tidak dapat berbicara,yang lainnya hanya mengoceh,
merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu menirukan apa yang
dikatakan orang lain.Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV,
atau potongan kata yang terdengar tanpa tujuan. Beberapa anak autis
menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka sendiri
sebagai orang kedua “kamu” atau orang ketiga “dia”. Intinya anak autis tidak dapat
11
berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan
normal.
4. Tingkah laku stereotif
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus-menerus
tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain
sebagainya.Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini disebabkan adanya
kerusakan fisik, misalnya adanya gangguan neurologis. Anak autis juga
mempunyai kebiasaan menarik-narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering
menangis kesakitan akibat perbuatan sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah
laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga hanya tertarik
pada bagian - bagian tertentu dari sebuah objek, misalnya pada roda mainan
mobil-mobilan. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan
yang monoton.
Menurut Handojo (2003), deteksi dini autis pada anak yang dianjurkan untuk
diwaspadai oleh para orang tua adalah anak usia 30 bulan belum bisa bicara untuk komunikasi,
hiperaktif dan acuh kepada orang tua dan orang lain, tidak bisa bermain dengan teman
sebayanya, ada perilaku aneh yang diulang-ulang. Menurut Faisal Y (2003) dalam Hidayat
(2004), autism terdiri dari tiga jenis .
1. Autisme persepsi
Autisme persepsi merupakan autisme yang timbul sebelum lahir dengan gejala
adanya rangsangan dari luar baik kecil maupun kuat yang dapat menimbulkan
kecemasan.
2. Autisme reaktif
Autisme reaktif ditunjukkan dengan gejala berupa penderita membuat gerakan-
gerakan tertentu yang berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang dan
dapat diamati pada anak usia 6-7 tahun. Anak memiliki sifat rapuh dan mudah
terpengaruh oleh dunia luar.
3. Autisme yang timbul kemudian
Jenis autisme ini diketahui setelah anak agak besar dan akan mengalami kesulitan
dalam mengubah perilakunya kerena sudah melekat atau ditambah adanya
pengalaman yang baru
12
PIVOTAL RESPONSE TREATMENT (PRT)
13
PENERAPAN PIVOTAL RESPONSE TREATMENT
PRT melihat bahwa konteks lingkungan dimana anak banyak menghabiskan waktunya
adalah konteks yang tepat untuk memberikan intervensi. Ini yang disebut dengan “natural
learning setting”. Karena di lingkungan “natural setting” telah tersedia banyak kesempatan
untuk memberikan pelatihan dan pembelajaran yang nantinya akan lebih fungsional dan bisa
digeneralisasikan dengan lebih mudah (Koegel, Openden, Fredeen & Koegel, 2006; Koegel,
Koegel, Harrower & Carter, 1999; Koegel, Koegel, Shoshan & McNerney, 1999).
Selain itu, model PRT menekankan pentingnya orangtua sebagai pelaksana intervensi
yang utama, tetapi orang-orang lain yang sehari-harinya berinteraksi dengan anak (seperti
saudara kandung, guru dan pihak sekolah, teman sebaya) juga dianjurkan untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan intervensi (Koegel, Openden, Fredeen & Koegel, 2006). Hal ini akan
meningkatkan konsistensi yang nantinya akan meningkatkan kesuksesan intervensi dan
mempermudah proses generalisasi. Sebagai tambahan, secara khusus untuk anak usia
prasekolah tujuan PRT adalah untuk menyelaraskan pelaksanaan prosedur motivasional PRT
di rumah dan di sekolah sehingga anak dengan ASD dapat menggeneralisasi keterampilan
sosial-komunikatifnya pada lingkungan baru (seperti ruang kelas, taman bermain) dan orang
14
lain (seperti guru, teman sebaya) dan juga mencapai keterampilan pre-akademik yang
dibutuhkan setelahnya.
Terdapat beberapa aspek pokok mengenai intervensi dalam model PRT (Koegel,
Openden, Fredeen & Koegel, 2006):
15
Adapun beberapa strategi motivasional yang digunakan dalam PRT adalah sebagai
berikut:
Anak memiliki masukan yang signifikan terhadap pemilihan mainan dan kegiatan;
bagaimanapun orang dewasa dan anak harus berbagi kendali (share control)
mengenai pilihan mainan dan kegiatan.
Reinforcers bersifat langsung dan secara alamiah berkaitan dengan respon anak.
Sebagai contoh, jika seorang anak berkata “anjing”, orangtua sesegera mungkin
memperkuat tingkah laku anak dengan memberikan patung anjing; jika anak
berkata “berenang”, orangtua memberikan reward kepada anak dengan
mengizinkannya untuk melompat ke kolam renang.
Reinforcers diberikan setelah adanya usaha yang jelas dari anak dan juga respon
yang tepat. Jadi, ketika anak menghasilkan suara “ndong” dan bukannya
“gendong” untuk digendong oleh orangtua, anak direinforced karena telah
berusaha, terlepas dari seberapa jauh usaha tersebut dari kata yang sebenarnya.
Penerapan teknik PRT oleh orangtua kepada anak berdasarkan kemampuan orangtua
dalam menampilkan delapan komponen PRT selama sesi berlangsung. Definisi operasional
delapan komponen PRT tersebut yaitu (1) child attending yaitu Orangtua dapat memberikan
kesempatan untuk anak memunculkan respon yang diberikan setelah orangtua mendapatkan
atensi dari anak melalui instruksi yang singkat dan jelas, (2) clear opportunity yaitu orangtua
memberikan instruksi/ pertanyaan/ kesempatan sebagai stimulus diskriminatif (SD ) untuk
memunculkan respon yang diinginkan harus jelas dan sesuai dengan tugas atau kegiatan yang
16
akan diberikan kepada anak, (3) maintenance task yaitu orangtua memberkan selingan pada
kegiatan yang sudah dikuasai anak dengan memberikan kegiatan lain yang belum dikuasainya,
(4) multiple cues yaitu anak dapat diberikan berbagai macam pertanyaan/ instruksi sekaligus
(multiple cues) sesuai dengan tahap perkembangan anak, (5) child choice yaitu orangtua
mengikuti apa yang menjadi minat anak dalam memilih tugas atau aktivitas, (6) contingent
yaitu saat anak memunculkan respon yang diinginkan, orangtua segera dan langsung
memberikan reinforcement secara langsung, dan (7) contingent on attempts yaitu respon yang
diberikan anak atas segala permintaan, insruksi ataupun kesempatan yang dilakukan oleh
orangtua harus diberikan reinforcer. Meskipun usaha anak dalam memunculkan respon tidak
tepat, orangtua tetap menghargai usaha anak dalam merespon.
17
BLUE PRINT MODUL INTERVENSI UNTUK ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTISME
18
Orang tua mampu menerapkan
komponen dari PRT yaitu Multiple cues Anak dapat diberikan berbagai macam pertanyaan/ instruksi
20 Menit LCD,PPT, dan Proyektor
guna melatih kemampuan fokus pada sekaligus (multiple cues) sesuai dengan tahap perkembangan anak
anak
HARI KE 3
Orang tua mampu menerapkan
Mengarahkan orangtua mengikuti apa yang menjadi minat anak
komponen dari PRT yaitu Child choice 20 Menit LCD,PPT, dan Proyektor
dalam memilih tugas atau aktivitas
guna melatih anak agar lebih percaya diri
Orang tua mampu menerapkan
komponen dari PRT yaitu contingent Saat anak memunculkan respon yang diinginkan, orangtua segera
20 Menit LCD,PPT, dan Proyektor
guna melatih kemampuan orangtua dan langsung memberikan reinforcement secara langsung
mengenali respon anak
Orang tua mampu menerapkan Mengarahkan respon yang diberikan anak atas segala permintaan,
komponen dari PRT yaitu Contingent on insruksi ataupun kesempatan yang dilakukan oleh orangtua harus
attempts guna melatih kemampuan diberikan reinforcerment. Meskipun usaha anak dalam 20 Menit LCD,PPT, dan Proyektor
mengenali respon anak serta membantu memunculkan respon tidak tepat, orangtua tetap menghargai usaha
anak lebih percaya diri anak dalam merespon
HARI KE 4
Tahap Evaluasi terhadap materi yang telah Orang tua yang memiliki anak autisme diminta untuk mengisi Lembar observasi dan
20 Menit
Penutupan diberikan lembar evaluasi alat tulis
PENUTUPAN 30 MENIT
19
ALOKASI WAKTU YANG DIBUTUHKAN DALAM PELAKSANAAN
20
ISI MODUL
“INTERVENSI UNTUK ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTISME”
PEMBUKAAN
TUJUAN
WAKTU
50 Menit
PROSEDUR
21
PERTEMUAN 2
“SESI CHILD ATTENDING DAN CLEAR OPPORTUNITY”
TUJUAN
Orang tua mampu menerapkan komponen dari PRT yaitu Child attending guna
membangun chemistry dan kenyamana antara orang tua dan anak serta melatih respon pada
anak.
WAKTU
40 Menit
ALAT/BAHAN
LCD
PPT
PROYEKTOR
PROSEDUR
22
PERTEMUAN 3
“SESI MAINTENANCE TASK DAN MULTIPLE CUES”
TUJUAN
Orang tua mampu menerapkan komponen dari PRT yaitu Maintenance task guna
melatih kemampuan baru pada anak SERTA melatih kemampuan fokus pada anak.
WAKTU
40 Menit
ALAT/BAHAN
LCD
PPT
PROYEKTOR
PROSEDUR
Mengarahkan orangtua memberkan selingan pada kegiatan yang sudah dikuasai anak
dengan memberikan kegiatan lain yang belum dikuasainya dan Anak dapat diberikan berbagai
macam pertanyaan/ instruksi sekaligus (multiple cues) sesuai dengan tahap perkembangan
anak.
23
PERTEMUAN 4
“SESI CHILD CHOICE , CONTINGENT, DAN CONTINGENT ON ATTEMPTS”
TUJUAN
Orang tua mampu menerapkan komponen dari PRT yaitu Child choice guna melatih
anak agar lebih percaya diri, melatih kemampuan orangtua mengenali respon anak, dan
mengenali respon anak serta membantu anak lebih percaya diri
WAKTU
60 Menit
ALAT/BAHAN
LCD
PPT
PROYEKTOR
PROSEDUR
Mengarahkan orangtua mengikuti apa yang menjadi minat anak dalam memilih tugas
atau aktivitas, Saat anak memunculkan respon yang diinginkan, orangtua segera dan langsung
memberikan reinforcement secara langsung, dan Mengarahkan respon yang diberikan anak
atas segala permintaan, insruksi ataupun kesempatan yang dilakukan oleh orangtua harus
diberikan reinforcerment. Meskipun usaha anak dalam memunculkan respon tidak tepat,
orangtua tetap menghargai usaha anak dalam merespon.
24
PERTEMUAN 5 SESI PENUTUP
TUJUAN
WAKTU
30 Menit
PROSEDUR
25
DAFTAR PUSTAKA
26
contribution of nonverbal communication measures.”
Journal Child Psychol. Psychiat, 27, 657-669.
Mundy, P., & Thorp. (2007). Joint attention and autism. Theory,
assessment and neurodevelopment. In J. M. Perez, P.
M. Gonzalez, M. L. Comi & C. Nieto (Eds.). New
developments in autism: The future is today. London:
Jessica Kingsley Publishers
27
LAMPIRAN
28